Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Merayakan Kelimpahan dari Allah


Imamat 23:15-22

Allah bukan hanya menebus dan menyelamatkan umat-Nya, tetapi juga senantiasa memelihara mereka. Ketika umat Allah mengadakan perayaan, hal itu bukan sekadar pesta pora, melainkan sebuah cara untuk mengenang serta merayakan karya penyelamatan dan pemeliharaan-Nya dalam hidup mereka.

Salah satu perayaan yang disebut dalam nas ini adalah Perayaan Tujuh Minggu, yang juga dikenal sebagai Pentakosta (15-16; bdk. Ul. 16:10). Dalam perayaan ini, umat membawa kurban sajian berupa dua roti unjukan yang dibuat dari tepung terbaik dan dicampur dengan ragi sebagai buah sulung bagi Tuhan (17). Selain itu, mereka juga mempersembahkan tujuh ekor domba, seekor lembu jantan, dan dua ekor domba jantan sebagai kurban bakaran (18). Sebagai bentuk pertobatan dan persekutuan dengan Allah, mereka mempersembahkan seekor kambing jantan sebagai kurban penghapus dosa dan dua ekor domba sebagai kurban keselamatan (19).

Perayaan ini dihitung tujuh minggu setelah Sabat (15), dimulai dari hari ketika imam menunjukkan berkas hasil tuaian pertama (9-10). Dengan demikian, Pentakosta merupakan perayaan syukur atas hasil tuaian yang telah Allah berikan, yang menegaskan bahwa segala kelimpahan berasal dari-Nya.

Selain membawa persembahan, umat juga diajak untuk datang dengan hati yang benar di hadapan Allah. Kurban bakaran, kurban penghapus dosa, dan kurban keselamatan mengajarkan bahwa ucapan syukur harus disertai dengan kerendahan hati dan kesadaran akan anugerah-Nya.

Di Perjanjian Baru, makna Pentakosta semakin diperdalam dengan pencurahan Roh Kudus atas para murid. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya memberi berkat jasmani, tetapi juga berkat rohani yang berlimpah dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, kita diajak untuk selalu bersyukur, bukan hanya atas keselamatan, tetapi juga atas pemeliharaan-Nya yang tak berkesudahan. Bahkan dalam kesulitan, kita tetap dapat melihat kebaikan dan kelimpahan kasih-Nya.

Share:

Firman Tuhan : " Amati Karya-Nya "

Imamat 23:1-14

Di tengah dunia yang tidak pernah berhenti bergerak, di mana setiap waktu bisa digunakan untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu, berhenti sejenak tampak seperti hal yang tidak produktif. Namun, ketetapan Tuhan mengenai hari raya, sebagaimana yang disampaikan dalam nas ini, layak untuk direnungkan.

Dari tujuh hari dalam seminggu, satu hari harus dikhususkan sebagai Sabat, yaitu hari perhentian penuh dan hari pertemuan kudus (3). Mengapa hari itu disebut kudus? Karena pada hari itulah manusia diberikan kesempatan untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan mengamati karya-Nya yang ajaib.

Melalui hari raya, umat diajak untuk memahami makna Paskah (5-6). Saat mereka memakan roti tidak beragi, mereka mengenang bagaimana Tuhan membebaskan leluhur mereka dari perbudakan menuju tanah perjanjian. Kesadaran ini hanya mungkin didapat ketika mereka benar-benar meluangkan waktu untuk berhenti dan merenung. Inilah alasan mengapa penting untuk mengambil waktu jeda dari rutinitas sehari-hari.

Semua ini bukan sekadar ritual tanpa makna. Ketika umat mulai menikmati berkat Tuhan di tanah perjanjian, mereka juga dipanggil untuk mempersembahkan seberkas hasil pertama tuaian, seekor domba yang tak bercela, tepung terbaik yang dicampur dengan minyak, serta anggur (10-13). Dengan demikian, Sabat bukan hanya tentang berhenti bekerja, tetapi juga tentang mengingat dan merayakan kebaikan Tuhan hingga turun-temurun (14).

