Februari 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Berbuahlah! Jangan Hanya Berdaun!

Markus 11:12-14 

Mengapa pohon ara dikutuk Yesus? Apa salahnya?

Setelah keluar dari Betania, dalam perjalanan kembali ke Yerusalem, Yesus merasa lapar (12), dan Ia melihat pohon ara. Karena pohon itu sudah berdaun, Yesus melihat kalau-kalau buahnya sudah muncul, tetapi Ia tidak menemukan apa pun (13). Maka, Yesus mengatakan kepada pohon itu: "Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya!" (14).

Yesus dan para murid mengetahui bahwa saat itu memang bukan musim buah ara. Namun, pada umumnya pohon ara berdaun dan berbuah pada saat yang bersamaan.

Daun pohon ara yang dilihat Yesus dari kejauhan seharusnya menandakan bahwa pohon itu sudah memiliki buah, tetapi nyatanya hanya daun yang ditunjukkan, tak ada buah.

Bukanlah pohon ara yang salah dan berdosa. Dalam Perjanjian Lama, pohon ara adalah simbol akan orang Yerusalem, dan tindakan mengutuk pohon ara itu adalah simbol penghakiman Allah. Jadi, Yesus bukan marah kepada sebatang pohon, melainkan umat yang tidak berbuah.

Perikop sebelumnya menceritakan orang-orang Yerusalem yang berteriak "Hosana!" kepada Yesus. Namun, perikop sesudahnya mengungkapkan sikap dan perilaku mereka yang mencemarkan Bait Allah (bdk. Mrk 11:9-10, 17).

Yesus menginginkan agar kita sebagai murid-murid-Nya berbuah. Kekristenan bukan sebatas lip service (perkataan indah) atau penampilan keagamaan yang terlihat agung dan berwibawa. Iman Kristen harus nyata dalam perkataan dan perbuatan. Kita tak cukup hanya berteriak "Hosana", namun perilaku sehari-hari kita bertentangan dengan kehendak Allah seperti mencari untung, menipu, dan memeras.

Hidup kita harus menjadi berkat di gereja maupun di rumah dan tempat kerja. Jika kita sudah dipanggil menjadi umat Tuhan, ikuti dan layanilah Dia dengan tulus dan cara yang benar, bukan di bibir saja.

Marilah kita bertekad untuk membuahkan kemuliaan dan kekudusan Tuhan. Itulah yang patut diusahakan secara terus-menerus dan diperjuangkan tanpa mengenal lelah. [MKD]

Share:

Membuka Rumah Untuk Kristus

Markus 2:13-17

Kemudian ketika Yesus makan di rumah orang itu, banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya, sebab banyak orang yang mengikuti Dia.
- Markus 2:15

Hospitality sulit diterjemahkan dalam satu kata. Dengan hospitality, seseorang membuka rumahnya bagi teman, tamu, atau bahkan orang asing. Ia suka rela memberikan perteduhan dan menyambut mereka dengan ramah. Hospitality adalah tradisi kuno orang Timur. Salah satu contoh bentuk hospitality yang tercatat di dalam Alkitab adalah ketika Abraham melihat tiga orang asing mendekati kemahnya. Ia menyambut mereka dan bahkan menyembelih ternak untuk menjamu mereka (Kej. 18:1-7). Tanpa disadari Abraham, ia telah menjamu malaikat-malaikat (Ibr. 13:2).
Markus 2:13-17 mencatat bagaimana Lewi mempraktikkan hospitality dengan membuka rumahnya bagi Kristus. Keterbukaan Lewi memberinya kesempatan memperkenalkan Kristus kepada teman-temannya. Yesus selesai mengajar, berjalan melewati rumah cukai dan Dia melihat Lewi, anak Alfeus, duduk di rumah cukai dan memanggilnya, “Ikutlah Aku!” (ay. 14). Panggilan yang singkat, tetapi diresponi dengan ketaatan segera oleh Lewi. Ia bangkit berdiri mengikuti Yesus. Ia bukan saja mengikuti Yesus, tetapi juga mengundang Yesus dan murid-murid-Nya ke rumahnya. Ia lalu mengundang teman-temannya, sesama pemungut cukai dan orang-orang berdosa lainnya (ay. 15). Dengan cara ini, ia memperkenalkan mereka yang secara sosial budaya terpinggirkan untuk bertemu dengan Yesus. Hospitality telah mengubahkan banyak orang berdosa untuk mau mengikut Yesus (ay. 15b) Kita sebagai orang yang telah percaya Yesus perlu mempraktikkan hospitality. Di satu sisi hospitality adalah kebajikan Kristiani dan di sisi lain adalah wadah penginjilan yang efektif.
Tidak mudah bagi orang-orang non-Kristen masuk ke dalam gereja, tetapi sangat mungkin mereka ingin bertamu dan masuk ke rumah kita. Saat membuka rumah kita maka ada kesempatan bagi kita untuk memperkenalkan Injil kepada mereka. Hal ini tidaklah mudah dilakukan. Lewi dan murid-murid Yesus dikritik oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi. Hari ini kita mungkin menghadapi berbagai tantangan untuk membuka rumah kita, seperti keterbatasan waktu, kesibukan, biaya atau tekanan sosial karena minoritas. Sadarilah, semua itu tidak dapat dibandingkan dengan nilai sukacita saat melihat orang lain menjadi percaya Yesus.

Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah membuka rumah untuk menerima mereka yang belum percaya?
Apa bentuk dan cara-cara lain untuk Anda dapat mempraktikkan hospitality? Doakan dan praktikkan.

segala puji Hanya Kepadamu Ya Tuhan. soliDeo Gloria.
Share:

Bekerja Sama Membawa Jiwa

Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring.

- Markus 2:4

Sendiri kita hanya bisa melakukan begitu sedikit. Bersama kita dapat melakukan begitu banyak.” Kalimat ini diucapkan Helen Keller, seorang ahli pendidikan dan aktivis yang matanya buta sejak kecil. Keller menyadari tanpa gurunya, Anne Sullivan, ia tidak akan dapat berbuat banyak karena matanya tidak bisa melihat. Namun, bersama gurunya, mereka menjadi satu tim yang sukses.

Dalam hal mencapai kesuksesan di dunia, kita memerlukan kerja sama. Demikian pula dalam hal membawa jiwa, kita mutlak membutuhkan kerja sama. Bagian firman hari ini menceritakan kerja sama empat orang murid untuk membawa satu temannya yang lumpuh, datang kepada Yesus. Ketika sampai di tempat Yesus berada, mereka mendapati rumahnya penuh sesak dan jalan masuk telah tertutup oleh orang banyak (ay. 2). Keempat orang ini tidak berputus asa. Mereka menggotong temannya ke loteng dan membuka atapnya serta menurunkannya (ay. 4). Kerja sama yang luar biasa dan Yesus pun meresponi positif iman mereka.

Perhatikan kutipan ayat 5 berikut “Ketika Yesus melihat iman mereka,…” Alkitab mencatat Yesus melihat iman mereka (kata ganti jamak). Ini menyatakan bahwa Yesus menghargai kerja sama mereka, iman mereka secara kolektif. Mereka telah bersehati untuk membawa teman mereka yang lumpuh agar secara pribadi dapat bertemu dengan Kristus. Hasilnya luar biasa. Meresponi iman kolektif mereka, Yesus mengampuni dosa orang itu (ay. 5) dan pada akhirnya juga menyembuhkan sakit lumpuhnya (ay. 11-12).

Manusia berdosa akan diselamatkan saat mereka bertemu pribadi dengan Yesus Kristus. Apa yang harus kita lakukan adalah membawa mereka kepada Kristus. Untuk itu, orang-orang percaya harus bekerja sama. Sendiri kita akan melakukan sangat sedikit, bersama kita akan bisa berbuat banyak. Orangtua, yaitu suami dan istri, harus bekerja sama untuk membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Rekan-rekan harus bekerja sama membawa teman kerja mereka yang belum percaya dan bertemu secara pribadi dengan Kristus. Mari bersatu hati membawa jiwa.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah merasa putus asa dan tak berdaya untuk membawa seseorang kepada Kristus? Apakah mungkin karena Anda bekerja sendiri?

Siapa saudara seiman yang bersehati dengan Anda untuk bisa diajak kerja sama membawa jiwa kepada Kristus?

Share:

Kamu Akan Kujadikan Penjala Manusia


Markus 1:14-20
Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”

- Markus 1:17

Ada orang mungkin berpikir, keselamatan identik dengan masuk surga. Apakah benar? Tidak salah, tetapi kurang tepat. Memang benar, di dalam Yesus kita diselamatkan dan pada akhirnya akan ke surga. Namun, masuk ke surga bukan tujuan, melainkan sarana. Layaknya seseorang pergi ke bioskop bukan tujuan, tetapi sarana untuk menonton film. Tujuannya adalah menonton film dan sarananya adalah bioskop.

Demikian pula surga adalah sarana, tetapi tujuannya apa? Tujuan sebenarnya adalah untuk memuliakan Allah dengan menjadi serupa dengan Kristus Tuhan kita. Itulah sebabnya, kita dipanggil pertama-tama bukan untuk ke surga, melainkan untuk menjadi murid Yesus. Inti dari makna keselamatan ini terangkum dalam Amanat Agung yang merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa dan menjadikan mereka murid-murid Yesus. Kebenaran ini terlihat jelas dalam Markus pasal 1.

Injil Markus mencatat Yesus memulai pelayanan-Nya dengan pemberitaan Injil dan pemanggilan murid-murid. Dia memanggil manusia berdosa untuk bertobat (ay. 15) supaya mereka menjadi murid-murid-Nya (ay. 16-20). Pada awal peayanan Yesus, Dia memanggil dua pasang nelayan, yaitu Simon (Petrus) dan Andreas, serta Yakobus dan Yohanes. Keduanya dipanggil saat mereka sedang bekerja. Simon dan Andreas sedang menebarkan jala mereka (ay. 16), sedangkan Yakobus dan Yohanes sedang membereskan jala mereka (ay. 19). Reaksi mereka semua sama, yakni taat kepada panggilan Yesus. Ketaatan mereka diungkapkan dalam dua bentuk tindakan. Pertama, segera dan tidak menunda-nunda dalam menjawab panggilan-Nya. Kedua, meninggalkan pekerjaan mereka, serta keluarga untuk mengikuti Yesus (ay. 18, 20).

