Januari 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Bapamu yang di sorga.

[Matius 6:26]

Umat Allah adalah sekaligus juga anak-anak-Nya, mereka merupakan keturunan-Nya berdasarkan penciptaan, dan mereka merupakan anak-anak-Nya berdasarkan adopsi dalam Kristus. Oleh karena itu mereka memiliki hak istimewa untuk memanggil-Nya, "Bapa kami yang di sorga." [Matius 6:9] Bapa! Oh, alangkah berharganya kata itu. Di sini ada otoritas: "Jika Aku adalah Bapa, mana kehormatan-Ku?" Jika kalian adalah anak-anak-Nya, mana ketaatan kalian? Di sini ada kasih sayang yang bercampur dengan otoritas; otoritas yang tidak memicu pemberontakan; yaitu ketaatan yang dituntut dan ditaati dengan riang—yang tidak akan dilanggar walaupun dapat dilanggar. Ketaatan yang anak-anak Allah persembahkan haruslah ketaatan berdasarkan kasih. Janganlah melayani Allah sebagai budak yang berjerih payah menurut perintah atasannya, tetapi ikutilah perintah-Nya karena itu merupakan jalan Bapamu. Serahkan tubuhmu sebagai alat kebenaran, karena kebenaran merupakan kehendak Bapamu, dan kehendak Dia harus merupakan kehendak anak-Nya. Bapa!—Inilah atribut rajawi yang begitu manis terselubung oleh kasih, yang mana wajah Sang Raja membuat mahkota-Nya tidak lagi kentara, dan tongkat-Nya bukan lagi tongkat besi, tetapi tongkat perak belas kasih—tongkat itu seakan terlupakan di genggaman tangan-Nya yang lemah lembut. Bapa!—Inilah hormat dan kasih. Betapa besar kasih Bapa kepada anak-anak-Nya! Hati dan tangan Bapalah yang harus melakukan bagi anak-anak-Nya hal yang tidak mungkin dilaksanakan sebuah persahabatan belaka ataupun diusahakan sekedar kebaikan hati. Mereka adalah keturunan-Nya, Ia harus memberkati mereka; mereka adalah anak-anak-Nya, Ia harus menyatakan kekuatan-Nya membela mereka. Jika bapa duniawi saja dengan kasih mengawasi anak-anak dan merawat mereka tidak henti-hentinya, apalagi Bapa surgawi kita. Abba, Bapa! Dia yang bisa mengucapkan ini berarti telah menyanyi dengan lebih baik daripada musik terbaik dari kerubim atau serafim. Ada surga pada kedalaman kata ini—Bapa! Inilah seluruh permintaanku; seluruh permohonan akan kebutuhanku; seluruh keinginan dan harapanku. Aku memiliki semua dan segala sesuatu sampai seluruh kekekalan saat aku dapat berkata, "Bapa."
Share:

From Hero To Zero

1 Samuel 19:18-24

Ia pun menanggalkan pakaiannya, dan ia pun juga kepenuhan di depan Samuel. Ia rebah terhantar dengan telanjang sehari-harian dan semalam-malaman itu. Itulah sebabnya orang berkata: “Apakah juga Saul termasuk golongan nabi?”
- 1 Samuel 19:24

From zero to hero adalah ungkapan yang menggambarkan seseorang yang tadinya bukan siapa-siapa atau gagal, berubah menjadi sukses. Seperti itulah kehidupan Raja Saul. Tadinya ia bukan siapa-siapa, tiba-tiba diangkat menjadi raja. Tadinya ia tak dikenal, tiba-tiba menjadi bintang pujaan. Sayangnya, Saul tidak bisa mempertahankan kehormatan dirinya. Ia gagal mengatasi kelemahan dirinya. Ia haus pujian. Ia cepat marah, dengki, dan iri hati melihat kesuksesan orang lain. Seumur hidupnya, Saul tidak pernah selesai dengan dirinya. Di usia yang semakin menua, Saul berubah dari hero menjadi zero.

Bagian 1 Samuel 19 memang berfokus pada Saul. Yang menarik dari pasal ini adalah kisah tentang Saul dipenuhi Roh Allah (ay. 23-24). Ini bukan pengalaman pertamanya. Sesaat setelah diangkat menjadi raja, ia pernah mengalami hal serupa (1Sam. 10:10). Apakah ini pengalaman yang sama atau berbeda? Mirip tetapi berbeda. Berbeda dalam tujuannya. Dalam 1 Samuel 10:10, Roh Allah memenuhi Saul untuk meneguhkan posisinya sebagai raja. Roh memberinya kekuatan untuk menjalankan tugasnya sebagai raja, khususnya meraih kemenangan dalam perang. Sebaliknya, dalam 1 Samuel 19, tujuannya justru berkebalikan. “… Ia rebah terhantar dengan telanjang sehari-harian dan semalam-malaman itu.” Roh membuat Saul tak berdaya dan menanggalkan jubah kebesarannya, jubah raja. Ini ironi. Seorang raja menanggalkan jubah kebesarannya dan telanjang semalaman, menyiratkan bahwa Allah telah mencopotnya dari kedudukan sebagai raja. Hal ini terjadi karena Saul tidak menjalin relasi yang sejati dengan Allah.

Sah-sah saja jika Anda ingin menjadi hero dalam hidup ini. Akan tetapi, pertanyaan yang sangat penting adalah hero dalam definisi apa dan dari pandangan siapa? Bagaimana Anda meraihnya? Bagaimana Anda menjalani dan mempertahankannya? Saul gagal hidup sebagai hero karena tidak mengalami apa yang disebut transformasi diri (Rm. 12:1,2). Transformasi diri lebih penting daripada ambisi mengubah nasib dari zero menjadi hero. Cara untuk mengalami transformasi diri adalah dengan menjalin relasi dengan Allah.

Refleksi Diri:

Apakah Anda mengalami transformasi diri sejak percaya dan mengikut Kristus?
Dalam hal apa Anda masih ingin berubah?
"
Share:

Jangan Tertipu “FLEXING”

1 Samuel 16:1-13

Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”
- 1 Samuel 16:7

Ketika Jokowi dicalonkan sebagai presiden Indonesia pada tahun 2014, banyak orang nyinyir. Mereka meragukan kemampuannya karena dianggap “wong deso”. Apalagi penampilan fisiknya biasa-biasa saja, kalah dari saingannya atau presiden pendahulunya. Waktu membuktikan, seseorang yang tadinya dirundung karena penampilan fisiknya ternyata menjadi pemimpin yang baik.
Setelah kegagalan Raja Saul maka Tuhan memerintahkan Nabi Samuel mencari raja baru. Kali ini, Tuhan memerintahkan Samuel mencarinya dari antara anak-anak Isai. Ketika melihat Eliab, Samuel langsung kesengsem. Sosok Eliab mengingatkan Samuel pada sosok Saul yang ganteng dan tinggi. “Ia pasti cocok menggantikan Saul.” Tidak! Kata Tuhan. Demikian pula enam anak lainnya. Tak ada satu pun dari ketujuh anak Isai yang lolos audisi pemilihan raja. Standar penilaian Tuhan memang berbeda sekali dengan standar penilaian manusia. Tuhan menolak penampilan fisik sebagai acuan dalam menilai kelayakan seseorang (ay. 7). Penampilan fisik hanyalah bungkus luar semata. Bungkus luar tidak mencerminkan isi yang sesungguhnya. Orang ganteng atau cantik hanya tampilan luarnya, tetapi isi hatinya tidak ada yang tahu. Bisa saja ia hanya flexing, pamer kecantikan/ketampanan atau kekayaan, tetapi sesungguhnya penuh tipu daya.
Lalu, apa yang Tuhan lihat? Tuhan menilai dan memilih seseorang mengacu pada hatinya. Hati manusia tidak bisa berdusta. Hati manusia mencerminkan diri manusia yang sejati. Ucapan, penampilan, dan perbuatan bisa menipu, tetapi hati tidak. Masalahnya, siapa yang tahu isi hati manusia? Itu tersembunyi. Karena itu, agar tidak terjebak dusta atau flexing orang lain, mintalah Tuhan memberi kita hikmat. Mintalah Tuhan mengungkapkan kebenaran yang sebenar-benarnya. Tuhan Yesus bisa memberi hikmat dengan berbagai cara. Misalnya, Anda bisa meneliti latar belakangnya. Anda bisa mencari informasi dari orang-orang terdekat atau meminta pendapat dari orang lain yang objektif.
Tuhan Yesus memberi akal budi dan perasaan untuk kita gunakan sebaik-baiknya. Jangan hanya karena “saya suka” dia, tiba-tiba semuanya tampak sempurna dan kita tertipu flexing.

Refleksi Diri:
Apa hal yang seringkali menjadi dasar Anda dalam menilai seseorang?
Bagaimana cara Anda menilai seseorang dengan lebih objektif? Apakah Anda sudah memintakan hikmat kepada Tuhan dalam hal tersebut?
"
Share:

Disertai Atau Ditinggalkan Tuhan?

