Januari 2021 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kembalikan Fokus Kita!

Matius 14:13-36 


Banyak orang rela menempuh perjalanan darat demi bertemu dengan Tuhan Yesus. Alkitab mencatat bahwa mereka tiba lebih awal daripada Yesus dan murid-murid-Nya. Mereka berjalan dengan membawa berbagai harapan terhadap Yesus. Demikian pula yang terjadi di Genesaret.


Yesus tergerak hati-Nya oleh perjuangan dan harapan orang banyak, sehingga Dia kemudian menyembuhkan mereka yang sakit. Kekhawatiran pun muncul di tengah para murid. Hari yang mulai gelap dan tempat yang terpencil membuat para murid berpikir untuk menyuruh orang banyak itu pergi ke desa-desa terdekat. Bukannya menyuruh orang banyak itu pergi, Yesus justru menyuruh murid-murid-Nya untuk memberi mereka makan.


Yesus bukannya tidak mengetahui apa yang menjadi kekhawatiran para murid. Sesungguhnya, Yesus sedang mengembalikan fokus mereka kepada hal yang paling utama. Yesus menyadarkan para murid, dari yang semula khawatir menjadi lebih berfokus kepada kehendak Allah. Dengan demikian, mereka bisa lebih mengenal Yesus--Sang Anak Allah--dengan benar.


Ajaran Yesus kepada para murid juga berlaku untuk kita. Apa yang kita lakukan saat sedang khawatir? Apakah kita mencari kehendak Allah atau kita mengandalkan diri sendiri?


Kenyataannya, kita sering kali lebih mengandalkan dan memercayai apa yang dilihat oleh mata kita yang terbatas. Setelah indera penglihatan kita terpuaskan, baru kemudian kita datang kepada Tuhan. Jadi, sebenarnya kita datang bukan untuk mencari kehendak-Nya tetapi justru menyuruh Allah untuk melakukan sesuatu bagi kita. Dari hal yang tidak tepat inilah kita perlu bertobat.


Firman Tuhan kali ini mengingatkan kita bahwa kehendak Allah harus menjadi hal yang utama. Pada saat kekhawatiran mulai datang mengganggu kita, marilah kita kembali berfokus kepada kehendak Allah. Kita tidak lagi menyerah pada tuntutan-tuntutan yang memuaskan indera kita. Percayalah bahwa di balik setiap peristiwa ada kehendak Allah yang ingin dinyatakan di dalam perjalanan hidup kita. Amin


Apa respons Anda?

1. Bagaimana cara Anda mengelola amarah ketika menghadapi tekanan?


Pokok Doa:

Permohonan kepada Tuhan untuk mampu bertindak benar dalam kondisi dan situasi apa pun.

Share:

Setia Itu Indah

"Tetapi kata Rut: 'Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;'" (Rut 1:16)


Ada orang berkata setia itu menyakitkan tetapi akhir dari kesetiaan itu pasti akan indah. Dan di sini kita melihat bukti kesetiaan yang berujung pada keindahan.


Kisah Rut adalah kisah yang sangat mengharukan di mana dalam kisah ini menceritakan keluarga Naomi yang karena terjadi kelaparan di Israel mereka pergi ke tana Moab untuk bertahan hidup. Waktu peristiwa itu dikatakan dalam kitab Hakim-hakim 21:25 "Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri." Jadi mereka berkeinginan sendiri untuk pergi ke bangsa Moab, yang sebenarnya orang Israel tidak boleh kawin-mawin dengan bangsa lain. Mereka adalah "...Elimelekh, nama isterinya Naomi dan nama kedua anaknya Mahlon dan Kilyon, semuanya orang-orang Efrata dari Betlehem-Yehuda; dan setelah sampai ke daerah Moab, diamlah mereka di sana." (Rut 1:2).


Namun apa yang dialami oleh keluarga ini atau Naomi dalam peristiwa ini? Suaminya dan kedua anaknya meninggal, yang tertinggal hanya kedua menantunya perempuan bernama Orpa dan Rut  Setelah peristiwa itu Naomi mendengar Tuhan memberkati Israel sehingga timbullah keinginan Naomi untuk kembali ke Israel dengan meninggalkan daerah Moab. Naomi mendesak Orpa dan Rut untuk tidak ikut. Orpa pun bersedia untuk tidak mengikuti ibu mertuanya, namun berbeda dengan Rut dengan perkataan yang luar biasa yang dia ucapkan (ayat nas). Perkataan ini menunjukan kesetiaan, janji yang kokoh, serta komitmen yang kuat.


