Maret 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kala Fajar Paskah Merekah

Markus 16:1-8 

Terbitnya fajar Paskah sudah tak bisa ditahan lagi. Tanda ini mampu dibaca dengan baik oleh para perempuan seperti yang disebutkan oleh Markus dalam kitabnya.

Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome (1a). Selewatnya hari Sabat, pagi-pagi benar, kala fajar merekah, mereka bergegas menuju ke tempat tubuh Tuhan dibaringkan (2).

Apa yang membuat mereka bergegas pergi ke kubur? Pengetahuan tentang tradisi penguburan dan cinta kasih bagi yang dikuburkan tentu menjadi alasan penting bagi mereka untuk menengok Yesus yang sudah terbaring kaku kala itu. Niat yang sudah dibangun sejak awal adalah meminyaki tubuh-Nya. Ini adalah wujud bakti kepada seorang Guru.

Dibawalah rempah-rempah dan minyak wangi untuk keperluan itu (1b). Ini merupakan persembahan sebagai tanda cinta dan bakti. Apakah bakti itu menjadi sia-sia ketika mereka tidak berjumpa dengan Tuhan yang dibaringkan? Tentu tidak. Apa pun yang dilakukan dengan penuh bakti, hasilnya selalu tidak terduga. Siapa menyangka kalau para perempuan itu akan mengalami peristiwa rohani kala fajar Paskah merekah?

Yesus yang hendak mereka minyaki sudah bangkit (6). Demikian yang disampaikan seorang muda berjubah putih dengan tutur kata lembut, "Jangan terkejut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah dibangkitkan. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya ..." (6-7). Kata-kata ini mampu mengusir ketakutan yang menyelimuti sebelumnya dan menggantinya dengan ketakutan yang lain, yakni takut akan dahsyatnya kuasa Tuhan (8).

Pengalaman berharga menyisakan kegentaran dahsyat dalam hati, sebuah cita rasa iman yang tak terkatakan. Itulah rasa istimewa yang dialami para perempuan sebagai berkah kala fajar Paskah merekah. Tuhan yang mereka cintai telah bangkit dari kematian. Bila kita juga mendapatkan pengalaman sedemikian berharga, tentu kita akan menyimpannya sebagai perenungan kita sepanjang hidup.

Share:

Saatnya Berguru dalam Kesunyian

Markus 15:42-47 
Hari Sabtu setelah Jumat Agung menjadi hari yang sunyi. Pada hari menjelang Sabat itu, Sang Putra Allah benar-benar telah menyerahkan nyawa-Nya. Itulah saat para pengikut-Nya memasuki kesunyian. Duka menyelimuti hati mereka. Namun, dalam kesunyian penuh ratapan pun, karya Tuhan tak terhenti. Justru melalui kematian-Nya Dia mengerjakan penghapusan dosa.
Itulah mengapa saat Tuhan berhenti dari pelayanan-Nya, tidak serta-merta semua berakhir. Justru, dari situlah lahir permulaan baru karena muncul pengampunan dan pengudusan. Tuhan terus bekerja walau dalam senyap dan seolah-olah menghilang. Itu pula yang terjadi ketika Sang Putra Allah turun ke dalam kerajaan maut. Ini adalah kematian yang melahirkan kehidupan baru yang kekal melalui kisah kebangkitan.
Bagi mata biasa, seolah-olah penguburan Yesus menandai kekalahan-Nya, sehingga tidak heran bila Pilatus mengizinkan pengambilan jenazah Yesus (44-45). Namun, sesungguhnya, Sang Sumber Kasih itu tengah melakukan penggenapan janji Allah, sebuah janji yang bertujuan untuk menebus manusia dan membukakan jalan keselamatan. Hal ini menandai kemenangan cinta kasih sebagai penyedia kehidupan.
Jadilah, sunyi itu sejatinya hidup dan bukan mati. Berbahagialah Yusuf Arimatea, Maria Magdalena, dan Maria ibu Yoses yang menyaksikan secara langsung tempat Sang Putra Allah dibaringkan (46-47). Tempat di mana perkabungan diadakan kelak menjadi tempat yang kemudian menghadirkan kebangkitan.
Sudah tiba saatnya untuk berguru dalam kesunyian. Pada hari Sabtu Suci, yang juga dikenal dan dikenang sebagai Sabtu Sunyi, tiba waktunya untuk menyimak kata-kata perenungan dalam keheningan.
Mari kita mencari ruang dan waktu yang sepi, sebelum matahari pagi hari Paskah terbit. Di tengah senyapnya malam hari, mari kita menyelami besarnya rahmat Sang Penyelamat. Dialah Juru Selamat sekaligus Guru Kehidupan kita! Kiranya Sang Sumber Hidup kian mengajari telinga kita untuk mendengarkan penyataan-Nya dengan hati yang sunyi dan suci.
Share:

Siapakah yang Peduli?

Markus 15:33-41 

Siapakah yang masih punya hati untuk mendengarkan teriakan Dia yang tersalib?
"Eloi, Eloi, lama sabakhtani? ... Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (34). Siapakah yang tahan mendengar jeritan Sang Putra Allah? Saat Dia yang tersalib itu hendak meregang nyawa-Nya, masih adakah yang peduli?
Injil Markus mengisahkan keberadaan para perempuan yang melihat Dia dari kejauhan (40-41). Mereka mengikuti dan melayani Yesus di Galilea, mereka juga menyaksikan penyaliban-Nya di Golgota.
Kedatangan para perempuan ini mengisyaratkan suatu ironi. Ketika sosok maskulin yang mestinya adalah para pemimpin rohani begitu arogan mementaskan budaya kematian di sepanjang perjalanan ke Golgota, sosok feminin yang dipandang sebagai kalangan kelas dua justru menyuarakan budaya kehidupan. Ini adalah tanda bahwa nilai welas asih masih hidup dalam diri mereka dan mereka tidak mau tunduk kepada budaya kematian.
Namun, siapa sangka, kala Sang Putra Allah berteriak nyaring hendak menyerahkan nyawa-Nya (37), terjadilah tanda yang tak terbantahkan. Tabir Bait Suci yang memisahkan Allah Yang Mahakudus dan manusia berdosa terbelah dua (38). Ini tanda bahwa pendamaian antara Allah dan umat-Nya telah disediakan. Saat inilah yang menjadi momen berharga di mana seorang kepala pasukan Romawi yang jelas adalah musuh bangsa Yahudi mengutarakan sebuah pengakuan, "Sungguh, orang ini Anak Allah!" (39).
Situasi ini menunjukkan realita yang tidak selaras dengan persepsi ideal yang selama ini dibanggakan. Orang yang memandang dirinya sebagai orang benar belum tentu menjadi orang yang peduli akan jeritan Sang Mesias, apalagi sesama. Ketika mereka lebih sibuk untuk menemukan kesalahan dan melontarkan penghinaan, justru orang-orang yang acap kali dipandang sebagai orang tak layaklah yang rela untuk melihat dan mengaku.
Kini, saat kematian-Nya dikenang, siapakah yang peduli? Siapakah yang mau memandang penyaliban-Nya dengan hati yang penuh welas asih?
Share:

Matinya Simpati dan Empati

Markus 15:20-32 
Penyaliban merupakan hukuman yang paling keji pada masa Yesus. Tidak heran, ketika hukuman ini dijatuhkan kepada Yesus, rangkaian penghinaan kejam pun dikerjakan secara sistematis.
Pukulan dan ludah hujatan bercampur kata-kata penghinaan dipersembahkan kepada-Nya. Bahkan, orang yang baru datang dari luar kota, Simon dari Kirene, dipaksa untuk memikul salib Yesus (21). Penghinaan berlanjut ketika anggur bercampur mur yang pahit dihidangkan dan pakaian-Nya diundi (23-24).
Belum cukup mahkota duri yang dikenakan ke atas kepala-Nya, salam penuh sindiran yang diserukan untuk melecehkan Dia, "Raja orang Yahudi", juga dituliskan dan dipasang di atas kayu salib (26, bdk. Mrk 15:18).
Jadilah bukit yang memiliki nama mengerikan, "Tempat Tengkorak", menjadi panggung penghinaan paling keji. Seolah-olah semua orang dari berbagai kalangan mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk menghina Yesus (29-32). Peristiwa keji di Golgota akhirnya benar-benar menjadi kisah matinya simpati dan empati dari banyak manusia yang menyaksikannya.
Pemandangan di Bukit Golgota tampak sangat mengenaskan. Sang Putra Allah yang tersalib kelihatan tak berdaya. Ia dibiarkan dalam kesendirian dan kesunyian. Tak ada yang mendekat dan memberikan kata-kata penguatan maupun penghiburan.
Kegelapan benar-benar menguasai jagat raya, bukan hanya kegelapan secara kasat mata, melainkan kegelapan yang telah menguasai hati manusia. Gelapnya hati memadamkan watak welas asih dalam kehidupan dan menandai betapa berkuasanya kematian.
Di tengah situasi demikian, di manakah kuasa Sang Sumber Kehidupan? Mengapa Sang Putra dibiarkan dalam ketidakberdayaan? Semua penghinaan dengan rela ditanggung oleh-Nya karena begitu besarnya kasih Allah bagi manusia berdosa. Di tengah matinya simpati dan empati manusia, justru simpati dan empati Sang Juru Selamat inilah yang memampukan kita untuk kembali bersimpati dan berempati kepada sesama.
Share:

Kristus Yang Penuh Belas Kasihan

Markus 8:1-10

Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh.