1 Samuel 18:5-16

Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai dia.
- 1 Samuel 18:14

Sirik tanda tak mampu. Pepatah ini sangat populer sekian puluh tahun silam. Sirik yang dimaksud adalah iri hati atau dengki. Ini pas sekali dengan yang dialami Raja Saul. Ia sirik kepada Daud yang lebih muda dan lebih berprestasi. Alasan paling utama adalah karena Daud disertai Tuhan sedangkan Saul tidak, malahan Roh Tuhan sudah undur darinya.
Perikop 1 Samuel 18 mencatat kunci keberhasilan hidup Daud, yaitu Tuhan menyertainya (ay. 12, 14, 28). Kebalikannya, dikatakan Roh Tuhan meninggalkan Saul (ay. 12), bahkan hatinya dikuasai roh jahat (ay. 10). Ketika Roh Tuhan meninggalkan seseorang maka roh jahat akan masuk segera ke dalam hatinya dan menguasainya. Tidak ada posisi netral. Yang terjadi pada Saul selanjutnya adalah ia marah ketika sanjungan kepada Daud lebih tinggi daripada kepada dirinya. Ia dengki. Saul takut kepada Daud, dalam arti takut Daud akan merebut kedudukannya. Ia bahkan membuat strategi jahat untuk melenyapkan Daud. Intensitas dosanya bertambah buruk.
Tuhan Yesus mengatakan, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan” (Mat. 12:30). Ayat ini di dalam terjemahan Alkitab versi NLT berbunyi demikian, “Anyone who isn’t with me opposes me, and anyone who isn’t working with me is actually working against me.” Dengan kata lain, Tuhan menyertai orang yang bekerja bersama-Nya dan sebaliknya, orang yang tidak bekerja bersama Tuhan adalah orang yang menentang Tuhan. Kita bisa memperluas makna “mengumpulkan” atau “working with me” sebagai segala aktivitas yang seturut kehendak Tuhan. Jadi, jika kita hidup seturut kehendak Tuhan, Dia pasti menyertai kita (Mzm. 23:4). Di dalam menjalani hidup, kita tidak perlu takut atau parno seperti Saul. Yang harus kita takuti hanyalah satu Pribadi: Tuhan.
Dua keadaan terbentang di hadapan kita: disertai Tuhan atau ditinggalkan Tuhan. Tidak ada pilihan ketiga. Jika kita ingin menjadi orang yang disertai Tuhan maka berjalanlah di jalan Tuhan. Ikutilah jalan ke mana Tuhan melangkah. Percayalah, jalan Tuhan adalah jalan terbaik. Jalan menuju kehidupan.

Refleksi Diri:
Apa hal-hal yang membuat kita pasti disertai Tuhan?
Apa pula hal-hal yang membuat kita ditinggalkan Tuhan?
Share:

Andalkan Tuhan Ya, Kreatif Juga Ya!

1 Samuel 17:38-50

Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.
- Pengkhotbah 7:19

Mengandalkan Tuhan dan menggunakan akal budi. Itulah strategi Daud mengalahkan Goliat. Di satu sisi, ia maju membawa nama Tuhan. Di sisi lain, ia maju dengan strategi yang tepat untuk menang. Daud mengandalkan Allah, tetapi sekaligus menggunakan akal cerdasnya.

Mari kita dalami. Pertama, Daud menolak pertempuran jarak dekat. Secara fisik, ia kalah besar, kalah kuat, dan kalah jangkauan tangan. Ibarat Mike Tyson melawan Manny Pacquiao. Beda kelas. Itu juga sebabnya Daud tidak mau memakai baju zirah yang beratnya minta ampun. Ia tidak akan bisa bergerak lincah.

Kedua, Daud tahu kelemahan Goliat. Goliat berkata, “Hadapilah aku” (ay. 44 terjemahan versi NIV: come to me). Mengapa ia meminta Daud datang kepadanya? Jangan-jangan Goliat tidak bisa melihat dengan jelas di mana Daud sampai jaraknya sudah dekat. “Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat? (ay. 43, terjemahan versi NIV: kata “tongkat” berbentuk jamak bukan tunggal). Mengapa Goliat melihat Daud membawa lebih dari satu tongkat? Ilmu medis modern mengatakan bahwa Goliat sebenarnya menderita penyakit yang disebut acromegaly, yaitu kelainan hormon akibat tumor di otak yang menyebabkan badannya tumbuh besar. Kelainan ini menyebabkan gangguan penglihatan. Ternyata, Goliat rabun. Daud tahu, strategi paling tepat adalah pertarungan jarak jauh, yaitu menggunakan umban. Cerdas! Di tangan seorang ahli, umban adalah senjata mematikan. Batu yang dilontarkan dapat bergerak pada kecepatan 34 meter/detik dan bisa menghancurkan tengkorak kepala. Daud jagonya memainkan umban.

Kisah ini mengajari kita tentang cara mengatasi masalah. Seperti Daud, Anda harus mengandalkan kekuatan dan pertolongan Tuhan. Itu keniscayaan. Akan tetapi, mengandalkan Tuhan tidak berarti rebah-rebahan saja dan tidak berbuat apa-apa. Anda harus menggunakan akal budi dan kecerdasan untuk menghadapi masalah atau musuh Anda. Mintakan hikmat dari Tuhan Yesus untuk menemukan cara yang tepat. Allah akan membekali Anda dengan akal budi dan kreativitas untuk menemukan solusi dan kemenangan. Kalau kekurangan hikmat, mintalah kepada Tuhan (Yak. 1:5).

Refleksi Diri:

Apa makna ungkapan: Ora et Labora (berdoa dan bekerja) bagi Anda?
Apakah Anda setuju dengan pernyataan: Berserah kepada Yesus tidak berarti berdiam diri, tanpa berusaha apa-apa? Mengapa?
"
Share:

Goliat Itu Masalah Kecil

1 Samuel 17:31-47

Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu.
- 1 Samuel 17:45

Kisah Daud dan Goliat sangat populer. Paling sering diceritakan di kelas-kelas sekolah Minggu. Ceritanya memang keren. Dalam renungan ini, saya ingin mengajak Anda memfokuskan diri pada dua tokoh. Bukan Daud dan Goliat, melainkan Saul dan Daud dalam hal bagaimana mereka memandang masalah dan cara menghadapinya.

Pertama, perspektif terhadap masalah. Saul memandang masalah dari perspektif aku—masalahku. Aku dan masalahku berhadapan langsung. Masalah dilihat apa adanya. Besar-kecilnya masalah sepenuhnya menjadi masalahku. Aku harus menghadapi sendirian masalahku. Tak heran Saul merasa ketakutan. Baginya, masa depan gelap, tak ada jalan keluar, dan nasib buruk tak terhindarkan. Berbeda dengan Daud, perspektifnya adalah aku—Allah—masalahku. “Aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam.” Antara aku dan masalahku ada Allah. Dalam kacamata Daud, masalah itu bukan apa adanya, tetapi siapa yang ada bersamanya menghadapi masalah. Ada Pribadi lain yang terlibat dalam masalah yang dihadapinya. Bagaimana cara Anda memandang suatu masalah? Seperti Saul atau Daud?

Kedua, perspektif tentang kekuatan. Bagi Saul, kehebatan seseorang ada pada kekuatan fisik, penampilan, “bungkus luar”. Ia memandang Goliat sebagai sosok monster yang menakutkan, tak terkalahkan, prajurit kawakan. Tak heran ia meragukan Daud, seorang bocah dan gembala yang sehari-harinya memegang tongkat. Memegang pedang pun mungkin ia tidak pernah apalagi berduel dengan prajurit kawakan. Bagi Saul, kekuatan atau kuasa itu identik dengan kekuatan atau kuasa lahiriah. Bagi Daud, kekuatan sejati tidak terletak pada kekuatan fisik, tetapi pada Allah. Meskipun secara fisik Daud tidak sebesar atau sekuat Goliat, ia tidak kehilangan kepercayaan diri sebab Daud percaya Tuhan yang menyertainya. Pada masa lampau Tuhan telah menyertai, pasti Dia akan menyertainya juga pada masa kini dan yang akan datang (ay. 37). Immanuel! Allah beserta kita.

Dari Daud, kita belajar tentang bagaimana menghadapi masalah dengan perspektif yang benar dan mengandalkan kekuatan dan penyertaan Tuhan. Tiada masalah yang tidak bisa diselesaikan, asalkan kita mengandalkan Tuhan Yesus, Dia pasti akan menyertai.

Refleksi Diri:

Bagaimana perspektif dan cara Anda menghadapi masalah selama ini?
Apa hal yang Anda pelajari dari perbedaan sikap Saul dan Daud dalam menghadapi masalah?
"
Share:

Beriman Dengan Akal Sehat

1 Samuel 14:24-30

Ketika orang-orang Israel terdesak pada hari itu, Saul menyuruh rakyat mengucapkan kutuk, katanya: “Terkutuklah orang yang memakan sesuatu sebelum matahari terbenam dan sebelum aku membalas dendam terhadap musuhku.” Sebab itu tidak ada seorang pun dari rakyat yang memakan sesuatu.
- 1 Samuel 14:24

Beriman dengan akal sehat, seharusnya ini berlaku bagi semua orang beragama. Agama atau iman dan akal sehat tidak berhadap-hadapan, melainkan berdampingan. Orang yang beriman tidak semestinya menghilangkan atau menolak akal sehat.
Raja Saul rupanya belum sampai pada tahap ini. Ia masih menjalankan kehidupan agama atau iman dengan emosi semata. Ketika pasukannya berada dalam posisi terpojok dalam peperangan melawan Filistin, sekonyong-konyong ia membuat sumpah tanpa berpikir panjang. Terjemahan Alkitab Inggris versi NLT memberi judul perikop bacaan: Sumpah Konyol Saul. Dalam peperangan, prajurit butuh stamina yang kuat. Untuk itu, mereka butuh makan-minum. Namun, Saul malah membuat sumpah mengutuk orang yang makan (ay. 24).
Ia berpikir kalau mereka berpuasa akan membuat Allah berbelas kasihan. Berpuasa adalah disiplin rohani yang baik, kalau dijalankan pada saat dan untuk tujuan yang tepat. Keputusan Saul dilandasi motif berbau kepentingan pribadi, “… sebelum aku membalas dendam terhadap musuhku.” Ia bersumpah atas nama Tuhan dan meminta pertolongan Tuhan bukan untuk kepentingan atau kemuliaan-Nya, melainkan motif balas dendam pribadi. Saul adalahtipe orang yang beragama minus akal sehat.
Dalam pengalaman pelayanan, saya pernah menghadapi orang yang berpindah mengikuti ajaran yang menyimpang bahkan sesat, hanya karena tertarik dengan pendeta dan pengajar yang pandai mengolah kata atau mendemonstrasikan mukjizat. Mengapa mereka “nurut” saja? Di mana akal sehat? Kadang kebohongan itu begitu jelas, tetapi tetap saja orang ini tidak mau mengerti atau sadar. Inilah yang disebut beriman fanatik atau fanatisme beragama. Iman yang semata-mata dilandasi emosi dan semangat membabi-buta tanpa menggunakan akal sehat. Ia “nurut” saja apa kata pemimpinnya tanpa mengerti apa yang dipercayai dan dilakukan.
Belajar dari Saul, jangan beriman secara emosional. Gunakanlah akal sehat. Akal sehat bukan musuh iman. Akal sehat adalah karunia Tuhan. Orang beriman menggunakan akal sehat untuk memperdalam imannya. Ayo, berimanlah dengan akal sehat.