Rut adalah wanita dari bangsa Moab. Kalau kita mempelajari asal-usul bangsa Moab, bangsa ini adalah dari hasil hubungan Lot dengan anaknya. Alkitab mencatat: "Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang." (Kejadian 19:36-37). Luar biasa! Alkitab kita adalah firman Allah yang tidak menyembunyikan perbuatan dosa, semua dibukakan kepada kita untuk menjadi pelajaran bagi kita dan melihat kasih Allah yang dinyatakan bagi kita umat-Nya.


Ada hal penting yang menjadi pelajaran bagi kita dari kisah ini. Belajar dari komitmen seorang wanita bernama Rut yang setia mengikuti mertuanya, meninggalkan keluarganya, meninggalkan bangsanya, bahkan meninggalkan keyakinannya dari penyembahan berhala dan beriman kepada Allah Israel. Apakah kita seperti Rut yang mau meninggalkan segalah kebanggaan kita demi pelayanan? Kalau dipikir buat apa Rut mengikuti Naomi yang tidak punya apa-apa lagi. Pasti Rut sudah berpikir dia akan menderita nanti. Pasti juga kita akan berpikir panjang jikalau kita menjadi Rut. Buat apa lagi mengikuti Naomi, di tanah Moab sudah nyaman. Atau jika kita punya anak seperti Rut pasti kita akan melarang mengikuti Naomi, bukan?


Rut melihat masa depannya karena percaya kepada Allah Israel yang diyakini keluarga Naomi. Rut menunjukan kesetiaannya kepada kita untuk tetap setia tanpa memandang kekayaan, jabatan, atau kedudukan. Jangan nanti suami banyak uang baru setia. Rut adalah keturunan bangsa kafir, tetapi Allah memakai keturunan ini melahirkan Sang Mesias, Juruselamat kita, Yesus Kristus. Rut menikah dengan Boas ketika ia tiba di Israel. "Salmon memperanakkan Boas, Boas memperanakkan Obed, Obed memperanakkan Isai dan Isai memperanakkan Daud." (Rut 4:21-22). Wah luar biasa bagaimana Allah menunjukkan kasih-Nya memakai bangsa kafir sekalipun melahirkan Juruselamat. 


Di sinilah kita mempelajari kesetiaan Allah dan belajar dari kisah Rut yang setia mengikuti Naomi sebagai menantunya sampai Rut menjadi berkat. Walaupun banyak tantangan dan persoalan yang dialaminya seperti ia yang harus bekerja memungut jelai di ladangnya Boas, tetapi ia tetap setia karena Rut percaya kepada Allah. Kesetiaan Allah dibuktikan

Share:

Masalah dan Jalan Keluarnya

Baca: Matius 8:23-27


"'Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?' Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." (Matius 8:26)


Hidup dalam Tuhan bukan berarti bebas masalah. Saat berjalan dengan Tuhan sekalipun terkadang "angin ribut" secara mendadak datang menyerang kita. Hal ini juga dialami oleh murid-murid Yesus saat mereka berada di dalam perahu. "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur." (ayat 24). Karena angin ribut, mereka menjadi sangat panik dan ketakutan, padahal Yesus berada dalam satu perahu. Lalu mereka berseru, "Tuhan, tolonglah, kita binasa." (ayat 25b). Hal ini sering kita alami juga, bukan?


Ketika mengalami permasalahan yang berat kita cenderung panik dan menjadi takut, padahal Yesus bersama kita dan ada di dekat kita, bukannya membiarkan dan meninggalkan kita. Sebaliknya justu kita yang seringkali melupakan dan tidak mempercayai-Nya. Kita masih terpengaruh dengan apa yang kita lihat dan dengar, terpaku dengan apa yang kelihatannya di sekitar kita, yang berarti kita tidak berjalan dengan iman. Akibatnya kita mudah stres, murung, putus asa; jangankan bersukacita, membuka mulut untuk memuji Tuhan saja kita enggan melakukannya. Ini menunjukkan bahwa kita adalah pecundang dan Iblis akan membusungkan dada bila melihat orang Kristen seperti itu, padahal firman-Nya jelas mengatakan, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).


Hidup dalam iman adalah hidup bukan berdasarkan pada suatu yang kelihatan, tetapi apa yang tidak kelihatan, serta memandang dan menyikap segala sesuatu dengan mata rohani. Itulah yang dilakukan Paulus. Meski menghadapi tantangan hidup sangat berat dia tidak pernah menjadi lemah apalagi sampai frustrasi, karena "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7), kata Paulus. Kita harus percaya meski tidak melihat. Jika dalam menjalani hidup ini kita banyak merasakan ketakutan dan kekuatiran berarti kita belum sepenuhnya percaya kepada Tuhan.


Selama kita masih menggunakan akal dan kekuatan sendiri, maka masalah yang kita alami tidak akan pernah terselesaikan!