Di balik ketetapan tentang hari Sabat, tersimpan makna yang dalam. Mengingat karya Tuhan bukan hanya sekadar mengenang peristiwa masa lalu, tetapi juga menyadari bahwa karya-Nya tetap berlangsung dan selalu relevan dalam kehidupan kita. Ia telah membawa kita dari maut menuju hidup kekal, sehingga kini kita dapat menikmati berkat-Nya yang melimpah, termasuk kedamaian dan sukacita. Oleh karena itu, perenungan akan karya-Nya selalu mendatangkan ketenangan, bahkan di tengah dunia yang penuh hiruk pikuk.

Share:

Firman Tuhan : " Pilar Kepercayaan "

Imamat 22

Persembahan merupakan salah satu pilar utama yang mencerminkan kepercayaan seseorang kepada Tuhan. Pada dasarnya, persembahan adalah pemberian yang tulus dan dilakukan dengan niat yang baik kepada-Nya. Melalui persembahan, seseorang menunjukkan bagaimana mereka memandang Allah dan bagaimana sikap mereka di hadapan-Nya. Oleh karena itu, persembahan kepada TUHAN, Allah Yang Mahakudus, haruslah kudus.

Tuhan menyampaikan firman kepada Musa untuk diteruskan kepada Harun dan anak-anaknya agar mereka menjaga persembahan kudus dengan sungguh-sungguh (2). Tidak sembarang orang boleh mempersembahkan atau memakan kurban, sehingga para imam memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga persembahan dari segala bentuk kenajisan dan kecemaran (3-16).

Di sisi lain, umat yang memberi persembahan juga memiliki tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan. Hewan yang dipersembahkan—baik lembu jantan, domba, maupun kambing—haruslah tak bercela (18-21). Hewan yang cacat tidak boleh dipersembahkan kepada Tuhan (22-25). Umat yang hendak memberikan kurban harus melakukannya dengan penuh kesungguhan, pada waktu yang tepat, dan dengan cara yang benar (26-29). Persembahan bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan bentuk ketaatan mereka kepada Allah (30). Dari sinilah kepercayaan umat kepada Tuhan, Sang Penebus, menjadi nyata.

Sayangnya, dalam dunia yang semakin dikendalikan oleh sistem kapitalisme, prinsip persembahan kudus sering kali diabaikan. Apa yang dahulu dipersembahkan dengan penuh penghormatan kini lebih banyak dikonversi menjadi uang; pemberian yang seharusnya dikuduskan justru dipertahankan untuk kepentingan pribadi, dan yang diberikan hanyalah sisa yang tidak bernilai. Ini menunjukkan bahwa fokus utama bukan lagi kepada Allah, melainkan kepada materi.

Namun, sebagai umat yang setia, biarlah ketulusan kita dalam memberi tidak pudar. Memberikan persembahan yang terbaik mungkin tampak tidak menguntungkan secara duniawi, tetapi dari situlah kita menjaga pilar kepercayaan kita kepada Allah. Sebagaimana kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, demikian pula hendaknya setiap persembahan kita mencerminkan kekudusan Allah yang kita sembah.

Share:

Firman Tuhan : " Kekudusan Para Imam "

Imamat 21

Seluruh umat Israel dipanggil untuk hidup kudus, terlebih lagi para imam yang memiliki tugas khusus dalam memimpin ibadah di Kemah Suci. Mereka bertanggung jawab untuk mempersembahkan kurban umat dan menjadi perantara doa kepada Sang Penebus. Dengan tugas yang begitu mulia, tidak mengherankan jika mereka harus menaati aturan khusus guna menjaga kekudusan pelayanan mereka. Musa menyampaikan ketetapan ini kepada anak-anak Harun.

Aturan-aturan tersebut sangat mendetail dalam mengatur bagaimana para imam harus menjaga kekudusan hidup mereka. Salah satunya, mereka harus menjauhi orang mati (1-4), karena Allah adalah sumber kehidupan, dan segala sesuatu yang berlawanan dengan kehidupan dianggap najis. Sebagai pelayan Yang Mahakudus, para imam harus dijauhkan dari segala hal yang berkaitan dengan kematian.