Yesus Kristus, Sang Mesias adalah Putra Allah. Dia memanggil dan memiliki otoritas untuk menuntut setiap manusia memiliki loyalitas penuh dalam mengikuti-Nya. Hari ini pun setiap kita, orang-orang percaya, dipanggil untuk menjadi murid Yesus. Saat Tuhan Yesus memanggil, hendaklah kita jangan menunda-nunda dengan memberikan beragam alasan untuk menunda/menolak panggilannya. Bersikaplah berani meninggalkan semua untuk mengikuti-Nya. Pekerjaan dan keluarga tidak dapat menjadi alasan utama bagi kita untuk tidak taat. Ayo mengikut Dia dan beritakan kabar keselamatan!

Refleksi Diri:

Apakah Anda segera dan tidak menunda-nunda dalam menjawab panggilan Tuhan?

Apa yang menjadi halangan bagi Anda dalam menjawab panggilan Tuhan? Doakan agar Anda berani meninggalkan semua untuk taat kepada-Nya."

terima kasih buat istirahat yang Kau berikan sehingga tubuh sehat dan  baru kembali, untuk beraktifitas di pagi ini. berkati semua yang aku lakukan di pagi ini, semua dalam kendali dan kuasaMu. amin

Share:

Yesus Kristus Putra Allah

Markus 1:1-13

Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: “Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu;
 - Markus 1:2

Bentara adalah pembantu raja yang bertugas melayani dan menyampaikan titah raja. Pada zaman dahulu, ketika seorang raja akan mengunjungi suatu tempat maka seorang bentara akan diutus mendahuluinya. Ia akan mengumumkan dan mempersiapkan rakyat menyambut kedatangan sang raja. Jika kedatangan seorang raja manusia saja dipersiapkan, bagaimana mungkin kedatangan Sang Mesias, Yesus Kristus, Raja di atas segala raja ke dunia ini tidak disambut dan dipersiapkan dengan baik dan sungguh-sungguh?Tujuan dituliskannya kitab Markus adalah mempresentasikan Yesus Kristus, Sang Mesias, sebagai Anak Allah (ay. 1). Selain itu, Yesus juga Hamba Allah yang menderita untuk penebusan dosa manusia. Oleh sebab itu, berbeda dengan Matius dan Lukas, kitab Markus tidak memuat kisah kelahiran maupun masa kecil Yesus karena penekanannya pada pelayanan dan kesengsaraan Kristus. Markus pasal 1 langsung mencatat tentang kedatangan dan permulaan pelayanan Yesus Kristus. Dia adalah Sang Mesias yang dijanjikan dan kedatangan-Nya harus dipersiapkan (ay. 2-3). Yohanes Pembaptis adalah utusan-Nya untuk menyiapkan jalan bagi-Nya (ay. 4) dengan memberitakan kedatangan-Nya (ay. 7).
Di dalam perikop bacaan hari ini, terdapat tiga kesaksian yang menyatakan Yesus Kristus adalah Putra Allah. Pertama, Yohanes bersaksi bahwa Yesus adalah Anak Allah karena Dia yang akan membaptis dengan Roh Kudus (ay. 8). Ini artinya, melahirbarukan hati orang berdosa adalah karya Roh Kudus. Kedua, Allah Bapa bersaksi bahwa Yesus adalah Putra-Nya yang dikasihi-Nya (ay. 11). Kesaksian ini diteguhkan oleh Roh Kudus dan Roh Kudus turun ke atas-Nya (ay. 10). Ketiga, para malaikat pun turut bersaksi dengan pelayanan mereka kepada Kristus (ay. 13).
Kita sebagai murid Kristus juga dipanggil untuk memberikan kesaksian bahwa Yesus Kristus, Sang Mesias, adalah Putra Allah. Kita dapat melakukan beberapa hal berikut: (1)  Turut serta dalam pemberitaan Injil. (2) Merendahkan diri kita di hadapan-Nya seperti yang dilakukan oleh Yohanes. (3) Melayani-Nya seperti yang dilakukan para malaikat. Apakah Anda sudah melakukannya?

Refleksi Diri:

Apakah Anda masih ragu bahwa Yesus Kristus adalah Putra Allah? Apakah Anda mau menundukkan diri di hadapan-Nya?
Apa komitmen yang ingin Anda ambil untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya? Me- nundukkan diri, memberitakan, ataukah melayani-Nya? Doakanlah!

Tuhan Yesus Terima kasih buat waktu pagi ini yang telah kau berikan untuk dapat menikmati pagi yang baru. aku bersyukur buat waktu sabat ini .berikan waktu ini untuk mensyukuri sabat dengan selalu aktif bergereja sehingga  berkatmu menyertai. amin
Share:

Berhasil

“Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; sabda TUHAN itu murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya.” (2Sam 22:31 )

Daud telah mengalami kelepasan dari cengkeraman  semua musuhnya dan dari cengkeraman Saul hanya oleh perlindungan Allah yang adalah bukit batu, kubu pertahanan dan penyelamatnya.

Sebagaimana halnya dengan Daud, kita pun sudah diselamatkan oleh anugerah Allah melalui iman kepada Yesus Kristus, Anak-Nya.

Kita sekarang sedang diselamatkan dari semua musuh kita yakni Iblis dan dunia ini.

Kita sedang menjalani jalan Tuhan yang sempurna itu, menikmati firman Tuhan yang murni itu dengan melakukannya. Semuanya itu kita alami karena Roh Kudus telah dikaruniakan tinggal dalam kita untuk menolong dan memimpin kita di jalan Tuhan yang sempurna itu.

Tuhan memperlengkapi kita dengan seluruh perlengkapan senjata Allah supaya dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis. Perlengkapan senjata Allah itu ialah kebenaran, keadilan, pemberitaan Injil damai sejahtera, perisai iman, firman Allah dan doa (Ef 6:11-18).

Dengan demikian kita menikmati janji Tuhan yang menjamin keselamatan kita sampai kita tiba di garis akhir kehidupan dan akan memperoleh anugerah keselamatan yang sempurna yang Tuhan sediakan bagi semua orang yang setia sampai akhir.

Puji Tuhan atas anugerah-Nya yang besar itu.

Tuhan Yesus pagi ini syukur kurasakan. atas semua yang kau berikan. jadikan hidupku berhasil dalam segala aktifitas ku. dan perluaskah daerahku.amin

Share:

Gratis Tapi Berkualitas!

Efesus 2:1-10

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. 

- Efesus 2:8-9

Salah satu kata yang dapat membahagiakan setiap orang adalah “gratis”. Kita pasti akan senang jika mendapatkan makan-minum gratis, barang gratis, ataupun kesempatan mendapatkan pengalaman gratis. Apalagi jika gratisan yang diberikan adalah sesuatu yang bagus dan berkualitas, entah benda yang dapat terlihat ataupun pengalaman yang bisa dirasakan, tentu kita akan dengan sukacita mengabarkannya kepada orang lain.
Sebenarnya kita tidak hanya mendapatkan gratisan di tengah dunia ini. Kita justru telah mendapatkan gratisan yang lebih berharga dari yang dunia berikan, yaitu gratisan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Gratisan ini seringkali disebut sebagai kasih karunia atau anugerah.
 Di dalam surat Efesus dituliskan bahwa kita diberikan kasih karunia oleh Allah. 
Keselamatan dalam kasih karunia tersebut dapat diperoleh dengan iman yang dimiliki dalam Yesus Kristus. Menariknya, tidak ada satu pun usaha manusia yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kasih karunia tersebut. Semuanya murni pemberian dari Allah kepada setiap kita.
Gratisan yang Allah berikan bagi kita sangatlah berbeda dengan apa yang dunia berikan. Dunia memberikan gratisan yang bersifat sementara, sedangkan Allah memberikan gratisan yang bersifat kekal. Dunia memberikan gratisan dengan kualitas standar, sedangkan Allah memberikan gratisan dengan kualitas melebihi maksimal. Bagaimana kita meresponi gratisan berkualitas yang telah Allah berikan bagi kita?
Paulus menuliskan, “… kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, ...” (ay. 10). Setiap kita yang telah menerima gratisan kasih karunia dari Allah adalah orang-orang yang diciptakan untuk melakukan pekerjaan baik. Artinya, dengan anugerah yang diberikan, kita seharusnya menjalani hidup dengan melakukan banyak pekerjaan baik di dalam dunia. Bukan pekerjaan baik demi keuntungan pribadi, tetapi demi kemuliaan nama Allah.
Sudah tersedia gratisan berkualitas bagi kita, mari saatnya kita memaknai anugerah Allah dengan sungguh-sungguh dan mengabarkannya kepada banyak orang. Bukan hanya kabar gratisan dari seseorang yang kita berikan, tetapi kabarkan gratisan kasih karunia Allah yang menyelamatkan hidup kita selamanya.

Refleksi Diri:
Bagaimana Anda memaknai kasih karunia Allah selama ini? Apakah Anda telah menghargainya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab?
Apa pekerjaan baik yang akan Anda lakukan demi kemuliaan Allah?
Share:

Dibenarkan Oleh Iman

Roma 3:21-30

Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. 