Share:

Alat Uji Iman: Kesesakan

Ayub 23:1-17


"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10)


Alat uji iman lain, yang terkadang harus dialami anak-anak Tuhan adalah penderitaan. Penderitaan yang dimaksud dapat berupa krisis keuangan, sakit-penyakit atau tragedi. Ada dua kemungkinan ketika seseorang berada dalam penderitaan: ia bisa semakin dekat kepada Tuhan dan berharap penuh pada-Nya, atau malah semakin menjauh dari Tuhan.


Mari belajar dari pengalaman hidup Ayub. Ia harus melewati masa-masa yang begitu menyesakkan yang bisa dikatakan sebagai suatu tragedi. Dalam waktu sekejap kejadian demi kejadian buruk beruntun terjadi: anak-anaknya mati, rumahnya terbakar, tubuhnya terkena sakit dan istri pun meninggalkan dia. Namun dalam keterpurukannya "...Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut." (Ayub 1:22).


Bagaimana kita? Saat sesuatu yang buruk menimpa kita seringkali respons kita adalah negatif dengan langsung berkata, "Tuhan tidak adil. Ia jahat dan tidak mengasihi aku. Percuma mengikut Yesus." Kita tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut. Kali ini kita diingatkan: jangan ada seorang pun yang undur dari iman. Kalau pun kita harus mengalami kesesakan, berjanjilah untuk tetap setia mengiring Tuhan.


Begitu juga dengan Paulus, karena Injil Kristus, dia harus mengalami penderitaan dan kesesakan seperti katanya, "Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa." (2 Korintus 4:8-9). Paulus tidak kecewa, mundur atau pun lari dari panggilan Tuhan. Justru ia semakin menyadari betapa indah rencana Tuhan di balik penderitaan yang harus ia tanggung.


Terkadang Tuhan ijinkan kita menderita untuk mencegah agar kita tidak berbuat dosa. Dan lebih indah lagi, Dia hendak bekerja di dalam kita, karena "...justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9a). Pada saat yang tepat jalan-jalanNya yang ajaib dinyatakan atas kita.


"Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya." (Mazmur 73:26)

Share:

Fokus dalam Hidup

Matius 12:15-21 

Dalam masyarakat, pada umumnya orang yang dipandang baik adalah orang yang taat dan tunduk pada peraturan-peraturan yang ada. Demikian halnya dengan orang-orang Farisi, mereka adalah orang-orang yang dikenal tidak hanya baik tetapi juga kudus di masanya.

Banyak orang mengikuti Yesus dan Dia menyembuhkan semua orang sakit, namun Dia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia (15b, 16). Yesus sungguh tahu bahwa misi-Nya di dunia adalah "... memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan" (17-19).

Nubuat Mesianik Nabi Yesaya (lih. Yes 42:1-4) digenapi dengan sempurna di dalam diri Yesus. Yesus bekerja bukan untuk popularitas. Di dalam Pribadi-Nya, orang-orang yang lemah akan menemukan kekuatan, sebab Dia tidak akan membiarkan "buluh yang patah terkulai" atau "sumbu yang pudar nyalanya menjadi padam" (20). Dan, pada Yesus ada pengharapan bagi bangsa-bangsa (21).

Jelas bahwa Yesus mengambil pilihan yang berbeda dari orang Farisi. Orang Farisi memilih untuk sibuk memastikan diri sendiri dan orang lain agar tidak melanggar aturan hukum Taurat, sehingga dibutakan hatinya untuk melihat kesulitan, penderitaan, dan teriakan tolong dari sesamanya. Yesus memberikan pengajaran yang berbeda dari orang Farisi, yaitu bahwa hukum Taurat sebenarnya diberikan untuk menolong manusia agar semakin mengasihi Allah, diri sendiri, dan sesamanya.

Ajaran Yesus sungguh menyatu dengan tindakan dan karya-Nya. Lalu, bagaimana dengan kita? Berita apakah yang kita wartakan? Apakah kita mewartakan Kristus ataukah kehebatan kita sendiri?

Sebagai orang Kristen, kita sering kali menilai dan menghakimi orang lain sehingga justru menjauhkan mereka dari kasih Kristus. Marilah kita lebih berfokus dalam hidup dengan melihat kebutuhan, kesulitan, dan penderitaan orang lain. Kasih kita kepada sesama seharusnya mengikuti teladan Yesus dan diwujudkan melalui tindakan yang nyata. Amin
Share:

Yang Lemah tetapi Berbahagia

Matius 11:20-30 

Setiap orang tidak ingin dipandang kecil, lemah, dan kurang pandai. Orang cenderung berjuang untuk menjadi lebih kuat, pandai, hebat, dan besar dengan berani membayar harga yang sangat besar.

