Mei 2023 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Hamba Allah, Bukan Hamba Dosa

Roma 7:13-26
Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.
- Roma 7:22-23

Dosa adalah masalah besar manusia, termasuk orang Kristen. Kebenarannya adalah bahwa kita sudah dimerdekakan dari perbudakan dosa (Rm. 6:7). Kuasa dosa telah dipatahkan oleh Kristus yang mati disalibkan. Persoalannya, mengapa orang Kristen masih berbuat dosa?
Dalam Roma 7, Rasul Paulus membahas tentang pertentangan antara hidup yang lama dan yang baru. Jelas kita bukan lagi hamba dosa. Kita sudah bebas melalui persekutuan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rm. 6:1-10). Akan tetapi tubuh kita belum mendapat bagian sepenuhnya dalam kehidupan Kristus yang sudah bangkit. Itu sebabnya masih terjadi perhambaan atas anggota tubuh kita (Rm. 7:23) sampai suatu saat kita mengalami penebusan tubuh (Rm. 8:23). Tubuh lama kita inilah yang disebut kedagingan. Kita sudah punya identitas baru, status baru sebagai orang yang sudah ditebus Kristus, tetapi kapasitas untuk hidup sebagai ciptaan baru masih terhambat oleh tubuh yang lama. Kehendak dosa masih memengaruhi kita sampai kita mati.
Sebagai ilustrasi, bangsa Israel pada zaman Yosua sudah berhasil menaklukkan tanah Kanaan. Yosua sudah membagi-bagi tanah itu untuk dua belas suku. Apakah seluruh tanah Kanaan itu benar-benar sudah ditaklukkan? Belum. Masih butuh waktu bertahun-tahun sebelum bangsa Israel berhasil mengusir bangsa Kanaan dan menduduki tanah itu sepenuhnya.
Demikianlah kehidupan kita di dalam Kristus. Kita adalah umat tebusan. Kita sudah dibebaskan dari kuasa dosa yang membawa kematian dan hukuman kekal. Akan tetapi, tubuh kita masih tubuh yang lama. Tubuh lama ini masih bisa dipengaruhi dosa. Pertentangan ini terus terjadi seumur hidup kita (Rm. 7:22-23). Namun, itu tidak menjadi alasan kita untuk terus-menerus berdosa. Dalam Roma 8, Rasul Paulus memberikan caranya kita bisa menang atas godaan dosa, yaitu hidup di dalam pimpinan Roh kudus. Oleh karena itu, berdoalah agar Roh kudus memenuhi kita sehingga kita bisa menang melawan godaan dosa.
Refleksi Diri:
Mengapa ada orang Kristen masih terikat dosa?
Bagaimana cara kita bisa menang atas dosa, meskipun kita masih hidup di dalam tubuh yang lama?
Share:

Anugerah Mendahului Iman

Roma 5:1-11
Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.
- Roma 5:8

Gereja reformasi mengenal lima Sola. Sola fide (hanya oleh iman kepada Yesus Kristus), sola gracia (hanya oleh anugerah atau kasih karunia Allah), sola scriptura (hanya Alkitab yang menjadi dasar iman), solus Christus (hanya oleh Kristus) dan Soli Deo Gloria (kemuliaan hanya bagi Allah). Kelima Sola ini merupakan rangkuman pengakuan iman yang menjadi dasar iman kekristenan semenjak masa reformasi.
Roma 5:2 menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh anugerah Allah yang diterima dengan iman. “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa. Ketika kita masih berdosa, kita tidak sanggup beriman kepada-Nya (Rm 3:23). Dalam keadaan sebagai orang berdosa, kita mati dalam dosa. Orang mati tidak bisa berespons apa-apa. Anugerah Allahlah yang membangkitkan iman dalam hati kita sehingga kita sanggup percaya. Jadi, anugerah mendahului iman. Tanpa anugerah, kita tidak mungkin bisa beriman. Dengan kata lain, kita bisa beriman bukan karena kesanggupan kita tetapi karena kesanggupan dari Allah. Iman dan anugerah adalah pekerjaan Allah semata-mata.
Jika kebenarannya demikian, tak seorang pun dapat membanggakan diri bahwa ia selamat karena kesanggupannya sendiri. Segala perbuatan baik dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman dosa tidaklah cukup dan mampu untuk menyelamatkannya. Tak ada andil atau bagian kita di dalam keselamatan. Semuanya berasal dari Allah dan oleh Allah. Allah dengan anugerah-Nya, merelakan Anak-Nya tunggal, yaitu Kristus Yesus turun ke dunia dan mati di atas kayu salib supaya kita semua, manusia berdosa, bisa diselamatkan. Itulah anugerah terbesar yang bisa diterima di dalam hidup kita.

Karena itu, bersikaplah rendah hati dan syukurilah keselamatan kita. Semua hanya karena anugerah-Nya. Hargailah keselamatan kita dengan hidup bertanggung jawab di hadapan-Nya. Hiduplah berkenan kepada Allah (Rm. 12:1,2). Jangan sia-siakan kasih karunia-Nya. Keselamatan itu cuma-cuma tetapi jangan anggap percuma (tidak ada gunanya atau tidak berharga).
Refleksi Diri:
Apa perasaan Anda mendapatkan keselamatan yang merupakan anugerah Allah?
Bagaimana Anda mengungkapkan rasa syukur atas keselamatan itu?
Share:

Waktu Anda Ada Batasnya

Mazmur 90:10-12

Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
- Mazmur 90:10

Film-film seringkali membawa penontonnya berimajinasi luar biasa. Salah satunya saat menciptakan tokoh-tokoh yang bisa mengendalikan waktu. Mereka bisa memperlambat jalannya waktu, menyetel segala kejadian semaunya. Rasanya menyenangkan bukan, kalau waktu bisa kita atur sedemikian rupa? Ketika mengalami kesenangan, kita atur waktu lebih lambat jalannya supaya bisa menikmatinya lebih lama. Sebaliknya saat dalam kesulitan, kita atur waktu lebih cepat agar penderitaan segera berlalu.
Kenyataannya, waktu berjalan konsisten. Tidak bisa kita perlambat atau percepat. Hal yang lebih penting adalah bagaimana sebenarnya kita memandang dan menggunakan waktu. Setiap kita diberi waktu yang sama, 24 jam, tidak lebih, juga tidak kurang. Jatah kita setiap harinya selalu sama. Namun, batas hidup kita berbeda-beda. Ayat emas menuliskan angka tujuh puluh atau delapan puluh, menunjukkan adanya satu batas dalam hidup yang tidak bisa dipungkiri. Sejak ribuan tahun silam, Musa menyadari betapa terbatasnya waktu manusia di dalam hidup.
Daud juga berkata, “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.” (Mzm.103:15-16). Hidup manusia singkat. Siapa pun orangnya, terkenal atau awam, para penguasa atau rakyat biasa, para profesor atau putus sekolah, dan golongan lainnya, semuanya punya waktu terbatas selama di dunia. Sayang sekali kalau kita hanya menggunakan waktu yang terbatas tanpa tujuan. Satu saat nanti, semua manusia akan menjalani hidup yang tidak ada batasnya alias kekal, dan pilihannya hanya dua: hidup kekal atau mati kekal. Hanya di dalam Kristus saja kita akan menjalani hidup kekal. Di luar Dia akan mati kekal.
Tuhan memberikan kita waktu hidup selama di dunia ini. Kita tentu sudah tahu akan hal ini, tetapi seringkali lupa, seolah-olah kita akan hidup selamanya. Apakah Anda sudah sungguh percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan Anda? Sudahkah hidup Anda dipakai dengan maksimal seperti yang Tuhan kehendaki? Janganlah kita hanya merenungkan akan terbatasnya waktu hidup, tetapi marilah menggunakan kesempatan yang terbatas ini dengan sungguh-sungguh di dalam Tuhan.
Refleksi Diri:
Mengapa waktu Anda begitu berharga untuk dijalani? Apa hal yang mau Anda ubah, supaya memakai waktu hidup lebih bermakna?
Apakah Anda yakin akan menjalani hidup kekal bersama Yesus satu saat nanti?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.
Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.

Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Rencana Tuhan Di Balik Kejadian Buruk

1 Raja-raja 19:1-8

maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”
- 1 Raja-raja 19:2

Siapa yang mau tersambar petir? Membayangkannya saja sudah buat bulu kuduk berdiri. Tentang sambaran petir, pria bernama Walter Summerford adalah yang paling apes. Semasa hidupnya Summerford tiga kali terkena sambaran petir. Ini membuatnya harus menderita kelumpuhan total. Apakah berhenti sampai di situ? Ternyata tidak. Setelah meninggal, kuburannya juga tersambar petir yang menyebabkan batu nisannya pecah. Alhasil, Summerfold total tersambar petir empat kali semasa hidup dan mati. Apes betul orang ini. Umumnya orang-orang akan berpikir demikian. Seseorang bisa mengalami kejadian buruk dalam hidup mungkin karena sedang tidak beruntung. Oleh karena itu, orang-orang berlomba mencari keberuntungan supaya terhindar dari hal-hal buruk yang merugikan. Namun, jika melihat Alkitab, mengalami kejadian baik atau buruk tidak sesederhana beruntung atau sial. Setiap kejadian hidup yang dialami manusia, ada campur tangan dan rencana Tuhan di dalamnya.
Nabi Elia sebagai contoh. Betapa mengejutkan bagi Elia, meskipun sudah berhasil menunjukkan bahwa kuasa Tuhan ada atas dirinya di gunung Karmel, Raja Ahab dan Izebel tidak juga gentar terhadap kuasa Tuhan. Izebel bahkan berketetapan akan membunuh Elia sesegera mungkin, seperti Elia telah membunuh nabi-nabi Baal dan Asyera kesayangan Izebel. Mendengar berita ini, Elia sangat gentar. Ia segera melakukan pelarian agar terlepas dari rencana jahat Izebel. Namun, pelarian tidak cukup untuk menolongnya. Elia begitu terpuruk karena kejadian buruk yang menimpanya. Ia merasa gagal menjalankan tugas sebagai seorang nabi dan tidak pantas untuk hidup. Tuhan tidak tinggal diam. Dia hadir menolong Elia di tengah pelariannya. Tuhan bahkan memakai kejadian buruk agar Elia lebih memahami rencana Tuhan atas hidupnya.
Tidak ada manusia yang imun dari hal-hal buruk. Kapan pun bisa terjadi dalam kehidupan. Mari belajar dari kisah Elia, bahwa kejadian buruk bukanlah fakta akhir dari kehidupan. Tuhan Yesus tidak meninggalkan anak-anak-Nya di saat kejadian-kejadian buruk menimpa kita. Yesus akan menopang bahkan memakai setiap kejadian buruk untuk menguatkan kita, bahkan membuat kita mengerti rencana Tuhan.
Refleksi Diri:
Bagaimana selama ini respons Anda ketika mengalami kejadian buruk?
Apa rencana Tuhan di balik kejadian buruk yang Anda alami setelah merenungkan dan membaca bagian Alkitab hari ini?
Share:

Muliakan Tuhan Dengan Hartamu

1 Timotius 6:17-19

Muliakanlah TUHAN dengan hartamu, ...
- Amsal 3:9a

Efesus merupakan kota perdagangan yang kaya dan bernilai budaya tinggi di provinsi Romawi, Asia Kecil. Efesus dikenal makmur dan memiliki kekayaan yang melimpah. Letaknya yang strategis menjadikan Efesus cocok sebagai kota perniagaan. Melihat latar belakang kota Efesus maka besar kemungkinan jemaat yang ada disana merupakan orang-orang kaya (berkecukupan). Dalam bagian ini, Paulus mengingatkan Timotius untuk memperingatkan jemaat Efesus mengenai hal kekayaan.
Beberapa jemaat Efesus memfokuskan hidupnya pada cinta akan uang. Mereka telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri (1Tim. 6:10). Oleh karena itu, Paulus melalui Timotius mendorong jemaat untuk memiliki kehidupan yang tidak tinggi hati, tidak menganggap diri lebih unggul atau menjadi angkuh karena kekayaan. Hidup yang tidak bergantung pada kekayaan, melainkan hidup yang sepenuhnya bergantung kepada Allah, Sang pemilik kehidupan dan pemberi berkat.
Paulus juga mengingatkan jemaat Efesus agar lebih bijaksana dalam menggunakan kekayaan, serta mendorong mereka untuk memiliki tangan yang terbuka, membagikan apa yang dimilikinya kepada orang lain. Kekayaan bukan untuk dinikmati demi kepuasan diri sendiri, melainkan untuk menyediakan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Memberi, berbagi, dan berbuat baik harus menjadi gaya hidup murid Kristus, serta dilakukan bukan dengan maksud tertentu ataupun motivasi yang keliru. Kenapa kita senantiasa harus memberi dan berbagi kepada sesama? Karena Allah dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati (ay. 17b). Rasul Yakobus di dalam Yakobus 1:17 berkata, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang;” Allah Bapa telah memberikan begitu banyak berkat bagi kita dan sudah seharusnya berkat itu juga turut dibagikan kepada sesama.
Marilah kita muliakan Tuhan dengan apa yang sudah Dia percayakan kepada kita. Apa yang ada di dunia bersifat sementara. Mengejar dan menggenggam terlalu erat harta duniawi hanyalah kesia-siaan. Kejar dan genggamlah harta sorgawi sebagai tujuan hidup yang bernilai kekal. Pergunakan setiap harta yang sudah Tuhan percayakan dengan bijaksana dan pakai untuk kemuliaan nama-Nya. Sesungguhnya hidup yang sejati adalah ketika kita tidak menggenggam begitu erat apa yang kita miliki, tetapi mempunyai kerelaan hati untuk berbagi kepada sesama dengan ketulusan hati.
Refleksi Diri:
Bagaimana sikap dan cara Anda menggunakan harta yang Tuhan percayakan selama ini?
Apa tindakan nyata dalam hal memberi dan berbagi yang ingin Anda lakukan dalam waktu dekat?
Share:

Lembut Tapi Kuat

Kisah Para Rasul 8:26-40
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
- Matius 5:5

Ketika Anda membayangkan seseorang yang lemah lembut, siapa yang ada dalam benak Anda? Bagaimana Anda membayangkan karakter orang tersebut? Kebanyakan orang sering mengasosiasikan orang yang lemah lembut dengan orang yang lemah. Apakah asumsi ini benar? Seorang hamba Tuhan bernama Todd Wilson menuliskan demikian, “Kelemahlembutan adalah ekspresi kekuatan, kualitas karakter yang berakar pada kepercayaan diri yang dalam, serta pengendalian diri. Kelemahlembutan menghasilkan ketenangan pikiran, kemantapan jiwa, keheningan hati, meski di tengah kritik atau perlakuan buruk dari orang lain. Kelemahlembutan bukanlah tanda-tanda orang lemah, melainkan mereka yang kuat, sebuah ciri yang jarang kita lihat di dalam dunia yang kompetitif, pendendam, dan kasar ini.” Kelemahlembutan adalah salah satu karakter dari buah roh dan berkaitan erat dengan pengendalian diri.
Salah satu pribadi yang sempurna meneladankan kelemahlembutan adalah Tuhan Yesus sendiri. Di dalam perikop bacaan hari ini, kita menemukan bahwa sida-sida dari Etiopia sedang membaca bagian dari Kitab Yesaya yang berisi tentang nubuatan tentang Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (ay. 32-33), sebuah nubuatan tentang penderitaan dan kematian Yesus Kristus (ay. 34-35). Di tengah perlawanan dan permusuhan yang ditunjukkan kepada-Nya, Yesus tidak membuka mulut-Nya. Yesus tidak melawan, Dia bahkan mendoakan mereka yang menimpakan siksaan kepada-Nya. Ini bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebuah ekspresi iman yang kuat. Di dalam tinggal tenang, Yesus menyerahkan diri-Nya sepenuhnya di dalam kedaulatan Allah Bapa. Yesus percaya sepenuhnya bahwa Allah akan menghakimi dengan adil (1Ptr. 2:23) dan kelemahlembutan yang ditunjukkan oleh-Nya pada akhirnya membawa keselamatan bagi manusia (Rm. 2:4). Nubuatan tentang kelemahlembutan Yesus ini akhirnya membuat sida-sida mengenal pribadi Kristus dan membawanya pada pertobatan.
Kelemahlembutan berarti menghadapi perlawanan dan penolakan dengan kesabaran serta pengampunan, dan bukan dengan balas dendam. Kelemahlembutan juga bisa diekspresikan dengan merespons tuduhan dengan sikap diam yang tenang, bukan dengan protes keras. Di dalam diam tenang, kita berdoa bagi mereka yang yang telah memojokkan kita, sama seperti Yesus berdoa kepada Bapa bagi mereka yang menganiaya-Nya (Luk. 23:34). Marilah kita menyadari bahwa kelemahlembutan yang kita tunjukkan kepada sesama bisa dipakai oleh Allah untuk menunjukkan siapa Kristus.
Refleksi Diri:
Bagaimana Anda meyakini bahwa kelemahlembutan berasal dari iman yang kuat?
Bagaimana Anda merespons orang-orang yang melawan, menolak, atau memojokkan Anda? Apakah Anda bersedia bersikap lemah lembut dan mendoakan mereka?
Share:

Berkenan Di Hati Tuhan

1 Samuel 13:14

Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu.”
- 1 Samuel 13:14

Saya pernah mendengar beberapa julukan disematkan kepada seseorang, misalnya “Beruang”, “Minion”, “Batu” atau “Sultan”. Orang-orang biasanya memberikan julukan dengan melihat fakta kehidupan, baik itu yang positif atau negatif. Misalnya, seorang dengan ciri-ciri fisik kurang ideal dijuluki beruang atau minion. Orang yang keras kepala dipanggil kepala batu. Atau yang lain punya kekayaan melimpah dijuluki sultan. Daftar julukan ini akan sangat panjang jika diteruskan. Intinya, julukan tidak bisa diberikan kepada seseorang tanpa terlebih dahulu mengetahui kisah hidupnya.
Menarik jika mengamati julukan yang disematkan kepada Daud. Ia dijuluki sebagai seorang yang berkenan di hati Allah, dalam bahasa Inggris, “a man after God’s own heart”. Jika diterjemahkan secara bebas dapat berarti seseorang yang dekat atau ada di hati Allah. Dari sekian banyak tokoh Alkitab dan berbagai karya hebat yang menjadi kisah hidup mereka, hanya Daud yang mendapat julukan yang menggambarkan keintiman relasi dengan Allah yang begitu luar biasa.
Berbeda dari cara umum sebuah julukan diberikan, “orang yang berkenan di hati Tuhan” adalah julukan yang diucapkan Nabi Samuel sebelum ia tahu kisah hidup Daud. Julukan ini adalah bagian dari nubuatan yang disampaikan Samuel kepada Saul terkait akan berakhirnya kepemimpinannya sebagai raja. Julukan ini bukan dari Samuel, melainkan firman Allah. Julukan ini bukan berasal dari penilaian Samuel atas hidup Daud, melainkan dari Tuhan. Allah dalam kemahatahuan-Nya mengetahui kisah hidup Daud dari awal hingga akhir dan Dia menilai kehidupan Daud.
Bagaimana dengan kehidupan kita? Tuhan Yesus mengetahui awal dan akhir kisah hidup kita. Dia tidak pernah berhenti untuk melihat dan menilai kehidupan kita. Kita mungkin bisa menutupi kisah hidup kita dari sesama, tetapi tidak di hadapan Tuhan. Sesama kita mungkin bisa memberi julukan bagi kita, entah positif atau negatif, tapi ingat! Julukan dari Tuhan adalah yang paling benar dan yang paling penting untuk kita ketahui. Renungkan kehidupan Anda hari ini. Kira-kira, apa julukan yang Allah akan berikan kepada Anda?
Refleksi Diri:
Apa alasan Allah memberikan julukan “orang yang berkenan di hati Tuhan” kepada Daud berdasarkan penyelidikan Anda di sepanjang Alkitab?
Apa julukan yang ingin Anda dapatkan dari Allah yang bisa menjadi komitmen hidup Anda ke depan?
Share:

Tidak Ongkang-Ongkang Kaki

Lukas 24:50-53

Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita.
- Ibrani 4:14
Apa makna kenaikan Tuhan Yesus? Oh, Tuhan Yesus kembali ke surga, ibarat orang pulang sehabis mission trip. Sebelumnya, Yesus tidak lupa menyuruh murid-murid-Nya untuk juga ikut mission trip, seperti yang Dia sampaikan dalam Matius 28:19-20 dan Kisah Para Rasul 1:8. Sesampainya di surga, Yesus ongkang-ongkang kaki di takhta-Nya menunggu untuk datang kedua kalinya.
Mungkin sekali Anda berpikir demikian. Yang sangat menarik adalah Lukas, yang juga menulis Kisah Para Rasul, tidak menuliskan Amanat Agung Tuhan Yesus dalam Injilnya melainkan dalam Kisah Para Rasul. Namun, Lukas memberikan sebuah detail menarik yang tidak dituliskan oleh penulis-penulis Injil lainnya, yakni bahwa murid-murid “senantiasa berada di dalam bait Allah dan memuliakan Allah” (ay. 53).
Berani benar mereka melakukan hal demikian?! Tidak tahukah mereka bahwa musuh-musuh Guru mereka, yakni imam-imam kepala yang menyalibkan-Nya, berada di bait Allah? Tidakkah tragedi ini membuat mereka berpikir, ah, sistem keimaman di dalam hukum Taurat pasti sudah ditiadakan karena semua imam ini orang-orang jahat?
Mereka tentunya ingat ketika Sang Guru berkata bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan Taurat melainkan untuk menggenapinya (Mat. 5:17). Jadi, peduli amat kalau imam-imam itu jahat. Tuhan Yesus yang sudah naik ke surga telah menjadi Imam Besar Agung mereka, yang melayani di kemah yang sejati, yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa (Ibr. 8:1-2) untuk bersyafaat bagi mereka. Sistem keimaman masih ada dan Tuhan Yesus-lah Imam Besar kita.
Kenaikan Tuhan Yesus ke surga bukan berarti Dia ongkang-ongkang kaki saja di takhta-Nya sehabis menyelesaikan pekerjaan-Nya di dunia. Sebagaimana kita juga tidak ongkang-ongkang kaki saja sesudah percaya kepada-Nya, melainkan giat bekerja bagi-Nya, demikian pula Yesus di surga menjadi Imam Besar yang tak jemu-jemu membawa doa-doa kita ke hadapan Bapa. Itulah sebabnya kita berdoa di dalam nama Tuhan Yesus.
Sayangnya, “dalam nama Tuhan Yesus” sekadar menjadi embel-embel supaya permintaan-permintaan kita dikabulkan. Ingat, Tuhan Yesus naik ke surga menjadi Imam Besar, bukan masuk ke dalam botol untuk menjadi jin yang mengabulkan semua keinginan kita.
Refleksi Diri:
Bagaimana cara Anda mengisi hidup saat ini? Apakah Anda sudah mengisinya dengan pekerjaan Tuhan?
Apakah doa Anda diisi dengan puji syukur dan kemuliaan bagi Tuhan, serta pengakuan dosa? Atau hanya berisi permintaan-permintaan saja?
Share:

Mengenal Allah Dengan Benar

Efesus 1:15-23

Dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.
- Efesus 1:17

Siapa yang kita sering doakan di dalam syafaat kita? Apa yang kita mintakan kepada Allah bagi mereka? Umumnya kita mendoakan orang-orang yang punya hubungan dekat dengan kita dan yang dimintakan adalah agar mereka diberi perlindungan, kekuatan, dan berkat. Tentu permohonan ini tidak salah, tetapi belumlah lengkap. Masih ada hal penting lainnya yang perlu kita doakan, yakni memohon mereka mengenal Allah dengan benar dan hidup memuliakan Dia.
Rasul Paulus mendoakan jemaat di Efesus supaya mereka makin mengenal Allah dan kuasa-Nya. Mengenal di sini bukan saja mengetahui tentang Allah secara rasio, misalnya Allah itu Mahabaik, Mahakuasa dan Mahakasih, melainkan juga untuk mengalami Allah dan kuasa-Nya secara pribadi. Karena itu, mengenal Allah memiliki dua aspek: pertama, aspek hubungan. Kita perlu menyediakan waktu khusus dan rutin untuk menjalin hubungan dekat dengan Tuhan melalui saat teduh, waktu memuji Dia, membaca Akitab, merenungkan firman Tuhan, dan berdoa secara pribadi (ay. 17). Kedua, pengenalan Allah juga berkaitan dengan aspek pengharapan yang terkandung dalam panggilan kita sebagai anak-anak Allah (ay. 18). Kita dipanggil untuk mengambil bagian dalam kodrat Ilahi dan memerintah bersama Kristus dalam kerajaan-Nya (2Ptr. 1:4; 2Tim. 2:12). Kita juga harus menyadari bahwa kita memiliki kuasa untuk hidup bagi Tuhan dan melayani Dia (ay. 19). Kuasa Allah tersebut telah nampak ketika Dia membangkitkan Yesus dari kematian, mendudukkan Yesus di sebelah kanan Bapa (ay. 20) dan dalam melantik Yesus sebagai kepala gereja (ay. 22). Pengenalan akan Allah datang melalui firman Tuhan dan Roh Kudus yang membukakan mata rohani kita  untuk memahami dan menerima kebenaran Allah.
Mari kita saling mendoakan dan meminta Allah untuk menolong supaya kita makin bertumbuh di dalam pengenalan akan Dia, panggilan-Nya, kekayaan-Nya dan kuasa-Nya melalui pengalaman hidup serta memiliki hubungan pribadi yang akrab dengan-Nya. Biarlah mata hati kita dapat melihat demonstrasi kuasa Allah, yang memberi kita keteguhan untuk hidup sebagai pengikut Yesus dan keberanian untuk menjadi saksi-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah bertumbuh dalam pengenalan akan Allah? Apa aspek yang perlu Anda kembangkan untuk semakin mengenal Dia?
Apa langkah konkret yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengenalan Anda akan Tuhan?
Share:

Anti Ragu-ragu Club

Roma 8:31-39
Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak
kita, siapakah yang akan melawan kita?
- Roma 8:31