- Roma 3:23-24

Manusia umumnya berpikir dirinya cukup baik dan saleh dengan menaati ritual agamawi yang dianutnya. Manusia meyakini ketaatannya dapat menyelamat-kan dirinya dari hukuman Allah. Padahal tidak seorang pun mampu melakukan kebaikan dan aturan agama secara sempurna atau tanpa cacat cela di hadapan Allah. Allah sesungguhnya menghendaki kita sempurna sama seperti Dia adalah sempurna adanya. 
Jika demikian, siapa yang sanggup memenuhi kualifikasi hidup sempurna seperti Allah dan dinyatakan layak bersama-Nya di surga?
Rasul Paulus pada perikop bacaan menunjukkan argumentasinya tentang fungsi hukum Taurat versus anugerah Allah bagi murid Kristus. Saat itu konteks pembacanya terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi, dimana orang-orang Yahudi Kristen memberikan tekanan kepada pengikut Kristus yang non-Yahudi untuk mengikuti ketentuan Taurat dan tradisi Yahudi, salah satunya untuk disunat. Sunat diyakini dapat menyelamatkan mereka.
Manusia yang berdosa sama sekali tidak dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat atau menaati ritual agama (Rm. 3:4, 10-18, 20). Seandainya manusia dapat menyelamatkan diri sendiri dengan cara melakukan hukum agama atau berbuat amal dan kebaikan maka Yesus tidak perlu datang ke dunia dan mati di kayu salib, bukan? Namun, justru dengan bercermin pada hukum Taurat, keberdosaan manusia akan nampak semakin jelas dan nyata. Paulus mau mengarahkan jemaat di Roma kepada Kristus, yang mengaruniakan iman yang menyelamatkan, “... oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Paulus tidak bermaksud meniadakan hukum Taurat, khususnya hukum moral yang masih berlaku dan wajib diikuti oleh semua murid Tuhan, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Ia menekankan bahwa keselamatan datangnya bukan melalui perbuatan, melainkan oleh iman percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan karya keselamatan-Nya.
Dengan demikian, setiap kita yang percaya Yesus tidak boleh bermegah atas iman dan keselamatan yang diterima dari Allah (ay. 27). Hendaklah kita tetap rendah hati atas anugerah Allah, serta selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dengan setia melayani-Nya. Hiduplah taat seturut firman Tuhan. Penuhi hati dengan belas kasihan dan mau bergerak pergi memberitakan Injil Kristus kepada jiwa-jiwa yang terbelenggu dosa.

Refleksi Diri:

Mengapa Paulus mengajarkan pembenaran oleh iman dalam Kristus dan bukan oleh melakukan hukum Taurat?
Apakah Anda sudah dibenarkan oleh iman dalam Kristus? Apa buktinya?
"
Share:

Memuliakan Tuhan Dengan Harta

Amsal 3:9-10

Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,
- Amsal 3:9

Harta sering kali dipandang secara negatif karena ia dapat membuat manusia menjadi sombong dan lupa akan Tuhan. Harta juga dapat membawa manusia pada kejahatan dengan melakukan perampasan, pencurian atau pembunuhan. Bahkan harta juga dapat menjadi tuhan yang disembah dan diutamakan manusia. Namun, Amsal 3:9 menyatakan bahwa melalui harta kita juga dapat memuliakan Tuhan. Melalui harta kita bisa melayani Tuhan dan memberikan yang terbaik bagi Dia.
Kemudian muncul pertanyaan: Bagaimana cara memuliakan Tuhan dengan harta? Apa sikap yang diperlukan untuk memuliakan Tuhan? Sikap utama yang harus kita miliki untuk memuliakan Tuhan adalah dengan bersyukur senantiasa. Rasa bersyukur menandakan bahwa segala yang kita miliki adalah pemberian Tuhan kepada kita. Semua yang kita miliki hanyalah titipan dari Tuhan. Kita datang ke dalam dunia tidak membawa apa-apa dan nanti tatkala Tuhan memanggil pulang kembali, kita pun tidak akan membawa apa-apa. Harta memang diperoleh dengan hasil usaha kita, tetapi tanpa Tuhan yang menjadi sumber berkat di dalam hidup, kita tidak akan berhasil dengan usaha kita. Ada orang yang berusaha “setengah mati” berjuang, bekerja dari pagi sampai malam hari, tetapi tidak memiliki harta yang banyak.
Hidup dengan rasa bersyukur justru membuat kita bisa menjadi berkat melalui harta yang dipercayakan Tuhan. Bukan hanya harta kita kembalikan sebagai persembahan di dalam ibadah, tetapi melalui harta, kita bisa ikut membangun rumah Tuhan (gereja), bisa membantu orang-orang yang mengalami kekurangan, menolong yang sakit, memberikan beasiswa bagi yang tidak mampu, dan banyak lagi perbuatan baik. Saya percaya, masih banyak yang bisa kita lakukan melalui harta yang kita miliki
Janji Tuhan bagi yang setia melayani melalui harta akan terus diberkati Tuhan. Sama seperti pipa air yang dipakai menjadi saluran air, air akan terus mengalir untuk diteruskan sampai kepada tujuannya. Hidup kita adalah saluran berkat Tuhan. Dengan harta yang Tuhan titipkan kepada kita, marilah kita pakai untuk menjadi alat kemuliaan-Nya. Biarlah orang yang kita bantu dapat memuji kebesaran Tuhan Yesus Kristus melalui hidup kita yang selalu bersyukur atas segala berkat dan kebaikan-Nya di dalam hidup kita.

Refleksi Diri:
Bagaimana pandangan Anda selama ini mengenai harta? Apakah harta sebagai tuhan Anda atau alat untuk memuliakan Tuhan?
Apa yang bisa Anda lakukan dengan harta yang Anda miliki untuk menjadi saluran berkat Tuhan?
Share:

Gratis Tapi Berkualitas!

Efesus 2:1-10

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. 

- Efesus 2:8-9

Salah satu kata yang dapat membahagiakan setiap orang adalah “gratis”. Kita pasti akan senang jika mendapatkan makan-minum gratis, barang gratis, ataupun kesempatan mendapatkan pengalaman gratis. Apalagi jika gratisan yang diberikan adalah sesuatu yang bagus dan berkualitas, entah benda yang dapat terlihat ataupun pengalaman yang bisa dirasakan, tentu kita akan dengan sukacita mengabarkannya kepada orang lain.
Sebenarnya kita tidak hanya mendapatkan gratisan di tengah dunia ini. Kita justru telah mendapatkan gratisan yang lebih berharga dari yang dunia berikan, yaitu gratisan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Gratisan ini seringkali disebut sebagai kasih karunia atau anugerah.
 Di dalam surat Efesus dituliskan bahwa kita diberikan kasih karunia oleh Allah. 
Keselamatan dalam kasih karunia tersebut dapat diperoleh dengan iman yang dimiliki dalam Yesus Kristus. Menariknya, tidak ada satu pun usaha manusia yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kasih karunia tersebut. Semuanya murni pemberian dari Allah kepada setiap kita.
Gratisan yang Allah berikan bagi kita sangatlah berbeda dengan apa yang dunia berikan. Dunia memberikan gratisan yang bersifat sementara, sedangkan Allah memberikan gratisan yang bersifat kekal. Dunia memberikan gratisan dengan kualitas standar, sedangkan Allah memberikan gratisan dengan kualitas melebihi maksimal. Bagaimana kita meresponi gratisan berkualitas yang telah Allah berikan bagi kita?
Paulus menuliskan, “… kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, ...” (ay. 10). Setiap kita yang telah menerima gratisan kasih karunia dari Allah adalah orang-orang yang diciptakan untuk melakukan pekerjaan baik. Artinya, dengan anugerah yang diberikan, kita seharusnya menjalani hidup dengan melakukan banyak pekerjaan baik di dalam dunia. Bukan pekerjaan baik demi keuntungan pribadi, tetapi demi kemuliaan nama Allah.
Sudah tersedia gratisan berkualitas bagi kita, mari saatnya kita memaknai anugerah Allah dengan sungguh-sungguh dan mengabarkannya kepada banyak orang. Bukan hanya kabar gratisan dari seseorang yang kita berikan, tetapi kabarkan gratisan kasih karunia Allah yang menyelamatkan hidup kita selamanya.

Refleksi Diri:
Bagaimana Anda memaknai kasih karunia Allah selama ini? Apakah Anda telah menghargainya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab?
Apa pekerjaan baik yang akan Anda lakukan demi kemuliaan Allah?
Share:

Dibenarkan Oleh Iman

Roma 3:21-30

Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. 
- Roma 3:23-24

Manusia umumnya berpikir dirinya cukup baik dan saleh dengan menaati ritual agamawi yang dianutnya. Manusia meyakini ketaatannya dapat menyelamat-kan dirinya dari hukuman Allah. Padahal tidak seorang pun mampu melakukan kebaikan dan aturan agama secara sempurna atau tanpa cacat cela di hadapan Allah. Allah sesungguhnya menghendaki kita sempurna sama seperti Dia adalah sempurna adanya. 
Jika demikian, siapa yang sanggup memenuhi kualifikasi hidup sempurna seperti Allah dan dinyatakan layak bersama-Nya di surga?
Rasul Paulus pada perikop bacaan menunjukkan argumentasinya tentang fungsi hukum Taurat versus anugerah Allah bagi murid Kristus. Saat itu konteks pembacanya terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi, dimana orang-orang Yahudi Kristen memberikan tekanan kepada pengikut Kristus yang non-Yahudi untuk mengikuti ketentuan Taurat dan tradisi Yahudi, salah satunya untuk disunat. Sunat diyakini dapat menyelamatkan mereka.
Manusia yang berdosa sama sekali tidak dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat atau menaati ritual agama (Rm. 3:4, 10-18, 20). Seandainya manusia dapat menyelamatkan diri sendiri dengan cara melakukan hukum agama atau berbuat amal dan kebaikan maka Yesus tidak perlu datang ke dunia dan mati di kayu salib, bukan? Namun, justru dengan bercermin pada hukum Taurat, keberdosaan manusia akan nampak semakin jelas dan nyata. Paulus mau mengarahkan jemaat di Roma kepada Kristus, yang mengaruniakan iman yang menyelamatkan, “... oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Paulus tidak bermaksud meniadakan hukum Taurat, khususnya hukum moral yang masih berlaku dan wajib diikuti oleh semua murid Tuhan, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Ia menekankan bahwa keselamatan datangnya bukan melalui perbuatan, melainkan oleh iman percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan karya keselamatan-Nya.
Dengan demikian, setiap kita yang percaya Yesus tidak boleh bermegah atas iman dan keselamatan yang diterima dari Allah (ay. 27). Hendaklah kita tetap rendah hati atas anugerah Allah, serta selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan dengan setia melayani-Nya. Hiduplah taat seturut firman Tuhan. Penuhi hati dengan belas kasihan dan mau bergerak pergi memberitakan Injil Kristus kepada jiwa-jiwa yang terbelenggu dosa.