Yesus banyak mengadakan mukjizat di kota-kota Israel, tetapi orang-orang tetap saja bebal dan tidak mau percaya. Oleh sebab itu, Yesus mengecam beberapa kota yang tidak bertobat, menyindir kebebalannya, dan membandingkannya dengan kota Tirus dan Sidon (20, 21). Menyedihkan sekali, bahkan dikatakan nasib kota Sodom akan lebih baik dari Kapernaum di hari penghakiman (24). Hal ini terjadi, mungkin karena bangsa Israel merasa bangga sebagai bangsa pilihan yang istimewa. Bangsa Israel sudah banyak mengalami mukjizat Tuhan yang hebat di sepanjang sejarahnya.

Selanjutnya, Tuhan Yesus bersyukur tentang hal yang disembunyikan Allah dari orang bijak dan pandai, tetapi dinyatakan kepada orang kecil (25). Mereka ini mengenal Bapa melalui Anak sehingga menjadi milik Yesus. Merekalah orang-orang yang mendapat anugerah. Mereka inilah yang akan mendapat kelegaan dan ketenangan (28-29).

Allah menghendaki kita menjadi orang-orang yang rendah hati. Anugerah Allah dinyatakan justru kepada orang yang lemah, kurang pandai, dan kecil. Keangkuhan justru menandakan bahwa masih ada orang-orang yang belum menyadari anugerah Allah di dalam hidup mereka.

Menjadi lemah, kurang pandai, dan kecil tidak mudah. Padahal, itu ciri kemanusiaan, ditambah lagi kerapuhan dan keterbatasan pada dirinya. Berani jujur terhadap kerentanan, kelemahan, kekurangan, dan keburukan kita adalah langkah awal untuk belajar rendah hati. Caranya?

Pertama, kita belajar jujur dan sadar atas kerentanan kita serta mendoakannya kepada Tuhan. Kedua, kita belajar untuk saling percaya dengan berbagi kepada beberapa orang. Ketiga, kita belajar memberi diri untuk mendengarkan kelemahan dan kelebihan orang lain tanpa menghakimi. Mari kita akui dan terima segala kelemahan diri dan sesama kita dengan rendah hati. Amin

Share:

Jawablah dengan Hikmat!

Matius 9:1-17 

Tidak selalu apa yang kita lakukan dengan benar mendapat dukungan orang lain. Mungkin, beberapa orang tidak mengerti, tidak sepakat, atau tidak menyukainya sama sekali. Kita perlu memberi penjelasan kepada mereka?


Dalam teks bacaan hari ini kita melihat tindakan Yesus mengadakan mukjizat, menyatakan dosa orang telah diampuni, serta bersosialisasi dan makan dengan orang-orang berdosa (2, 10). Sekalipun semua itu baik adanya, ternyata tindakan-tindakan itu mendapat tentangan dari orang-orang yang menyaksikannya. Orang-orang yang menentang itu adalah ahli Taurat dan orang Farisi (3, 11), serta murid-murid Yohanes yang menyangsikan tindakan Yesus (14).


Pertanyaan ahli Taurat dijawab oleh Yesus dengan memberikan pertanyaan retorik kepada mereka. Kepada orang Farisi yang selalu menganggap diri mereka paling benar karena ketaatan legalistik, Yesus memberikan jawaban tentang hal yang paling mendasar dari hukum Taurat, yaitu belas kasih, bukan formalitas. Murid-murid Yohanes mungkin tidak terlalu mengerti alasan berpuasa. Mungkin juga mereka berpuasa karena mengikuti kebiasaan orang-orang Farisi. Yesus memberi jawaban kepada para murid Yohanes bahwa puasa yang sesungguhnya didasarkan atas perasaan dukacita atau kesusahan hati, bukan karena ritus dan kewajiban agama semata.


Sebagaimana Yesus menjawab, kita seharusnya juga memberikan jawaban-jawaban yang penuh hikmat berdasarkan pada kebenaran firman atas pertanyaan atau pertentangan yang kita hadapi. Yesus berkata, "Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ..." Jadi, sebaiknya kita belajar melakukan firman Tuhan secara serius agar lebih benar dan berhikmat dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepada kita.


Allah memberikan hikmat kepada orang yang sungguh-sungguh mencari hikmat dari-Nya. Firman Allah jauh lebih berharga daripada emas dan permata yang paling mahal sekalipun. Dengan demikian, mari kita memohon dan mencari hikmat dari-Nya agar perkataan kita juga penuh hikmat Allah.

Biarlah Allah di puji dan di tinggikan melalui kita. Amin

Share:

Tuhan di Setiap Rencana Hidup

Baca: Yakobus 4:13-17

"Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." (Yakobus 4:15)

Perencanaan adalah hal penting dalam menjalani sebuah kehidupan. Dengan perencanaan yang baik dan matang langkah hidup seseorang akan semakin teratur dan makin terarah kepada suatu sasaran yang hendak dituju. Hidup yang terencana adalah bukti bahwa seseorang sangat menghargai waktu dan semua potensi yang Tuhan berikan. Namun sebuah perencanaan jika tidak disertai tekad dan usaha mewujudkannya tidak akan lebih dari sekedar moto dan angan-angan belaka, karena orang yang berhasil adalah yang hidupnya terencana dengan baik dan punya kemauan keras mewujudkan rencananya.