Refleksi Diri:
Apakah hubungan antara akal budi dengan iman menurut pendapat Anda?
Bagaimana Anda menjadi orang Kristen yang beriman dan berakal budi?
Share:

Yang Penting Manfaatnya?

1 Samuel 13:1-14

maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan TUHAN; sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran.”
- 1 Samuel 13:12

Saya yakin Anda pasti kenal Robin Hood. Robin Hood dianggap maling yang baik bahkan pahlawan karena berjuang melawan kaum bangsawan yang menindas rakyat. Pola pikir Robin Hood sederhana saja, yaitu apa yang benar harus bermanfaat nyata. Inilah yang disebut pragmatisme. Pragmatisme menganggap bahwa kebenaran bukan hanya di pikiran dan ucapan, tetapi dapat diwujudkan dan mendatangkan manfaat yang nyata atau langsung dirasakan. Seorang pragmatis akan menangani masalah dengan berfokus pada pendekatan dan solusi praktis. Bagi Robin Hood, mencuri dari orang kaya dan membagikannya kepada orang miskin adalah solusi praktis atas persoalan ketidakadilan. Dia tidak mau ambil pusing apakah itu benar secara moral atau tidak.
Raja Saul adalah seorang pragmatis. Saat itu, ia memang menghadapi situasi kritis. Tentaranya terkepung dan ketakutan. Nabi Samuel yang berjanji menemuinya tak datang-datang juga setelah ditunggu selama tujuh hari. Cukup lama. Ia harus mengambil keputusan sebelum keadaan semakin gawat. Ia tahu solusinya, yaitu memberi korban persembahan kepada Tuhan dengan maksud meminta perlindungan dan penyertaan Tuhan dalam peperangan tersebut. Niat yang baik, bukan? Lagipula, persembahannya diberikan kepada Tuhan Allah, bukan kepada berhala. Dari segi pragmatisme, tidak ada yang salah.
Tanggapan Samuel singkat dan jelas, seolah ia berkata, “Engkau bodoh dan tidak taat, Saul!” Ketaatan adalah prinsip dasar dalam hubungan dengan Tuhan yang tidak bisa diubah. Jawaban Saul tidak menunjukkan kerendahan hati. Tertulis “sebab itu aku memberanikan diri…” Dalam terjemahan bahasa Inggris NIV menggunakan kalimat: So I felt compelled (aku merasa wajib atau mewajibkan diri). Saul merasa dirinya wajib memberi korban persembahan. Dengan kata lain, Saul berpikir bahwa ia juga bisa berperan menggantikan Samuel dalam keadaan darurat. Siapa yang mewajibkannya? Siapa yang memberinya hak tersebut?
Atas alasan keuntungan dan manfaat praktis, orang bisa menjadi pragmatis dan melakukan apa saja. Dengan mudah mereka mengatakan, “Udah, jangan terlalu idealis. Kita masih hidup di bumi. Realistislah!” Apakah alasan manfaat bisa mengesahkan segala cara sehingga yang salah pun dibenarkan?

Refleksi Diri:
Apakah Anda setuju atau tidak dengan perbuatan Robin Hood? Mengapa?
Apa yang seharusnya menjadi pedoman orang Kristen dalam menilai suatu perbuatan?
Share:

Tidak Balas Dendam

1 Samuel 11:1-15

Tetapi kata Saul: “Pada hari ini seorangpun tidak boleh dibunuh, sebab pada hari ini TUHAN telah mewujudkan keselamatan kepada Israel.”

-1 Samuel 11:13

Jadi Saul tidak mudah. Sangat sulit. Bagaimana tidak, ia menghadapi musuh dari dalam dan luar. Dari dalam dirinya sendiri, musuhnya adalah keminderan. Dari luar, musuhnya adalah bangsa Filistin, bangsa asing lain, dan bangsanya sendiri. Mereka meragukan kesanggupannya menjadi raja meskipun penampilan fisiknya lebih dari memadai. 

Ujian terhadap kepemimpinan Saul terdapat pada pasal ini.

Adalah orang Amon yang mencari gara-gara. Mereka mengepung dan mengultimatum Yabesh-Gilead agar menyerah. Tadinya penduduk kota itu mau menyerah saja (ay. 1b), tetapi ketika mendengar syarat yang diajukan benar-benar “kelewatan”, yaitu mata kanan mereka harus dicungkil (ay. 2), mereka pun mengadu kepada para tetua Israel (ay. 4). Keluhan itu sampai kepada Saul dan ia pun menyiapkan pasukan melawan Amon. 

Singkat cerita, Israel menang. Kemenangan tersebut mengukuhkan posisi Saul sebagai raja. 

Tidak ada lagi yang meragukan kredibilitasnya sebagai raja. Namun, kisah tidak selesai di situ. 

Ada pihak yang tiba-tiba tampil sebagai pembela Saul, mau cari muka (ay. 12). Dalam suasana sukacita setelah menang perang, mereka justru “mengompori” Saul, ingin membunuh orang-orang yang meremehkan Saul. Respons Saul sangat bijaksana sebagaimana tercantum pada ayat emas di atas. 

Saul mengajari kita untuk tidak membalas yang jahat dengan yang jahat meskipun ada kesempatan. Mungkin Anda pernah direndahkan, diremehkan, dilecehkan. Anda merasa sangat terluka. Akan tetapi, kepahitan masa lalu biarlah berlalu. Janganlah mencari kesempatan untuk membalas dendam. Jangan berpikir demikian, sekarang saya berhasil, saya menang. Sekarang saatnya saya balas dendam kepada orang-orang yang menghina saya. 

Sebaliknya, fokuslah pada kebaikan Tuhan yang telah dialami sebagaimana dikatakan dan dilakukan Saul, “TUHAN telah mewujudkan keselamatan kepada Israel.” Kalau Tuhan sudah mewujudkan yang baik atas kita, masakan kita ingin mewujudkan kembali kepahitan masa lalu? Sikap Saul sejalan dengan ungkapan Jawa: menang tanpa ngasorake, artinya jika kita sudah mencapai keberhasilan atau kemenangan, janganlah kita merendahkan orang lain yang kalah.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah disakiti orang lain? Apakah doa Anda bagi mereka?
Bagaimana seharusnya sikap Anda kepada orang yang menyakiti Anda, mengetahui bahwa Tuhan sudah berbuat baik terlebih dahulu kepada Anda?
Share:

Kadang Perlu Pura-pura Tuli

1 Samuel 10:17-27

Tetapi orang-orang dursila berkata: “Masakan orang ini dapat menyelamatkan kita!” Mereka menghina dia dan tidak membawa persembahan kepadanya. Tetapi ia pura-pura tuli. 

- 1 Samuel 10:27

Cuek. Kata ini sering dipakai untuk menggambarkan sikap masa bodoh. Sikap masa bodoh kadang-kadang diperlukan dalam menjalani hidup, terutama ketika menghadapi orang nyinyir.

Rupanya Saul juga bisa cuek. Seperti saya sebutkan dalam renungan sebelumnya, Saul minder padahal potensinya besar. Bahkan ketika sudah diurapi sebagai raja pun, ia masih menyembunyikan fakta tersebut bahkan menyembunyikan diri (1Sam. 10:16, 22). Badannya tinggi, tetapi kepercayaan dirinya rendah. Persoalan minder inilah yang kelak menghambat kehidupannya di masa yang akan datang.

Orang minder sensitif perasaannya. Tak mudah terima pendapat orang lain tentang dirinya. Ia cepat naik darah ketika dikritik. Ya, bagaimana mau terima kritikan orang lain kalau menerima diri sendiri pun tidak sanggup. Kritikan ibarat mengorek luka yang tidak pernah sembuh. Lukanya masih basah, dikorek-korek lagi. Akan tetapi, pada ayat emas di atas, kita menemukan sikap Saul yang berbeda. Terjemahan baru LAI memakai istilah “pura-pura tuli”. Dalam bahasa aslinya, kata yang digunakan berarti diam diri, tidak membuka mulut, masa bodoh. Rupanya Saul bisa juga cuek padahal ia dihina dan diremehkan.

Pura-pura tuli berarti tidak tuli. Hanya berpura-pura. Tetap mendengar, tetapi bersikap tenang, tidak cepat berespons, hanya mendengarkan saja. Tidak semua isu tentang kita perlu ditanggapi. Ada yang cukup didengarkan saja karena tidak semua itu benar. Seperti pepatah, emas tetap emas, meskipun dibuang ke dalam got. Jika Anda emas, mau disebut besi rongsok pun oleh orang sekampung tidak akan mengubah Anda jadi besi rongsok.