Refleksi Diri:
Mengapa Paulus mengajarkan pembenaran oleh iman dalam Kristus dan bukan oleh melakukan hukum Taurat?
Apakah Anda sudah dibenarkan oleh iman dalam Kristus? Apa buktinya?
Share:

APAKAH ENGKAU PEKA AKAN SUARA TUHAN ??

Baca:  Yesaya 50:4-11
_"Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid."_  Yesaya 50:4b
Melalui perjalanan hidup Samuel ini, kita bisa belajar bahwa langkah kesetiaan kepada Tuhan itu selalu diawali dari hal-hal yang kecil.  Kalau kita setia dalam perkara yang kecil Tuhan akan mempercayakan kepada kita hal-hal yang jauh lebih besar,  _"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."_  (Lukas 16:10). 
Pertumbuhan rohani Samuel ini akhirnya menjadi suatu kesaksian yang baik bagi seluruh umat Israel,  _"Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN."_  (1 Samuel 3:20).  Samuel pun dipercaya Tuhan untuk melakukan berbagai tugas pelayanan:  hakim, nabi, penasihat dan orang yang mempersiapkan raja untuk Israel.
     Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rohani menggantikan imam Eli dengan otoritas dari Tuhan, Samuel berhasil mempersatukan bangsa Israel yang tercerai-berai karena terpukul oleh bangsa Filistin  (1 Samuel 7:3).  

*Keberhasilan pelayanan Samuel adalah dampak dari kepekaannya dalam mendengar suara Tuhan*.  Saudara rindu dipercaya Tuhan untuk perkara-perkara besar?  _Pertajam pendengaran Saudara untuk mendengar suara Tuhan_ seperti seorang murid yang dengar-dengaran akan suara gurunya, dan seperti domba yang peka akan suara gembalanya.  

Tuhan Yesus berkata,  _"Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,"_  (Yohanes 10:27).  Domba-domba Kristus sejati pasti mengenal dengan baik suara gembalanya karena memiliki persekutuan yang karib.  Kristus adalah Gembala Agung kita, karena itu harus senantiasa mendengar suara-Nya dan taat kepada-Nya.
     Tanpa memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan  (seperti Daniel:  _"Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya."_  (Daniel 6:11)), membaca dan merenungkan firman Tuhan, mustahil kita dapat mendengar suara Tuhan.
Ingaaat !!!
*"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,"*  Yakobus 1:19
_Selamat Pagi dan Beraktivitas_
Tetaplah Semangat
*Tuhan Yesus Memberkati
Share:

Kasih Harus Berkorban

Galatia 6:1-10

Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. 

- Galatia 6:10

Beatrice sangat sayang seprai putih pemberian ibunya. Sebelum berbaring di atas ranjang, ia selalu mandi sampai bersih agar seprainya tetap terpelihara putih dan bersih. Suatu hari ada tamu menginap di rumah mereka. Karena tergerak oleh kasih, ibunya memberikan ranjang Beatrice untuk dipakai sang tamu. Dengan berat hati Beatrice mengizinkan ranjangnya dipakai sang tamu, tetapi ia mengganti seprainya dengan selimut biasa. Seprainya ia simpan di sudut kamar tidur adiknya. Keesokan harinya setelah sang tamu pergi, Beatrice segera membersihkan ranjangnya dan memasang kembali seprai kesayangannya. Ternyata seprai tersebut sudah sobek dan berlubang karena digigit tikus. Ia menangis dan menyesali, “Seharusnya aku membiarkan tamu tidur di atas sepraiku maka tikus tidak akan berani menggigitnya.”
Orang Kristen memiliki hukum Kristus yang harus ditaati, yaitu harus saling mengasihi (Yoh. 13:34-35). Kasih bukan hanya sekadar perasaan, tetapi sebuah tindakan pengorbanan. 
Allah adalah kasih (1Yoh. 4:16) dan dibuktikan dengan aksi nyata ketika Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Paulus juga menasihati jemaat Galatia agar saling mengasihi. Orang yang diberkati dengan kelebihan harus rela berkorban membantu orang yang kekurangan berlandaskan kasih Kristus. Jika kita mampu, tetapi menolak memberi bantuan kepada orang yang kekurangan, berarti menabur dalam daging dan akan menuai kehancuran (ay. 7-8). Namun, mereka yang memberi bantuan kepada para pelayan firman dan saudara seiman apabila sudah tiba waktunya akan menuai (ay. 9-10), baik pahala maupun hidup yang kekal (ay. 8; Mat. 10:41-42).
Saudaraku, apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari ini seharusnya kita bagikan juga agar menjadi berkat buat orang lain. Janganlah kita menghalangi berkat Tuhan yang seharusnya disalurkan. Beatrice merugi karena tidak rela seprainya dipakai orang lain. Ayat emas di atas mengingatkan kita agar berbuat baik kepada sesama, terutama kepada saudara seiman, selagi masih ada kesempatan. Kasih kepada sesama adalah bukti kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan (1Yoh. 4:21). Kasih sejati memang harus berkorban, baik tenaga, pikiran, harta, waktu ataupun perasaan dan lain sebagainya.

Refleksi Diri:
Apakah ada sifat murah hati, suka memberi, dan rela berkorban di dalam keseharian Anda?
Apa tindakan kasih yang bisa Anda lakukan untuk membantu mereka yang lemah dan kekurangan? Berdoalah mintakan hati yang mengasihi dan rela berkorban.
Share:

Tanpa Tawar Menawar

Kejadian 12:1-9

Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran; 

- Kejadian 12:4-5a

Jika berbelanja di pasar, kita mudah tergoda untuk menawar agar mendapatkan barang bagus dan banyak dengan harga terbaik alias paling murah. Intinya, kita menawar untuk mendapat untung. Dalam hal meresponi panggilan Tuhan, seseorang kadang tawar-menawar dengan Tuhan, mempertimbangkan apa keuntungannya kalau menjalani panggilan tersebut.

Mari kita lihat bagaimana Abram meresponi panggilan Tuhan. Apakah dengan tawar-menawar? Ayat emas menyampaikan bahwa saat dipanggil Tuhan, Abram segera pergi. Ia pergi bukan dengan persiapan untuk kembali. Abram bisa saja membawa sedikit barang, pergi sendirian terlebih dahulu. Lalu jika keadaan OK, ia kembali menjemput Sarai. Namun, firman Tuhan mengatakan Abram sungguh pergi dengan tidak memandang ke belakang. 

Ia benar-benar pindahan seperti yang Tuhan perintahkan kepadanya. Bersama rombongan besar Abram bergerak, melangkah dengan iman kepada Tuhan. Ia percaya akan janji Tuhan dan pergi meninggalkan yang harus ditinggalkannya, menuju tempat yang Tuhan sudah tentukan.

 Abram pergi dengan tidak mengetahui banyak detail mengenai apa yang akan terjadi nanti. Perkataan Tuhan menjadi pegangannya. Ia sangat percaya kepada Tuhan, taat sepenuhnya. Panggilan Tuhan untuk menjadi berkat harus diresponi dengan ketaatan. Kita bisa menikmati berkat dari Kristus karena ketaatan-Nya sampai mati di kayu salib. Banyak yang bisa menghalangi Yesus naik ke atas kayu salib. Godaan iblis, suara-suara dari para murid yang menghalangi-Nya, juga suara-suara orang banyak. Namun, Kristus tetap taat supaya kita juga bisa hidup dalam ketaatan.

Mana yang lebih kita sukai? Menantikan berkat atau menjadi berkat? Berkat terbesar sudah diberikan Yesus. Seharusnya kita bukan menantikan berkat, tetapi menjadi berkat. 

Keselamatan dari Tuhan Yesus terlalu ajaib buat kita. Pahamilah ini. Kita tidak akan pernah bisa menolak panggilan Juruselamat yang sudah menyelamatkan kita. Kita seharusnya hidup sesuai dengan rancangan dan panggilan Tuhan. Amat disayangkan jika kita hidup mencari tujuan lain, bukannya hidup sesuai tujuan Tuhan.

Refleksi Diri:

Apa sikap yang Anda seringkali ambil dalam hidup: ikut panggilan Tuhan atau hanya memikirkan kenyamanan diri?
Mengapa panggilan Tuhan harus dijalani tanpa tawar menawar? Apakah Anda sudah taat sepenuhnya?
"
Share:

Panggilan Yang Mengejutkan

Kejadian 12:1-9

Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. 