Sebuah perencanaan hidup akan semakin sempurna apabila Tuhan terlibat di dalamnya. Yakobus mengingatkan agar jangan pernah kita melupakan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup. Di zaman yang serba modern ini kebanyakan orang tidak lagi melibatkan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup, karena merasa diri mampu menentukan langkah hidupnya. Dengan pengalaman, kepintaran, kekuatan, kecanggihan teknologi, uang atau kekayaan yang dimiliki mereka mengira bahwa semua yang direncanakan pasti akan berhasil. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Orang yang melupakan Tuhan dalam setiap rencana hidupnya sama artinya meremehkan Tuhan, mengabaikan kehadiran-Nya, menganggap seolah-olah Tuhan tidak ada dan tidak punya kuasa. Yang menjadi akar persoalan adalah kesombongan.


Orang yang sombong dan angkuh meyakini bahwa ia mampu mengatasi semua persoalan hidupnya dengan kekuatan yang dimiliki, padahal ada banyak hal di dunia ini yang tak dapat diprediksi. Apa yang akan terjadi esok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan? Tak seorang pun tahu. "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Kehidupan ini tidak selurus dan semulus yang kita bayangkan, terkadang ada "kejutan-kejutan" yang tidak pernah kita harapkan, sementara kita hanya bisa menduga-duga dan mengira.


"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21)

Share:

Percayakan pada Tangan yang Berkuasa

Matius 8:1-27 

Dari manakah datangnya pertolongan saat kita mengalami sakit yang berat dan berkepanjangan? Dari manakah datangnya keselamatan, saat kita terancam bahaya?

Setelah memberikan khotbah-Nya, Yesus turun dari bukit dan menyembuhkan seorang yang sakit kusta. Hanya dengan mengulurkan tangan dan berkata, "Aku mau, jadilah engkau tahir", seketika orang itu sembuh (2, 3). Begitu juga ketika menyembuhkan hamba dari seorang perwira di Kapernaum, Yesus tidak perlu menemuinya, hanya dengan berfirman, hamba itu pun sembuh. Saat Yesus pergi ke rumah Petrus, Dia juga menyembuhkan ibu mertua Petrus dari sakit demam. Selain atas penyakit, Yesus berkuasa juga atas setan. Hanya dengan sepatah kata saja, Yesus mengusir setan-setan dari banyak orang sekaligus (13-16). Bahkan alam pun tunduk atas perintah-Nya (26).

Jelas sekali dalam pelayanan-Nya, Yesus tidak hanya menyampaikan firman yang berisi petunjuk-petunjuk hidup agar orang-orang hidup dalam kebenaran. Ia juga mengadakan banyak mukjizat. Yesus menyatakan kuasa-Nya agar orang-orang memuliakan-Nya. Ia berkuasa atas segala sesuatu. Oleh sebab itu, ada begitu banyak orang yang datang kepada-Nya. Mereka kagum oleh pengajaran Yesus. Mereka juga minta disembuhkan atau ingin melihat mukjizat.

Ketika kita menghadapi masa-masa sulit dan tidak tahu ke mana harus meminta pertolongan, datanglah kepada Yesus. Saat penyakit membuat kita menderita dan putus asa, percayalah bahwa Yesus yang sanggup menyembuhkan segala penyakit akan menolong kita. Begitu juga saat kita berada dalam ketakutan terhadap bahaya yang mengancam hidup kita, berharaplah akan pertolongan dan keselamatan dari-Nya. Kita perlu berharap dengan iman ketika memohon anugerah Allah dan kemurahan hati-Nya.

Percayalah, segala sesuatu ada dalam kekuasaan tangan Allah. Jika pada masa lalu Dia berkuasa menyembuhkan orang sakit dan meredakan badai, hari ini pun Dia masih berkuasa. Mari kita bersyukur sebab tangan kuasa Allah menyertai umat-Nya. Amin.

Share:

Buktikan Bila Kau Percaya

Matius 7:13-29 


Ada ungkapan yang mengatakan "Jika benar-benar cinta, tunjukkanlah melalui tindakan, jangan sebatas perkataan saja." Kalimat seperti itu mungkin sering kita dengar ketika mencoba membangun relasi dengan orang yang kita sukai. Pesan yang sama juga berlaku dalam relasi manusia dengan Tuhan.


