Ada masa dalam hidup ketika kita bergumul karena kekurangan, kegagalan, atau tekanan. Namun sering kali, ujian yang lebih besar justru datang ketika Allah memberi kelimpahan. Keberhasilan dapat menjadi berkat, tetapi juga bisa menjadi jebakan yang membuat hati perlahan menjauh dari Tuhan.
Musa mengingatkan Israel bahwa ketika mereka memasuki Tanah Perjanjian, mereka akan menerima kota-kota yang tidak mereka bangun, rumah penuh barang yang tidak mereka isi, sumur yang tidak mereka gali, dan kebun yang tidak mereka tanami. Semuanya adalah pemberian Tuhan—bukan hasil usaha mereka semata.
Tetapi Musa juga memberi peringatan yang tajam:
“Janganlah engkau melupakan TUHAN.”
Karena kelimpahan sering membuat manusia lupa. Saat hidup stabil, doa melemah. Saat semua tercukupi, hati tidak lagi sensitif. Saat sukses datang, kita merasa mampu tanpa Tuhan.
Keadaan ini nyata—bahkan Israel pun akhirnya jatuh dalam penyembahan berhala karena gagal menjaga hati saat Tuhan memberkati. Keberhasilan yang harusnya membawa mereka semakin dekat kepada Allah, justru menjauhkan mereka.
Renungan ini mengajak kita melihat ke dalam diri:
-
Apakah aku tetap setia ketika Tuhan memberkati?
-
Apakah aku masih merendahkan hati ketika segala sesuatu berjalan baik?
-
Atau aku mulai lupa bahwa semua berasal dari Allah, bukan dari kekuatanku?
Setiap fase hidup—baik gagal maupun berhasil—adalah peperangan rohani. Kita perlu Roh Kudus untuk menjaga hati tetap melekat pada Tuhan. Mari belajar setia, bukan hanya saat menunggu jawaban doa, tetapi juga saat Tuhan mengabulkannya.
Kiranya hati kita tetap terpaut kepada-Nya, baik saat kita kekurangan maupun saat kita berkelimpahan.