Neek Lurk, seorang seniman yang berhasil menciptakan brand fashion terkenal, yaitu Anti Social Social Club. Asal mula Lurk memakai nama tersebut adalah sebagai bentuk curahan emosi. Lurk seorang introver yang sulit untuk bersosialisasi sehingga akhirnya mengalami depresi. Setelah melalui berbagai masalah, ia mencoba untuk menuangkan ungkapan emosinya melalui fashion. Bagi Lurk, istilah anti sosial cocok untuk orang-orang seperti dirinya yang mengalami depresi, kesepian, dan tidak punya tujuan hidup.
Dalam menjalani kehidupan di dunia, tak jarang kita menemukan orang yang mengalami depresi maupun tidak mempunyai tujuan hidup. Cukup banyak orang yang merasa dirinya telah gagal menjalani hidup di dunia karena melihat berbagai kesulitan hidup yang dihadapinya. Apakah Anda pernah mengalaminya?
Rasul Paulus dalam surat Roma mengingatkan para jemaat untuk memiliki keyakinan iman dan pengharapan kepada Kristus. Di tengah permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan jemaat, Paulus memberikan penguatan agar jemaat tetap menjalani hidup dengan beriman teguh. Ia juga mengingatkan betapa besarnya kuasa Allah. Tidak ada kuasa apa pun di muka bumi yang dapat menjatuhkan-Nya. Paulus dengan yakin mengatakan tidak ada yang dapat melawan jika ada Allah di pihak umat-Nya, bahkan tidak ada seorang pun yang sanggup memisahkan umat percaya dari kasih Allah yang begitu besar (ay. 39). Kuasa dan kasih Allah begitu besar bagi umat manusia dan tidak ada apa pun yang sanggup menghalanginya. Keyakinan inilah yang seharusnya menjadi dasar kekuatan iman umat percaya dalam menjalani kesulitan hidup.
Kita mungkin sedang mengalami berbagai masalah dan kelihatannya tidak ada jalan keluar. Namun, firman Tuhan hari ini mengingatkan bahwa tidak ada yang perlu diragukan di dalam Kristus. Bukti kasih dan kuasa Kristus yang begitu hebat seharusnya terus menjadi fondasi iman kita untuk berharap. Ketika kita hidup sebagai anak Allah maka tidak ada lagi kata ragu dalam hidup kita. Yang ada hanyalah anti ragu dan yakin secara penuh pada pekerjaan Allah. Yuk kita bergabung di anti ragu-ragu club! Kita jalani hidup dengan penuh keyakinan iman kepada Allah Sang Mahakuasa.
Refleksi Diri:
Apa bentuk keraguan terhadap Allah yang kerap kali muncul dalam diri Anda saat menghadapi permasalahan hidup?
Bagaiamana firman hari ini meyakinkan Anda agar tidak lagi ragu pada kuasa dan kasih Allah?
Share:

Hadiah Yang Terbaik

Efesus 2:8-10

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
- Efesus 2:8

Hari ulang tahun adalah hari yang paling  di  tunggu-tunggu. Sejak kecil, keluarga kita pasti  terbiasa merayakan hari ulang tahun setiap tahunnya. Dari pesta yang ramai dengan banyak orang, maupun pesta kecil yang hanya dihadiri keluarga inti saja. Dan di setiap pesta ulang tahun, pasti akan selalu ada hadiah yang diberikan. Inilah momen yang di tunggu-tunggu. Rasanya sangat senang ketika mendapat hadiah dari orang lain. Bagi saya saat itu, hadiah ulang tahun adalah hadiah terbaik. Hadiah yang sungguh dapat memberikan rasa sukacita yang luar biasa. Namun, ternyata saya salah. Bu
Hadiah yang terbaik bukanlah kado ulang tahun. Hadiah terbaik yang saya dapatkan adalah keselamatan dalam Yesus Kristus. Hal ini juga diungkapkan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus. Ayat emas hari ini mengingatkan bahwa keselamatan yang kita peroleh adalah murni pemberian Allah. Paulus mengingatkan kepada jemaat Efesus bahwa tidak ada seorang pun yang berhasil memperoleh keselamatan karena pekerjaan ataupun usahanya. Peringatan ini seharusnya menjadi pengingat juga bagi setiap kita saat ini. Keselamatan yang kita peroleh bukanlah karena sering pelayanan, rajin beribadah, setia berdoa, rutin baca Alkitab, dan sebagainya. Bukan juga karena jabatan yang tinggi, harta kekayaan, ataupun kehebatan kita. Keselamatan hidup kekal bersama Allah Bapa kita dapatkan hanya oleh karena kasih karunia, anugerah Allah semata bagi setiap kita. Pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib menjadi bukti nyata adanya keselamatan di dalam Allah. Ini adalah hadiah terbaik yang kita dapatkan dalam hidup. Karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat menyombongkan diri atas keselamatan yang sudah ia peroleh.
Keselamatan kekal yang telah Allah berikan seharusnya membuat kita terus melakukan pekerjaan Allah dalam hidup setiap harinya. Marilah kita terus bertumbuh di dalam kasih karunia yang sudah Allah berikan kepada kita. Teruslah ingat bahwa hadiah terbesar dalam hidup kita adalah anugerah keselamatan untuk hidup kekal. Kiranya renungan ini dapat mendorong kita tetap bertumbuh dan berusaha untuk senantiasa hidup memuliakan nama Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah sungguh percaya bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus? Jika ya, apakah Anda sudah berterima kasih kepada Tuhan?
Bagaimana sekarang Anda menghargai anugerah keselamatan dalam hidup Anda? Apa bukti konkretnya?
Share:

Perhentian Dari Tuhan

Keluaran 35:1-3
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat
- Keluaran 20:8

         Ketika membicarakan hari perhentian untuk beribadah atau Sabat, kita bisa merenungkan beberapa pertanyaan ini: apakah makna hari Sabat? Apakah masih penting bagi Anda beribadah di hari Sabat? Apakah Anda beribadah ke gereja atau secara daring saat ini? Sayang sekali jika orang Kristen beribadah di hari Sabat hanya sesekali atau kalau sempat saja.
Keluaran 35 bukanlah yang pertama membahas tentang hari Sabat, sebelumnya Tuhan sudah beberapa kali menyampaikannya (Kel. 20:9-11; 23:12; 31:12-17; 34:21). Perintah Sabat kepada orang Israel bukan semata-mata karena mereka perlu beristirahat, tetapi dasarnya adalah tentang karya penyelamatan Allah atas umat-Nya. Sepuluh perintah Allah diberikan juga atas dasar penyelamatan dari Tuhan. Lebih jelas lagi bisa dilihat dalam Ulangan 5:15, “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.” Orang Israel harus mengkhususkan hari Sabat karena Allah sudah menyelamatkan mereka dan mereka senantiasa mengingat akan hal itu.
Enam hari cukup untuk melakukan segala pekerjaan dan kegiatan, satu hari untuk berhenti sangat masuk akal. Pengaturan ini ditetapkan supaya umat Israel bisa kembali fokus dalam hidupnya kepada Tuhan. Di sepanjang enam hari pasti banyak hal yang terjadi sehingga hari ketujuh adalah waktunya disetel kembali hidup dengan Tuhan. Tuhan bukan seperti mengadakan libur nasional, tetapi hari yang ditetapkan Tuhan adalah hari untuk beribadah kepada-Nya maka dikatakan sebagai hari perhentian penuh bagi Tuhan. Ini mengajarkan umat Israel untuk bergantung kepada Tuhan semata, bukan pada pekerjaannya.
Di Perjanjian Baru, kita melihat karya Kristus yang menyelamatkan manusia dari belenggu perbudakan dosa. Dia mati dan bangkit di hari ketiga. Hari kebangkitan-Nya adalah hari yang dipakai (hari pertama/hari Minggu, berbeda dengan di Perjanjian Lama hari Sabat/hari ketujuh/hari Sabtu) oleh jemaat mula-mula, dimana mereka bersekutu bersama- sama dan menyembah Tuhan (Kis. 20:7; 1Kor.16:2).
Setiap hari penting untuk dipersembahkan bagi Tuhan, tetapi kita juga harus mengkhususkan satu hari untuk beribadah bersama-sama saudara seiman, beribadah kepada Tuhan dan mengingat kembali karya keselamatan yang sudah dianugerahkan-Nya kepada kita.
Refleksi Diri:
Apa alasan utama Anda untuk beribadah di hari Minggu?
Bagaimana Anda membangun komitmen untuk rutin mengikuti ibadah setiap minggunya?
Share:

Ikatan Pernikahan

Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? (2Korintus 6:14)
Sebagaimana terang berbeda dengan kegelapan demikianlah pengikut Kristus haruslah hidup berbeda dengan orang yang belum mengenal Kristus. Perbedaan tersebut antara lain di dalam hal iman, tata nilai dan perilaku kehidupan. Oleh sebab itu pengikut Kristus tidak boleh mengikatkan diri di dalam kesatuan dengan orang yang belum seiman, khususnya dalam ikatan relasi yang dapat melunturkan iman mereka. Salah satunya adalah ikatan perkawinan. Ikatan seperti itu bukan saja akan menghalangi berkat Allah atas hidup yang bersangkutan tetapi juga dapat menyeret mereka untuk berkompromi dengan tata nilai dan perilaku yang tidak kristiani. Kompromi seperti itu akan mengakibatkan mereka tidak lagi hidup berbeda dengan orang yang belum mengenal Kristus.