Jalan yang ada di dunia ini diibaratkan hanya terbagi atas dua jalan. Jalan yang satu lebar, tetapi berujung pada kematian kekal. Jalan yang lain sempit, tetapi berujung pada kehidupan kekal (13, 14). Dari kedua jalan ini kita melihat ada dua tipe manusia yang terlihat sama, tetapi berbeda. Perbedaannya ada pada pangkal dan buahnya.


Pertama, tipe manusia yang melalui jalan lebar. Manusia ini seolah-olah mendengarkan firman Tuhan, beribadah, mengajarkan firman, dan bahkan mungkin melakukan tanda-tanda ajaib. Namun demikian, manusia ini tidak sungguh-sungguh melakukan firman Tuhan (15, 21, 22, 26).

permuliakan

Kedua, manusia yang melewati jalan sempit. Manusia ini mendengarkan firman Tuhan, lalu menghidupi firman tersebut dalam kehidupan pribadi. Ia melakukan kehendak Allah. Ia mempermuliakan Allah Bapa di dalam Anak-Nya (21; bdk. Yoh 13:31; 14:13). Manusia ini tidak akan mudah terombang-ambing atau terbawa arus zaman. Manusia tipe ini kokoh dan teguh dalam iman seperti bangunan yang memiliki pondasi yang kuat. Manusia tipe kedua ini berjalan di dalam Tuhan Yesus dan menuju kepada-Nya, sebab Yesus adalah jalan dan kebenaran dan hidup (lih. Yoh 14:6).

Sesungguhnya, setiap orang bisa menjadi pengajar firman Tuhan yang benar-benar melakukan firman-Nya. Setiap orang bisa berdoa, beribadah, dan menghayati firman-Nya dengan sungguh-sungguh. Setiap orang bisa memperoleh mukjizat dari Tuhan Yesus yang ia permuliakan.

Iman kita pada Yesus Kristus harus ditunjukkan melalui hidup yang berbuahkan kebenaran. Kita tidak cukup mendengarkan firman Tuhan saja, tetapi harus melakukan dan menghidupi firman-Nya secara total. Marilah kita hidup beriman dengan memuliakan Allah Bapa di dalam Anak-Nya, Yesus Kristus.Amin.

Share:

Memiliki Dasar yang Kuat

Lukas 6:46-49

"Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun." (Lukas 6:48b)

Orang saleh adalah orang yang senantiasa taat kepada Tuhan dan memperhatikan titah-titah-Nya. Umat seperti inilah yang menjadi kesayangan-Nya, dan selalu ada kebahagiaan bagi orang-orang yang hidupnya saleh. Sebaliknya Tuhan sangat kecewa apabila anak-anak-Nya tidak mau melakukan perintah-Nya, hanya berteori saja. Dalam hal ini, Tuhan Yesus berkata, "Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" (ayat 46).

Kekristenan bukanlah sekedar berseru-seru, "Tuhan, Tuhan!", bukan pula sekedar menjadi pendengar pasif. Lebih dari itu kita harus menjadi pelaku firman yaitu melakukan perkataan Yesus. Alkitab mengatakan, "...hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Setiap orang yang melakukan firman Tuhan "...sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu." (ayat 48a), namun "...barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar." (ayat 49a).

Jadi ada dua jenis bangunan yang secara fisik tampak sama. Namun perbedaan dan kualitas bangunan itu baru terlihat apabila terjadi guncangan dari luar. Bangunan yang dasarnya kuat tidak akan goyah walaupun air bah dan banjir melandanya. Berbeda dengna bangunan yang didirikan di atas tanah tanpa pondasi yang kuat; secepat badai, taufan dan juga air bah datang, secepat itu pula bangunan itu akan roboh dan tinggal puing-puing.

Saat-saat ini kita harus membangun "rumah rohani" kita: membangun iman, ketaatan, ketekunan, kesetiaan dan sebagainya, yang kesemuanya harus berlandaskan firman Tuhan yang didirikan di atas dasar batu karang yaitu Tuhan Yesus sendiri. Perbedaan kualitas "bangunan rohani" masing-masing orang akan terlihat nyata saat badai persoalan itu datang dan menyerang kita.

Sudahkan kita membangun "rumah rohani" kita dengan benar? Jika belum, segeralah berbenah sebelum terlambat!
Gbu. Amin
Share:

Berfokus dan Bergantung pada Allah

Matius 4:1-11 

Berpuasa dalam jangka waktu cukup lama tentu dapat membuat kondisi fisik manusia menurun. Tidak terkecuali dengan Tuhan Yesus. Dalam kondisi yang demikian, Ia diperhadapkan pada serangan Iblis.

Iblis mencobai Yesus dengan meminta Yesus mengubah batu menjadi roti. Iblis tahu itulah yang dibutuhkan oleh Yesus setelah 40 hari 40 malam berpuasa, yaitu memenuhi kebutuhan fisik-Nya (2). Melalui pencobaan ini Iblis ingin mengalihkan Yesus dari hal-hal rohani kepada hal-hal jasmani. Iblis juga ingin agar Yesus berusaha memenuhi kebutuhan-Nya dengan bergantung pada kekuatan-Nya sendiri dan bukan pada Allah.