- Markus 8:2-3

Kita yang aktif berjemaat di gereja pasti mengenal atau minimal pernah mendengar tentang pelayanan diakonia. Pelayanan diakonia adalah tugas panggilan gereja untuk memperhatikan orang-orang yang berkekurangan secara materi berdasarkan rasa belas kasihan. Mengapa gereja perlu melakukan pelayanan diakonia? Karena Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk melakukannya. Karena itu, gereja mula-mula mengikuti teladan Kristus memulai pelayanan diakonia (lih. Kis. 6:1-7). Perikop bacaan hari ini mencontohkan bagaimana Kristus yang penuh belas kasihan memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh orang banyak.

Yesus masih berada di daerah Dekapolis dan mengajar sejumlah besar orang banyak (ay. 1). Mereka telah mengikuti Yesus selama tiga hari dan saat itu sudah tidak mempunyai makanan. Yesus tergerak melihat kondisi lapar orang banyak tersebut dan jika disuruh pulang dengan perut kosong mereka akan rebah (pingsan di terjemahan Alkitab lain) di jalan (ay. 2-3). Seperti kejadian sebelumnya, murid-murid meresponi keprihatinan Yesus dengan ketidakberdayaan. Namun, Yesus mengetahui apa yang harus dilakukan-Nya. Dia akan berbuat mukjizat dengan tujuh roti yang tersisa (ay. 5). Setelah menyuruh orang banyak duduk, Dia mengambil tujuh roti tersebut, mengucap syukur, memecah-mecahkan, dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan (ay. 6). Demikian juga diperbuat-Nya dengan beberapa ikan yang mereka punyai (ay. 7). Pada hari itu, ada kira-kira empat ribu orang makan dengan kenyang dan bahkan masih tersisa tujuh bakul! (ay. 8). Setelah orang banyak itu kenyang, baru Yesus menyuruh mereka pulang (ay. 9).

Jika memperhatikan sekeliling kita, ada banyak orang yang memerlukan bantuan, entah pangan, pakaian maupun papan. Sebagai orang-orang beriman, kita perlu meneladani Kristus Yesus dengan membuka mata dan hati yang penuh belas kasihan saat melihat kondisi mereka. Mari bergerak melakukan tindakan nyata untuk menolong mereka. Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa iman tanpa perbuatan yang nyata, pada dasarnya mati (Yak. 2:17). Bantuan kita akan meringankan beban mereka. Kita bisa melakukannya secara pribadi ataupun berkelompok melalui pelayanan diakonia gereja.


Refleksi Diri:

Bagaimana Anda bisa terlibat dalam pelayanan menolong mereka yang membutuhkan, baik secara pribadi ataupun melalui pelayanan diakonia gereja?

Apakah Anda sudah membuka mata dan memberikan hati yang berbelas kasihan kepada mereka yang membutuhkan bantuan Anda?"

Share:

Diamnya Sang Pembebas

Markus 15:1-15 

Memasuki Minggu Palma, umat Tuhan secara khusus menghayati perjalanan Yesus sebagai Sang Pembebas dari Betania ke Yerusalem. Kisah ini diawali dengan gelora antusiasme komunal atas datangnya Sang Mesias. Tidak heran bila pekik "Hosana!" pun membahana. Orang-orang saat itu rela menghamparkan pakaiannya untuk memberikan alas bagi jalan Sang Pembebas (lih. Mrk 11:8-10).

Kisah-Nya dilanjutkan hari ini. Dia yang dielu-elukan sebagai Mesias ternyata memilih berdiam saat banyak tuduhan dialamatkan kepada-Nya. Hal ini membuat Pilatus heran (4-5).

Bukankah ketika banyak tuduhan muncul, itu adalah kesempatan untuk unjuk kehebatan sebagai Mesias? Bukannya unjuk argumentasi dan bukti, Yesus justru memilih untuk bungkam saja. Mengapa?

Berdiam dalam hening adalah momen sakral bagi diwujudkannya iman. Itulah kekuatan dalam wujud iman yang fokus karena tidak dikuasai aneka gerak. Dalam diam, Yesus dapat mengendalikan emosinya. Sikap yang melukiskan bagaimana iman bekerja. Ini bisa dirasakan ketika orang mampu berdiam tanpa tergoda gerak energi dalam wujud emosi. Sikap tenang Yesus melukiskan kontras tajam dengan teriakan tak terkendali dari imam-imam kepala yang dengki dan orang banyak yang telah dihasut (3, 10-11, 13-14).

Pada setiap Hari Raya Paskah ada tradisi untuk Pilatus membebaskan satu orang tahanan atas permintaan orang banyak. Inilah yang hendak dipakai Pilatus untuk melepaskan Yesus, tetapi yang malah dimanfaatkan orang banyak untuk meneriakkan penyaliban-Nya. Inilah pula yang membukakan jalan pembebasan bagi Barabas, si pemberontak dan pembunuh. Kebebasan didapatkannya berkat diamnya Sang Pembebas, yakni Yesus.

Bukan pahlawan yang berperang dengan teriakan yang menyelamatkan kita, melainkan Pembebas yang diam di tengah tuduhan palsu. Dan bukan terdakwa yang kelu lidah yang menjadi Juru Selamat kita, melainkan Raja yang penuh kuasa dan kasih karunia. Tidak melulu iman dibuktikan dengan keributan, tetapi juga dengan ketenangan dan diam. [SET]

Share:

Cari Aman

Markus 14:66-72 

Istilah cari aman ditujukan kepada orang-orang yang tidak berani mengambil risiko dengan sesuatu yang dirasa nantinya akan membahayakan atau merugikan dirinya. Tindakan cari aman sebenarnya bisa dikatakan sebagai naluri alamiah manusia. Jika ada bahaya, orang tentu akan mengamankan diri.

Demikianlah Petrus tiga kali menyangkali bahwa dia bersama-sama dengan Yesus, yang saat itu sedang dihadapkan kepada imam besar (68, 70-71), di hadapan seorang hamba perempuan imam besar satu kali, dan di hadapan banyak orang dua kali.

Secara manusiawi, yang dilakukan Petrus adalah sesuatu yang wajar. Tidak ada seorang pun yang mau turut terlibat dalam masalah orang lain, apalagi kalau masalah itu melibatkan nyawa. Lebih baik berpura-pura tidak tahu daripada ikut celaka. Kalau Petrus mengakui dirinya sebagai murid Yesus, bukan tidak mungkin orang banyak mencemooh dia dan membuatnya turut menanggung penganiayaan.

Namun, yang membuat Petrus sangat kecewa tentu bukan sekadar penyangkalan yang dia lakukan, melainkan fakta bahwa hanya beberapa jam sebelumnya dia baru saja sesumbar kepada Yesus bahwa dia tidak akan pernah menyangkal Yesus, bahkan siap mati untuk-Nya (Mrk 14:29, 31). Kenyataannya, dia ketakutan untuk mengakui keterkaitan dirinya dengan Yesus.

Kiranya kita bijak dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dengan demikian, kita bisa memilih dengan tepat, kapan cari aman dan kapan harus mengambil risiko. Ada hal-hal yang memang perlu dibiarkan terjadi tanpa kita turut campur atau terlibat. Namun, ada hal-hal yang mengharuskan kita untuk melibatkan diri dan mengambil risiko.

Kita perlu memilah dan memilih supaya tidak keliru bertindak. Kita perlu cermat dalam mengamati dan menganalisis situasi. Kita perlu mempertimbangkan akibat bagi diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Jangan sampai kita menyesal dengan keputusan kita. Sebab, jika sudah terjadi, kita harus menanggung konsekuensi apa pun yang timbul dan bertanggung jawab dengan pilihan kita. [KRS]

Share:

Berlakulah Adil!

Markus 14:53-65 

Lirik salah satu lagu almarhum penyanyi Gombloh menyebut: "Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat". Ungkapan ini menunjukkan bahwa cinta bisa menutupi pandangan kita terhadap orang yang kita cintai, sehingga yang terlihat hanya kebaikannya. Sebaliknya, ketika kita sudah benci kepada seseorang, yang terlihat hanya keburukannya. Kebaikan sekecil apa pun dari orang itu, tetap saja dia dianggap buruk.