- Kejadian 12:1-2
Kita pasti pernah menemui kejutan di dalam kehidupan, kejadian-kejadian yang tidak pernah diduga. Bagaimana jika kita dipanggil Tuhan untuk sesuatu yang mengejutkan, yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, tetapi harus dilakukan? Apakah kita akan taat pada panggilan-Nya?
Abraham tiba-tiba mendapatkan panggilan dari Tuhan. Panggilannya tidak main-main, ia harus pergi meninggalkan apa yang selama ini menjadi kehidupannya (ay. 1). Sebuah panggilan untuk meninggalkan rumahnya, daerahnya, dan tidak kembali lagi. Hidupnya harus berubah seketika. Ia pasti tidak pernah membayangkan harus mendadak pergi, apalagi kehidupannya di sana sudah baik. Ada banyak pertimbangan matang untuk memulai sesuatu yang baru. Abraham bisa berkata kepada Tuhan, “Tuhan kasih saya waktu yah, saya pikir-pikir dulu. 
Saya diskusi dulu sama Sarai yah Tuhan.” Bukan saja mengejutkan, tetapi juga disertai janji yang luar biasa (ay. 2). Janji yang membuat Abraham bertanya-tanya. Pada saat itu, Abraham berusia 75 tahun dan Sara 65 tahun. Mereka belum memiliki satu anak pun karena Sara mandul (Kej. 11:30). Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi bangsa yang besar? Selain itu, dijanjikan akan membuat nama Abraham masyhur. Artinya, akan ada banyak orang mengenal namanya. Abraham akan go internasional, tampak mengagumkan sekali, bukan? Namun, lagi-lagi bagaimana mungkin itu terjadi? Apa yang harus dilakukan Abraham supaya dikenal dan menjadi berkat? Pada masa itu, belum ada gawai canggih, apalagi sosial media, bagaimana mungkin orang-orang mengenalnya?
Panggilan Abraham bukanlah panggilan biasa, perhatikan penekanannya: panggilan Tuhan adalah supaya Abraham menjadi berkat. Tuhan Yesus telah menebus dan menetapkan kita untuk berjalan dalam panggilan-Nya. Panggilan-Nya bagi kita adalah sama: untuk menjadi berkat. Namun, seringkali banyak anak Tuhan juga berpikir hal tersebut mustahil dilakukan. Akhirnya mereka tidak melakukan apa pun karena memandang diri tidak bisa apa-apa. Panggilan dari Tuhan terkadang mengejutkan karena kita harus memulai sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Tetap jalani panggilan Tuhan dengan setia sekalipun tampak mustahil sebab panggilan Tuhan tidak pernah salah.

Refleksi Diri:
Mengapa panggilan Tuhan dalam hidup harus diresponi dengan benar?
Bagaimana sekarang Tuhan menginginkan Anda menjadi berkat? Apa langkah praktis yang Anda lakukan untuk mewujudkannya?
Share:

Makanan Rohani

Matius 4:1-11

Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

-Matius 4:4

Manusia tidak pernah lepas dari makanan. Kita memerlukan makanan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas. Kita makan rata-rata tiga kali sehari: pagi, siang, dan malam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika cukup makan maka saat melakukan pekerjaan, kita akan tetap kuat dan sehat.
Demikian pula dalam hal rohani. Rohani kita memerlukan makanan. Mengapa? Karena rohani kita lemah. Ada banyak perkara di dalam hidup yang bisa membuat kita jauh dari Tuhan. Iman kita pun bisa goyah karena banyak godaan yang dihadapi selama menjalani hidup.
Ayat di atas adalah jawaban Tuhan Yesus tatkala Dia digoda oleh Iblis untuk mengubah batu menjadi roti. Di tengah kelaparan yang sangat karena Yesus sudah berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam, roti menjadi godaan terbesar. Jawaban atas kelaparan Yesus hanya satu, yaitu makan. Tidak ada pilihan lain. Jika manusia yang mengalami hal serupa, ia bisa berbuat jahat karena rasa lapar dan keinginan untuk makan yang sangat besar.
Namun, Tuhan Yesus menegaskan bahwa hidup ini bukan sekadar hal jasmani. Ketaatan pada firman Tuhan adalah hal yang terpenting. Jika taat kepada firman, berarti kita juga taat kepada Allah dan Dia akan menyertai serta memberkati kita. Selain itu, Yesus memang tidak mau tunduk terhadap apa yang diperintahkan Iblis. Walaupun saat itu makan adalah hal yang paling masuk akal dan roti menjadi jawaban akan kebutuhan Yesus, tetapi kalau menaati permintaan Iblis, Dia sudah kalah.
Setiap hari kita menghadapi berbagai godaan dan pencobaan. Iblis tidak tinggal diam. Ia tahu kelemahan kita dan tahu kapan kita sedang goyah. Iblis akan menyodorkan jalan keluar atas permasalahan kita yang tampaknya benar, tetapi sesungguhnya, jika kita taat kepadanya maka kita sudah kalah.
Mari menguatkan hidup kita dengan firman Tuhan. Firman akan meneguhkan tatkala kita goyah. Rutinlah membaca dan merenungkan firman seperti kita rutin makan makanan jasmani. Jangan biarkan rohani kita kelaparan karena jika tidak, iman kita mudah goyah. 
Tatkala rutin membaca dan merenungkan firman maka kita akan taat kepada Allah dan percaya akan pemeliharaan-Nya yang ajaib di dalam kehidupan kita.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah memberi makan kerohanian Anda dengan cukup?
Apa komitmen yang ingin Anda lakukan dalam hal memberi makanan rohani agar bisa taat kepada Allah?

selamat pagi dan selamat berpesta Rakyat dengan pergi ke TPS untuk Memilih Presiden .sukses sukses go
Share:

Devosi Mendengar

Dan Samuel menjawab: “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.” — 1 Samuel 3:10

Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini? Atau, hanya pada saat-saat tertentu saja? Apa rahasianya? Apa yang menjadi kendala atau rintangannya? Chambers menekankan aspek devosi dalam mendengar (devotion of hearing). Devosi adalah tindakan kasih dengan pengorbanan waktu dan tenaga.

Devosi Mendengar

Hanya karena telah mendengarkan dengan cermat dan sungguh-sungguh kepada satu hal dari Allah bukan berarti bahwa saya mendengarkan semua hal yang diucapkan-Nya. Saya memperlihatkan kepada Allah kurangnya kasih dan hormat saya kepada-Nya dengan ketidakpekaan hati dan pikiran saya pada apa yang dikatakan oleh-Nya. Jika saya mengasihi sahabat saya, secara naluri saya akan memahami apa yang diinginkannya. Yesus berkata, “Kamu adalah sahabat-Ku ...” (Yohanes 15:14).

Apakah saya tidak menuruti perintah Tuhan minggu ini? Jika saya menyadari bahwa itu perintah Yesus, saya tidak akan dengan sengaja tidak mengindahkannya. Akan tetapi, kebanyakan di antara kita sungguh menunjukkan rasa tidak hormat kepada Allah karena nyatanya kita sama sekali tidak mendengarkan Dia. Seolah-olah Dia tidak pernah berbicara kepada kita.

Sasaran dari kehidupan rohani saya adalah keserupaan (identifikasi) sedemikian rupa dengan Yesus Kristus sehingga saya selalu mau mendengarkan Allah dan mengetahui bahwa Allah selalu mendengarkan saya (lihat Yohanes 11:41).

Jika saya dipersatukan dengan Yesus Kristus, saya mendengarkan Allah sepanjang waktu melalui devosi mendengar (tindakan kasih dan pengorbanan dengan waktu dan tenaga untuk mendengar Allah). Sekuntum bunga, sebuah pohon atau seorang hamba Allah mungkin menyampaikan pesan Allah kepada saya.

Hal yang merintangi pendengaran saya adalah perhatian saya yang tertuju pada hal-hal lain. Bukannya saya tidak ingin mendengar Allah, tetapi saya tidak “devoted” dalam segi-segi yang tepat dari hidup saya. Saya memperhatikan hal-hal lain dan bahkan pada pelayanan dan keyakinan saya sendiri. Allah boleh jadi berbicara hal-hal yang dikehendaki-Nya, tetapi saya tidak mendengarkan Dia. Sikap seorang anak Allah seharusnya selalu, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar”.

Jika saya tidak mengembangkan dan memupuk devosi mendengar ini, saya hanya dapat mendengar suara Allah pada waktu tertentu saja. Pada saat yang lain saya menjadi tuli terhadap suara-Nya karena perhatian saya tertuju kepada hal-hal lain, yaitu hal-hal yang menurut pendapat saya harus saya lakukan.

Hal ini bukanlah kehidupan seorang anak Allah. Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini?
Share:

Saudara Bukan Musuh

Mazmur 133

Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! 

- Mazmur 133:1

Konflik di dalam gereja adalah sesuatu yang tak terhindarkan karena satu orang berbeda dengan yang lain. Patut disayangkan jika konflik tidak terselesaikan dan berakhir dengan perpecahan, tidak saling berbicara, bahkan yang terparah menganggap saudara seiman sebagai musuh. Ini terjadi karena seseorang menganggap dirinya lebih penting dari yang lain. Ia merasa ide-ide dan dirinya harus lebih diterima daripada orang lain. Saat kesatuan orang percaya dikorbankan karena keegoisan masing-masing pribadi, ini merupakan hal serius. Kesatuan umat T uhan adalah penting, bukan sekadar duduk bersama di dalam ibadah.
 Mazmur 133 memanggil kembali umat T uhan untuk hidup bersama dalam kesatuan. 
Ayat emas di atas dimulai dengan kata “sungguh” atau bisa juga dikatakan “lihatlah” ada suatu pemandangan, perasaan, dan situasi luar biasa yang mau ditunjukkan oleh pemazmur, yaitu alangkah baik dan indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun.
Kebaikan dan keindahan dari umat Tuhan bukanlah di saat umat menjadi sukses dan besar, memiliki cabang gereja di mana-mana atau memiliki wawasan teologi yang tinggi. 
Kesatuan dan kerukunan terjadi saat umat saling menghargai, tidak memandang rendah yang lain, saling mengampuni dan mengasihi. Ini berarti seorang tidak menganggap dirinya lebih penting dari yang lain di dalam tubuh Kristus.
Tahukah Anda, hal kesatuan ini didoakan dengan sungguh oleh Tuhan Yesus, supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (Yoh. 17:21). Kesatuan umat Tuhan itu penting buat Yesus. Dia mengerti betapa banyaknya tantangan yang bisa memecahkan kesatuan umat. Kristus sendiri turun mempersatukan kita. Yesus memberikan hidup-Nya supaya kita orang-orang berdosa yang ada di dalam Kristus sebagai orang-orang yang telah menerima anugerah-Nya, ada dalam kesatuan.
Kita disatukan bukan karena selera musik dan hobi yang sama. Bukan pula karena suku yang sama, melainkan karena Tuhan Yesus sendirilah yang mempersatukan kita. Sadarilah bahwa konflik di dalam berelasi sebagai jemaat adalah sesuatu yang tak terhindarkan. 
Namun selalu ingat, Kristus telah mempersatukan kita dengan darah-Nya yang mahal.
Refleksi Diri:

Apakah Anda terlibat konflik yang belum diselesaikan dengan sesama saudara seiman?
Apa langkah konkrit yang ingin Anda lakukan untuk bisa mempererat kesatuan umat Tuhan?
"
Share:

Mata Pelajaran Penderitaan

Ibrani 12:3-13

Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? 
- Ibrani 12:7
Apa pelajaran terfavorit Anda ketika bersekolah? Saya rasa setiap kita punya mata pelajaran terfavorit dan pasti berbeda-beda setiap orangnya. Tentu sebaliknya, ada mata pelajaran yang paling tidak kita sukai. Alasan kita tidak menyukainya biasanya karena sulit untuk mempelajari atau menguasai mata pelajaran tersebut.
Perjalanan hidup kita di dunia sebetulnya juga sebuah sekolah kehidupan. Kita bisa belajar banyak mata pelajaran dari kehidupan. Satu pelajaran yang saya rasa tidak semua orang menyukainya, yaitu mata pelajaran penderitaan. Siapa yang suka menderita? Tidak ada. Tidak satu pun manusia di dunia ini yang senang belajar untuk menderita. Namun faktanya, kita ternyata selalu hidup berdampingan dengan penderitaan. Allah sendiri juga ingin memberikan mata pelajaran penderitaan untuk kita pelajari. Keadaan sulit yang kita alami dan berbagai masalah yang membuat kita merasa ingin menyerah, ternyata menjadi salah satu proses belajar yang Tuhan ajarkan kepada kita.
Dalam Ibrani 2:7, Rasul Paulus berkata, “… kamu harus menanggung ganjaran.” Ganjaran yang dimaksudkan bukanlah hukuman, melainkan disiplin terhadap penderitaan. 
Paulus melihat bahwa penderitaan yang dialami oleh manusia adalah bentuk pelajaran yang Allah berikan kepada manusia. Mengapa? Karena Allah memperlakukan kita sebagai anak-anaknya. Layaknya orangtua yang memberikan ajaran kepada anaknya agar berkembang, demikian juga Allah melakukannya di dalam kehidupan kita. Penderitaan diberikan sebagai pelajaran agar iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus dapat bertumbuh dan semakin kuat.
Pelajaran penderitaan yang diberikan Tuhan tidak selalu mendatangkan sukacita (ay. 11), tetapi yakinlah Dia tidak akan pernah meninggalkan kita. Selain itu, ingatlah ada janji damai sejahtera yang pasti Dia akan berikan kepada setiap kita saat menghadapi penderitaan. Kunci keberhasilan melewati penderitaan adalah tetap bersandar dan beriman teguh kepada Kristus, berjalan lurus sesuai dengan kebenaran firman Allah, serta terus berjuang (ay. 13).
Mulai sekarang, marilah belajar melihat penderitaan sebagai suatu mata pelajaran kehidupan yang sedang Allah berikan bagi kita. Sebuah pelajaran agar kita dapat semakin bertumbuh dalam iman pada kuasa dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus. Teruslah bersandar, beriman teguh, dan setia menjalani hidup selaras firman Allah. Ayo saudaraku, siapkan hati untuk menghadapi pelajaran baru!

Refleksi Diri:
Kapan Anda terakhir kali mengalami penderitaan yang sangat menyulitkan Anda? Apa pelajaran yang Anda dapatkan dari penderitaan tersebut?
Bagaimana sekarang Anda akan bersikap jika menghadapi penderitaan yang Tuhan izinkan terjadi?
"
Share:

Tidak Habis Oleh Masalah

Ratapan 3:21-26

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! 

- Ratapan 3:22-23
Kita tidak pernah membaca sebuah puisi yang mengagungkan penderitaan atau melihat sebuah tugu peringatan didirikan untuk mengenang kebaikan dari suatu penderitaan. 
Penderitaan didefinisikan sebagai hal yang tidak menyenangkan dan menyakitkan sehingga semua orang berusaha menghindarinya. Namun, C.S. Lewis pernah berkata, “Allah berbisik kepada kita dalam kesenangan kita, tetapi Dia berteriak dalam penderitaan kita. 
Penderitaan adalah megafon Allah untuk membangunkan dunia yang tuli.”
Ketika kita menderita, mungkin ada yang bertanya, “Jika Allah itu baik, mengapa Dia tidak mengangkat semua penderitaan kita?” Penulis kitab Ratapan menjawab di ayat 34-36 bahwa memang Tuhan tidak senang melihat umat-Nya menderita. Namun, manusia sesungguhnya membutuhkan tekanan dari sebuah penderitaan bagi kelangsungan hidupnya. 
Senada dengan itu, 1 Petrus 1:6-7 menyatakan bahwa penderitaan dan kesulitan hidup adalah bagian penting dari ujian iman, pembentukan karakter, dan pendewasaan kerohanian orang Kristen. Karena itu, ayat emas di atas menguatkan kita untuk tetap berpengharapan di saat mengalami penderitaan yang bukan disebabkan oleh dosa atau kesalahan sendiri, melainkan karena kepercayaan dalam Kristus (1Ptr. 4:14-16).
Bahasa Ibrani dari kata “berkesudahan” pada ayat emas mempunyai arti terpakai habis atau sampai ke titik penghabisan. Jadi, kasih setia Allah yang besar dan tak pernah habis memampukan kita untuk menghadapi ujian iman setiap hari. Ujian yang dialami mungkin terasa begitu berat, tetapi tidak akan dihabiskan oleh masalah dan penderitaan kita karena kasih setia Allah yang tak berkesudahan selalu menyertai.
Jika mengingat pengalaman saat menderita kanker yang menyakitkan di tahun 2016, saya menyadari betapa seringnya Allah menunjukkan kasih setia-Nya kepada kami sekeluarga. Saya melihat pemeliharaan Tuhan melalui kebaikan dari kerabat, teman-teman, nasihat bijak dari dokter, kecukupan keuangan dan keyakinan dalam hati bahwa suatu hari nanti saya pasti akan pulih kembali. Kasih setia Tuhan nyata dalam hidup saya.
Bila saat ini Anda sedang melewati masa-masa suram dan sulit karena masalah ekonomi, kesehatan, keluarga, dan sebagainya, janganlah putus asa dan kecewa. Anda tidak akan dihabiskan oleh masalah yang dihadapi. Tetaplah memercayai kasih karunia dan pemeliharaan Allah yang setia atas hidup Anda.

Refleksi Diri:
Apa penderitaan yang sedang Anda hadapi saat ini? Bagaimana respons Anda saat menghadapinya? 
Siapa yang Anda cari untuk memperoleh kekuatan dan pertolongan di tengah penderitaan
Share:

Tidak Habis Oleh Masalah

Ratapan 3:21-26

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! 

- Ratapan 3:22-23

Kita tidak pernah membaca sebuah puisi yang mengagungkan penderitaan atau melihat sebuah tugu peringatan didirikan untuk mengenang kebaikan dari suatu penderitaan. 
Penderitaan didefinisikan sebagai hal yang tidak menyenangkan dan menyakitkan sehingga semua orang berusaha menghindarinya. Namun, C.S. Lewis pernah berkata, “Allah berbisik kepada kita dalam kesenangan kita, tetapi Dia berteriak dalam penderitaan kita. 
Penderitaan adalah megafon Allah untuk membangunkan dunia yang tuli.”
Ketika kita menderita, mungkin ada yang bertanya, “Jika Allah itu baik, mengapa Dia tidak mengangkat semua penderitaan kita?” Penulis kitab Ratapan menjawab di ayat 34-36 bahwa memang Tuhan tidak senang melihat umat-Nya menderita. Namun, manusia sesungguhnya membutuhkan tekanan dari sebuah penderitaan bagi kelangsungan hidupnya. 
Senada dengan itu, 1 Petrus 1:6-7 menyatakan bahwa penderitaan dan kesulitan hidup adalah bagian penting dari ujian iman, pembentukan karakter, dan pendewasaan kerohanian orang Kristen. Karena itu, ayat emas di atas menguatkan kita untuk tetap berpengharapan di saat mengalami penderitaan yang bukan disebabkan oleh dosa atau kesalahan sendiri, melainkan karena kepercayaan dalam Kristus (1Ptr. 4:14-16).
Bahasa Ibrani dari kata “berkesudahan” pada ayat emas mempunyai arti terpakai habis atau sampai ke titik penghabisan. Jadi, kasih setia Allah yang besar dan tak pernah habis memampukan kita untuk menghadapi ujian iman setiap hari. Ujian yang dialami mungkin terasa begitu berat, tetapi tidak akan dihabiskan oleh masalah dan penderitaan kita karena kasih setia Allah yang tak berkesudahan selalu menyertai.
Jika mengingat pengalaman saat menderita kanker yang menyakitkan di tahun 2016, saya menyadari betapa seringnya Allah menunjukkan kasih setia-Nya kepada kami sekeluarga. Saya melihat pemeliharaan Tuhan melalui kebaikan dari kerabat, teman-teman, nasihat bijak dari dokter, kecukupan keuangan dan keyakinan dalam hati bahwa suatu hari nanti saya pasti akan pulih kembali. Kasih setia Tuhan nyata dalam hidup saya.
Bila saat ini Anda sedang melewati masa-masa suram dan sulit karena masalah ekonomi, kesehatan, keluarga, dan sebagainya, janganlah putus asa dan kecewa. Anda tidak akan dihabiskan oleh masalah yang dihadapi. Tetaplah memercayai kasih karunia dan pemeliharaan Allah yang setia atas hidup Anda.