Hal itulah yang menjadi salah satu alasan dari peringatan rasul Paulus agar jemaat tidak menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang tak percaya, seperti yang ditulis di dalam 2Korintus 6. Bukan berarti mereka tidak boleh bergaul dengan orang yang belum seiman, sebab bila demikian maka pengikut Kristus tidak akan dapat menjadi saksi dan mempengaruhi lingkungan sekitar mereka. Namun apabila mereka bukan sekadar bergaul, tetapi menjalin relasi yang mengikat secara rohani seperti suatu perkawinan, maka ikatan seperti itulah yang dilarang oleh firman Tuhan.
Pertanyaan untuk Direnungkan
Sudahkah Anda hidup berbeda dengan orang yang belum beriman kepada Kristus? Bila sudah, apakah perbedaannya?
Aplikasi
Bapa surgawi, aku mengucap syukur karena oleh anugerah-Mu Engkau telah memanggil aku keluar dari kegelapan dosa dan hidup di dalam terang kebenaran-Mu. Di dalam rencana-Mu yang besar Engkau telah memanggil diriku untuk menjadi terang bagi lingkungan di sekitarku. Oleh karena itu tolonglah aku agar dapat hidup berbeda dengan kegelapan yang ada di sekitarku, sebab hanya dengan demikian barulah aku dapat hidup menjadi saksi-Mu. Tolonglah aku untuk dapat menjaga pergaulanku sebagai pergaulan yang sehat dan tidak membiarkan diriku menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang yang tak percaya.
Pagi ini kembali aku datang menghadap takhta anugerah-Mu dan menyerahkan hidupku ke dalam tangan-Mu. Aku memohon Engkau berkenan menyertai dan menuntun diriku di sepanjang hari ini. Penyertaan-Mu memberikan damai sejahtera di dalam jiwaku, sebab hanya dekat Engkau saja aku tenang. Tuntunan-Mu memungkinkan diriku untuk berjalan sesuai dengan kehendak-Mu. Tuhan, jangan biarkan aku terjerumus ke dalam pencobaan dan tolonglah aku agar hidupku dapat menjadi berkat bagi lingkunganku. Tolonglah aku di dalam semua hal yang kukerjakan pada hari ini dan jadikan semua itu berhasil serta memuliakan nama-Mu. Di dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku, aku berdoa. Amin.
Share:

Berani Menyatakan Tuhan Yang Adil

Yunus 3:1-10

Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain.
- Kolose 3:16
Dewasa ini ada sebuah gerakan pengajaran dalam kekristenan yang begitu menekankan berita anugerah tanpa menghiraukan pertobatan dan pengakuan dosa. Pengajaran itu disebut dengan istilah hyper-grace. Pengajaran ini begitu berbahaya karena mengajarkan pandangan yang timpang mengenai Allah yang kasih dan juga adil. Kasih Allah tidak dapat dipisahkan dengan keadilan-Nya, demikian juga sebaliknya.

Kisah Yunus memberitakan pesan Allah kepada penduduk Niniwe tentang keadilan Allah yang tak terlepas dari kasih-Nya. Yunus dipanggil oleh Allah untuk menyampaikan pesan dari-Nya yang merupakan berita tentang penghakiman bagi penduduk Niniwe (ay. 2, 4). Tidak ada pesan, baik secara eksplisit atau implisit, agar orang Niniwe bertobat dari dosanya. Namun, secara ajaib pesan singkat dari Allah menyebabkan gelombang pertobatan dari rakyat hingga raja di kota Niniwe. Yunus sebenarnya sudah menyadari bahwa Allah mengutusnya ke Niniwe karena karakter-Nya yang pengasih, penyayang (4:2-3). Kisah ini menunjukkan kasih Allah tidak membungkam keadilan-Nya, sebaliknya karena kasih maka Dia menyatakan keadilan-Nya bagi manusia yang berdosa. Kasih Allah yang sudah dinyatakan dengan luar biasa melalui karya Yesus di kayu salib juga menyatakan keadilan-Nya. Yesus rela naik ke atas salib karena keadilan Allah harus dipuaskan, manusia berdosa harus dihukum, dan Yesus menjadi pengganti yang sempurna bagi kita. Jika kita telah menerima anugerah tersebut maka hendaknya kita melihat kasih dan juga keadilan Allah. Janganlah kita menghidupi anugerah tersebut tanpa pertobatan yang sungguh dan komitmen untuk meninggalkan jalan hidup yang lama.
Kasih Allah dalam Tuhan Yesus Kristus juga harus dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari orang Kristen. Orang Kristen sebagai penerima kasih karunia Allah juga dipanggil untuk menyatakan kasih Allah kepada orang lain. Kasih Allah bukan hanya dinyatakan dengan penerimaan terhadap orang-orang berdosa yang lain, tetapi juga dengan teguran dalam kasih. Jika kita melihat sesama orang Kristen masih berkubang dalam dosa maka tugas kitalah untuk mengasihi dengan menegur, serta membimbing mereka kembali kepada Tuhan Yesus.
Refleksi Diri:
Apakah masih ada dosa-dosa lama yang Anda lakukan kembali? Apa komitmen yang ingin Anda ambil untuk meninggalkan dosa-dosa tersebut?
Siapa sesama yang Anda lihat harus ditegur dengan kasih? Bagaimana Anda akan membimbing mereka kembali kepada Yesus?
Share:

Kesempatan Sangat Terbatas

Pengkhotbah 12:1-7
Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!”,
- Pengkhotbah 12:1

Bronnie Ware, seorang perawat Australia yang pekerjaannya mengurus pasien-pasien yang menderita penyakit terminal menanyakan kepada mereka hal-hal apa yang paling disesali selama hidup. Ia mendapatkan lima jawaban yang paling sering muncul: (1) Andaikata saya berani menjalani hidup sesuai dengan keinginan saya, bukan sesuai dengan apa kata orang. (2) Andaikata saya tidak bekerja terlalu keras. (3) Andaikata saya berani menyatakan perasaan saya. (4) Andaikata saya lebih menghabiskan waktu bersama sahabat- sahabat saya. (5) Andaikata saya memilih jalan bahagia saya sendiri.

Kitab Pengkhotbah membawa kesan pesimisme tentang kehidupan. Seolah-olah hidup dan jerih lelah manusia itu sia-sia. Namun, ia tidak menganjurkan manusia untuk berdiam diri dan meratapi nasib. Dalam Pengkhotbah 11:9, ia justru menganjurkan manusia untuk bersukaria. Pada pasal 12, pengkhotbah menasihati orang muda untuk mengingat Tuhan pada masa muda mereka. Meskipun ditujukan kepada orang muda, nasihat ini sebenarnya ditujukan kepada semua orang. Nasihat ini segera disusul dengan peringatan tentang datangnya masa kemalangan atau lebih tepat hilangnya kesempatan untuk melakukan apa yang baik dan benar (ay. 2-6). Banyak penafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat 2-6 adalah kemunduran fisik manusia pada usia lanjut. Misalnya, maksud kalimat “yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur” merujuk pada mata rabun. Sedangkan “suara menjadi seperti kicauan burung” merujuk pada pendengaran yang mulai tuli.
Fokus nasihat ini memang pada orang muda yang cenderung menganggap waktu masih banyak dan kesempatan tidak terbatas. Namun, orang yang lebih tua pun kadangkala beranggapan semikian. Ada orang yang berucap, “Selagi masih bernapas berarti masih ada kesempatan.” Saya pikir itu tidak sepenuhnya benar. Seseorang bisa saja masih hidup, tetapi jika ia mengalami kemunduran fisik/mental karena penyakit atau usia lanjut maka kesempatan itu bisa saja tidak ada lagi. Yang tersisa hanya penyesalan seperti hasil penelitian yang dilakukan Bronnie Ware. Izinkan saya menerjemahkan Pengkhotbah 12:1 demikian, “Ingatlah akan Penciptamu selama masih ada kesempatan…” Hidup ini adalah kesempatan dan kesempatan itu sangat terbatas.
Refleksi Diri:
Bagaimana Anda memaknai kesempatan dalam kalimat: selagi masih bernapas, berarti masih ada kesempatan? Kesempatan untuk melakukan apa?
Apa satu hal yang dapat Anda perbuat hari ini supaya hari ini berarti?
Share:

Universitas Padang Belantara

Keluaran 15:22-27
Di sanalah diberikan TUHAN ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN mencoba mereka,
- Keluaran 15:25b
Seorang pengkhotbah memberi judul khotbah untuk Keluaran 15:22-27, The Wilderness University (Universitas Padang Belantara). Tuhan sudah menyelamatkan orang Israel dari Mesir, tetapi Dia mau membentuk mereka. Orang Israel perlu banyak belajar mengikut Tuhan, sekolah mereka adalah di padang belantara, melalui serangkaian pengalaman rohani dan pengajaran dari Tuhan. Pada ayat 25 dikatakan, “Tuhan mencoba (menguji) mereka”, sebuah ujian pertama buat orang Israel setelah keluar dari Mesir. Mereka memerlukan air, tetapi yang ditemui malah air pahit. Respons mereka langsung bersungut-sungut. Tentu saja respons yang salah, mereka harus belajar.

Apa mata kuliah yang dipelajari? Mengingat untuk percaya. Belajar tidak melupakan karya penyelamatan Tuhan. Tenggang waktu dari karya spektakuler penyelamatan Tuhan melewati laut yang terbelah, sampai ujian pengalaman ini hanya tiga hari saja. Masih hangat-hangatnya mereka mengalami karya keselamatan dari Tuhan, setelah 400 tahun turun temurun menjadi budak, mereka mengalami kebebasan. Jika orang Israel mengingat karya
keselamatan Tuhan, bagaimana kasih-Nya, mereka akan berespons terhadap masalah dengan tidak bersungut-sungut.

Saat bersungut-sungut, orang Israel sedang menaruh curiga, tidak percaya kepada Tuhan. Orang Israel tampaknya tidak mengenal dengan baik siapa Tuhan yang menyelamatkan mereka. Sepuluh tulah telah mereka saksikan, laut terbelah sudah dilihat, bahkan sampai mereka berjalan di tengah-tengahnya. Tuhan juga memelihara janji-Nya kepada Abraham dan orang-orang Israel pada saat itu. Tuhan berdaulat dalam hidup umat-Nya, Dia selalu punya rencana yang terbaik.