Tampaknya itulah isi hati imam kepala, tua-tua, dan ahli Taurat saat itu terhadap Yesus. Setelah Yesus ditangkap dan dihadapkan kepada imam besar, mereka mendatangkan saksi-saksi dusta untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus (53, 55). Kesaksian orang-orang itu tidak saling bersesuaian, tetapi mereka tidak berhenti memberi kesaksian palsu (56-59). Saksi-saksi terus didatangkan sampai akhirnya mereka menanyai Yesus secara langsung dan mendapat alasan untuk menjatuhi-Nya hukuman mati (60-64).

Memang, kalau sudah benci, ada saja yang dilakukan untuk menyudutkan atau bahkan mencelakai orang yang dibenci.

Mari kita menjaga hati kita. Setiap perasaan yang ada, kita barengi dengan logika. Ketika kita mencintai seseorang, kita tetap harus memandangnya secara sadar dan bijak. Dengan demikian, kita bisa melihat kelemahan, kesalahan, dan keburukan orang itu, bukan untuk menjelekkannya, tetapi memberi penilaian yang tepat.

Sebaliknya, ketika kita merasa tidak suka kepada seseorang, kita juga perlu bersikap objektif. Tak ada seorang pun yang seluruh diri atau hidupnya buruk. Tentu, orang itu pun memiliki kekuatan dan kebaikan. Jangan sampai kita menilai dan memperlakukan seseorang hanya berdasarkan rasa suka atau tidak suka kita kepadanya. Perlakuan yang demikian tidaklah adil.

Yesus diperlakukan secara tidak adil. Kita geram membaca pengalaman Yesus yang seperti itu. Maka, kita perlu menjaga diri supaya kita tidak melakukan hal yang sama. Pandanglah orang secara jujur dan objektif. Berlakulah adil kepadanya; tiap orang punya kebaikan maupun keburukan yang patut diakui. [KRS]

Share:

Pengecut

Markus 14:43-52 

Pengecut adalah kata lain dari penakut atau munafik. Itu berarti seorang pengecut adalah orang yang tidak memiliki keberanian. Pengecut adalah orang yang berpura-pura percaya atau setia, tetapi sebenarnya tidak.

Dalam kisah penangkapan Yesus, kita melihat dua sosok pengecut. Yudas bersama dengan serombongan orang suruhan datang dengan pedang dan pentung untuk menangkap Yesus (43). Kalau ada banyak orang membawa pedang dan pentung, yang ada dalam pikiran kita tentunya mereka hendak menghadapi sekelompok orang bersenjata atau menangani kerusuhan besar. Namun, saat itu mereka hanya akan menangkap Yesus seorang yang ditemani segelintir murid-Nya di tempat sepi pada malam gelap.

Mengapa mereka harus membawa pedang dan pentung? Sebegitu takutkah mereka kepada Yesus? Atau, apakah mereka sekadar memanfaatkan dan memamerkan kekuatan mereka supaya Yesus dan murid-murid-Nya tunduk? Sungguh pengecut!

Pengecut yang kedua adalah Yudas. Dia adalah salah satu dari kedua belas murid, tetapi dialah yang menyerahkan Yesus. Ia melakukannya dengan memberi ciuman kepada Yesus, bahkan ia pun masih menyapa-Nya sebagai Rabi (44-45). Ciuman dan sapaannya bisa dikira orang sebagai bentuk kesetiaan kepada Gurunya. Namun, ternyata, dia mengkhianati Yesus dengan gestur keramahannya. Lain di bibir, lain pula di hati; tampaknya setia, tetapi ternyata tidak. Dia telah menjadi seorang pengecut.

Sungguh tak terpuji tindakan pengecut. Jangan sampai kita menjadi seperti itu. Ketakutan yang berlebihan bisa mendorong kita untuk melakukan upaya dan tindakan yang berlebihan pula. Mari kita menata dan mengelola ketakutan kita, sehingga kita tidak menjadi pengecut.

Marilah kita juga menjaga supaya bibir kita selaras dengan hati dan pikiran kita. Jangan menjadi orang munafik yang berkata setia, tetapi hati dan pikiran mengkhianati. Jangan sampai kita tampak baik karena rajin beribadah dan memuji Tuhan, namun tindakan dan sikap hidup kita lebih banyak menodai nama Tuhan.

Share:

Temani Aku

Markus 14:32-42 

Umumnya, ketika kita mengalami pergumulan, kita mencari teman yang mau ada bersama kita. Dia tidak perlu banyak berbicara karena yang kita butuhkan bukan ceramah, melainkan afirmasi bahwa kita diterima dan dihargai.

Mungkin itulah yang dirasakan oleh Yesus. Di puncak beban berat karena penganiayaan yang akan diderita, Yesus membutuhkan teman. Ia hendak berdoa dan mencurahkan isi hati-Nya kepada Sang Bapa (32). Namun, Ia juga membutuhkan kehadiran murid-murid-Nya. Kehadiran para murid terdekat-Nya untuk turut berjaga dan berdoa menjadi sangat berarti bagi Yesus saat itu. Itulah sebabnya, Dia mengajak Petrus, Yakobus, dan Yohanes untuk menemani-Nya (33-34).

Kita sebagai manusia biasa juga senantiasa membutuhkan teman. Ada waktu-waktu tertentu dalam hidup yang tak dapat kita jalani sendirian. Ada kalanya hidup terasa berat dan kita ingin berhenti saja. Pada saat seperti itu, kehadiran teman menjadi sangat penting. Kita memerlukan seseorang berada di dekat kita atau bersama kita, sehingga kita tidak merasa sendirian. Jangan ragu mencari teman. Jangan ragu meminta pertolongan seseorang untuk menemani. Tak perlu kita takut terlihat lemah karena mencari pertolongan. Manusia tak selamanya kuat.

Pada saat yang sama, tak perlu kita ragu untuk menjadi teman bagi sesama. Ada waktunya kehadiran kita dibutuhkan oleh orang lain. Jangan sampai kita menjadi egois dengan enggan menemani sesama. Tak perlu kita pandai menasihati, sebab sering kali yang lebih dibutuhkan adalah kehadiran dan doa kita bersamanya.

Dalam puncak pergumulan berat-Nya, Yesus tak ragu meminta murid-murid-Nya untuk menemani Dia. Betapa berharganya kehadiran seorang teman untuk bertahan di tengah masa penderitaan berat.

Jangan abaikan kebutuhan kita untuk ditemani. Juga janganlah kita menghindari permintaan sesama kita ketika orang itu membutuhkan kita untuk menemaninya. Tuhan hadir melalui seseorang yang bersedia menjadi teman bagi sesamanya. Kiranya orang itu adalah kita semua.

Share:

Benci Jadi Cinta

Markus 14:26-31 

Kata orang, jangan terlalu cinta, jangan terlalu benci. Itu karena nanti cinta kita malah bisa berubah menjadi kebencian. Perubahan perasaan ini bisa terjadi bila kita mengalami peristiwa yang mengecewakan.

Tampaknya demikianlah yang diperingatkan oleh Yesus kepada Petrus. Murid ini terlalu berkobar-kobar menyatakan cintanya kepada Yesus, hingga menyangkal bahwa imannya akan terguncang (29). Bahkan, Petrus menganggap dirinya lebih kuat daripada yang lain, sehingga dirinya satu-satunya yang akan tetap teguh. Petrus dibutakan oleh cintanya sehingga menganggap bahwa ia akan kuat menanggung segala sesuatu, khususnya dalam mengikut Yesus. Bahkan, katanya, dia pun siap mati bagi Yesus (31).

Tentu saja, militansi seperti Petrus ini dibutuhkan. Kalau tidak ada orang yang militan dalam beriman kepada Yesus, tidak akan ada yang bertahan di tengah berbagai tekanan dan tantangan iman Kristen. Kita harus penuh semangat dan tangguh dalam iman kita. Namun, setiap orang percaya tetap harus menyadari keterbatasan dirinya, tidak menjadi jemawa dan merasa diri senantiasa kuat dengan kekuatan sendiri. Jangan pula kita merasa diri lebih kuat, apalagi paling kuat, dibandingkan orang lain.

Setiap orang harus sadar bahwa di dalam dirinya selalu ada kelemahan manusiawi. Kesadaran ini bukan untuk menjadikan kita rendah diri atau minder, juga bukan untuk menjadi alasan atau pemakluman untuk melakukan kesalahan atau ketidaksetiaan. Kesadaran ini menolong supaya kita tidak sombong dan bisa selalu mewaspadai diri sendiri.

Selain itu, dengan kesadaran yang demikian, kita tidak akan terpuruk berkepanjangan atau kecewa berlebihan terhadap diri sendiri hingga tidak bisa bangkit lagi ketika kita melakukan kesalahan. Sebaliknya, kita bisa mengakui kelemahan kita, lalu berusaha untuk menjadi lebih setia dan lebih kuat lagi. Namun, hal yang lebih utama daripada itu semua adalah kita selalu ingat bahwa Tuhanlah sumber kekuatan kita. Dialah yang memampukan kita untuk beriman dengan setia sampai akhir. [KRS]

Share:

Pista

Markus 14:22-25 

Dalam bahasa Jawa, pista berarti pesta yang menggambarkan perayaan besar. Namun, pista juga sering dijadikan akronim dari "tipis rata". Maksudnya, di dalam sebuah pesta, makanan yang ada mungkin tidak selalu berlimpah, tetapi semua orang mendapat makanan walau hanya sedikit.