Apa kunci untuk bisa pura-pura tuli? Jawabannya ada pada 1 Samuel 10:6, “Maka Roh TUHAN akan berkuasa atasmu; engkau akan kepenuhan bersama-sama dengan mereka dan berubah menjadi manusia lain.” Perhatikan: “Roh TUHAN” berkuasa atas Saul. Ketika Roh Tuhan atau Roh Kudus memenuhi hati seseorang maka perubahan akan terjadi. Isi hati, sikap, dan perbuatan akan berubah. Jadi, bagaimana respons terhadap orang-orang yang mengata-ngatai kita? Pura-pura tuli dan berdoalah agar Roh Kudus menguasai hati dan pikiran kita.

Refleksi Diri:

Apakah Anda merasa mudah “terpancing” oleh perkataan orang? Mengapa?
Apakah Anda sudah meminta Roh kudus menolong Anda untuk bersikap pura-pura tuli dalam menghadapi perkataan negatif orang lain?
Share:

Tugu Peringatan Virtual

1 Samuel 7:1-17

Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”
- 1 Samuel 7:12

Bangsa Israel kuno sering membuat tugu peringatan. Anda bisa menemukan dalam Alkitab beberapa peristiwa penting yang dibuatkan tugu peringatannya. Dalam peristiwa Israel menang perang melawan Filistin, Samuel membuat tugu yang dinamai Eben-Haezer. Eben artinya batu. Ezer artinya penolong. Samuel ingin bangsanya selalu mengingat Tuhan sebagai Penolong mereka dalam kesesakan. Bahwa kemenangan mereka dalam perang bukan karena kesanggupan atau kehebatan mereka, tetapi karena pertolongan Tuhan semata. Selain mengingatkan untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, tugu juga berfungsi untuk mengingatkan mereka agar setia beribadah dan menyembah Tuhan.
Zaman sekarang kita jarang membuat tugu peringatan lagi. Boleh-boleh saja kalau Anda ingin melakukannya. Saya pernah mengunjungi rumah jemaat yang memajang alat penggiling terbuat dari batu di ruang tamunya yang mewah. Ia mengatakan alat tersebut digunakan mamanya mencari nafkah dengan menggiling kacang kedelai menjadi susu. Memajang ikon/ benda tertentu bisa menolong kita untuk mengingat jasa orangtua dan kebaikan Tuhan.
Berkaitan dengan tugu peringatan, saya ingin mengajak Anda merenung, mengapa ada orang yang susah sekali mengingat apalagi memeringati keba-ikan Tuhan? Kalau bertemu dengannya, selalu yang keluar keluhan. Ada lagi orang yang di depan kita mengucap syukur, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya penuh ketamakan, iri hati, dan kecemasan. Yang lain mengatakan, “Hidup saya susah.” Ya, hidup di dunia ini memang susah. Sesenang-senangnya hidup seseorang, pasti ada susahnya juga. Sebaliknya, sesusah-susahnya hidup seseorang, pasti ada senangnya juga. Jadi, jangan tunggu segalanya menjadi baik baru mengucap syukur.
Temukan, ya, coba temukan hal-hal yang bisa membuat Anda bersyukur. Mungkin hal “sepele” seperti bisa makan es krim yang enak. Semakin sering Anda mengingat hal-hal tersebut, semakin Anda bahagia. Anda mungkin tidak membangun tugu seperti Samuel, tetapi Anda bisa membangun tugu peringatan “virtual” di dalam pikiran Anda untuk memeringati kebaikan-kebaikan Tuhan Yesus di dalam hidup Anda. Salam Eben-Haezer!

Refleksi Diri:
Apa kebaikan-kebaikan Tuhan di masa lalu yang bisa Anda ingat dan syukuri?
Bagaimana Anda akan menyatakan syukur sebagai ucapan terima kasih Anda kepada Tuhan Yesus atas kebaikan-kebaikan-Nya?
Share:

Jimat Membawa Kiamat

1 Samuel 4:1-11

Ketika tentara itu kembali ke perkemahan, berkatalah para tua-tua Israel: “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita.”
- 1 Samuel 4:3

Kepercayaan takhayul ada dalam setiap suku dan budaya. Banyak sekali. Di kalangan orang Tionghoa misalnya, ada kepercayaan angka tertentu membawa hoki (keberuntungan) dan kesialan. Angka 8 dan 9 dianggap angka keberuntungan. Sebaliknya, angka 4 dianggap membawa kesialan.

Orang Israel juga percaya hal-hal takhayul. Ketika kalah perang, mereka mengeluarkan senjata “pamungkas”, yaitu tabut perjanjian Tuhan. Mereka berpikir tabut perjanjian akan membawa kemenangan. Orang Filistin pun percaya hal itu sehingga mereka juga ketakutan. Faktanya, Israel tetap kalah perang, bahkan tabut perjanjian berhasil direbut orang Filistin. Kedua anak imam Eli yang ikut mengawal tabut perjanjian juga ikut tewas. Sudah kalah perang, tabut direbut, para imam pun tewas. Kekalahan total!

Mengapa bisa kalah padahal sudah membawa tabut? Bukankah tabut perjanjian identik dengan kehadiran Allah? Di sinilah masalahnya. Memang benar, Allah menyatakan bahwa tabut perjanjian adalah simbol kehadiran-Nya. Akan tetapi, ada faktor lain yang lebih penting, yaitu sikap hati manusia. Orang Israel sebenarnya tidak percaya kepada Allah, tetapi pada tabut. Mereka percaya takhayul dan menjadikan tabut sebagai jimat. Tak penting bagi mereka Allah hadir atau tidak, yang penting tabut-Nya hadir. Selain itu, orang Israel hidup dalam dosa. Para imam saja, yaitu kedua anak imam anak Eli, berkanjang dalam dosa. Bagaimana Allah mau menyertai umat yang berdosa dan tidak bertobat?

Seperti orang Israel yang menggotong tabut perjanjian sebagai jimat, demikian pula ada orang-orang Kristen memakai perhiasan atau aksesoris tertentu dengan tujuan “menarik” berkat Tuhan. Sejatinya, sumber berkat adalah Tuhan sendiri. Berkat tidak berkaitan dengan kehadiran benda-benda “suci”. Berkat berkaitan dengan kehidupan kita (coram Deo) di hadapan Tuhan. Tuhan menghendaki kita hidup di hadapan-Nya sebagai hamba yang taat dan setia. Jika kita hidup benar, kudus, taat, dan setia di hadapan Tuhan maka Tuhan Yesus tidak akan menahan berkat-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah berpikir bahwa benda-benda tertentu, seperti salib membawa keberuntungan bagi Anda?
Siapa atau apa yang Anda andalkan dalam upaya meraih keberhasilan? Apakah Yesus sudah menjadi andalan Anda?
Share:

Tetaplah Menebarkan Kebaikan

Matius 5:16,”Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”.

Pada zaman Tuhan Yesus orang memakai pelita untuk penerangan. Tuhan yesus sendiripun menggambarkan orang Kristen sebagai terang dunia dan sebagai murid Kristus, kitapun diperintahkan untuk bercahaya.
Orang lain akan melihat terang Tuhan dalam hidup kita lewat perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan. Ada 4 hal dalam berbuat baik yang harus kita perhatikan yaitu:
1. Berbuat baik harus dengan ketulusan
Mazmur 73:1, Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya.
Firman Tuhan memberikan pemahaman kepada kita bahwa berbuat baik harus disertai ketulusan hati. Yakni hati yang dipenuhi rasa kasih tidak hanya kepada sesama, tapi juga diri sendiri, terlebih lagi kepada Tuhan. ketika berbuat baik, kita tidak boleh hitung-hitung untung ruginya dan jangan mengharapkan pujian atau imbalan. Berbuat baiklah dengan ketulusan.
Amsal 11:17a mengatakan, orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri.

2. Berbuat baik kepada semua orang
Amsal 3:27, Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.
Ketika kita berbuat baik, hendaklah kita berbuat baik kepada semua orang. Perkataan Yesus sendiri dalam Injil Lukas 6:33-35 mengajarkan kita, berbuat baik bukan hanya kepada orang yang baik sama kita. Tetapi Tuhan mengajarkan lebih lagi, yaitu mengasihi musuh dan berbuat baiklah kepada musuh-musuh kita, berdoa untuk mereka, tidak membalas jahat dengan jahat.

3. berbuat baiklah selagi ada kesempatan
Galatia 6:10, Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
Kesempatan tidak datang dua kali dalam kita berbuat baik kepada orang lain. oleh sebab itu, selagi ada kesempatan, mari kita berbuat baik. Tidak selamanya kita mempu, kita kuat, sehat untuk hidup menjadi berkat. “selama masih ada’ berarti kesempatan berbuat baik itu adalah anugrah dari Tuhan. Jangan sampai kita melewatkan kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita dan berakhir dengan penyesalan. Jangan sia=siakan kesempatan yang ada untuk berbuat baik.