Namun, Tuhan Yesus tidak terkecoh dengan semua itu. Ia tetap bergantung pada Bapa-Nya dan tidak menuruti perkataan Iblis. Ia menjawab tantangan dan mematahkan serangan Iblis dengan firman Tuhan. Ia menegaskan kepada Iblis bahwa hidup dan mati manusia tidak ditentukan oleh kebutuhan fisik, melainkan oleh Allah, Sang Pemberi dan Pemelihara Hidup.

Melalui perikop ini, kita belajar bahwa Iblis selalu berusaha menjauhkan kita dari Allah. Iblis mengalihkan pikiran kita dari hal-hal rohani kepada hal-hal jasmani. Iblis memanfaatkan materi dan kekhawatiran hidup.

Iblis sering mengacau ketika kita sedang menyenangkan Allah. Misalnya, Iblis membujuk kita untuk mengikuti pertemuan bisnis ketimbang beribadah, menonton acara televisi ketimbang mendengarkan firman Tuhan, dugem sampai pagi ketimbang melakukan saat teduh. Pada akhirnya, kita kehilangan momen bersama Tuhan. Kita tidak bisa menikmati firman-Nya, sehingga tidak lagi peka mendengar suara-Nya.

Kita sering bertindak salah karena memakai cara kita sendiri. Kita mengambil jalan pintas agar bisa lepas dari kekhawatiran dan menyelesaikan persoalan hidup dengan cara kita sendiri. Kita makin menjauh sehingga tidak lagi bergantung pada Dia. Mari kita mengarahkan pikiran dan hati kita kepada Allah dan tetap bergantung pada-Nya dalam menghadapi segala tantangan. Di Tahun ini kita masih tetap hidup dalam bayang bayang kesuraman dan ketakutan. Berfokuslah dan bergantung kepada Allah. Amin
Share:

Orang Percaya Harus Punya Visi

Baca: Amsal 29:18-27

"Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat." (Amsal 29:18)
Memasuki tahun yang baru pastinya kita sedang kembali pada visi awal kita dan melanjutkan visi kita di tahun yang lalu. Visi adalah hasil dari pergumulan kita pribadi dengan Allah. Apa sebenarnya yang Allah ingin perbuat untukku di tahun yang baru. 
Dalam hidup Kristen, antara visi dan keinginan atau cita-cita itu jelas sangat berbeda. Visi itu berbicara tentang sesuatu yang Tuhan taruh dalam hidup kita, karena Tuhan tahu apa yang terbaik bagi hidup kita. Kalau keinginan dan cita-cita itu datang dan timbul dari diri sendiri, sedangkan visi diperoleh dari doa kita kepada Tuhan dan jawaban Tuhan atas ketaatan kita melakukan kehendak-Nya. Maka kita harus lebih bersungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan, melatih kepekaan untuk mendengar suara Tuhan melalui persekutuan yang karib dengan-Nya, sebab "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).

Visi mendorong kita untuk memiliki prioritas-prioritas dan membuat pilihan-pilihan hidup yang benar; visi mendorong kita untuk memiliki semangat dan motivasi yang lebih lagi dalam melakukan segala sesuatu. Bisa dikatakan bahwa visi sangat menentukan arah hidup seseorang. Karena mengerti dan memahami visi yang Tuhan taruh dalam hidupnya, rasul Paulus berkomitmen: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).

Ada banyak orang Kristen tak mampu melihat visi Tuhan dalam hidupnya. Terlihat dari cara hidup mereka dalam mengerjakan perkara-perkara yang tidak ada greget sama sekali! Tidaklah mengherankan jika kehidupan rohaninya tidak mengalami kemajuan yang berarti, "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12).

Tuhan Yesus telah berfirman, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12). Kuasa Tuhan akan dinyatakan dengan luar biasa kepada setiap orang percaya yang mau melangkah untuk mengerjakan panggilan Tuhan.
Sudahkah hidup mu di tunjukkan Tuhan Untuk lebih terarah dan  tertuju kepada visiNya. 
Jangan sia-siakan visi yang Tuhan taruh dalam hidup ini, melainkan kerjakan itu dengan roh yang menyala-nyala! Amin.
Share:

Bermegah dalam Tuhan

Mazmur 20:1-10
"Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kau kehendaki dan dijadikan-Nya berhasil apa yang kaurancangkan." (Mazmur 20:5)
Empat hari sudah kita memasuki i tahun yang baru: 2021. Dalam  tahun yang baru ini semua orang pasti membawa segudang angan-angan, keinginan, harapan dan cita-cita yang mungkin sempat tertunda dan belum mampu diraih di waktu lalu, serta bertekad mewujudkannya di tahun ini. Tetapi bila melihat fakta yang ada, banyak orang bersikap skeptis dengan pikiran-pikiran negatif yang berkecamuk, "Keadaan sekarang terasa amat berat, sulit diprediksi dan serba tidak pasti. Sanggupkah aku menjalaninya?"

