Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

💛 Mempersembahkan yang Terbaik

Mempersembahkan yang Terbaik. Firman Tuhan mengajarkan dari janda miskin: memberi bukan soal jumlah, tapi ketulusan dan iman pada pemeliharaan Tuhan. Berikan yang terbaik tanpa rasa takut!

Lukas 21:1-4

Persembahan bukan sekadar rutinitas ibadah, tetapi ungkapan syukur kita atas kebaikan Tuhan. Kalau kita mau jujur, berkat Tuhan dalam hidup kita tak terhitung banyaknya. Namun, masih ada di antara kita yang memberi dengan hati ragu—takut kekurangan, takut kehilangan.

Hari ini kita belajar dari seorang janda miskin. Ia tidak punya banyak, tapi dengan iman yang besar, ia memberikan dua peser—semua yang dimilikinya. Ia percaya, Tuhan sanggup memelihara hidupnya. Itulah persembahan yang berharga di mata Tuhan: bukan karena jumlahnya besar, melainkan karena kasih dan iman yang tulus di baliknya.

Tuhan tidak melihat besar kecilnya nominal, tetapi seberapa besar hati yang rela kita persembahkan kepada-Nya. Janda miskin itu tidak memberi dari kelebihan, tetapi dari kekurangannya. Dan di situlah letak keindahan imannya.

Mari kita belajar untuk mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan—bukan karena terpaksa, tapi karena cinta. Serahkanlah kekhawatiran kita kepada-Nya, sebab Tuhan yang sama juga sanggup memelihara hidup kita hari ini dan selamanya.

🙏 Doa:
Tuhan, ajar kami untuk memberi dengan hati yang penuh syukur. Singkirkan rasa takut dan hitung-hitungan dalam memberi. Biarlah setiap persembahan kami menjadi ungkapan kasih dan iman kami kepada-Mu. Amin.

Share:

Firman Tuhan : Tetap Waspada dan Bersikap Kritis

Kita hidup di zaman yang penuh pencitraan. Banyak orang menampilkan diri seolah-olah rohani, sukses, dan berhikmat. Namun, apa yang terlihat belum tentu menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Dunia maya, misalnya, membuat hal itu semakin mudah. Orang bisa tampak begitu saleh lewat unggahan rohani, tetapi kehidupannya jauh dari nilai-nilai Kristiani.

Yesus pun melihat hal serupa di zamannya. Ia memperingatkan murid-murid-Nya agar waspada terhadap ahli-ahli Taurat — para pemuka agama yang pandai berbicara dan tampak suci, tetapi berhati serigala (ayat 46). Mereka senang pamer jubah panjang agar dihormati, duduk di tempat terdepan di sinagoge, dan berdoa panjang supaya dipuji. Padahal, hati mereka penuh keserakahan. Mereka bahkan menindas para janda, kelompok lemah yang justru seharusnya mereka lindungi (ayat 47).

💡 Ilustrasi :
Kita bisa membayangkan seseorang yang rajin memimpin doa di gereja atau aktif dalam pelayanan, tetapi diam-diam memperalat orang lain demi keuntungan pribadi. Ia berbicara tentang kasih Tuhan, tetapi tidak berbelas kasih terhadap orang yang kesusahan. Inilah bentuk kemunafikan yang Yesus kecam.

Yesus tidak sedang mengajak kita untuk mencurigai semua orang, melainkan untuk waspada dan berpikir kritis. Jangan mudah terpesona oleh penampilan luar. Nilailah seseorang dari buah kehidupannya — dari kerendahan hatinya, kejujurannya, dan kesungguhannya melayani Tuhan tanpa pamrih.

Namun, renungan ini tidak hanya berbicara tentang “mereka”, melainkan juga tentang kita. Apakah kita pernah beribadah hanya agar dilihat orang lain? Apakah kita pernah bersikap manis di depan, tetapi memiliki motivasi tersembunyi? Tuhan melihat sampai ke kedalaman hati. Dia tidak tertipu oleh doa panjang, senyum hangat, atau pakaian rohani. Yang Tuhan cari adalah ketulusan.

Mari kita belajar beriman dengan hati yang jujur dan bersih — tidak untuk dilihat, tapi untuk memuliakan Tuhan.

Refleksi

  • Apakah selama ini aku menilai orang lain hanya dari penampilan luarnya?

  • Apakah dalam beribadah dan melayani aku sungguh-sungguh tulus untuk Tuhan, bukan demi pujian manusia?

  • Apakah aku sudah berhati-hati agar tidak terjebak dalam pencitraan rohani?

Doa

Tuhan Yesus,
Engkau tahu isi hati kami lebih dari siapa pun. Ampunilah kami jika kami sering menilai orang hanya dari luarnya, atau ketika kami sendiri berusaha tampil saleh di depan orang lain.
Ajarlah kami untuk memiliki hati yang jujur, murni, dan rendah hati.
Tolong kami agar tetap waspada dan berhikmat dalam melihat dunia ini, supaya kami tidak mudah tertipu oleh penampilan, tetapi selalu berpijak pada kebenaran-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa.
Amin.



Share:

Firman Tuhan 📖 “Mewarisi Karakter Bapa”

“Mewarisi Karakter Bapa”
Yesus lebih dari Anak Daud, Ia adalah Tuhan Daud! Ia mewarisi karakter Bapa—kasih, sabar, dan taat—menghadirkan Kerajaan Allah. Cerminkan firman Tuhan lewat hidupmu! 
Peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” tentu sudah akrab di telinga kita. Biasanya, ini digunakan untuk menggambarkan kemiripan anak dengan orang tuanya — baik dari kebiasaan, sifat, atau cara berpikirnya.