4. Berbuat baik itu ada balasannya
Galatia 6:9, Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Firman Tuhan mengajar kita agar kita jangan bosan atau jemu-jemu untuk berbuat baik. Karena satu kali waktu perbuatan baik yang kita tabur pasti akan kita tuai. Perbuatan baik apapun yang kita kerjakan dalam Tuhan pasti ada balasannya.
Terkadang, hasil baik dari perbuatan kita tidak langsung terlihat. Namun, Allah menjanjikan bahwa jika kita tidak menyerah, kita akan menuai hasilnya pada waktunya. Oleh karena itu, jangan biarkan kelelahan atau keraguan merampas semangat kita.
Kebaikan dapat membawa harapan, mengubah hidup, dan menyinari kegelapan. Mungkin tindakan kecil kita memiliki dampak besar pada seseorang yang membutuhkan dukungan atau semangat. Seiring waktu, benih kebaikan yang kita tanam akan tumbuh dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Hari ini, saat kita melangkah keluar, mari kita niatkan hati kita untuk terus berbuat baik tanpa mengharapkan penghargaan atau hasil instan. Ingatlah bahwa setiap tindakan kebaikan kita membentuk cerita yang lebih besar, dan Allah melihat hati yang tulus.
Berbuat baik adalah suatu tindakan terpuji yang bukan hanya menyenangkan hati orang lain, tetapi juga menyenangkan hati Tuhan. tanpa kita sadari perbuatan baik yang kita lakukan terhadap orang lain, dapat berbalik menjadi suatu kesempatan yang baik bagi kita. Jangan menahan diri untuk berbuat baik kepada sesama kita. Berbuat baik merupaakan gaya hidup Yesus sendiri.
Lakukanlah kebaikan dimana saja dan kapan saja dengan tidak jemu-jemu, karena suatu hari kelak kita akan menuai perbuatan baik tersebut. Dengan demikian kita sudah menjadi terang dan m
Share:

Tidak Selalu Berkat

1 Samuel 5:1-12

Tangan TUHAN menekan orang-orang Asdod itu dengan berat dan Ia membingungkan mereka: Ia menghajar mereka dengan borok-borok, baik Asdod maupun daerahnya.
 -1 Samuel 5:6

Pada hari peringatan kenaikan Tuhan Yesus, muncul grafiti di salah satu tiang jalan layang/tol di Jakarta, tertulis “Turunkan Nabi Isa”. Rupanya orang yang membuat corat-coret itu tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kenaikan Tuhan Yesus. Tanggapan orang terhadap grafiti itu sangat tepat, “Baru naik, disuruh turun. Apa lu siap (kalau Dia turun lagi)?”

Sama seperti orang Israel, orang Filistin juga percaya takhayul. Itu sebabnya, ketika mereka berhasil merebut tabut perjanjian, mereka berpikir itu kemenangan besar. Mereka berhasil menjadikan Allah Israel sebagai salah satu allah mereka. Oleh sebab itu, mereka menempatkannya di kuil Dagon, kuil ilah mereka. Cara pikirnya sama dengan sebagian orang masa kini: semakin banyak allah semakin baik, semakin banyak berkat. Namun, yang terjadi justru kebalikannya. Mereka mengalami kemalangan. Kehadiran tabut perjanjian (baca: Allah) justru membawa kemalangan atas hidup mereka. Kematian dan sakit-penyakit menimpa. Yang diharapkan membawa berkat justru membawa kutuk.

Boleh-boleh saja berdoa meminta Tuhan datang kepada kita. Namun, apakah kita siap jika Tuhan datang? Apakah kita kedapatan layak menerima Tuhan? Kedatangan Tuhan bisa membawa berkat dan kebalikannya, hukuman. Bagi orang yang hidupnya berkenan kepada Tuhan, Dia datang membawa berkat. Sebaliknya, kutukan bagi orang yang mengharapkan berkat tetapi melawan kehendak-Nya. Itulah yang terjadi pada orang Filistin.

Saya perhatikan, ada beberapa jemaat yang menadahkan tangan ketika pendeta memberikan doa berkat pada akhir kebaktian. Tidak masalah dengan postur tersebut sejauh kita menjadi orang yang layak menerima berkat. Saya tidak bicara tentang syarat kesempurnaan tanpa cacat cela untuk menerima berkat Tuhan. Saya bicara tentang kerinduan kita hidup berkenan di hadapan-Nya. Ini merupakan usaha berkesinambungan kita di dalam pertolongan Roh Kudus untuk semakin menjadi serupa Kristus. Niscaya, Tuhan Yesus akan memberkati kita.

Refleksi Diri:

Bagaimana pandangan Anda selama ini mengenai berkat?
Apa upaya yang Anda lakukan agar hidup Anda berkenan di hadapan Tuhan?
"
Share:

Jimat Membawa Kiamat

1 Samuel 4:1-11

Ketika tentara itu kembali ke perkemahan, berkatalah para tua-tua Israel: “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita.”
- 1 Samuel 4:3

Kepercayaan takhayul ada dalam setiap suku dan budaya. Banyak sekali. Di kalangan orang Tionghoa misalnya, ada kepercayaan angka tertentu membawa hoki (keberuntungan) dan kesialan. Angka 8 dan 9 dianggap angka keberuntungan. Sebaliknya, angka 4 dianggap membawa kesialan.
Orang Israel juga percaya hal-hal takhayul. Ketika kalah perang, mereka mengeluarkan senjata “pamungkas”, yaitu tabut perjanjian Tuhan. Mereka berpikir tabut perjanjian akan membawa kemenangan. Orang Filistin pun percaya hal itu sehingga mereka juga ketakutan. Faktanya, Israel tetap kalah perang, bahkan tabut perjanjian berhasil direbut orang Filistin. Kedua anak imam Eli yang ikut mengawal tabut perjanjian juga ikut tewas. Sudah kalah perang, tabut direbut, para imam pun tewas. Kekalahan total!
Mengapa bisa kalah padahal sudah membawa tabut? Bukankah tabut perjanjian identik dengan kehadiran Allah? Di sinilah masalahnya. Memang benar, Allah menyatakan bahwa tabut perjanjian adalah simbol kehadiran-Nya. Akan tetapi, ada faktor lain yang lebih penting, yaitu sikap hati manusia. Orang Israel sebenarnya tidak percaya kepada Allah, tetapi pada tabut. Mereka percaya takhayul dan menjadikan tabut sebagai jimat. Tak penting bagi mereka Allah hadir atau tidak, yang penting tabut-Nya hadir. Selain itu, orang Israel hidup dalam dosa. Para imam saja, yaitu kedua anak imam anak Eli, berkanjang dalam dosa. Bagaimana Allah mau menyertai umat yang berdosa dan tidak bertobat?
Seperti orang Israel yang menggotong tabut perjanjian sebagai jimat, demikian pula ada orang-orang Kristen memakai perhiasan atau aksesoris tertentu dengan tujuan “menarik” berkat Tuhan. Sejatinya, sumber berkat adalah Tuhan sendiri. Berkat tidak berkaitan dengan kehadiran benda-benda “suci”. Berkat berkaitan dengan kehidupan kita (coram Deo) di hadapan Tuhan. Tuhan menghendaki kita hidup di hadapan-Nya sebagai hamba yang taat dan setia. Jika kita hidup benar, kudus, taat, dan setia di hadapan Tuhan maka Tuhan Yesus tidak akan menahan berkat-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah berpikir bahwa benda-benda tertentu, seperti salib membawa keberuntungan bagi Anda?
Siapa atau apa yang Anda andalkan dalam upaya meraih keberhasilan? Apakah Yesus sudah menjadi andalan Anda?
"
Share:

Berani Berjanji, Berani Menepati

1 Samuel 1:20-28

Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN.” Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN.
- 1 Samuel 1:28

Sebut saja Bapak A. Ia sakit keras. Tak ada obatnya. Dalam keadaan seperti itu, harapannya tinggal satu: mukjizat Tuhan. Ia berdoa agar disembuhkan, disertai janji jika sembuh ia akan mengikut Tuhan dengan setia. Ia berjanji akan percaya Tuhan Yesus, dibaptis, dan rajin beribadah. Terjadilah mukjizat itu. Ia sembuh. Ke mana Bapak A setelah itu? Tak ada satu pun dari janji-janji tersebut ditepatinya. Lupa? Pura-pura lupa? Tidak peduli? Ingkar janji? Apa pun alasannya, Bapak A berani mem-PHP Tuhan.
Hana bukan tipe orang seperti Bapak A. Ia berdoa sungguh-sungguh meminta anak, padahal penulis kitab Samuel saja sudah memberikan vonis, “Tuhan telah menutup kandungannya.” Hana meminta sambil bernazar. Ternyata mukjizat terjadi. Tuhan berbelaskasihan kepadanya. Hana hamil dan melahirkan Samuel. Hana pernah berjanji untuk mempersembahkan Samuel kepada Tuhan dan ia menepatinya setelah anak itu disapih. Anak yang dinanti-nantikan, disayang-sayang, dengan rela hati Hana serahkan kepada Tuhan sebagai penggenapan janjinya. Tiada niatan untuk mem-PHP Tuhan. Tiada perasaan tidak rela, tiada perasaan menyesal. Tuhan sudah memberi yang terbaik kepada Hana maka ia pun meresponinya dengan memberikan yang terbaik kepada Tuhan.
Jika Tuhan Yesus sudah memberi yang terbaik kepada kita, apakah kita berani menahan diri untuk memberi yang terbaik kepada-Nya? Apalagi jika kita pernah berjanji atau bernazar, apakah kita berani bersikap seperti Bapak A? Belajar dari Hana, silakan berdoa meminta apa yang Anda anggap baik untuk hidup Anda: anak, rezeki, kemajuan usaha, dan sebagainya. Namun, saat Tuhan mengabulkan doa Anda, ketika hidup Anda diberkati, janganlah melupakan kebaikan-Nya. Janganlah menganggap segala pencapaian, semua keberhasilan adalah hasil jerih lelah Anda. Ingatlah kebaikan Tuhan. Ucapkanlah syukur, berikanlah persembahan kepada-Nya. Anda tidak mungkin membalas segala kebaikan-Nya, tetapi Anda bisa mengucap syukur atas kebaikan-Nya dengan menepati janji-janji yang pernah Anda ucapkan di hadapan-Nya.