Hal senada ditunjukkan oleh Yesus saat mengadakan perjamuan. Roti dipecahkan dan dibagikan (22). Anggur dalam cawan diminum secara bergantian (23). Itu berarti semua orang mendapat bagian dari roti dan cawan yang sama.

Sampai sekarang perjamuan kudus yang dilakukan oleh gereja pun menunjukkan hal yang sama. Setiap orang hanya mendapat sekeping roti dan seseloki anggur. Memang jumlah sesedikit itu tidak akan menghilangkan lapar dan dahaga. Namun, semua menerima dan turut menikmati perjamuan secara rata.

Hal seperti itu terjadi dan tidak pernah menjadi masalah karena orang paham bahwa tujuan utamanya bukanlah untuk menjadi kenyang dan puas. Yang menjadi pusat perhatian adalah apa yang dilambangkan oleh perjamuan itu, yaitu keselamatan yang dianugerahkan oleh Tuhan. Roti melambangkan tubuh Yesus, anggur melambangkan darah Yesus. Keduanya dikurbankan untuk menyelamatkan manusia. Dengan roti dan anggur yang dibagikan kepada semua orang secara rata, dinyatakan bahwa keselamatan dianugerahkan kepada semua orang tanpa terkecuali. Tuhan menghendaki supaya semua orang selamat.

Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa tinggi hati karena kita telah diselamatkan. Orang yang Tuhan ingin selamatkan bukan hanya diri kita. Demikian pula, kita tak perlu merasa iri atau kesal karena orang lain juga Tuhan selamatkan, padahal menurut kita, dia tidak pantas untuk diselamatkan. Tuhan mau agar semua orang selamat.

Yang perlu kita lakukan bukan menilai orang lain, tetapi menerima keselamatan yang menjadi bagian kita. Lalu, turutlah bersukacita bersama semua orang lain yang juga diselamatkan oleh Tuhan. Pista, demikianlah keselamatan dianugerahkan bagi semua orang. [KRS]

Share:

Harus Terjadi!


Markus 14:12-21 

Sesuai tradisi, orang Yahudi akan mengadakan perjamuan makan Paskah. Demikian pula Yesus dan murid-murid-Nya.

Yesus memberi perintah kepada dua orang murid-Nya supaya pergi ke kota untuk mempersiapkan perjamuan Paskah (13-15). Mereka pun pergi sesuai yang diperintahkan Yesus, dan benarlah, semua sudah tersedia persis seperti yang Yesus katakan (16).

Tiba saatnya Yesus dengan kedua belas murid-Nya makan bersama (17). Di tengah suasana perjamuan makan, Yesus mengungkapkan bahwa ada salah seorang di antara mereka yang akan menyerahkan Dia (18). Suasana menjadi sedih dan satu per satu murid-murid itu mulai menyangkalnya (19). Yesus hanya memberi tanda bahwa orang itu ada di antara mereka dan begitu dekat dengan-Nya (20).

Tidak disebutkan siapa murid yang akan mengkhianati Yesus. Meski demikian, perkataan Yesus yang begitu lugas menjadi tanda bagi murid-murid bahwa ini bukanlah hal main-main. Nada kekecewaan dan kesedihan tersirat dari setiap kata yang keluar dari mulut Yesus, "celakalah orang yang membuat Anak Manusia itu diserahkan" (21). Seorang dari murid-murid yang dipanggil dan dikasihi-Nya, yang begitu dekat dengan Gurunya, akan menyerahkan Dia.

Yesus tahu betul bahwa semua itu memang harus terjadi sesuai kehendak dan rencana Allah Bapa. Ia harus menanggung semua itu. Sudah waktunya Ia menggenapi janji Allah kepada umat-Nya. Mesias harus diserahkan dan mati untuk menebus manusia yang berdosa. Ia menerima semua itu karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita.

Namun ironisnya, kita masih sering kali mengeluh atas ketidaknyamanan atau kesulitan yang kita alami. Padahal, pergumulan kita sebagai orang Kristen tidak akan sebanding dengan penderitaan Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kita.

Berbagai macam hal bisa terjadi dalam hidup kita, baik hal yang menyenangkan maupun yang mengecewakan. Namun, di balik semua itu, percayalah ada rencana Allah yang indah. Sekarang sama seperti Yesus, bagian kita adalah taat dan setia. [MAR]

Share:

Jangan Berkhianat!

Markus 14:10-11 

Seorang sahabat sejatinya tidak akan berkhianat. Ia akan selalu menaruh belas kasih terhadap sahabatnya. Pernyataan ini jauh berbeda dengan bacaan kita hari ini.
Seorang murid Yesus yang bernama Yudas Iskariot mengkhianati-Nya. Yudas tahu persis bahwa imam-imam kepala sangat membenci Yesus. Ia mendatangi mereka dengan tujuan untuk menyerahkan Gurunya (10). Imam-imam kepala tentu saja menyambutnya dengan gembira. Tidak hanya itu, mereka pun menjanjikan sejumlah uang untuk diberikan kepada Yudas Iskariot (11).
Tindakan yang dilakukan oleh Yudas jelas merupakan pengkhianatan. Seorang murid yang sudah hidup bertahun-tahun bersama dengan Yesus malah tega menyerahkan-Nya. Entah karena sejumlah uang, atau karena niat untuk memamerkan kuasa Gurunya, ia rela menjual Yesus, yang sudah mengajar dan mendidik dirinya hingga seperti saat itu. Ironis memang, tetapi itulah kenyataan yang terjadi.
Hal ini mengingatkan kita bahwa kita pun berpeluang untuk mengkhianati Yesus. Demi jodoh, karir, atau harta kita bisa saja meninggalkan Tuhan Yesus. Pada masa kini, tidak sedikit orang percaya yang dibutakan oleh harta dan kenyamanan dunia, seakan-akan relasi yang terbangun bertahun-tahun dengan Tuhan Yesus tidak lagi berarti. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengenalan yang benar tentang pribadi Tuhan Yesus serta adanya motivasi yang salah dalam mengikut Dia.
Mari kita belajar dari kegagalan sang murid Yesus ini. Yudas gagal dalam mengenal Tuhan Yesus dengan benar. Jangan sampai kita pun gagal mengenal siapa Yesus. Dialah Guru Agung kita, Dialah juga Juru Selamat kita. Tujuan Dia menjadikan kita sebagai murid-Nya adalah untuk melakukan kehendak dan rencana Allah, bukan untuk mendapatkan kekayaan, kebanggaan, atau kenyamanan dunia.
Milikilah motivasi yang benar saat kita mengikut Yesus. Jadilah murid Yesus yang mengasihi Dia dan menghidupi teladan pelayanan-Nya. Jangan berkhianat! Setialah mengikut Tuhan sampai akhir hidup kita! [MAR]
Share:

Jangan Hitung-hitungan!

Markus 14:3-9 

Sadar atau tidak, sering kali kita hitung-hitungan dengan Tuhan. Jangankan memberi seluruh harta yang kita miliki, memberikan waktu khusus untuk-Nya saja berat rasanya. Ini berbeda sekali dengan seorang perempuan yang mengurapi Yesus.

Di rumah Simon di Betania Yesus diurapi oleh seorang perempuan dengan minyak narwastu murni (3). Beberapa orang yang melihat itu menjadi gusar, bukan karena tindakan pengurapannya, melainkan karena harga minyak narwastu yang mahal itu (4-5). Dengan dalih menolong orang miskin, mereka marah terhadap perempuan itu karena menurut mereka itu adalah pemborosan.

Yesus justru memandang bahwa apa yang dilakukan perempuan itu adalah perbuatan yang baik (6). Pada momen ini, Yesus secara tidak langsung memberitahukan apa yang akan Ia alami, yakni kematian dan penguburan-Nya, dan apa yang dilakukan perempuan itu sebagai hal penting yang bisa dilakukan selagi Yesus masih ada bersama mereka (7-8).

Apa yang dilakukan perempuan itu tentu sudah dipersiapkan dan dipikirkannya matang-matang. Pemberian minyak mahal pasti hanyalah diperuntukkan bagi orang yang sangat spesial. Bagi perempuan itu, Yesus jauh lebih berharga daripada minyak narwastu. Puji Tuhan, maksud hatinya untuk melakukan itu semua kepada Yesus telah tersampaikan.

Tindakan perempuan tersebut mengajarkan kepada kita untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Intinya bukan terletak pada seberapa mahal yang kita berikan, melainkan seberapa berharga Yesus di mata kita. Selain itu, kita juga diajar bahwa fokus kita dalam melakukan sesuatu untuk Tuhan adalah penilaian Tuhan sendiri, bukan orang lain. Manusia bisa saja memarahi, mencela, dan menghina apa yang kita lakukan, tetapi selama apa yang kita lakukan sesuai standar Allah, yakni firman Tuhan, kita tidak perlu khawatir.