Refleksi Diri:
Apa penderitaan yang sedang Anda hadapi saat ini? Bagaimana respons Anda saat menghadapinya? 
Siapa yang Anda cari untuk memperoleh kekuatan dan pertolongan di tengah penderitaan
Share:

Dosa Menahan Kebaikan

Amsal 3:27-28

Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.
- Amsal 3:27
Saya pernah melihat sebuah ilustrasi yang menggambarkan dua orang sedang berinteraksi. Orang pertama sedang kedinginan dan kelaparan, sementara orang kedua memakai jaket tebal dan berjalan sambil membawa makanan. Orang kedua melihat orang pertama sambil berkata, “Kamu lapar ya?” Hanya perkataan tanpa diiringi dengan tindakan memberi. Ia hanya sekadar berkata dan kemudian pergi.
Ilustrasi gambar ini tepat menggambarkan apa yang disampaikan penulis Amsal pada bacaan Alkitab hari ini. Raja Salomo menyampaikan pesan kepada kita bahwa ternyata ada orang-orang yang memikirkan dirinya sendiri tanpa mau peduli keadaan orang lain. Dengan keegoisannya mereka hanya memandang orang lain yang mengalami kesusahan, tanpa memberikan bantuan. Dengan berbagai alasan, mereka menunda untuk melakukan perbuatan baik. Mengapa orang menunda memberikan bantuan? Karena ia memikirkan untung dan rugi, serta memikirkan dirinya terlebih dahulu sebelum memikirkan orang lain.
Ketidakpedulian membuat Tuhan sangat marah. Tuhan tidak suka dengan sikap tidak peduli. Dia menegur keras orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memperhatikan kebutuhan orang lain. Tuhan meminta kita untuk segera memberikan bantuan dan semampu yang bisa kita lakukan. Alasan utamanya, Tuhan sudah memberkati kita terlebih dahulu maka kita harus menjadi berkat bagi orang lain. Mungkin orang tersebut sedang dan sudah berdoa kepada Tuhan meminta pertolongan dan kita bisa menjadi alat Tuhan untuk menolongnya. Jangan menghambat karya Tuhan dinyatakan karena kita egois dan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Selain itu, jika kita tidak melakukan kebaikan padahal mampu melakukannya maka kita sudah berdosa. Rasul Yakobus di dalam Yakobus 4:17 mengingatkan, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”
Marilah belajar peka dan membuka diri terhadap orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan bantuan. Biarlah Allah bekerja dan karya-Nya nyata dirasakan oleh mereka melalui diri kita. Jadilah berkat bagi sesama supaya mereka juga bisa merasakan berkat Tuhan di dalam kehidupan. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita untuk taat kepada firman-Nya sehingga Dia dapat memakai kita menyatakan kebaikan-kebaikan-Nya melalui diri kita.

Refleksi Diri:
Siapa orang di sekitar Anda yang Tuhan tempatkan yang membutuhkan bantuan Anda?
Apa kebaikan yang bisa Anda lakukan agar karya Tuhan nyata melalui diri Anda?
Share:

Seperti TUHAN mencintai

Hosea 3:1

Orang percaya, lihatlah ke belakang melintasi pengalamanmu, dan pikirkan bagaimana Allahmu sudah memimpinmu dalam belantara, dan bagaimana Dia sudah memberimu makan dan pakaian setiap hari — bagaimana Dia sudah menanggung perilakumu yang buruk — bagaimana Dia sudah bertahan dengan segala omelanmu dan segala kerinduanmu akan hal-hal kedagingan Mesir — bagaimana Dia sudah membuka batu karang untuk memberi minum, dan memberimu makan dengan manna yang datang dari langit. Pikirkan betapa anugerah-Nya sudah cukup bagimu dalam segala masalahmu — bagaimana darah-Nya sudah menjadi pengampunan dalam segala dosamu — bagaimana tongkat dan gada-Nya sudah menghibur engkau. Ketika engkau sekarang sudah melihat kasih Tuhan ke belakang, sekarang biarkan iman memandang kasih-Nya pada masa depan, karena ingatlah bahwa perjanjian dan darah Kristus mencakup lebih dari masa lampau. Dia yang sudah mengasihi dan mengampunimu, takkan pernah berhenti mengasihi dan mengampuni. Dialah Alfa, dan Dia akan menjadi Omega juga: Dia yang Awal, dan Dia akan menjadi yang Akhir. Karena itu, ingatlah ketika engkau melalui lembah kekelaman, engkau tidak perlu takut bahaya, sebab Dia bersamamu [Mazmur 23:4]. Ketika berdiri dalam aliran dingin sungai Yordan, engkau tidak perlu takut, karena kematian tidak bisa memisahkanmu dari kasih-Nya; dan ketika engkau tiba pada misteri kekekalan, engkau tidak perlu gemetar, "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." [Roma 8:38] Sekarang, hai jiwa, tidakkah kasihmu disegarkan kembali? Tidakkah ini membuatmu mencintai Yesus? Tidakkah melintasi padang kasih yang tak terbatas mengobarkan dan mendorong hatimu untuk bersuka dalam Tuhan Allahmu? Pastilah, ketika kita merenungkan "cinta TUHAN" itu, hati kita berkobar, dan kita ingin lebih mencintai Dia.
Share:

Gema Suara Illahi Senin 5 Februuari 2024Sisi Baik Di Balik Sisi Buruk

1 Samuel 31:1-13

Mereka mengambil tulang-tulangnya lalu menguburkannya di bawah pohon tamariska di Yabesh. Sesudah itu berpuasalah mereka tujuh hari lamanya.
- 1 Samuel 31:13

Kisah hidup Saul berakhir di perikop bacaan hari ini. Menurut Anda, setelah mengikuti perjalanan hidupnya di dalam kitab 1 Samuel, apakah Saul seorang sukses atau gagal? Saya pikir kita terbiasa menilai akhir hidup Saul dari sisi negatif, yaitu bahwa ia bunuh diri. Memang, itu fakta tak terbantahkan. Kita bisa mengatakan Saul “finishing not well”. Saul didera sindrom minder dan rasa tidak aman sepanjang hidupnya. Ia tidak pernah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak ada prestasi yang istimewa semasa menjadi raja, kecuali pada masa awal ia menjabat. Sepanjang hidupnya, meskipun berkali-kali berperang, orang Filistin tidak berhasil ia tundukkan. Orang Israel tetap harus hidup dalam ancaman dan ketidakamanan.
Anda bisa menyebut nasib Saul tragis. Ia ingin menghindarkan diri dari siksaan dan hinaan orang Filistin, tetapi ternyata tetap saja jasadnya diperlakukan dengan hina (ay. 10). Akan tetapi, ada catatan menarik dalam ayat 11-13 tentang perlakuan baik dan hormat penduduk Yabesh-Gilead terhadap jenazah Saul. Siapa penduduk Yabesh-Gilead? Kembali ke masa lalu, dalam 1 Samuel 11, diceritakan tentang tindakan Saul menyelamatkan mereka dari orang Amon. Mereka tidak pernah melupakan jasanya. Saul adalah pahlawan bagi penduduk Yabesh-Gilead. Karena itu, mereka memberanikan dan merisikokan diri mengambil jasadnya di sarang musuh dan memperlakukannya dengan hormat.
Di balik pribadi yang kita anggap gagal, mungkin ada jasa baik dan dampak yang sudah dilakukan Saul bagi orang lain. Saul tak bisa disebut orang yang sukses, tetapi rasanya juga tidak pantas kita mengatakan ia pribadi yang gagal total, apalagi dari perspektif penduduk Yabesh-Gilead. Dari hidup Saul, mari kita belajar menghargai seseorang yang tidak dihargai siapa-siapa karena dirinya bukan siapa-siapa. Saya yakin, di balik pribadi yang bukan siapa-siapa, mungkin saja ada dampak yang telah diperbuatnya bagi sesama. Hendaklah kita belajar menghargai orang yang kurang dihargai karena mereka pun pasti pernah melakukan sesuatu yang berharga semasa hidupnya.

Refleksi Diri:

Siapa orang yang Anda kenal/tahu yang Anda pikir “bukan siapa-siapa”?
Apa perilaku baik dari orang tersebut yang bisa Anda hargai? Apa wujud nyata penghargaan Anda kepadanya?
"
Share:

Bagian Allah, Bagian Manusia

1 Samuel 30:1-20

Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya.
- 1 Samuel 30:6b

Berkali-kali Daud menghadapi krisis. Kali ini, ia kembali menghadapi masalah besar. Pertama, Daud menghadapi kenyataan pahit: serangan balik dari orang Amalek. Dulu Daud pernah menyerang mereka dan sekarang mereka menyerang balik (1Sam. 27:8). Orang-orang yang dikasihi serta harta-bendanya dirampas. Istri dan anak-anaknya ditawan. Kedua, Daud menghadapi krisis kepemimpinan. Pengikutnya menyalahkan ia dan hampir melemparinya dengan batu. Daud dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Tak mudah menghadapi orang-orang yang sedang sedih dan marah.
Bagaimana Daud menghadapi masalah ini? Kuncinya ada pada ayat 6. Dikatakan, “Dan Daud sangat terjepit.” Ungkapan yang sama digunakan oleh Saul (1Sam. 28:15). Keduanya menghadapi situasi berat. Namun, keduanya merespons dengan cara yang berbeda. Saul mencari pertolongan dari pemanggil arwah. Dalam keputusasaannya, Saul tidak melihat sumber pertolongan yang utama, yaitu Allah. Berkebalikan dengan Daud, responsnya adalah “menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya.” (ay. 6b). Daud tak sedikit pun ragu dan goyah akan sumber kekuatan dan pertolongannya. Daud benar-benar berpaut kepada Allah.
Keterpautan Daud kepada Allah ditunjukkan dengan tindakan mencari kehendak Tuhan (ay. 8). Tuhan berkenan menyatakan kehendak-Nya dan menjanjikan keberhasilan baginya. Langkah selanjutnya adalah Daud bersama-sama enam ratus orang mengusahakan misi penyelamatan. Sikap Daud ini mengingatkan kita pada pernyataan Rasul Paulus dalam Filipi 2:12-13, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu … karena Allahlah yang mengerjakan …” Bagi Daud, menguatkan kepercayaan kepada Tuhan berarti bersandar sepenuhnya pada Allah yang aktif bekerja, tetapi pada saat yang sama ia juga bergiat dalam bagian yang harus dikerjakannya. Orang beriman tak kenal kata diam dan menyerah. Orang yang paling beriman adalah orang yang paling giat berusaha.
Bapa Gereja Agustinus berkata, “Berdoalah seolah-olah semuanya bergantung kepada Allah, bekerjalah seolah-seolah semuanya bergantung kepadamu.” Ini adalah paradoks. Di satu sisi kita harus beriman sepenuhnya pada kuasa Allah dalam menggenapkan kehendak-Nya. Di sisi lain, kita harus berusaha sebaik-baiknya karena itulah kehendak Allah bagi kita.