Refleksi Diri:
Apakah ada janji yang pernah Anda ucapkan kepada Tuhan? Apakah Anda sudah menepati janji tersebut?
Apa wujud syukur yang bisa Anda nyatakan sebagai respons kebaikan Tuhan Yesus selama ini?
Share:

Tuhan Yang Tutup, Tuhan Juga Yang Buka

1 Samuel 1:1-19

Dia yang mengingat kita dalam kerendahan kita; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
- Mazmur 136:23

Hana, dalam bahasa Ibrani berarti anugerah. Nama yang indah. Namun, nasib Hana dalam 1 Samuel tidaklah indah. Nama itu tidak sepadan dengan nasibnya. Betapa tidak, ia tidak punya anak. Hana mandul. Keadaan yang hina sekali pada masa itu. Ia sering dirundung oleh Penina, istri Elkana yang lain. Rundungan yang terjadi bertahun-tahun. Suaminya mencoba menghibur, tetapi tidak menyembuhkan luka hatinya. Elkana tidak mengerti luka hati Hana dan hanya memberi penghiburan logis. Penulis kitab Samuel bahkan memberi keterangan, “sebab TUHAN telah menutup kandungannya.” Pernyataan itu diulang sampai dua kali (ay. 5, 6). Kalau Tuhan saja sudah menutup kandungannya, siapa lagi harapannya? Sungguh malang nasib Hana. Ia hanya bisa berdoa dan menangis. Berulang-ulang. Lama sekali. Air matanya pun sudah kering karena menangis. Kesedihannya bertambah lagi ketika Imam Eli, sosok rohaniwan yang mestinya bersimpati kepadanya malah menganggapnya mabuk anggur. Ia dituduh bukan wanita baik-baik. Tuduhan yang tambah melukai hatinya. Hana benar-benar terpuruk.
Manusia boleh menghina, menista, merendahkan kita, tetapi nasib kita tidaklah ditentukan oleh manusia. Nasib manusia ditentukan sepenuhnya oleh Tuhan. Itulah yang terjadi pada Hana. “Ketika Elkana bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya” (ay. 19b). Ketika Tuhan mengingat manusia maka nasibnya berubah. Tuhan mengingat artinya Dia bertindak. Tuhan datang kepada Hana yang terpuruk dan mengangkatnya. Tuhan mengubah nasibnya dari seorang perempuan mandul menjadi seorang ibu yang melahirkan anak.
Apakah Anda merasa nasib Anda sedang tidak baik-baik saja, seakan Tuhan tidak peduli dengan nasib Anda? Anda bahkan merasa Tuhan “memusuhi” Anda? Anda berdoa sekian lama sambil menangis, rajin ke rumah ibadah seperti Hana, tetapi belum juga melihat titik terang? Belum tampak juga jawaban dan pengabulan doa dari Tuhan? Ingatlah, Tuhan Yesus tidak pernah melupakan Anda. Akan tiba waktunya Tuhan “mengingat” Anda seperti Dia mengingat Hana. Anda percaya?

Refleksi Diri:
Apakah saat ini Anda sedang merasa Tuhan begitu jauh?
Apa dampak renungan hari ini bagi iman Anda? Berdoalah supaya Tuhan meneguhkan iman Anda.
"
Share:

Tuhan Menyertai dalam segala Keadaanmu

Yohanes 4:27-38

Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.
- Yohanes 4:35

Tahun berganti tahun, kita semakin menyadari keterbatasan untuk memahami dengan benar di balik sebuah pernyataan atau kejadian di tengah kemajuan dan kepintaran manusia. Terkadang kita terkejut karena yang kita pahami berbeda dengan yang sebenarnya terjadi. Inilah yang mungkin dipikirkan murid-murid saat mencoba memahami tanggapan Yesus atas tawaran makan mereka (ay. 31). Yesus berkata, “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal,” (ay. 32) ketika Dia menjelaskan maksud-Nya tentang makanan tersebut.
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa berjalan dan merencanakan hidup bukan pada apa yang kita sendiri kehendaki dan pikirkan, melainkan apa yang dikehendaki dan dipikirkan Tuhan. Persoalannya, apakah pengajaran ini ada di dalam pikiran setiap umat Tuhan dalam perjalanan hidup mereka? Murid-murid memiliki keinginan rohani yang lemah. Buktinya, mereka tidak bertanya dan mencoba mendengar percakapan Tuhan Yesus dengan wanita Samaria (ay. 27b) dan bagaimana perubahan hidupnya terjadi. Yesus mengatakan bahwa kepuasan yang besar dan “mengenyangkan” kelaparan-Nya adalah melakukan kehendak Allah (ay. 34). “Rasa haus jasmani (dan rasa lapar mungkin sejak siang hari) yang dirasakan Tuhan kita sebelumnya, telah dan terlupakan saat Dia menjalankan pelayanan mulia dalam pemberitaan kebenaran kepada wanita Samaria ini.” (Hendy Alford)
Kita perlu memiliki keberanian melihat dan bertindak melibatkan diri sesuai tujuan Tuhan dengan membangun kehidupan yang peka untuk memikirkan dan bertindak sesuai yang Tuhan kehendaki. Pertanyaan Yesus, “Empat bulan lagi tibalah musim menuai?” (Yoh. 4:35a) seolah-olah menyatakan bahwa tidak perlu terburu-buru dalam melakukan suatu tugas karena segala sesuatu membutuhkan waktu dan tidak dapat menghindari penantian.
Namun, Tuhan Yesus tidak ingin murid-murid-Nya mempunyai mentalitas sikap yang menunda. Dia ingin mereka berpikir dan bertindak seolah-olah panen sudah siap. Yesus menggunakan perumpamaan tentang makanan dan hasil panen untuk mengkomunikasikan gagasan rohani-Nya. Gagasan tentang penuaian memiliki arti ada banyak orang yang siap diterima ke dalam Kerajaan Allah. Kita harus memiliki keberanian untuk melihat diri dan bertindak sebagai pekerja dan penuai karena itulah tujuan Tuhan bagi kita.

Refleksi Diri:
Adakah hati Anda semakin dipenuhi kerinduan dan tekad yang kuat untuk melihat dan bertindak melibatkan diri pada tujuan Allah?
Apa komitmen Anda untuk mewujudkan kasih Tuhan melalui pengabaran Injil dan misi yang menghadirkan nilai-nilai kebenaran Allah dalam setiap pemikiran dan karya hidup Anda?"
Share:

Rancangan Tuhan

Yeremia 29:10-14

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. 

- Yeremia 29:11

Puji syukur kita dapat memasuki tahun yang baru. Doa dan harapan agar anugerah demi anugerah Allah senantiasa menolong kita untuk melangkah dan berjuang membangun kehidupan bersama komunitas di sekitar kita. Pengalaman hidup di masa lalu mungkin membuat kita khawatir dan takut karena ketidakpastian akan hari-hari ke depan. Kemajuan demi kemajuan mempermudah langkah kita, tetapi kita juga tidak dapat menghindari perubahan demi perubahan tak terduga yang terjadi. Terkadang yang tak terduga adalah suatu kesulitan. Namun, kesulitan itu jangan sampai menghentikan langkah kita untuk terus berkarya. Itulah yang Tuhan katakan kepada orang Israel yang sedang ada dalam pembuangan. 

Mereka berada di tempat yang tidak mereka inginkan. Kondisi bangsa Israel begitu memprihatinkan. Mereka ingin pulang, tetapi tidak bisa. Mereka mendapatkan perlakuan buruk dari bangsa Babel. Kota mereka dihancurkan, bait Allah dijarah, perekonomian dihancurkan, pemimpinnya disingkirkan, dan rakyatnya diperbudak. Hidup mereka berada di titik nol, bahkan minus. Banyak penderitaan dan kehilangan dialami. Orang Israel tidak bisa melihat masa depan, tetapi Tuhan mengatakan ada masa depan karena mereka ada dalam rancangan Tuhan yang penuh damai sejahtera (Yer. 29:10). Di sisi lain, Tuhan memerintahkan mereka untuk membangun hidup yang baik dengan dasar iman kepada-Nya. Tuhan pasti memiliki rancangan damai sejahtera dalam hidup umat-Nya maka kita harus merencanakan dengan baik masa depan kita.

Rancangan damai sejahtera dan masa depan penuh harapan dari Allah merupakan janji Tuhan yang pasti. Iman kita akan dikuatkan bagaikan memandang ke arah yang jauh dengan kepala terangkat seperti penjaga yang berdiri di atas menara yang memandang keindahan hidup. Kita memang tidak mengetahui masa depan dengan jelas, tetapi jelas tahu masa depan kita ada di dalam rancangan Tuhan. Milikilah keberanian untuk melihat dan bertindak, melibatkan diri dengan tujuan Tuhan, dengan pengharapan yang dibangun berdasarkan janji-janji Tuhan. Hidup penuh harapan berarti kita bersabar dan menunggu Tuhan untuk menepati janji-janji-Nya. Di tengah penantian, pintu akan dibukakan oleh Tuhan. Kita terus dituntut untuk memenuhi panggilan kita sebagai orang percaya, yaitu hidup sebagai orang Kristen yang benar dan membangun hati yang melayani Tuhan.