Perjalanan hidup kita di dunia ibarat universitas padang belantara yang selalu menemui ujian demi ujian. Pengenalan kita akan Tuhan tidak pernah berhenti seumur hidup. Pengenalan akan Tuhan yang benar akan membawa kita selalu percaya bahwa Dia satu-satunya tempat yang tepat bagi kita menaruh harapan dan bersandar kepada-Nya. Saat hidup begitu berat, pandanglah salib Kristus. Karya Yesus di kayu salib menjamin bahwa dalam kesulitan apa pun yang kita hadapi, Dia sudah menyelamatkan dan akan tetap menyertai. Baca kembali ayat 26, tetaplah setia, selalu ingat akan karya-karya-Nya dalam hidup kita, serta ingat selalu apakah tindakan kita sesuai dengan firman-Nya dan berkenan kepada-Nya.
Refleksi Diri:
Mengapa ketika menghadapi ujian hidup yang berat Anda perlu mengingat akan karya- karya Tuhan Yesus di dalam hidup Anda?
Apa pengalaman rohani yang Anda dapatkan setelah melewati ujian hidup yang berat?
Share:

Ibu, Ingat Tuhanlah Kekuatanmu

Hakim-hakim 4:1-10
Pada waktu itu Debora, seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang Israel. 
- Hakim-hakim 4:4
Kemunculan tokoh-tokoh wanita di dalam sejarah dunia maupun sejarah bangsa kita jarang terjadi, tetapi biasanya begitu inspiratif. Begitu pula dengan kemunculan tokoh wanita di masa Perjanjian Lama, bisa dihitung dengan jari. Salah satunya adalah kemunculan seorang wanita yang dipakai Tuhan, yaitu Debora, seorang nabiah dan istri dari Lapidot. Debora hadir saat orang Israel sedang dalam kondisi krisis. Singkat cerita, Israel dibebaskan pada masa itu karena Allah memakai dua orang wanita, Debora dan Yael.

Debora memiliki kepercayaan penuh pada janji Tuhan. Saat Tuhan menyatakan firman-Nya bahwa Dia akan menyerahkan dan mengalahkan orang-orang yang menjajah mereka, Debora menyampaikannya kepada Barak. Kemungkinan Barak adalah pemimpin pasukan atau seorang ahli berperang. Namun, jawaban Barak ngambang, “Kalau kamu maju, aku maju. Kalau kamu gak maju, aku juga gak maju.” Barak bukan memercayai perkataan Tuhan, melainkan malah bergantung kepada Debora, dengan kata lain ia meragukan keberhasilan firman Tuhan. Namun, Debora tidak berkata, “Ohh, gitu yah. Kalau gitu saya juga pikir-pikir dulu.” Debora dengan segera menjawab Barak, “Baik aku ikut.” Debora seorang wanita terjun ke medan perang karena percaya pada janji Tuhan.
Perhatikan detail cerita ini mengenai kegiatan sehari-harinya Debora di ayat 5. Debora sehari-harinya bukan belajar strategi perang, bukan juga latihan bela diri, rutinitasnya adalah menangani permasalahan-permasalahan hidup orang Israel. Namun, ia tidak bimbang dan ragu. Bahkan di medan pertempuran, Debora mengingatkan kembali Barak akan janji Tuhan yang akan menyerahkan musuh-musuh Israel (ay. 14). Jadi, Debora seorang yang mendengar suara Tuhan, percaya firman Tuhan, dan memuliakan Tuhan untuk semuanya.
Di pagi ini, firman Tuhan mengingatkan kembali para ibu untuk berpegang teguh pada firman-Nya dalam menjalani hidup. Untuk para istri/ibu, mungkin banyak hal yang saat ini membuat Anda gentar dan takut menghadapi semuanya, tetapi percayalah pada kekuatan Tuhan. Peganglah janji-janji dalam firman-Nya. Tuhan pasti tidak akan salah menuntun dan memampukan Anda. Kita telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus bukan karena kita hebat, melainkan karena kekuatan Kristus. Kehadiran Anda sebagai seorang istri/ibu di dalam keluarga sudah Tuhan rancangkan. Bersandarlah kepada-Nya.
Refleksi Diri:
Apa hal yang hari ini membuat Anda takut dan gentar karena merasa tidak mampu menghadapinya?
Mengapa percaya pada firman-Nya akan membuat Anda mampu menghadapinya?
Share:

Batu Hidup

1 Petrus 2:4-6
Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.
- 1 Petrus 2:5
Bait Allah di Yerusalem dibangun dengan materi yang sangat bagus. Batu, kayu dan permata yang dipakai adalah yang terbaik. Dindingnya bahkan dilapisi dengan emas. 

Akan tetapi, Rasul Petrus mengubah konsep bait Allah dari bangunan fisik ke bangunan rohani. Ia memaparkan keunggulan imamat baru di dalam Kristus. Pertama, yang dibangun adalah bait Allah rohani, bukan lagi fisik. Yang rohani lebih penting daripada yang lahiriah. 
Kedua, yang membangun rumah rohani tersebut adalah Kristus dan setiap orang percaya. 
Kristus dan orang percaya disebut sebagai batu hidup. Ketiga, setiap orang percaya dapat datang ke rumah rohani dan memberikan persembahan korban, tidak seperti pada zaman sebelumnya yang mana hanya imam yang dapat masuk ke bait Allah dan mempersembahkan korban. Yang dipersembahkan bukan lagi korban binatang, tetapi korban rohani yaitu kehidupan kita yang berkenan kepada Allah (Rm. 12:1), dukungan materi untuk perluasan Injil (Flp. 4:18), nyanyian pujian (Ibr. 13:15), dan bantuan kepada sesama yang membutuhkan (Ibr. 13:16).
 Penting bagi orang percaya untuk terlibat dalam pembangunan rumah rohani, yaitu gereja bukan sebagai gedung tetapi sebagai kumpulan umat percaya. Kita adalah batu-batu hidup yang dipakai T uhan untuk membangun gereja-Nya. Keindahan bait Allah yang baru ini bukanlah terletak pada emas atau batu yang mahal seperti pada bait Allah yang lama, tetapi pada keindahan iman dan kesucian hidup orang Kristen yang mencerminkan kemuliaan Allah. Dalam hal ini, setiap orang percaya seharusnya terlibat membangun bait Allah rohani. 
Patut disayangkan jika banyak orang Kristen berdiam diri. Menjadi orang Kristen bagi mereka hanya sekadar percaya T uhan Yesus dan mendapat jaminan keselamatan pribadi. 
Padahal, Tuhan menghendaki setiap orang Kristen mengambil bagian dalam membangun gereja Tuhan dengan hidup berkenan kepada-Nya dan melayani-Nya. 
 Saudaraku, jadilah batu-batu hidup yang menghidupi hidup orang-orang di sekitar Anda, khususnya kepada saudara-saudara seiman. Hidupkan gereja Anda dengan lebih lagi melalui keterlibatan Anda dalam pelayanan kasih kepada Kristus dan sesama.
Refleksi Diri:
• Apakah Anda setuju membangun bait Allah rohani lebih penting daripada bait Allah fisik? Mengapa? 
• Bagaimana cara Anda terlibat dalam membangun gereja-Nya?
Share:

Tuhan Yang Tetap

- Efesus 2:8-9

Hidup itu sulit atau tidak tetap di jalani, manusia  sangat menginginkan sesuatu atau tidak dapat diubah. Panggilan Tuhan dalam perikop bacaan hari ini menunjukkan pilihan-Nya yang begitu tetap terhadap Yunus untuk mengabarkan firman-Nya kepada orang Niniwe. Mengapa Tuhan begitu kekeuh? Apakah tidak ada hamba-Nya yang lain untuk memberitakan firman kepada orang Niniwe?

Panggilan Tuhan yang Tetap bagi Yunus menunjukkan pribadi-Nya yang penuh anugerah. Yunus menolak panggilan Tuhan karena orang Niniwe adalah musuh orang Israel dan juga memiliki moral yang bobrok. Pribadi Tuhan yang penuh anugerah merancang Yunus untuk mengalami anugerah-Nya saat diselamatkan dari laut. Selain itu, Tuhan juga punya rancangan lain untuk Yunus. Dia ingin agar Yunus juga belajar mengenai hati Tuhan yang juga memberikan anugerah bagi orang-orang non-Israel (Yun. 4:10-11).

Tuhan juga menunjukkan pribadi-Nya yang penuh anugerah bagi hamba-hamba-Nya melalui berbagai situasi dalam kehidupan. Tuhan berkali-kali meneguhkan panggilan-Nya bagi Musa untuk membawa Israel keluar dari Mesir, meski Musa berulang kali menolaknya (Kel. 3:1-4:17). Musa merasa diri tidak mampu memimpin Israel, tetapi Tuhan Tetap memanggilnya untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang Mahakuasa yang memampukan Musa. Demikian juga ketika Tuhan memberikan Simson kesempatan kedua untuk memenuhi panggilan-Nya sebagai hakim Israel (Hak. 13). Sepanjang hidupnya Simson menyia-nyiakan panggilan Tuhan, tetapi menjelang ajalnya Simson diberikan kesempatan untuk membalaskan orang Filistin (Hak. 16:28-30). Tuhan Tetap  terhadap panggilan dan anugerah-Nya.