Selain itu, mereka juga dilarang menggunduli sebagian kepala, mencukur tepi janggut, atau menggoresi kulit tubuh mereka (5). Tindakan-tindakan ini umum dilakukan dalam praktik penyembahan berhala. Oleh sebab itu, para imam harus menggunakan tubuh mereka hanya untuk menyembah Allah dan sepenuhnya didedikasikan bagi-Nya (6).

Mereka juga diperintahkan untuk hidup dalam kesucian moral dengan menjauhi pelacuran (7-9), menjaga pengurapan dan pernikahan mereka dengan setia (10-15), serta memastikan bahwa mereka tidak datang kepada Tuhan dengan kecacatan (16-23). Dengan menaati seluruh ketetapan ini, ibadah mereka akan menjadi persembahan yang harum dan berkenan di hadapan Allah.

Sebagai orang percaya, kita juga disebut sebagai "bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat Allah sendiri" (1Ptr. 2:9). Artinya, kita memiliki panggilan untuk hidup dalam kekudusan dan menjaga segala tindakan serta perbuatan kita. Segala bentuk kecemaran, mulai dari kebiasaan yang merusak hingga tren yang berbau mistis, harus kita jauhi. Fokus kita harus tetap tertuju kepada Allah yang hidup. Dalam menjaga diri serta relasi dengan Tuhan dan sesama, marilah kita menjunjung tinggi kehidupan yang berkenan kepada-Nya.

Share:

Keberlangsungan Umat Allah: Hidup Kudus di Hadapan Tuhan

 

Imamat 20

Allah menghendaki agar umat-Nya hidup dalam kekudusan. Itulah sebabnya, dalam Imamat 20, Tuhan menetapkan berbagai aturan yang harus dipatuhi bangsa Israel agar mereka tetap bertahan sebagai umat pilihan di tanah perjanjian.

Ketetapan untuk Menjaga Kekudusan:

  1. Menjauhi perbuatan tercela

    • Dilarang mengutuki orang tua (ayat 9).

    • Tidak boleh melakukan perzinaan atau hubungan yang menyimpang (ayat 10-21).

    • Tidak boleh terlibat dalam praktik penyembahan berhala, terutama memberikan anak kepada Molokh (ayat 2-5).

  2. Allah Berbeda dari Berhala

    • Allah tidak meminta korban anak manusia, seperti ilah-ilah lain.

    • Kisah Abraham dan Ishak (Kej. 22:1-14) menunjukkan bahwa Allah bukanlah Allah yang menghendaki pengorbanan anak, tetapi Allah yang menyediakan keselamatan.

  3. Konsekuensi Melanggar Perintah Tuhan

    • Tuhan sendiri akan menghadapi dan menghukum orang yang berbuat dosa (ayat 3-5).

    • Perbuatan yang najis bertentangan dengan kekudusan Tuhan (ayat 6-7).

Pesan Bagi Kita Hari Ini:

  • Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup kudus di tengah dunia yang penuh pencemaran moral.

  • Kita memiliki tanggung jawab untuk mendidik generasi berikutnya dalam kasih dan kebenaran Tuhan.

  • Jangan mencari jalan pintas demi kesuksesan dengan cara yang tidak berkenan kepada Tuhan.

  • Hanya dengan kesetiaan kepada Tuhan, kita bisa mempertahankan iman dan membangun generasi yang takut akan Tuhan.

Allah rindu agar umat-Nya tetap kudus dan berpegang teguh pada firman-Nya. Jika kita ingin keberlangsungan hidup yang diberkati, kita harus hidup dalam ketaatan dan kekudusan.

Doa:
Bapa di surga, kami bersyukur atas kasih dan bimbingan-Mu dalam hidup kami. Tolong kami untuk hidup dalam kekudusan dan menjauhkan diri dari segala dosa yang menajiskan. Kami juga berdoa agar Engkau memberkati keluarga kami, pekerjaan kami, dan generasi kami agar tetap setia kepada-Mu. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.

Tuhan Yesus memberkati!