Refleksi Diri:

Apakah hati Anda berlimpah ucapan syukur dan hati yang mengasihi Tuhan di tahun yang baru ini, meskipun hari-hari lalu mungkin banyak kesulitan?
Apakah Anda masih hidup dalam semangat dan komitmen untuk melihat, bertindak, dan melibatkan diri dengan tujuan Allah?"
Share:

Kasih Setia Tuhan Selalu Ada

Ratapan 3:18-26

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!
- Ratapan 3:22-23

Apa yang terjadi jika kita bisa melihat masa depan? Bagi kita yang memiliki masa depan cerah, tentu akan bersemangat dan memiliki pengharapan karena tahu seperti apa kehidupan kita nanti. Namun, bagaimana jika kita tahu masa depan kita suram? Tentu kita akan menjadi putus asa dan mungkin berniat segera mengakhiri hidup. Kita berpikir, buat apa susah-susah berjuang kalau akhirnya tidak ada kesuksesan.
Untungnya, kita tidak bisa melihat masa depan. Kita “buta” dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Di dalam kondisi ini, kita tentunya masih bisa memiliki pengharapan akan masa depan. Sayangnya, terkadang ada orang yang pesimis dengan masa depannya karena melihat kondisi saat ini. Ia melihat masa depan tidak ada harapan karena kesulitan dan pergumulan masa kini.
Nabi Yeremia mengalami pergumulan yang dalam. Ia melihat kondisi bangsa Israel yang mengalami kehancuran dan pembuangan akibat dosa-dosa yang mereka lakukan. Ia meratap dan menangisi umat yang mengalami penderitaan. Meskipun berada di dalam situasi sulit, ia masih memiliki pengharapan. Yeremia tahu bahwa Allah sudah memilih bangsa Israel sebagai umat kesayangan-Nya sehingga takkan pernah meninggalkan mereka. Kasih setia-Nya selalu ada dan baru bagi bangsa Israel. Yeremia percaya bahwa Allah tetap memberikan masa depan yang indah bagi mereka.
Sebagai anak anak Allah yang telah ditebus oleh darah Kristus dan diberikan jaminan kemenangan seiring dengan kebangkitan Tuhan Yesus, kita seharusnya percaya bahwa kita selalu mempunyai pengharapan. Bukan karena kita bisa menjamin masa depan kita sendiri dengan kepandaian, kekayaan atau kekuasaan kita, melainkan karena Allah yang telah memilih dan menjadikan kita umat-Nya adalah Allah yang setia.
Saudara-saudaraku, jika kita saat ini diizinkan mengalami pergumulan dan penderitaan, yakinlah bahwa Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Terlebih saat kita memasuki tahun baru ini, marilah menatap tahun baru di dalam pengharapan kepada Allah yang setia seperti yang Yeremia sampaikan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yer. 29:11).

Refleksi Diri:
Apa pergumulan yang pernah membuat Anda kehilangan pengharapan akan masa depan? Bagaimana respons Anda saat itu?
Bagaimana janji pengharapan pada kedua ayat di atas, dapat menguatkan dan menyakinkan Anda?"
selamat beribadah selamat meniati berkat sabat
Share:

Madu Yang Pahit

Amsal 5:1-6

Karena bibir perempuan jalang menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutnya lebih licin dari pada minyak, tetapi kemudian ia pahit seperti empedu, dan tajam seperti pedang bermata dua.
- Amsal 5:3-4

Kita tahu bahwa permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (Ams. 9:10). Takut akan Tuhan berarti sangat mengagumi dan menghormati kuasa dan otoritas Tuhan. Takut akan Tuhan juga akan membawa kita kepada jenis ketakutan yang lain, yakni takut melakukan hal-hal yang melanggar firman Tuhan. Selain itu, kita juga takut meninggalkan atau keluar dari hikmat Tuhan.
Di dalam bagian bacaan Alkitab hari ini, kita melihat gambaran dari ketakutan tersebut. Bagian ini berisi peringatan tentang apa yang dapat terjadi kepada umat Tuhan yang melenceng dari jalan-Nya. Sebagai murid-murid Kristus, bibir kita seharusnya memelihara pengetahuan (ay. 2). Hal ini kontras dengan wanita jalang yang bibirnya menitikkan tetesan madu (ay. 3), tetapi pada akhirnya pahit seperti empedu (ay. 4) dan mengarah kepada kematian dan kesesatan (ay. 6).
Maksud penulis Amsal pada bagian ini adalah dosa memberikan janji palsu. Awalnya dosa terasa nikmat, tetapi pada akhirnya akan terbukti bahwa dosa adalah racun yang diselimuti dengan rasa manis. Pemazmur menggambarkan proses ini bagaikan seorang pria yang berselingkuh dengan seorang wanita jalang. Ketika seorang wanita jalang membisikkan, “Aku mengasihimu… Aku mau bersamamu…”, wanita ini melakukannya demi uang. Awalnya kata-katanya terdengar manis, tetapi pada akhirnya wanita itu akan pergi.
Begitu pula dengan dosa. Kita jatuh ke dalam dosa karena dosa begitu menarik dan memikat. Kita mulai melakukan dosa dengan menganggap bahwa dosa itu kecil dan tidak berbahaya. Kita mulai mengintip tontonan pornografi, mulai berjudi secara daring, mulai dekat dengan orang yang bukan pasangan kita, ataupun mulai melakukan hal-hal kecil lainnya yang tidak benar di mata Tuhan. Namun, setelah beberapa lama kita bisa kecanduan dan saat sudah terjebak di dalamnya, dosa akan menghancurkan hidup kita.
Tetaplah waspada terhadap jebakan dosa. Jangan lengah sedikit pun, pikatan dosa selalu dilancarkan oleh iblis bagaikan singa yang berjalan mengelilingi sambil mengaum-ngaum dan siap menerkam (1Ptr. 5:8). Bertumbuhlah dalam sikap takut akan Tuhan dan berpeganglah selalu pada firman-Nya.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sedang kecanduan suatu dosa atau melenceng dari jalan Tuhan?
Bagaimana agar Anda bisa kembali ke jalan Tuhan yang benar? Bagaimana Anda menumbuhkan rasa takut akan Tuhan?"
Share:

Mengapa Harus Khawatir?

Matius 6:25-34

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
- Matius 6:34

Di masa pandemi yang lalu, banyak orang hidup dalam kekhawatiran. Khawatir adalah sikap berpikir berlebihan atau terlalu cemas tentang suatu masalah atau situasi. Kekhawatiran biasanya disertai dengan rasa tidak nyaman dan cemas. Sikap ini menyebabkan seseorang menjadi terganggu, memusatkan pikiran pada kejadian negatif yang mungkin terjadi, serta dilanda ketakutan yang tidak masuk akal dan tidak berdasar. Ada berbagai faktor penyebab kekhawatiran, antara lain, stres berat yang berkepanjangan akibat tekanan batin, masalah keluarga, kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita akan masalah kekhawatiran, misalnya, khawatir akan kebutuhan hidup berupa sandang dan pangan. Dia juga memberikan jalan keluar untuk mengatasinya (ay. 25). Bagaimana mengatasi kekhawatiran? Pertama, janganlah khawatir mengenai kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, ini bukan larangan untuk membuat perencanaan masa depan. Kedua, percaya Tuhan yang setia akan memelihara kita. Kalimat “hai orang yang kurang percaya” (ay. 30), diulangi sebanyak empat kali dalam Injil Matius dan satu kali di Injil Lukas, sebagai dorongan dan teguran supaya kita tetap percaya kepada Tuhan.
Ingatlah, jika Tuhan setia memelihara burung di udara dan mendandani bunga di ladang, Dia pasti memelihara kita, anak-anak-Nya yang jauh lebih berharga daripada burung dan bunga, amin? Ketiga, ubah fokus kita. Jangan berfokus pada masalah yang belum pasti terjadi dan di luar jangkauan kita, tetapi berfokuslah dalam iman kepada Allah dan kebenaran-Nya (ay. 33).
Rasul Paulus menegaskan,“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Flp. 4:6). Anda tidak bisa mengusir kehawatiran yang melanda hidup, tetapi Anda bisa memilih untuk tetap percaya dan berserah dalam doa kepada Tuhan yang setia memelihara. Jika Allah sumber segala kuasa dan berkat ada beserta Anda saat ini (Mat. 28:20), mengapa Anda harus khawatir?
Refleksi Diri:
Apa saja hal yang saat ini membuat Anda khawatir? Bagaimana respons Anda terhadap kekhawatiran akan hari besok?
Bagaimana Anda bisa terbebas dari rasa khawatir akan masa depan berdasar renungan di atas?
Share:

Merespons Panggilan Tuhan

Keluaran 3:11-13
Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”
- Keluaran 3:11

Dalam kehidupan kekristenan tidak sedikit orang yang berusaha menolak panggilan Allah untuk melayani Tuhan dan orang lain. Padahal panggilan melayani adalah sebuah hak istimewa dan kesempatan emas untuk menjadi rekan kerja Allah dalam memberitakan Injil. Ada berbagai alasan orang menolak panggilan Tuhan, antara lain karena takut menghadapi tantangan atau merasa diri tidak memiliki kemampuan. Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi rintangan dalam merespons panggilan Tuhan?

Konteks Keluaran pasal 2-4 adalah Tuhan memanggil Nabi Musa untuk menolong umat Israel yang menderita akibat perbudakan di Mesir. Musa awalnya menolak panggilan Tuhan dengan menyodorkan berbagai alasan. Musa sebenarnya selama kurung waktu empat puluh tahun sudah menyadari dirinya merupakan orang pilihan Tuhan yang ditunjuk untuk membebaskan umat Israel. Akan tetapi, pasca pelariannya karena membunuh orang Mesir saat Musa membela teman Ibraninya, ia kini memilih menjadi penggembala kambing domba milik mertuanya, Yitro, di Midian. Namun, Musa akhirnya berhasil membawa umat Israel keluar dari Mesir.