Sebagai orang percaya, haruskah kita bersikap pesimistis, kuatir dan terus dihantui ketakutan menghadapi hari esok? Ingat pengalaman Ayub, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dengan orang-orang dunia. Meski dunia dipenuhi dengan ketidakpastian dan semakin tidak baik keadaannya, kita harus tetap berpikiran positif dan optimistis karena kita mempunyai alasan yang kuat untuk bermegah. Bermegah berbeda dengan sombong. Sombong adalah salah dalam bermegah.

Dalam hal ini kita bermegah bukan karena kekuatan, kemampuan, kepintaran, harta kekayaan, kedudukan, koneksi, popularitas, atau segala hal yang ada di dunia ini, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." (ayat 8). Tuhan-lah yang menjadi alasan untuk kita bermegah. Kita bermegah karena janji penyertaan-Nya, "...Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b), dan kita bermegah karena Dia turut bekerja dalam segala perkara, sehingga kita dapat berkata: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).

Bermegah di dalam Tuhan adalah kunci menghadapi tahun 2021! 
Jadikan hidup mu senantiasa bermegah dalam Tuhan. Amin
Share:

Hati yang Baru

"Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat." (Yehezkiel 11:19)

Sesuatu yang baru biasanya diharapkan kualitasnya yang baik. Barang lama yang baik lebih baik dari barang baru yang kualitasnya buruk.
Setiap hari adalah hari yang disebut baru walau keadaan yang membentuknya adalah sama, yaitu matahari yang terbit di timur yang secara perlahan beredar ke barat.
Manusia disebut baru jika pengalaman dan waktunya adalah pertama atau belum lama terjadi. Jika sudah lama, ia tidak akan lagi disebut baru. Manusia tidak akan pernah selalu baru keadaannya, ia hanya baru untuk waktu sesaat.
Tahun baru adalah waktu yang hanya mengacu pada satu hari, yaitu hari pertama - tanggal satu - pada bulan pertama - Januari - setiap tahunnya, ditambah hari-hari yang masih tidak jauh dari itu untuk berziarah.

Hati yang baru adalah hati yang bisa terus baru dan tidak pernah menjadi tua, yaitu hati yang taat; taat kepada Allah.

Jika hati tidak baru, ia membuat segalanya menjadi tidak baru sebab hati adalah yang mempertemukan manusia dengan segala sesuatu di dunia ini. Segala sesuatu ditanggapi oleh hati, hati yang memberinya nilai dan hati yang membentuknya.

"Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya." (Galatia 6:15)
Bagaimana dengan anda. Sudah dua hari kita masuki di tahun 2021, sudahkah kita tetap merasakan baru? Gbu. Amin
Share:

Akhir yang Lebih Baik

"Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati." (Pengkhotbah 7:8)

Semua ada permulaannya dan semua ada akhirnya. Dimulai dari lahir berakhir mati, dimulai dari bibit berakhir ketika dihidangkan menjadi sajian di meja makan, dimulai dengan belajar abjad selesai ketika menjawab soal-soal ujian untuk beranjak ke jenjang yang lebih tinggi. Waktu menilai hasil pekerjaan lebih baik dari pada ketika baru menyadari tanggung jawab. Orang bertanggungjawab itu baik.

Hanya Tuhan yang tidak ada awal dan akhirnya, sebab Ia itu dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Tuhan akan terus menjadi pusat kehidupan di dunia ini selama kehidupan itu masih diperkenankan-Nya tetap ada.

Mari bicara tentang kehidupan. Ketika dimulai: ia disayangi, diberi perhatian, dibentuk melalui berbagai didikan, dan sebagainya. Ketika ia sudah matang: ia menyayangi, ia memberi, dan ia membentuk, ketika sudah tua: ia disayangi dan diteladani.

Akhir kehidupan adalah kematian, tetapi tidak otomatis bahwa kematian adalah lebih baik dari kelahiran. Pada saat akhir, termasuk pada kehidupan, akan diberi nilai untuk semua yang telah terjadi. Jika ia panjang sabar (sesuatu yang baik) berarti bahwa baginya, akhir itu lebih baik sebab tanggung jawabnya diselesaikan dengan baik dan kalau tidak demikian hidupnya tidak berarti.

Akhir tahun hanya lebih baik dari permulaan Tahun jika tahun itu sudah menjadi tahun yang telah dilalui secara bertanggung jawab.

"TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah." (Mazmur 14:2)
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.