Share:

Firman Tuhan : "Bersihlah Hatiku"

 

Imamat 14:33-57

Rumah sering kali mencerminkan kondisi penghuninya. Rumah yang bersih dan terawat menggambarkan pribadi yang disiplin dan sehat, sedangkan rumah yang kotor dan berantakan bisa mencerminkan kehidupan yang tidak tertata. Hal ini bukan hanya berlaku bagi rumah fisik, tetapi juga bagi "rumah rohani" kita, yaitu hati dan kehidupan kita sendiri.

Hikmah dari Aturan dalam Imamat 14:33-53:

  • Tuhan memberikan aturan bagi umat Israel tentang penyakit pada dinding rumah, yang mirip dengan aturan mengenai penyakit kulit pada manusia.

  • Jika rumah menunjukkan tanda-tanda kecemaran, harus dilakukan tindakan:

    • Dikarantina atau dikosongkan (ayat 36-38).

    • Bagian yang terkena harus dicungkil dan diganti (ayat 39-42).

    • Jika penyakit semakin meluas, rumah itu harus dibongkar dan dibuang ke luar kota (ayat 43-45).

    • Jika rumah sudah bersih, pemilik harus mempersembahkan kurban penahiran sebagai tanda pemulihan (ayat 48-53).

Makna Rohani: Menjaga Kebersihan Hati

  • Rasul Paulus menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah bait Allah (1Kor. 3:16, 6:19).

  • Kita harus menjaga hati dari segala kecemaran seperti iri hati, kesombongan, kebencian, atau dosa tersembunyi lainnya.

  • Waspada terhadap tanda awal kecemaran!

    • Dosa kecil yang dibiarkan bisa menjadi kebiasaan buruk.

    • Jika tidak segera dibersihkan, kecemaran hati bisa semakin meluas dan menghancurkan hidup kita.

Tindakan Nyata untuk Membersihkan Hati:

  1. Mengikis kebiasaan buruk sejak dini. Jangan biarkan dosa kecil berkembang menjadi besar.

  2. Bersedia untuk berubah. Terkadang membersihkan hati itu menyakitkan, tetapi itu perlu untuk kehidupan yang lebih baik.

  3. Mencari pemulihan dalam Tuhan. Jika hati kita sudah ternoda, kita harus datang kepada Tuhan untuk pengampunan dan pemulihan.

  4. Hidup dalam Firman Tuhan. Amsal 4:23 mengingatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari sanalah terpancar kehidupan."

Hati kita adalah rumah bagi Tuhan. Seperti kita membersihkan rumah dari kotoran, kita juga harus rajin menjaga kekudusan hati. Dengan demikian, hidup kita akan menjadi terang bagi dunia dan berkenan di hadapan Tuhan.

Doa:
Bapa di surga, terima kasih atas Firman-Mu yang mengajarkan kami untuk menjaga hati dan hidup kami dari segala kecemaran. Berikan kami hikmat dan kekuatan untuk selalu hidup dalam kekudusan-Mu. Kami berdoa agar berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kami dan orang-orang di sekitar kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Pujian ibadah 30 Maret 2025


Share:

Umat dan Alam

 

Imamat 19:19-37

Pembukaan:
Firman Tuhan yang diberikan kepada umat Israel mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari ibadah, hubungan antar sesama, hingga hubungan dengan alam. Dalam perintah-perintah-Nya, Allah tidak hanya mengatur bagaimana manusia harus berelasi dengan sesamanya tetapi juga bagaimana mereka memperlakukan alam ciptaan-Nya dengan penuh tanggung jawab dan kekudusan.

Hidup Kudus dalam Segala Aspek:

  • Allah menegaskan hukuman atas dosa perzinaan (Imamat 19:20-22).

  • Larangan terhadap ritual penyembahan berhala (ayat 26-31).

  • Perintah untuk mengasihi dan berlaku adil kepada semua orang (ayat 32-36).

Ketetapan Allah yang Berkaitan dengan Alam:

  1. Larangan mencampurkan ternak, benih, dan pakaian (ayat 19):

    • Ini melambangkan larangan terhadap pencampuran yang tidak sesuai dengan ketetapan Tuhan.