Jangan hitung-hitungan dengan Tuhan. Berikan yang terbaik dari yang kita miliki, entah itu sumbangan, bantuan partisipasi, atau dukungan pelayanan. Persembahkanlah semuanya untuk kemuliaan nama Tuhan. [MAR]

Share:

Persiapan Hati dan Pikiran

Markus 14:1-2 

Apa yang terpikir saat kita mengetahui ada pemuka agama yang menjadi otak dari rencana pembunuhan? Pastinya kita marah. Apalagi, bila hal itu dilakukan menjelang hari raya.
Alkitab mencatat bahwa dua hari lagi tiba hari raya yang sangat penting bagi orang Yahudi, yaitu Hari Raya Paskah dan Hari Raya Roti Tak Beragi (1a). Hari raya ini mengingatkan pada keselamatan yang Allah berikan kepada nenek moyang mereka. Betapa mengejutkan, imam-imam kepala dan para ahli Taurat justru memikirkan strategi untuk menangkap dan membunuh Yesus (1b). Tidak hanya memikirkannya, tetapi mereka berencana akan melaksanakannya (2).
Hari yang seharusnya membuat mereka mengingat Allah, yang memberikan mereka keselamatan, justru mereka kotori dengan pikiran yang penuh dengan dosa. Tanpa rasa bersalah, mereka justru menggunakan hati mereka untuk mereka-rekakan kejahatan. Bagaikan penjahat yang merencanakan pembunuhan, mereka mencari waktu yang pas untuk menangkap dan membunuh Yesus (2).
Pada satu sisi, kita marah dengan perbuatan mereka. Sebagai pemimpin dan pemuka agama, bukannya mempersiapkan hari raya dengan rasa hormat kepada Allah, mereka malah memikirkan dosa. Pada sisi lain, kita diperhadapkan pada kehendak dan rencana Allah bagi semua orang berdosa. Meski mereka merencanakan yang jahat untuk menangkap dan membunuh Yesus, bahkan merencanakan kapan waktunya, semuanya tetap bergantung pada kedaulatan Allah.
Pertanyaannya, jika di mata kita, mereka begitu berdosa, lalu bagaimana dengan kita sendiri? Hari Paskah seharusnya membawa kita kembali kepada keselamatan dari Allah. Kita yang berdosa didamaikan kembali dengan Allah di dalam Yesus Kristus, Sang Anak Domba yang dikurbankan bagi kita.

Pastikan bahwa pikiran dan hati kita sudah berdamai dengan Allah. Jika belum, datanglah kepada Allah untuk memohon pengampunan-Nya. Sambutlah hari Paskah dengan pikiran dan hati yang diubahkan dan dikuduskan oleh Allah. [MAR]
Share:

Bukan Sekadar Perintah

Markus 13:32-37 
Saat masih duduk di bangku sekolah, beberapa kali kita menghadapi kuis secara mendadak. Hal ini membuat kita perlu belajar sebagai tindakan berjaga-jaga. Sebab, kita tidak pernah tahu kapan waktunya kuis dadakan itu diadakan.
Nas hari ini memberikan pesan penting untuk berjaga-jaga. Berulang kali Yesus mengatakan "berjaga-jagalah" (33, 35, 37), ini menandakan penekanan untuk diperhatikan dengan saksama.
Kali ini Yesus menjelaskan pentingnya berjaga-jaga melalui perumpamaan tentang seorang hamba yang diberi tanggung jawab untuk menjaga rumah sang tuan (34). Hamba itu harus selalu berjaga-jaga karena ia tidak pernah tahu dan tidak diberi tahu kapan persisnya sang tuan akan datang kembali (35). Hamba yang bertugas sebagai penunggu pintu harus siaga agar saat sang tuan datang, ia tidak sedang tertidur (36).
Demikianlah sikap kita dalam penantian akan kedatangan Kristus kembali. Ini bukan sekadar perintah yang harus kita taati. Berjaga-jaga merupakan tanggung jawab yang diberikan Allah kepada anak-anak yang dikasihi-Nya, sekaligus hak istimewa yang diberikan Allah pada orang-orang pilihan-Nya.
Bukan tanpa alasan Allah meminta kita untuk berhati-hati dan berjaga-jaga. Ia tahu persis kelemahan dan keterbatasan kita. Allah tidak ingin kita lengah karena Iblis tidak akan tinggal diam dan siap menyerang kita setiap kali ada kesempatan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita hidup berhati-hati dan berjaga-jaga terhadap setiap tantangan dan godaan yang bisa saja datang dari mana pun dan kapan pun.
Berhati-hatilah dalam menjalani kehidupan ini. Perhatikanlah bagaimana kita hidup, apakah kita masih mendengarkan dan menaati Allah? Waspadalah! Ada banyak hal yang bisa membuat kita lengah, termasuk kenyamanan, ketakutan, kemalasan, dan keraguan diri kita sendiri.
Mari kita meminta Roh Kudus memampukan kita untuk hidup dalam hikmat Allah agar kita selalu berjaga-jaga dalam menjalani panggilan kita sebagai murid Kristus. Setialah sampai waktunya tiba, waspadalah hingga tiba waktunya bagi Kristus untuk datang. [MAR]
Share:

Akan Tiba Saatnya

Markus 13:24-31 

Hari yang paling dinantikan oleh seluruh orang percaya adalah hari kedatangan kembali Kristus. Secara samar-samar, Yesus memberikan gambaran tentang kedatangan-Nya itu.

Kedatangan Anak Manusia ditandai dengan fenomena angkasa di mana benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang menjadi gelap dan tidak bercahaya seakan-akan kehilangan kekuasaannya (24-25). Gambaran ini mirip dengan apa yang digambarkan oleh Nabi Yesaya (lih. Yes 13:10). Pada saat itulah, Anak Manusia akan datang dengan segala kemuliaan-Nya untuk mengumpulkan semua orang pilihan-Nya dari seluruh bumi (26-27).

Sebagaimana perumpamaan tentang pohon ara yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya, Ia menjelaskan bahwa waktu kedatangan Anak Manusia sudah dekat (28-29). Tak seorang pun tahu persis kapan waktunya akan tiba. Jadi, yang pasti bukan waktunya, melainkan apa yang telah difirmankan Yesus (30-31).

Apa yang Ia sampaikan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan memberikan kepastian bahwa Anak Manusia benar-benar akan datang menjemput orang-orang percaya. Meski kita tidak tahu kapan waktunya akan tiba, tanda-tanda jelas menunjukkan bahwa waktunya makin dekat. Oleh karena itu, sebagai orang percaya kita harus waspada.

Allah ingin kita berfokus bukan pada kapan kedatangan-Nya tiba, melainkan pada apa yang difirmankan-Nya. Kebenaran akan datangnya Anak Manusia dalam kekuasaan dan kemuliaan-Nya seharusnya membuat hidup kita makin bergantung kepada Allah, memaksimalkan hidup kita untuk melakukan firman Allah, dan menjaga kualitas hidup kita sebagai anak-anak Allah.

Waspadalah! Jangan lengah, apalagi menyerah. Teruslah berjuang untuk hidup setia dalam menghidupi janji dan kebenaran Allah. Ingatlah, kebenaran dan janji-Nya di dalam Tuhan Yesus Kristus akan membuat perjuangan iman kita tidak akan pernah sia-sia.

Percayalah! Akan tiba saatnya, Yesus akan menjemput kita bersama semua orang percaya untuk menikmati persekutuan yang indah dengan Allah. [MAR]

Share:

Optimisme Semu

Markus 13:14-23 

Yesus melanjutkan pengajaran tentang akhir zaman. Ia menggambarkan penderitaan yang tak dapat dilawan. Ada kalanya, mundur bisa menjadi pilihan yang bijak.

Ucapan-Nya bagai teka-teki. Penafsir mencocokkan gambaran ini dengan pengepungan Yerusalem oleh tentara Romawi. Saat hal itu terjadi, ukurlah kemampuan. Jika tak sebanding dengan tantangan yang ada, larilah (14).

Namun, beberapa hal bisa memperlambat upaya melarikan diri. Pertama, harta benda yang tak lebih penting daripada nyawa. Barang yang tak perlu hanya akan mengulur waktu (15). Kedua, anggota keluarga yang rentan dan mudah menjadi korban, yaitu perempuan dengan anak menyusu, perempuan mengandung, dan orang lansia (17). Ketiga, cuaca ekstrem yang menyulitkan perjalanan (18).

Namun, ada pula hal yang mendukung upaya dalam menghadapi penderitaan. Pertama, Allahlah yang mengukur kemampuan manusia. Ia tahu seberapa besar kekuatan yang dimiliki manusia untuk menanggungnya, dan berapa lama ia sanggup memikulnya.