Tuhan juga rindu menunjukkan pribadi-Nya yang penuh anugerah kepada setiap kita anak-anak-Nya. Anugerah Tuhan yang terutama sudah diwujudkan melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib bagi kita yang berdosa. Setiap orang yang percaya kepada Yesus dipanggil Tuhan untuk menerima anugerah. Tuhan Yesus pun sekarang memanggil kita, terlepas seberapa parah dosa kita, untuk menghidupi anugerah-Nya. Sama seperti Tuhan yang tetap, apa pun panggilan-Nya terhadap diri kita, hendaklah kita tetap  melakukannya sambil memberitakan kasih anugerah-Nya kepada orang yang lain.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah menolak panggilan Tuhan untuk melakukan sesuatu? Apa akibatnya?

Apakah selama ini Anda sudah memberitakan anugerah dalam Tuhan Yesus kepada orang lain?

Share:

Kemenangan atas keputusasaan

3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, 4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; 5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. 6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. 7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. (1Korintus 15:3-7)
Pengantar untuk Renungan
Sebagaimana kemenangan Yesus atas kematian bukanlah suatu fiksi, demikian juga kemenangan orang percaya atas keputusasaan merupakan suatu kepastian. Memang para ilmuwan telah berhasil mengatasi sebagian besar dari penyakit, sehingga sedikit banyak mereka telah berhasil memperpanjang kehidupan. Namun walaupun demikian mereka tetap tidak mampu untuk menaklukkan kematian. Kematian merupakan suatu pengalaman yang tidak terhindarkan. Realitas ini mengakibatkan di bawah ambang sadarnya manusia menyadari akan ketidakberdayaan dirinya. Ketidakberdayaan di hadapan kematian yang mengakibatkan banyak orang hidup di dalam keputusasaan.
Namun tidak demikian halnya dengan kebangkitan Kristus. Sebagaimana yang ia paparkan di dalam 1Korintus 15 rasul Paulus menjelaskan bahwa kebangkitan Kristus dari kematian merupakan suatu fakta yang dapat dibuktikan. Adanya para saksi mata yang saat itu dapat diuji membuktikan bahwa kebangkitan Yesus bukanlah suatu fiksi. Realitas dari kemenangan-Nya atas kematian ini memungkinkan orang yang percaya kepada-Nya untuk juga hidup di dalam kemenangan atas keputusasaan. Kuasa kebangkitan-Nya menjamin bahwa tidak ada penghalang bagi masa depan yang tidak dapat Ia taklukkan. Dengan kata lain, di dalam Yesus kita dapat hidup di dalam kehidupan yang penuh dengan pengharapan.
Pertanyaan untuk Direnungkan
Bagaimana perasaan Anda seandainya hari ini Anda diperhadapkan kepada kematian? Mengapa demikian
Menanggapi Bacaan Alkitab
Tuhan, aku bersyukur karena melalui kebangkitan-Mu dari kematian Engkau telah melahirkan diriku ke dalam hidup yang penuh dengan pengharapan. Melalui kebangkitan-Mu Engkau membuktikan bahwa pada-Mulah segala kuasa baik yang di sorga maupun di bumi. Sehingga dengan demikian aku memiliki jaminan untuk hari depanku. Engkau menaklukkan semua yang menjadi penghalang bagi masa depanku. Di dalam Engkau aku dapat mengharapkan hari esok yang indah sebagaimana yang Engkau janjikan bagi diriku.
Doa
Tuhan, Engkau berjanji bahwa Engkau akan menyertai aku sampai kepada akhir zaman. Oleh sebab itu aku memohon sertailah diriku di sepanjang minggu ini agar hidupku dapat menjadi saksi bagi orang-orang di sekitarku, khususnya mereka yang masih belum percaya kepada-Mu. Tolonglah diriku agar melalui perbuatan dan tutur kataku aku dapat menjadi jembatan bagi Injil-Mu dikenal oleh orang-orang yang ada di sekitarku. Di dalam penyertaan-Mu itu aku juga meyakini bahwa apapun yang kukerjakan pada hari ini akan berhasil dan menyenangkan hati-Mu. Di dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku, aku berdoa. Amin.

 

 
Share:

Kok, Jangan Saleh?

Pengkhotbah 7:15-18
Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?
- Pengkhotbah 7:16
Sering orang mengatakan, bahkan terjadi di kalangan orang Kristen, “Jadi orang Kristen jangan fanatiklah. Biasa saja.” Perkataan itu “diperteguh” oleh Pengkhotbah 7:16. Ayat ini seringkali disalahmengerti, seolah-olah Allah menghendaki kita menurunkan tingkat kerohanian atau kesalehan kita. Sebenarnya, apa maksud ayat itu?
Kita harus membedakan istilah “terlalu” dengan “sungguh-sungguh”. Istilah “sungguh-sungguh” bermakna positif. Seorang yang sungguh-sungguh mengejar kesalehan bermotivasi tulus, yaitu untuk semakin mengenal dan mengasihi Allah dan sesama manusia. Tuhan menginginkan kita untuk menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh saleh. Sedangkan istilah “terlalu” bermakna berlebih-lebihan, konotasinya negatif. Inilah yang dilarang dalam ayat ini, yaitu mengejar kesalehan yang didasari upaya sendiri untuk menampilkan kesalehan lahiriah dan formal.
Dalam Alkitab, kita menemukan orang Farisi yang sangat menekankan kesalehan lahiriah untuk mendapatkan pujian. Mereka sangat teliti dan serius menjalankan setiap aturan Taurat semata-mata demi mendapat pujian. Sedangkan hidup dan perilaku mereka tidak berubah. Tuhan Yesus mengecam kemunafikan yang demikian (Mat. 23:23). Mereka taat aturan agama formal tetapi mengabaikan hakekat dari firman Tuhan, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan.

Jadi, pengkhotbah mengkritik orang yang mengejar kesalehan formal dan lahiriah belaka. Sebaliknya, kesalehan sejati adalah kesalehan dari hati. “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN (Yoel 2:12-13a). Yang dikehendaki Tuhan adalah pertobatan yang bermula dari hati. Jika hati seseorang berubah maka perilaku atau tampilan lahiriah pun akan berubah. Inilah inti pembaruan yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya. Pembaruan hati.

Kualitas seorang Kristen tampak dalam kecondongan hatinya. Jika hatinya selalu condong pada hal-hal yang sesuai firman Tuhan maka kita bisa menganggapnya sebagai orang Kristen yang saleh. Jika hatinya tegar dan kuat dalam menghadapi penderitaan maka ia seorang saleh. Jika hatinya beriman dan mengandalkan Tuhan di dalam menghadapi tantangan maka ia seorang saleh. Kesalehan sejati dimulai dari hati.
Refleksi Diri:
Mana yang Anda anggap lebih utama? Perubahan hati atau perubahan tingkah laku?
Mengapa penting seorang Kristen mengalami perubahan hati lebih dahulu sebelum mengubah tingkah laku?
Share:

Religiusitas Tanpa Spiritualitas

Matius 23:1-36

Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

- Matius 5:20

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sangat religius. Terbukti dari banyaknya tempat ibadah yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Akan tetapi, mengapa masih banyak kasus kejahatan, misalnya korupsi, pembunuhan, pencurian, pelecehan seksual, dan lain sebagainya bermunculan di negeri ini? Apakah bangsa ini kurang taat beribadah? Tidak! Ini terjadi karena seringkali masyarakat hanya fokus pada aspek religius saja, tanpa diperkaya dengan pemahaman spiritual yang kuat (religiusitas tanpa spiritualitas).
 Menurut kamus, religiusitas adalah kepercayaan kepada Tuhan atau kekuatan adikodrati di atas manusia. Sedangkan spiritual berhubungan dengan kejiwaan (rohani, batin). Jadi, religiusitas merupakan aktivitas doktrinal untuk memperkenalkan setiap individu pada ajaran dan ritual keagamaan, sedangkan spiritualitas berkaitan dengan pengenalan akan Tuhan dan eksistensi diri sebagai bagian dari pengamalan iman.
 Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi juga sangat religius. Mereka sangat taat kepada hukum Taurat, berpuasa, tekun berdoa, beribadah, memberi persembahan, dan merayakan hari-hari penting keagamaan Yahudi. Mengapa Tuhan Yesus justru mengecam mereka sebagai orang-orang yang munafik? Karena mereka mengajarkan kebenaran hukum Taurat, tetapi tidak melakukan ajarannya (ay. 3-4). Selain itu, mereka melakukan aktivitas keagamaan dengan motivasi yang salah, yaitu supaya dilihat dan dipuji orang (ay. 5-7). Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Mat. 5:20). Artinya, beragama secara benar tidak cukup hanya rajin berdoa, beribadah, dan melaksanakan ritual keagamaan secara lahiriah saja. Yesus mengatakan bahwa kebenaran yang dikehendaki Allah adalah hati dan roh kita harus selaras dengan kehendak Allah dalam iman dan kasih, bukan sekadar tindakan lahiriah saja (Mrk. 7:6).
 Menghayati agama secara benar mencakup aspek vertikal, yaitu hubungan yang harmonis dengan Tuhan, maupun aspek horizontal, yakni hubungan yang harmonis dengan sesama. Mari bangun kehidupan beribadah dan persembahan Anda kepada Tuhan dengan berelasi yang baik dengan sesama secara beiringan. Keduanya tidak bisa dipisahkan di dalam kehidupan seorang anak Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah selama ini Anda lebih mendahulukan religiusitas dibandingkan spiritualitas?Bagaimana hubungan Anda dengan Tuhan?
Apa yang Anda lakukan agar spiritualitas Anda terbukti nyata dalam tindakan kepada sesama?
Share:

Siap Pergi Untuk Tuhan

Yesaya 6:1-13

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”
- Yesaya 6:8
             Seorang pendeta ingin mengutus jemaatnya pergi melakukan penginjilan ke suatu daerah. Pendeta tersebut memilih dua orang untuk diutus. Keduanya lalu dipanggil ke ruangan pendeta. Sang pendeta dengan bersemangat menyampaikan bahwa mereka adalah orang pilihan yang diutus untuk mengabarkan Injil. Seorang di antara mereka hanya tertunduk diam dan tidak memberikan respons apa pun. Tiba-tiba orang yang satu lagi dengan begitu sigap berkata kepada sang pendeta, “Ini aku, tapi utuslah dia!”
Dari cerita lucu ini mungkin kita berpikir, masa mereka tidak mau melakukan pekerjaan Allah? Masa mereka menolak pengutusan dari pendeta? Kelihatannya sangat miris, tetapi inilah yang sering kali terjadi di tengah kehidupan kita. Berapa kali kita mendengar bahwa kita harus memberitakan Injil kepada mereka yang belum percaya Tuhan? Sesungguhnya ini sebuah bukti bahwa kita telah berkali-kali diutus oleh para pendeta atau hamba Tuhan untuk pergi melakukan penginjilan, tetapi apakah kita sungguh ingin melakukannya dan siap pergi memberitakan Injil?
Sewaktu bangsa Israel hidup menyimpang dari Allah, Nabi Yesaya mendapatkan penglihatan dari Allah. Di tengah penglihatannya, Allah berbicara kepada Yesaya, “Siapa yang akan Kuutus?” Menariknya, Yesaya dengan sigap menjawab Tuhan, “Ini aku, utuslah aku!” Yesaya tidak ragu untuk menerima panggilan Tuhan, bahkan tidak perlu diulang hingga berkali-kali. Ia yakin pada panggilan Tuhan dan melakukan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Yesaya sangat siap pergi untuk pekerjaan Tuhan. Walaupun ia tahu kondisi sulit yang terjadi di tengah bangsa Israel, tetapi tidak membuatnya gentar menjawab panggilan Allah. Yesaya tahu bahwa jika Allah telah memanggilnya maka Dia juga akan menolongnya.
Bukan hanya Yesaya yang mendapat panggilan dan pengutusan. Tuhan juga memanggil dan ingin mengutus setiap kita yang membaca renungan ini. Mungkin setiap kita akan mendapatkan panggilan yang berbeda-beda. Namun yang pasti, Tuhan Yesus rindu mengutus kita untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang yang belum mendengar kabar keselamatan-Nya. Yuk kita bersiap pergi diutus oleh Tuhan. Siap sedialah memberitakan Injil keselamatan. Jangan takut karena Allah pasti akan menolong kita.
Refleksi Diri:
Apakah panggilan Allah dalam hidup Anda terlihat dengan jelas? Jika belum, doakan agar Tuhan semakin memperjelas panggilan hidup Anda.
Apakah Anda siap diutus mewujudkan panggilan Tuhan yang sudah jelas? Bagaimana Anda akan menunaikan panggilan tersebut?
Share:

Siapa Yang Anda Andalkan dalam Hidup Ini?

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” Yeremia 17:7

Jika Anda menginginkan berkat Tuhan dicurahkan dalam hubungan Anda dengan orang yang Anda kasihi, diberkati dalam pekerjaan dan karir, dalam study, dalam keuangan dan kesehatan, maka Anda harus dengan rendah hati mengadalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan Anda dan tidak bersandar pada kemampuan diri sendiri 
Tetapi, bagaimana cara kita melakukannya? Bagaimana caranya kita tahu bahwa kita sudah benar-benar mengandalkan Tuhan dalam hidup kita?
Berikut 5 cara untuk mengandalkan Tuhan sekaligus merupakan cara praktis dalam menilai diri kita sendiri tentang mengandalkan Tuhan pada masing-masing aspek tersebut:
Pertama:mengandalkan Hikmat Tuhan
Apakah kita secara terus menerus berbicara tentang Tuhan dan membaca Alkitab setiap hari? Jika tidak, ini artinya kita lebih mengandalkan kepintaran kita sendiri dibanding hikmat Tuhan. Kita harus mengutamakan Dia dalam setiap keputusan yang kita ambil.

Kedua: Mengandalkan Kekuatan & Kuasa Tuhan
Apakah kita berjalan dalam kekuatan dan kuasaNya setiap hari? Apakah orang lain melihat kuasa dan kekuatan Tuhan terpancar dari hidup kita?
Ketiga ; Mengandalkan Waktu Tuhan
Seberapa sabar atau tidak sabar diri kita dalam menanti sesuatu? Apakah kita cenderung melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kemauan dan kehendak kita; ataukah kita dengan sabar menanti sesuai dengan waktuNya Tuhan?
Ke empat; mengadalkan Penyertaan Tuhan
Ketika seseorang di sosial media mengatakan hal yang jahat tentang kita, apakah kita langsung membalasnya? Ketika seseorang mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai diri kita, apakah kita berbalik dan membalas apa yang ia lakukan?
Ke lima; Mengandalkan Perlindungan Tuhan
Di manakah sumber rasa aman kita? Apakah kita selalu merasa kuatir dan takut karena selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup? Atau, kita mengandalkan Tuhan dalam memenuhi seluruh kebutuhan kita, baik kebutuhan fisik, emosi dan rohani kita?
Bagaimana keadaan bapak ibu saudara pada tiap-tiap aspek tersebut? Dalam bidang mana BPK ibu saudara merasakan tekanan terberat sehingga membuat ...idak dapat mengandalkan Tuhan? Mari kita ambil waktu untuk mengakui kekurangan dan kelemahan kita di hadapan Tuhan. Minta agar Tuhan membantu bapak ibu saudara sehingga saudara dapat percaya dan berserah sepenuhnya kepadaNya dalam setiap aspek kehidupan Anda sambil terus belajar untuk mengandalkan hikmat, kuasa dan kekuatan, waktu, penyertaan serta perlindunganNya dalam hidup Anda.
“Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya” Mazmur 146:5
Share:

Persiapan Ibadah

Pengkhotbah 4:17-5:1-2
Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
- Pengkhotbah 4:17

Ibadah adalah sebuah pertemuan dengan Allah. Bayangkan jika kita dijadwalkan bertemu dengan presiden di kediamannya, tentunya kita akan serius mempersiapkan diri. Begitu juga ketika akan bertemu Allah di bait-Nya, kita tentu perlu lebih lagi mempersiapkan diri.
Di dalam ayat emas di atas, Pengkhotbah memperingatkan pendengarnya untuk menjaga langkah mereka ketika berjalan ke rumah Allah. Di dalam literatur hikmat, hidup seseorang sering diilustrasikan sebagai sebuah jalan dan langkah orang tersebut melambangkan tingkah lakunya. Langkah seseorang bisa menyesatkan (Ams. 5:5) atau membawa kepada kebenaran (Ayb. 23:11). Jadi, manusia perlu menjaga langkah mereka untuk tetap hidup dalam kebenaran Allah.
Pengkhotbah hendak memperingatkan pendengarnya bahwa orang yang sedang berjalan ke bait Allah jangan serta-merta merasa diri telah melakukan hal yang benar. Bisa saja ketika seseorang sedang melangkah ke bait Allah, ia malah sedang melakukan kejahatan di mata Allah. Pengkhotbah merujuk kepada mereka yang datang ke bait Allah dengan tidak berfokus kepada Allah, melakukannya hanya karena tradisi, tekanan dari orang lain atau kebiasaan. Ini terjadi karena mereka tidak mempersiapkan diri dengan benar sebelum datang bertemu Allah. Mereka tidak mempersiapkan hati terlebih dahulu. Pikiran mereka masih berfokus kepada diri mereka, bukan kepada Allah. Ketika datang beribadah, mereka memiliki motivasi dan maksud yang salah. Ibadah dilihat sebagai suatu pertunjukan yang dilihat orang atau alat untuk memenuhi kepuasan pribadi. Celakanya, orang-orang tersebut bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang melakukan dosa (ay. 17b).
Bagaimana dengan kita saat hendak datang beribadah ke gereja? Apakah kita sudah mempersiapkan hati sebelum datang beribadah, memfokuskan diri hanya untuk menyembah dan memuji Tuhan, serta mendengarkan firman yang Tuhan mau sampaikan kepada kita? Mungkinkah kita termasuk ke dalam orang-orang yang berbuat jahat (dosa) seperti yang dimaksudkan oleh Sang Pengkhotbah? Saya berharap kita tidak termasuk ke golongan orang-orang tersebut. Mari datang beribadah dengan penuh persiapan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda yakin bahwa Anda telah datang beribadah dengan motivasi dan tujuan yang benar di hadapan Allah?
Bagaimana Anda dapat mempersiapkan hati Anda untuk fokus kepada Allah di dalam ibadah?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.