Bagaimana Musa merespons panggilan Tuhan? Pertama, Musa percaya akan penyertaan Tuhan. Tuhan berfirman, “Bukankah Aku akan menyertai engkau?” (ay. 12). Dalam hal merespons panggilan Tuhan, kita harus percaya bahwa jika Tuhan yang memanggil maka Dia pasti akan memperlengkapi kita dengan semua sarana dan kuasa untuk melaksanakan tugas tersebut (2Kor 3:5-6). Kedua, Musa bersedia taat melakukan perintah Tuhan. Tuhan berkata, “Aku telah mengutus engkau:” (ay. 12). Musa merespons panggilan Tuhan dengan iman dan ketaatan. Ia bersama keluarganya segera meninggalkan Midian dan kembali ke Mesir untuk menemui tua-tua Israel, raja Firaun dan umat Israel (Kel. 4:18-30). Akhirnya Musa berhasil membawa umat Israel keluar dari Mesir.

Jadi, dalam merespons panggilan Tuhan, sangat penting bagi kita untuk keluar dari rasa tidak percaya diri yang melihat diri sendiri lemah dan tidak mampu memenuhi tugas panggilan-Nya. Ketika kita mengalihkan fokus pandangan dari diri kita sendiri kepada Allah dan memegang teguh janji penyertaan-Nya maka kita akan diberi keberanian dan kemampuan untuk melaksanakan semua tugas yang Dia percayakan.
Refleksi Diri:
Apa panggilan Tuhan bagi Anda dalam hal melayani? Bagaimana cara Tuhan meyakinkan Anda akan panggilan tersebut?
Apa hal-hal praktis yang dapat Anda teladani dari Musa dalam hal merespons panggilan Tuhan?"
Share:

Kehadiran Tuhan, Aturan Tuhan

Keluaran 25:10-22

Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel.”
- Keluaran 25:22

Dalam kehidupan ini kita sering bersentuhan dengan yang namanya aturan yang mengatur dari hal sederhana sampai yang kompleks. Contohnya, di masa pandemi muncul aturan penerbangan yang berbeda dengan saat sebelum pandemi. Kita tidak bisa sembarangan masuk pesawat, tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Kita harus menaatinya kalau ingin ikut dalam penerbangan.
Hidup mengikut Tuhan tentu harus mengikuti aturan Tuhan. Orang Israel pun harus mengikuti aturan Tuhan ketika akan berhadapan dengan Tuhan. Kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya begitu penting. Kemah suci adalah tempat kehadiran Tuhan selama empat puluh tahun pengembaraan orang Israel di padang gurun dan ketika berada di Kanaan. Musa diberikan instruksi langsung dari Tuhan untuk membangun Kemah Suci sampai detail-detail bahan dan ukurannya. Satu kata yang sering diulang pada perikop ini adalah kata “harus”, menandakan tidak bisa ditawar, harus sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan (Kel. 25:8-9, 22). Standar Tuhan adalah standar yang terbaik, standar yang harus ditaati.
Kehadiran Tuhan yang Mahakudus, harus mengikuti rancangan Tuhan. Rancangan Tuhan dibuat bukan untuk menyusahkan orang Israel. Tuhan sudah mengatur sedemikian rupa ketika mereka keluar dari Mesir sehingga tidak keluar dengan tangan kosong. (Kel. 3:21-22) dan bahkan dengan berlimpah (Kel. 12:36). Jadi, mereka sudah memiliki bahan-bahannya dan apa yang Tuhan perintahkan bisa dilakukan oleh mereka. Kuncinya adalah relasi dengan Tuhan dan ketaatan. Aturan Tuhan tidak bisa dijalani dengan sembarangan, tetapi harus sesuai dengan apa yang Dia kehendaki.
Tuhan Yesus hadir di tengah-tengah kehidupan manusia karena seluruh manusia tidak ada yang bisa memenuhi dengan sempurna apa yang Tuhan kehendaki. Tidak satu orang pun yang dapat masuk ke hadirat Allah yang Mahakudus. Hanya karena Kristus saja orang percaya dapat berelasi kembali dengan Allah dan berjalan di jalan yang Tuhan kehendaki.
Ingatlah status kita sebagai anak-anak Tuhan yang harus hidup berdasarkan identitas Kristus. Lakukan apa yang harus dilakukan menurut firman Tuhan dan jangan lakukan yang dilarang oleh firman Tuhan. Jangan tunda-tunda lagi untuk hidup taat pada firman-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah hidup Anda sebagai orang Kristen sudah mengikuti aturan yang Tuhan tetapkan?
Apa yang membuat Anda lalai mengikuti aturan-Nya? Apa komitmen yang ingin Anda ambil dalam hal ketaatan kepada Tuhan?"
Share:

Bertekunlah dalam doa

[Kolose 4:2]

Menarik untuk diperhatikan betapa besar bagian dari Kitab Suci yang berisi persoalan tentang doa, baik dalam contoh-contoh pelengkap, titah-titah untuk ditegakkan, maupun janji-janji yang dinyatakan. Kita tidak bisa dibilang sudah membuka Alkitab kalau belum membaca "Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN;" [Kejadian 4:26], dan tepat sebelum kita mengakhiri Alkitab, terdengarlah kata "Amin" dari sebuah permohonan yang serius di telinga kita. Ada banyak contoh. Kita temukan Yakub yang bergulat—Daniel yang berdoa tiga kali sehari—dan Daud yang dengan segenap hatinya memanggil Allah. Di gunung kita melihat Elia; di penjara bawah tanah ada Paulus dan Silas. Ada banyak perintah dan segudang janji. Apa yang hendak diajarkan pada kita, selain bahwa doa itu penting dan perlu dalam kesucian? Kita yakin bahwa apapun yang Allah tonjolkan dalam firman-Nya, dimaksudkan untuk menjadi sesuatu yang mencolok dalam hidup kita. Bila Ia banyak bicara mengenai doa, itu adalah karena Ia tahu betapa kita membutuhkan doa. Betapa dalamnya kebutuhan kita, sehingga kita tidak boleh berhenti berdoa selama kita belum berada di surga. Engkau tidak butuh doa apapun? Kalau begitu, saya khawatir engkau tidak tahu hal apa yang kurang padamu. Engkau tidak meminta belas kasih apapun dari Allah? Kalau begitu, semoga belas kasih Tuhan menunjukkan betapa malang dirimu! Jiwa yang tak berdoa adalah jiwa tanpa Kristus. Doa adalah celoteh bayi yang percaya, seruan orang percaya yang berperang, kidung penghiburan orang suci sekarat yang jatuh tertidur di dalam Yesus. Doa adalah nafas, semboyan, penghiburan, kekuatan, dan kehormatan seorang Kristen. Jika engkau seorang anak Allah, engkau akan mencari wajah Bapamu, dan tinggal di dalam kasih-Nya. Berdoalah di tahun ini engkau menjadi suci, rendah hati, tekun, dan sabar; memiliki persekutuan yang lebih dekat dengan Kristus, dan lebih sering masuk dalam rumah perjamuan kasih-Nya. Berdoa agar engkau menjadi contoh dan berkat bagi orang lain, dan supaya engkau hidup lebih memuliakan Tuanmu. Motto bagi tahun ini harus "Bertekunlah dalam doa."
Share:

Tinggal Di Dalam Kristus

Yohanes 15:1-8

Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
- Yohanes 15:5

Jika berbicara tentang pertumbuhan maka tidak bisa dilepaskan dari adanya proses dan faktor-faktor pendukung terjadinya pertumbuhan itu sendiri. Sebuah tanaman dikatakan bertumbuh jika dalam proses pertumbuhannya, tanaman tersebut menjadi bertambah tinggi, daunnya bertambah lebat, dan menghasilkan banyak buah. Tanaman bisa bertumbuh baik, jika memiliki beberapa faktor yang mendukung, di antaranya memiliki akar yang menancap kuat ke dalam tanah untuk mengalirkan sari-sari makanan dari tanah ke seluruh bagian tanaman. Akar tanaman yang menjalar sampai kedalaman tertentu akan memungkinkan pertumbuhan tanaman terjadi.

Yohanes pasal 15 adalah sebuah perumpamaan dari Tuhan Yesus yang menggambarkan diri-Nya sendiri sebagai pokok anggur yang benar. Tanaman anggur adalah tumbuhan yang sangat dikenal di daerah Israel karena pada masa itu banyak penduduk yang berprofesi sebagai pemilik atau pekerja kebun anggur. Tanaman anggur yang bertumbuh pastilah mengeluarkan ranting yang lebat dari cabang-cabang pohonnya. Ranting harus menempel kepada pokok dari tanaman anggur tersebut agar bisa terus hidup dan menghasilkan buah.
Yesus menjelaskan bahwa menempel pada pokok anggur berarti tinggal di dalam Kristus. Tinggal di dalam Tuhan Yesus berarti hidup bergaul dekat dengan diri-Nya dan menghidupi firman Tuhan di dalam keseharian. Orang-orang yang tinggal di dalam Tuhan Yesus pasti akan berbuah lebat. Sama seperti buah pada pohon yang memberi manfaat bagi manusia yang memakan dan menikmatinya, maka panggilan seorang Kristen adalah menghasilkan buah, yaitu buah-buah Roh (Gal. 5:22-23) yang tentunya bermanfaat bagi sesama. Seorang Kristen yang terus menempel kepada Tuhan pasti benar-benar akan menghasilkan buah dan dapat memuliakan Tuhan melalui buah-buah karya yang dihasilkannya.
Saudaraku, apakah Anda sudah bergaul karib dengan Tuhan sehingga mampu memberikan manfaat bagi sesama ataupun bagi kerajaan Allah? Jika Anda rindu hidup Anda menghasilkan karya-karya yang menyenangkan hati Tuhan hendaklah terus bertumbuh di dalam Tuhan Yesus. Dia akan memampukan Anda untuk terus menghasilkan buah-buah dalam kehidupan Anda.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah tinggal tetap di dalam Kristus dengan terus bergaul akrab melalui perenungan dan doa-doa Anda?
Apa manfaat yang sudah Anda berikan kepada sesama dan bagi kerajaan Allah?"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.