Berikutnya, kemampuan membedakan Mesias dan nabi yang asli dari yang palsu. Tolok ukurnya adalah apa yang mereka sampaikan. Yang palsu menyampaikan apa yang ingin didengar orang saja. Mereka membangun optimisme, tetapi jauh dari realita. Sebaliknya, yang disampaikan Mesias terasa pahit dan menyakitkan, tetapi itulah kebenaran.

Ada kalanya karya apokaliptik mengangkat peristiwa sejarah yang diramu menjadi seperti nubuat. Ini artinya yang perlu diartikan bukanlah apa peristiwanya, melainkan apa yang kita pelajari dari peristiwa tersebut. Hidup banyak tantangannya. Ukurlah dan pilihlah tantangan yang sesuai. Jangan membuang tenaga demi melawan tantangan yang tak bisa dimenangkan.

Pelajarilah apa saja yang memberatkan, memperlambat, atau melemahkan kita; mana yang perlu dilepaskan dan mana yang patut dipertahankan. Percayalah, Tuhan tahu batas kemampuan kita. Dengarkanlah masukan dari orang-orang yang sungguh-sungguh peduli terhadap kebaikan dan kemajuan kita. [WTH]

Share:

Akhir dan Permulaan

Markus 13:3-13 

Yesus bernubuat tentang kehancuran Bait Suci. Empat murid terdekat-Nya mengajukan dua pertanyaan: Pertama, kapan akan terjadi? Kedua, apa tandanya? Bait Suci adalah pusat kehidupan religius umat Yahudi. Hancurnya Bait Suci selalu dikaitkan dengan akhir zaman.

Yesus tidak menjawab pertanyaan itu karena hanya Bapa yang mengetahuinya (lih. Mrk 13:32). Yesus justru mengarahkan perhatian mereka kepada apa yang harus mereka lakukan, yaitu waspada (5).

Kata ini mengandung makna melihat dan berpikir kritis. Kita diminta untuk mengolah semua informasi yang diterima indra dengan pikiran jernih. Dengan begitu, kita tak mudah tertipu atau disesatkan (6).

Yesus menyebutkan peperangan, bencana alam, wabah, penganiayaan karena iman, serta kejahatan oleh orang-orang terdekat dan yang dipercaya (7-9, 12-13). Semua itu sering kali dikira sebagai tibanya akhir zaman atau tanda bahwa akhir zaman sudah dekat. Namun, ternyata itu salah. Perikop ini termasuk tulisan apokaliptik. Maksud dari tulisan ini adalah menerangkan mengapa kejahatan berkuasa, memberitakan Mesias yang segera datang, dan menyatakan kedatangan-Nya yang menandakan lahirnya era baru. Karena itu, ketika kita mendengar, melihat, atau mengalami semua itu, kita tidak perlu tertekan, apalagi menerka pikiran Allah soal kesudahan waktu.

Penderitaan itu justru adalah permulaan zaman (8b). Inilah masa transisi menuju ke era baru. Seperti penderitaan ibu yang bersalin, meskipun sakit, rasa sakit itu menuju ke kegembiraan yang besar.

Penderitaan bukan terjadi tanpa makna, bukan pula tanda bahwa kejahatan tak terkendali lagi. Kita bukan korban yang tak berdaya dan pasrah di bawah penderitaan. Justru penderitaan dapat menjadi peluang bagi kita untuk memberitakan Injil dan menunjukkan kualitas iman.

Bagaimana mutu kita sebagai murid Kristus ketika ditipu dan dicurangi, mengalami kegagalan, melakukan kesalahan, atau terkena musibah? Ingat, penderitaan bukanlah akhirnya, melainkan Kerajaan Allah. [WTH]

Share:

Kokoh di Luar, Rapuh di Dalam

Markus 13:1-2 

Bait Suci yang berdiri pada masa PB dibangun oleh Raja Herodes Agung. Bangunannya disusun dari batu-batu putih yang kokoh. Kemegahannya melampaui bangunan yang pernah dibangun oleh Salomo.

Para murid mengagumi kemegahan Bait Suci (1). Namun, Yesus justru merespons mereka dengan menubuatkan kehancuran Bait Suci (2).

Sebelumnya, Bait Suci dihancurkan oleh tentara Babilonia. Kemudian, Bait Suci dibangun kembali oleh Herodes, raja Romawi yang berkuasa di Yudea. Herodes membangun Bait Suci bukan karena ia berbakti kepada Allah, melainkan karena ia memiliki motif politik. Dengan membangun Bait Suci ia berusaha merebut simpati dan dukungan dari rakyat.

Bangsa Israel percaya bahwa Bait Suci merupakan tanda kehadiran Allah di dunia. Selama Bait Suci kokoh berdiri, Allah selalu menyertai mereka. Sementara itu, para nabi mengingatkan bahwa kehadiran Allah tidak identik dengan benda kasat mata seperti bangunan yang megah. Kehadiran Allah tampak dari cara hidup umat yang menaati-Nya. Para nabi menerangkan bahwa Bait Suci hancur sebagai hukuman Allah atas dosa umat. Ritual ibadah mereka sempurna, sesempurna bangunan Bait Suci, tetapi mereka berlaku jahat terhadap sesamanya.

Yesus melihat Bait Suci kokoh di luar, tetapi rapuh di dalam. Bangunan ini beserta tatanan di dalamnya hanya menunggu waktu. Sejarah pun terulang. Ibadah-ibadah yang dilakukan di dalamnya tidak mencerminkan kehadiran Allah. Tidak ada yang sepenuh hati memikirkan nasib umat yang malang, apalagi kehendak Allah.

Ada ungkapan "gereja bukanlah gedungnya, melainkan orangnya". Yang menghidupkan rumah ibadah adalah orang-orang yang giat di dalamnya. Ketika kita beribadah, kita dapat mencari tempat yang nyaman dengan fasilitas lengkap, berdoa secara khusyuk, dan larut dalam nyanyian rohani yang menghibur hati. Namun, apakah kita mengenal siapa yang duduk di samping kita, apalagi peduli terhadap kesusahannya?

Gereja akan menjadi rumah Allah yang "hidup" selama kita giat melakukan kehendak-Nya. [WTH]

Share:

Menjaga Reputasi


Markus 12:38-40 

Ahli Taurat merupakan orang yang dipercaya karena keahliannya dalam hukum dan agama Yahudi.

Ada tiga tugas yang dijalankannya. Pertama, memelihara hukum Taurat. Mereka mempelajari tradisi tulisan maupun lisan. Kedua, mengumpulkan murid dan mengajar. Ketiga, menjadi ahli hukum di pengadilan. Mereka dilarang memungut bayaran untuk pelayanan yang diberikan, tetapi mereka diperbolehkan menerima pemberian untuk menyokong kehidupannya.

Ahli Taurat disegani karena keahlian dan statusnya. Namun, banyak di antara mereka yang menyalahgunakan jabatannya. Dari penampilan luar, mereka tampak saleh dan meyakinkan karena mengenakan pakaian khusus (38). Mereka adalah kaum elit dan terpelajar yang selalu mendapat tempat duduk yang khusus dan terhormat (39).

Menurut Yesus, reputasi para ahli Taurat bukan terletak pada pakaian, tempat duduk, atau doa-doa yang diucapkan, melainkan pada sikap mereka terhadap kaum yang rentan. Yesus menyoal kebijakan mereka terhadap hak janda (40). Sekalipun beberapa janda hidup berkecukupan karena menempati tanah mendiang suaminya sampai ia meninggal, banyak juga yang dibiarkan hidup dalam kemiskinan.

Saat itu perempuan tidak bekerja untuk mendapat nafkah. Hidupnya bergantung pada laki-laki. Ketika seorang perempuan menjadi janda, ia tak hanya kehilangan suami, tetapi juga pelindung dan sumber penghidupannya. Ia juga tidak memiliki hak waris sehingga hidupnya bergantung pada kebaikan masyarakat.

Hukuman bagi ahli Taurat yang menyalahgunakan jabatannya untuk merampas keuntungan dari kaum rentan seperti ini amat berat. Mereka tahu yang baik dan benar, tetapi berlaku sebaliknya. Mereka seharusnya melindungi domba yang dipercayakan kepada mereka, tetapi mereka justru memangsanya.