Refleksi Diri:
Bagaimana Anda memahami arti dari beriman dan berusaha?
Apa masalah yang Anda hadapi saat ini? Sejauh mana Anda berusaha dan berdoa/ beriman dalam menghadapi masalah tersebut?
Share:

Bukan “HOKI” Yang Menghampiri

1 Samuel 29:1-11

Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu.
- Mazmur 34:20
Hoki” adalah istilah yang populer untuk menyatakan nasib baik yang dialami seseorang. Misalnya, ketika ada kecelakaan mobil beruntun di jalan tol dan mobil Anda terluput, Anda akan dibilang, “Hoki.”
Daud ada dalam situasi sulit. Dilema. Maju kena, mundur kena. Oleh Raja Akhis, Daud diminta berperang melawan bangsanya sendiri. Selama ini Akhis menganggapnya sudah berbelot dari bangsanya dan berpihak kepadanya, bahkan sudah diangkat sebagai pengawal setia. Akhis sangat percaya bahkan menyanjung-nyanjung Daud (ay. 6, 9). Akhis tidak tahu ini hanya drama cantiknya Daud. Di sisi lain, Daud tentu tidak akan mau berperang melawan bangsanya sendiri. Ia bukan pengkhianat seperti dugaan Akhis. Namun, jika Daud menolak permintaan Akhis, dramanya akan terbongkar.
“Hoki” akhirnya mendatangi Daud. Raja-raja kota orang Filistin (atau panglima ay. 4) keberatan dengan kehadiran Daud di tengah mereka. Dalam anggapan mereka, betapa konyolnya berperang melawan orang Israel, sementara di sini bersama mereka ada segerombolan orang Israel. Mereka tidak percaya bahwa Daud betul-betul berpihak pada orang Filistin. Akhis kalah dalam posisi tawar-menawar dengan raja-raja kota ini sehingga mengurungkan niatnya mengajak Daud berperang melawan orang Israel. Akhirnya, reputasi Daud di mata Akhis tetap terjaga baik dan di sisi lain ia tidak harus berperang melawan bangsanya sendiri. Dilema selesai.
Daud sedang “hoki”? Nanti dulu. Bukan “hoki” yang menghampirinya, tetapi Tuhan yang menyertainya. Yang terjadi di sini adalah tangan kuasa Allah yang memerintah dengan senyap. Allah beserta dengan Daud di mana pun ia berada (1Sam. 18:12, 28) termasuk ketika berada di tengah-tengah orang Filistin. Tidak ada kebetulan dalam jalan hidup manusia. Tuhan berdaulat atas hidup manusia dan mengatur segala sesuatu untuk kebaikan orang yang dikasihi-Nya (Rm. 8:28).
Jika Anda berada dalam situasi dilematis, jangan cepat-cepat putus asa. Jangan juga pasrah sambil berharap “hoki” menghampiri. Percayalah kepada Tuhan yang berkuasa atas langit-bumi dan isinya. Bersandarlah kepada-Nya. Tuhan Yesus mengatur semua untuk kebaikan orang yang dikasihi-Nya, kadang dengan cara yang terang-terangan seperti mukjizat, kadang dengan cara yang senyap.
Refleksi Diri:

Apakah Anda percaya pada hoki atau nasib baik?
Bagaimana Anda akan bersikap setelah membaca renungan ini ketika menghadapi situasi dilematis?
Share:

Hidup Tenang, Bukan Panik

1 Samuel 28:1-19

Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.
- Yesaya 59:1-2

Bob Buford menulis buku berjudul Finishing Well, tentang bagaimana mengakhiri kehidupan dengan baik. Saya yakin setiap kita kelak ingin mengakhiri kehidupan dengan baik. Dalam hal Saul, sayangnya, itu tidak terjadi. Mendekati akhir hidupnya, hidup Saul semakin tragis.
Dalam 1 Samuel 28, kita membaca tentang Saul yang semakin kelabakan menghadapi masalahnya. Ia ingin mencari pimpinan Tuhan tetapi Tuhan telah meninggalkannya dan tidak menjawabnya (ay. 6). Nabi Samuel, panutannya juga sudah meninggal dunia. Padahal, Saul adalah pribadi yang tidak percaya diri. Ia butuh orang yang memberinya arahan, apalagi ketika berada dalam situasi terancam oleh orang Filistin. Yang terpikir dalam kepalanya hanyalah Samuel. Lalu ia menempuh cara yang dilarang oleh firman Tuhan (Ul. 18:10-12), yaitu mendatangi pemanggil arwah untuk memanggilkan roh Samuel. Ironis sekali Saul melakukan itu karena sebelumnya ia sudah menyingkirkan para pemanggil arwah (ay. 3). Apa yang dulu dilarangnya, sekarang dilakukannya. Saul semakin jatuh ke titik terendah dalam hidupnya.
Saya bertanya-tanya, mengapa Tuhan meninggalkannya? Benarkah Tuhan meninggalkannya? Atau sebenarnya Saul yang lebih dulu meninggalkan Tuhan maka Dia pun meninggalkannya? Ketika sedang jaya-jayanya sebagai raja, Saul tidak taat perintah Tuhan (ay. 18). Alih-alih bertobat, ia ulangi lagi kebodohannya dengan memberi korban persembahan ketika Samuel yang ditunggu-tunggu tidak datang. Ketika berhadapan dengan Daud pun, ia menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Memang ia sepertinya pernah menyesal, tetapi tidak ada pertobatan nyata dalam hidupnya. Saul semakin menjauhkan diri dari Tuhan.

Hidup Saul mengajari kita tentang menghadapi masalah dengan tenang, bukan panik dan ceroboh. Semakin panik dan ceroboh, semakin runyam masalah kita. Hadapi masalah dengan datang kepada Tuhan Yesus dan mencari kehendak-Nya. Jika ada dosa atau kesalahan, bertobatlah, bukannya semakin jatuh ke dalam dosa dengan melakukan lagi perbuatan bodoh dan ceroboh. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah “tega” meninggalkan kita jika kita sungguh-sungguh mencari-Nya (Yes. 59:1-2).

Refleksi Diri:
Apa respons Anda selama ini ketika dihimpit masalah?
Bagaimana Yesaya 59:1-2 menguatkan Anda?
"
Share:

Gemas Sama Daud

1 Samuel 26:1-12

Lagi kata Daud: “Demi TUHAN yang hidup, niscaya TUHAN akan membunuh dia: entah karena sampai ajalnya dan ia mati, entah karena ia pergi berperang dan hilang lenyap di sana. Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang yang diurapi TUHAN.”
- 1 Samuel 26:10-11a

Sekian jauh mengikuti kisah perseteruan Daud versus Saul, apakah Anda mendapat kesan Daud itu gemasin? 1 Samuel 26 mirip dengan 1 Samuel 24, bercerita tentang kesempatan Daud untuk membunuh Saul tetapi tidak dilakukannya. Sudah jelas-jelas kesempatan emas, eh, dibiarkan lewat. Apa sih maunya Daud? Dari pernyataan Daud di ayat emas, apakah Anda mendapat kesan Daud itu beriman pasif? Maksudnya, ia sedemikian beriman dan pasrah kepada Tuhan sampai tidak melakukan apa-apa dalam menghadapi Saul yang semakin menjadi-jadi.

Apakah benar Daud tidak berbuat apa-apa melawan Saul? Mari kita lihat ayat 12 (bdk. 1Sam. 24:5). Daud mengambil tombak dan kendi kepunyaan Saul. Tombak adalah senjata yang selalu ada bersama Saul, alat pertahanan diri dan simbol kuasanya. Bagi Daud lebih penting mengambil simbol kuasa Saul daripada mengambil nyawanya. Tindakan itu seharusnya mempermalukan Saul. Tanpa tombak, Saul tidak berdaya. Daud telah “mengalahkan” Saul tanpa perlu mencabut nyawanya. Jadi, Daud tidak diam ketika diperlakukan buruk oleh Saul. Ia tidak mau mengambil tindakan yang melebihi batas, yaitu membunuh orang yang diurapi Tuhan. Urusan mencabut nyawa, apalagi nyawa orang yang diurapi Tuhan, bukanlah wewenangnya. Ia mengakui kewenangan Tuhan dalam hal itu (ay. 10). Kalau Tuhan berkehendak, Dia pasti sanggup melakukannya. Tak ada manusia yang bisa melawan. Apakah Anda tidak bertanya-tanya apa maksud penulis mengatakan “karena TUHAN membuat mereka tidur nyenyak”? (ay. 12). Itu jelas menyatakan kedaulatan Tuhan dalam bertindak, dalam hal ini Dia membela Daud dengan membuat Saul dan pasukannya tertidur nyenyak.
Kisah ini mengajari kita tentang pentingnya percaya dan taat pada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam segala hal. Jika Tuhan berkehendak, Dia pasti berkuasa melaksanakannya. Bukan berarti kita berdiam diri dan pasrah begitu saja. Kita tetap berusaha dengan kesadaran akan keterbatasan kita dan ketidakterbatasan Tuhan. Kedauatan milik Tuhan, bukan milik kita. Percayalah, jika Tuhan Yesus berkehendak, semua akan terjadi pada waktu-Nya.

Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah mengalami dorongan untuk bertindak sendiri tanpa memercayakan diri pada kehendak atau kedaulatan Tuhan?
Apa yang Anda pelajari dari teladan Daud dalam menghadapi Saul?
"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.