Yesus sering disebut sebagai keturunan Daud. Dalam Matius 1:1–17, silsilah Yesus memang menunjukkan garis keturunan Daud. Bagi orang Yahudi, ini penting karena mereka percaya bahwa Mesias akan datang dari keturunan Daud — seorang raja besar yang dikagumi sepanjang masa.

Namun, Yesus menegaskan bahwa Mesias bukan hanya “Anak Daud”, tetapi Tuhan atas Daud (ayat 44). Artinya, Mesias jauh lebih besar daripada sekadar penerus kerajaan Daud. Kuasa-Nya ilahi, bukan politik. Sayangnya, banyak orang waktu itu lebih menghormati figur Daud daripada Sang Mesias yang sudah hadir di tengah-tengah mereka.

Yesus tidak mewarisi karakter Daud — karena Daud adalah manusia yang juga penuh kelemahan. Yesus justru mewarisi karakter Bapa, penuh kasih, sabar, dan taat sampai akhir. Ia hadir bukan untuk membangun kekuasaan duniawi, melainkan untuk menghadirkan kerajaan Allah — kerajaan kasih, kebenaran, dan damai sejahtera.

💡 Ilustrasi :
Bayangkan seorang anak yang lebih dikenal karena nama besar ayahnya. Semua orang membandingkan dia dengan sang ayah: “Apakah dia sehebat ayahnya?” Namun, anak itu memilih untuk hidup sesuai panggilannya sendiri, bukan sekadar meniru ayahnya. Begitu juga Yesus — Ia tidak sekadar meneruskan kejayaan Daud, tetapi menghadirkan kasih dan kebenaran Bapa di bumi.

Sebagai anak-anak Allah, kita pun dipanggil untuk mewarisi karakter Bapa, bukan hanya nama-Nya. Dunia mengenal kita bukan dari apa yang kita katakan, tetapi dari bagaimana kita hidup. Saat kita bersabar, mengampuni, dan mengasihi — dunia melihat cerminan Bapa di dalam diri kita.

Mari renungkan:
Apakah hidup kita sudah mencerminkan karakter Bapa?
Apakah orang lain bisa merasakan kasih, kesetiaan, dan pengampunan Allah melalui tindakan kita setiap hari?

Doa👏
Bapa di surga, kami bersyukur karena Engkau mengutus Yesus Kristus untuk menunjukkan kasih dan kebenaran-Mu.

Tolong kami agar hidup kami memantulkan karakter-Mu — dalam tutur kata, sikap, dan perbuatan kami.
Jadikan kami anak-anak-Mu yang hidup dalam kasih, kejujuran, dan kerendahan hati.
Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa.
Amin.

Share:

Pujian Ibadah GKKK Tepas | 05 Oktober 2025

Share:

🔥 Firman Tuhan : Iman terhadap Kebangkitan

Di dunia yang terus bergerak cepat — dengan teknologi, data, dan kecepatan hidup — ada satu kebenaran yang tak pernah berubah: Yesus telah bangkit.

Kita sering membayangkan kebangkitan seperti film aksi: tubuh keluar dari kubur, cahaya menyala. Tapi Firman Tuhan menawarkan gambaran yang lebih dalam: kehidupan setelah kematian bukan kelanjutan dunia ini. Tidak ada kawin, tidak ada kematian, tidak ada rasa lelah. Hidup dalam keabadian, seperti malaikat, di hadirat Allah (Lukas 20:35–36).

Kaum Saduki mencoba menghancurkan iman dengan logika. Tapi Yesus menjawab: “Dalam kebangkitan, orang tidak menikah…” — karena kehidupan yang sungguh-sungguh dimulai setelah kematian.

💬 "Jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah iman kita." — 1 Korintus 15:14

Di tengah ketidakpastian masa kini — krisis, kematian, rasa kehilangan — Yesus adalah jaminan hidup abadi. Ia bukan hanya berbicara tentang kebangkitan. Ia adalah kebangkitan itu sendiri.

Bukan lagi soal percaya secara logis. Tapi soal beriman secara utuh.

Ia yang mati di kayu salib, kini hidup di surga. Ia yang dikubur, kini menang atas maut. Dan satu hari nanti: kita juga akan bangkit bersama Dia.

“Aku adalah kebangkitan dan hidup.” — Yohanes 11:25

🖼️ Ilustrasi modern: Seorang pria muda duduk di bawah pohon yang menyerupai kabel fiber optik, menatap layar ponsel yang redup. Di kejauhan, cahaya dari surga menyala seperti koneksi internet yang tak terputus. Kebangkitan bukan sekadar peristiwa di masa lalu — tapi jaringan kehidupan abadi yang terhubung kini, dan tetap hidup selamanya.

📌 Renungan untuk hari ini: Jika iman kita hanya mengandalkan logika, kita akan seperti kaum Saduki. Tapi jika kita beriman kepada Yesus — yang telah bangkit — maka kita hidup dalam harapan yang tak bisa mati.

Kebangkitan bukan soal masa lalu. Ia adalah janji untuk masa depan kita — dan kini, kau sedang berada di dalamnya. 💫

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.