Kita berstatus sebagai murid Kristus dan reputasi ini mesti ditunjukkan melalui sikap kita terhadap mereka yang rentan. Seberapa besar kebaikan yang kita lakukan bagi mereka menunjukkan seberapa besar iman kita kepada Kristus. [WTH]

Share:

Mendengarkan dengan Penuh Minat

Markus 12:35-37 

Tidak selalu kita bisa memahami firman yang kita baca, bahkan ada banyak hal yang mungkin kita tidak tahu setelah membaca.
Banyak orang tertarik mendengarkan pengajaran Yesus. Namun, ada juga yang berusaha menjatuhkan-Nya dengan pertanyaan jebakan.
Kali ini Yesus yang balik bertanya kepada mereka. Ia menanyakan pandangan mereka tentang Mesias (35-36; bdk. Mzm 110:1). Mazmur ini diyakini ditulis oleh Daud dan bernuansa mesianik. Yesus mempertanyakan bagaimana mungkin Mesias itu "anak Daud", sementara Daud sendiri menyebut-Nya sebagai "Tuanku" (37a). Anak tidak mempunyai kuasa atas bapanya, lantas mengapa Daud menghormati Mesias sebagai Tuannya?
Anak Daud merupakan gelar untuk Mesias. Artinya, Mesias itu berasal dari keturunan Daud. Namun, Ia lebih berkuasa daripada Daud. Mesias duduk bukan di sebelah kanan Daud, melainkan Allah. Ini melambangkan kemuliaan dan kedekatan dengan Allah. Artinya, Mesias bukan hanya seorang manusia, tetapi juga figur ilahi.
Dengan pertanyaan itu, Yesus merombak pengertian para pendengarnya akan figur Mesias. Mereka menantikan kedatangan raja Israel yang akan meneruskan takhta Daud di dunia. Sementara itu, Yesus menunjukkan kehadiran Kerajaan Allah melalui berbagai pengajaran dan mukjizat yang dilakukan-Nya. Mesias bukan sosok yang mencari dan menggulingkan kekuasaan, tetapi menghadirkan kasih karunia dan keselamatan Allah dalam hidup manusia.
Orang banyak mendengarkan Yesus dengan senang hati (37b). Sebab, pertanyaan yang disampaikan Yesus membuat mereka penasaran. Mereka ingin tahu lebih jauh tentang Mesias.
Tindakan mempertanyakan keyakinan iman atau isi Alkitab bukanlah sesuatu yang salah, juga tidak menunjukkan kebodohan kita. Justru dengan bertanya, kita akan membangkitkan gairah dan kekaguman kita akan iman Kristen yang kita yakini selama ini. Ingatlah, iman kita adalah iman yang hidup, bukan sekadar ayat hafalan, aturan ibadah, atau hukum agama. [WTH]
Share:

Pencinta Kebenaran

Markus 12:28-34 
Di tengah situasi yang buruk sekalipun, kalau kita membuka mata, terkadang kita masih bisa melihat hal-hal yang baik. Di tengah orang-orang yang toxic, kadang tersisa mereka yang terus berjuang untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kita tidak bisa serta-merta menyamaratakan semua orang.
Di kalangan ahli Taurat yang berusaha memusuhi dan menjatuhkan Yesus, ternyata ada seorang yang benar-benar mencari kebenaran. Yesus memuji orang tersebut dan menyatakan bahwa dia tidaklah jauh dari Kerajaan Allah (34).
Ahli Taurat ini dapat disebut sebagai "sisa", yaitu orang-orang yang terus setia kepada Tuhan (bdk. Yes 10:20). Tidaklah heran orang ini memiliki kepekaan dalam melihat jawaban bijaksana Yesus terhadap orang-orang Saduki. Ia juga mengajukan pertanyaan, tetapi pertanyaannya bukan untuk menjatuhkan seperti ahli Taurat lainnya, bukan juga demi meneguhkan posisi seperti orang Saduki. Dia sungguh-sungguh mencari kebenaran. Ia benar-benar rindu untuk mengetahui hal yang terutama dari seluruh ajaran firman (28).
Tampak bahwa dia sudah meyakini jawaban Yesus, tetapi dengan bertanya dia membuka diri untuk kembali dikoreksi dan diajar atas apa yang diyakininya (32-33). Dia memiliki hati yang dapat diajar, yaitu hati seorang murid yang terbuka untuk dibimbing dan dibentuk.
Sebagai ahli Taurat, jelas dia bukan orang bodoh. Tentunya dia diakui, dihargai dan dihormati banyak orang. Biasanya orang seperti itu akan merasa gengsi atau malu bila terlihat bodoh. Namun, dia malah menerima dan mengakui jawaban Yesus. Cintanya akan kebenaran dan kerendahhatiannya membuatnya tidak menjadikan posisinya sebagai yang terutama. Dia rela bertanya kepada seorang guru baru yang bahkan barangkali lebih muda daripada dia. Ia tidak memandang Yesus sebagai ancaman, karena dia adalah pencinta kebenaran dan Yesuslah kebenaran itu.
Mari jadilah pencinta kebenaran yang rela membuka hati untuk dikoreksi, termasuk jika kebenaran itu datang melalui orang-orang yang lebih muda atau kurang terpandang. [JHN]
Share:

Membedakan Sesama

Markus 12:18-27 

Di era media sosial, banyak orang ingin menjadi terkenal dengan mendompleng atau menumpang ketenaran orang lain. Ketika seseorang mem-posting foto dirinya bersama orang terkenal, ia berharap agar ia juga dikenal dan status sosialnya naik. Sedihnya, orang tidak peka bahwa sebenarnya ini adalah perbuatan manipulatif yang memanfaatkan orang lain demi status diri sendiri.

Orang Saduki adalah salah satu golongan elit Yahudi. Mereka mencoba menggunakan Yesus demi kepentingan golongan mereka.

Dalam hukum perkawinan Lewi, diharuskan bagi seorang laki-laki untuk menikahi janda dari saudaranya yang telah meninggal demi meneruskan keturunan dari saudaranya itu (lih. Ul 25:5-6). Orang Saduki menggunakan hukum ini untuk meneguhkan keyakinan mereka yang tidak memercayai kebangkitan orang mati (19-23). Jika perkataan Yesus sejalan dengan keyakinan mereka dan hal itu dinyatakan di depan umum, mereka akan sangat diuntungkan.

Yesus jelas tahu bahwa pertanyaan mereka bukanlah dengan tujuan untuk mengenal kebenaran. Pertanyaan itu hanyalah sebuah alat demi melegitimasi dan meneguhkan kekuasaan mereka. Yesus dengan sangat keras mengecam kesesatan mereka, dan bahkan menyerukannya sebanyak dua kali (24, 27).

Di dalam Taurat dinyatakan bahwa Allah Israel adalah Allah orang yang hidup, bukan orang yang mati (25). Mereka yang tidak percaya akan kebangkitan tubuh mempertanyakan perihal pernikahan pasca kebangkitan. Terbayang ekspresi sinis dan arogan di wajah mereka ketika ini terjadi. Sungguh ironis bahwa para pemimpin agama justru buta akan firman Tuhan oleh karena doktrin dan ajaran tentang Tuhan yang keliru, yang sudah terlampau lama mereka yakini. Lebih parah lagi, mereka buta, tetapi memandang diri dan menamai golongan mereka sebagai "orang benar".

Marilah terus mengoreksi diri, jangan sampai kita membedakan orang lain demi kepentingan kita. Bersikaplah terbuka kepada Tuhan agar Dia menyatakan kebutaan kita dan kita dapat dicelikkan dalam kebenaran-Nya. [JHN]

Share:

Hikmat yang Membalikkan

Markus 12:13-17 

Nas yang kita baca sering dipakai untuk menjelaskan mengapa orang Kristen perlu membayar pajak kepada negara. Hal itu karena Yesus mengajarkannya demikian. Kalau begitu, apakah Yesus mendukung penjajahan yang penuh dengan ketidakadilan, seperti yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi terhadap bangsa Israel? Ayat ini tidak membicarakan hal itu, tetapi ini juga tidak serta-merta berarti kita mengajar orang percaya untuk tidak membayar pajak.

Jawaban Yesus merupakan argumentasi terhadap beberapa orang Farisi dan pendukung Herodes yang dikirim oleh para pemuka agama untuk menjatuhkan Yesus (13). Mereka mencoba menggunakan kelompok orang Farisi yang bergerak di akar rumput untuk menjatuhkan lawannya. Padahal, sejatinya para imam kepala tidak memiliki relasi yang cukup baik dengan orang Farisi, tetapi sepertinya mereka bisa berbaikan demi menjatuhkan Yesus yang mengancam kekuasaan kedua kelompok.

Kita melihat kemunafikan melalui pujian orang Farisi kepada Yesus yang sejatinya hanya menyembunyikan maksud jahat (14a). Mereka mau memojokkan Yesus dengan pertanyaan yang apa pun jawabannya akan menyulitkan Yesus (14b). Apakah Ia harus membayar pajak kepada kaisar? Jawaban "tidak" akan membuat Yesus berhadapan dengan kekuasaan Romawi dan dianggap pemberontak. Sebaliknya, jawaban "ya" akan mengecewakan orang banyak karena Yesus dianggap mendukung penjajahan.

Rupanya jawaban Yesus melampaui kedua hal ini: "Berikanlah milik Kaisar kepada Kaisar dan milik Allah kepada Allah!" (17). Jawaban Yesus tak bisa dijadikan senjata karena Ia tetap membayar pajak. Yesus juga tidak dapat dituduh telah mendukung penjajahan karena yang diberikan adalah apa yang menjadi hak kaisar.

Oleh karena itu, kita perlu meminta hikmat dari Allah dan melatih diri untuk dapat berhadapan dengan orang-orang jahat yang dengan kecerdasannya berusaha membelokkan kebenaran. Hikmat membantu kita untuk peka terhadap kejahatan berkedok agama.