    • Allah ingin umat-Nya menjaga kemurnian dan ketaatan terhadap hukum-Nya.

    • Seperti penciptaan dalam Kejadian 1:25, setiap makhluk dan tanaman harus dihormati sebagaimana Allah menciptakannya.

  2. Buah dari pohon tidak boleh dimakan dalam tiga tahun pertama (ayat 23-25):

    • Buah yang muncul terlalu cepat dianggap belum matang dan tidak layak dikonsumsi.

    • Tahun keempat, buah itu dipersembahkan kepada Allah sebagai tanda hormat.

    • Tahun kelima dan seterusnya, barulah buah itu bisa dinikmati oleh umat.

    • Ini mengajarkan pentingnya kesabaran dan kesetiaan kepada Tuhan dalam menantikan hasil yang terbaik.

Makna bagi Kita Saat Ini:
Peraturan-peraturan ini bukan sekadar hukum lahiriah, tetapi memiliki makna rohani yang mendalam. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:

  • Menjaga kemurnian hidup, baik dalam iman maupun dalam tindakan.

  • Tidak tergesa-gesa menikmati sesuatu yang kelihatan baik, tetapi menunggu waktu Tuhan yang terbaik.

  • Mengutamakan kesetiaan kepada Tuhan di atas segala sesuatu.

Allah ingin umat-Nya hidup dalam kekudusan, ketaatan, dan kesabaran. Apa pun yang kita lakukan, baik dalam pekerjaan, hubungan, maupun keputusan hidup, hendaknya selalu mengikuti kehendak Tuhan. Dengan demikian, kita akan menerima berkat dan pemeliharaan-Nya dalam hidup kita.

Doa:
Bapa di surga, terima kasih atas firman-Mu yang menuntun kami untuk hidup dalam kekudusan dan ketaatan. Ajarkan kami untuk sabar menantikan waktu-Mu dan menjaga kemurnian hati kami. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera selalu mengalir dalam hidup kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Firman Tuhan : " Memaknai Bakti kepada Yang Ilahi "

 

Imamat 19:1-18

Bakti kepada Tuhan bukan sekadar tindakan religius, melainkan sebuah gaya hidup yang mencerminkan kesucian dan kasih-Nya. Hidup berbakti tidak hanya ditujukan untuk mengejar kesalehan pribadi, tetapi harus diwujudkan dalam keseharian yang berpusat pada Tuhan dan berdampak bagi sesama.

Tiga bentuk utama bakti kepada Allah menurut Kitab Suci:

  1. Bakti kepada Allah tampak dalam bakti kepada orang tua (Im. 19:3-4).
    Menghormati orang tua adalah perintah Tuhan yang sejajar dengan menjaga kekudusan hari Sabat dan menjauhi berhala. Namun, menghormati mereka tidak berarti mengikuti kebiasaan yang bertentangan dengan firman Tuhan.

  2. Bakti kepada Allah diwujudkan dalam persembahan yang benar (Im. 19:5-8).
    Persembahan kurban bukan hanya bentuk ketaatan, tetapi juga simbol penghormatan kepada Tuhan. Dengan menghargai makanan dan tidak menyia-nyiakannya, kita belajar hidup dalam pengendalian diri dan rasa syukur.

  3. Bakti kepada Allah terwujud dalam kasih kepada sesama (Im. 19:9-18).

    • Menunjukkan belas kasihan dengan berbagi kepada orang miskin dan orang asing.

    • Menegakkan kejujuran dengan tidak mengambil yang bukan hak kita.

    • Menjaga keadilan agar tidak ada yang diperlakukan dengan curang.

    • Mengasihi sesama seperti diri sendiri, sebagaimana firman Tuhan (Im. 19:18).

Dari sini kita memahami bahwa bakti kepada Tuhan tidak hanya bersifat vertikal, tetapi juga horizontal. Kasih kepada Tuhan harus tampak dalam tindakan kasih kepada sesama. Mari wujudkan bakti kita dengan hidup dalam ketaatan, kejujuran, dan kasih kepada orang lain.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.