Share:

Bermain Aman

Markus 11:27-33 

Ketika kekuasaan seseorang terancam, biasanya ia akan melakukan apa saja untuk mengamankannya, termasuk mencari celah untuk menjatuhkan lawannya. Akan tetapi, jika yang dilakukan malah berbalik membahayakan dirinya, dia akan bermain aman dengan menghentikan serangannya atau bahkan berusaha berdamai dengan sang lawan.

Inilah yang dilakukan oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan tua-tua. Mereka ingin menjatuhkan Yesus dengan mempertanyakan otoritas dari kuasa Yesus (27-28). Mereka sudah mengumpulkan informasi mendetail, dan menemukan bahwa tidak ada tokoh rabi ternama dan berotoritas yang menahbiskan Yesus.

Dengan bertanya, mereka mau menegaskan di depan khalayak ramai bahwa Yesus hanyalah orang biasa yang tidak terdidik, maka Dia tidak perlu dipercaya. Dengan demikian, segala perbuatan-Nya yang menyembuhkan orang sakit, membersihkan Bait Allah, dan mengajar tidak dapat diterima.

Jawaban Yesus melalui pertanyaan retoris justru membuat mereka terpojok sendiri (29-30). Pertanyaan Yesus akan asal otoritas dari kuasa Yohanes Pembaptis justru menyudutkan mereka karena apa pun jawabannya mereka hanya akan merugikan posisi mereka sendiri (31). Jelas mereka juga tidak suka dengan Yohanes yang mencerca dan mengancam kekuasaan mereka. Namun, pada saat yang sama, mereka juga takut karena tahu bahwa Yohanes Pembaptis memiliki banyak pengikut (32). Membantah otoritasnya juga akan merugikan kelompok mereka sendiri.

Jadi, mereka memilih untuk bermain aman demi kekuasaan yang tetap kuat dan stabil, meskipun mereka harus menyangkal kebenaran dan pura-pura tidak tahu. Terlihat bahwa sejatinya mereka hanya mau melayani diri dan kelompok mereka saja.

Hati-hatilah ketika yang menjadi fokus kita pada setiap waktu adalah mengamankan posisi, entah dengan cara menyerang orang lain atau bermain aman. Jujurlah kepada teman dan mintalah mereka untuk mengingatkan kita, juga mintalah Roh Kudus untuk menuntun kita.

Share:

Sabat Untuk Kebaikan Manusia

Markus 2:23-3:6

Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”

- Markus 2:27-28

Yesaya mengingatkan orang Israel bahwa Sabat adalah hari kenikmatan (Yes. 58:13). Pada zaman Yesus, orang Israel telah melupakan prinsip ini. Sabat tidak lagi menjadi satu kenikmatan, tetapi beban berat yang harus dipikul manusia dengan tertatih-tatih. Hal ini terjadi karena para ahli Taurat dan orang-orang Farisi menambahkan aturan- aturan mereka sendiri dalam memelihara hari Sabat.

Di dalam perikop bacaan hari ini, terdapat dua contoh kejadian bagaimana orang-orang Farisi salah menerapkan hukum Sabat. Pertama adalah kejadian murid-murid Yesus berjalan melewati ladang gandum dan memetik bulir-bulir gandum. Murid-murid tidak melanggar hukum ke-8, jangan mencuri (Kel. 20:15) karena sesuai dengan hukum Taurat, seseorang yang dalam perjalanan diperbolehkan memetik bulir-bulir gandum dengan tangannya, hanya tidak boleh dengan sabit (Ul. 23:25). Namun, karena hari itu hari Sabat maka orang-orang Farisi menyalahkan murid-murid Yesus karena telah melanggar hukum Sabat. Memetik gandum dianggap sama dengan menuai, kegiatan yang tidak diperbolehkan menurut aturan Sabat orang Farisi.

Kedua adalah kejadian yang terjadi di rumah ibadat pada hari Sabat. Di rumah ibadat tersebut ada seorang yang mati sebelah tangannya. Orang-orang Farisi mengamati-amati apakah Yesus menyembuhkan orang tersebut dan jika Yesus melakukannya, mereka dapat menyalahkan-Nya karena telah melanggar hukum Sabat. Menyadari diri-Nya diamati, Yesus

menantang mereka dengan pertanyaan, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” (ay. 4). Dalam kedegilan hati mereka, orang-orang Farisi tersebut tidak menjawab-Nya.

Adalah baik untuk menjaga hari Sabat. Namun, tidak boleh menjadi legalistik seperti yang dipraktikkan orang-orang Farisi dengan berbagai peraturan yang detail. Sabat, kata Yesus, adalah diadakan untuk manusia, yakni untuk kebaikan manusia (Mrk. 2:27) dan kenikmatan manusia (Yes. 58:13). Sabat harus mendatangkan kebaikan bagi manusia, bukan sebaliknya (Mrk. 3:4).

Marilah menikmati hari Sabat sebagai waktu untuk beristirahat sejenak dari pekerjaan sehari-hari dengan datang beribadah ke hadirat Tuhan. Manfaatkan hari Sabat sebagai hari untuk melayani Tuhan dan juga saudara seiman, bahkan orang-orang lain yang membutuhkan bantuan kita.

Refleksi Diri:

Apakah Anda merasa bersukacita dan menikmati Sabat bersama Tuhan? Atau justru menjadi beban?

Apakah Anda sudah berdoa dan memohon hikmat untuk menjalankan Sabat dalam anugerah-Nya?

Share:

Iman yang Egois

Markus 11:20-26 

Ajaran "perkataan iman" pernah menjadi populer. Menurut ajaran ini, "ketika Anda membutuhkan sesuatu, berdoalah kepada Tuhan, dan sekarang bayangkan bahwa itu sudah menjadi milik Anda, lalu bersyukurlah karena Tuhan sudah memberinya kepada Anda sekarang. Inilah iman yang membuat doa Anda dikabulkan." Sedihnya, ajaran ini kerap kali dibenarkan atas dasar Markus 11:22-24.

Nas ini tentu tidak mengajarkan hal tersebut. Penulis mau menunjukkan umat Israel yang digambarkan sebagai pohon ara. Ketika hidupnya terpisah dari Allah mereka bukan hanya tidak berbuah, tetapi juga akan kering dan mati (21). Untuk tetap hidup, umat-Nya perlu iman yang membuat diri mereka tetap tinggal di dalam Allah. Tanpa iman, mustahil kita dapat hidup, karena iman adalah jawaban untuk terwujudnya hal-hal yang mustahil (23-24).

Memiliki iman tidak serta-merta berarti seluruh doa dan keinginan kita pasti terwujud. Mengapa? Karena jelaslah bahwa tidak semua keinginan kita sejalan dengan kebenaran Allah. Iman sejatinya tidak dapat dipisahkan dari Allah dan kehendak-Nya.

Penulis mau menyatakan bahwa iman haruslah menghasilkan buah kebenaran, sebagaimana firman Tuhan adalah kebenaran (lih. Yoh 17:17). Orang beriman tidaklah seperti pohon ara yang berdaun lebat, tetapi tidak berbuah sama sekali. Demikianlah para pemimpin Yahudi tampak rohani, tetapi sejatinya tidak hidup di dalam kebenaran. Bukan hanya itu, malahan mereka dikatakan sebagai perampok meskipun tampak saleh (Mrk 11:17).

Jadi, iman yang benar pastilah menghasilkan buah kebenaran. Karena itu, pastilah di dalam iman tidak ada ruang bagi kebencian dan pertikaian, melainkan nyatanya kasih dan pengampunan (25).

Kiranya kita bisa waspada terhadap keinginan pribadi yang bisa menjadi tidak sejalan dengan kebenaran Allah. Kita bisa meminta kepada Allah untuk anugerah dan berkat yang membuat kehidupan kita berbuahkan perbuatan nyata, yang penuh kasih dan pengampunan.

Share:

Rohaniwan Perampok

Markus 11:15-19 

Institusi agama kerap dijadikan ladang subur untuk mendapat keuntungan pribadi. Sudah banyak kisah mereka yang kecewa karena dimanfaatkan oleh tokoh agama atas nama pelayanan, kasih, atau Tuhan. Pelakunya sudah pasti mereka dengan jabatan yang cukup terpandang di dalam institusi agama, karena merekalah yang berkuasa untuk memengaruhi banyak orang.
Pemanfaatan ini juga terjadi di Bait Allah. Sejatinya, Bait Allah didesain untuk menjadi rumah doa, bukan hanya bagi orang Yahudi, tetapi bagi segala bangsa termasuk orang non-Yahudi (lih. Yes 56:7). Hal ini jelas sekali terlihat dalam doa Salomo ketika ia mendirikan Bait Allah. Betapa ia rindu agar bangsa-bangsa asing datang berdoa dan Tuhan mendengarkan doa mereka (1Raj 8:41-43). Tak mengherankan, di dalam desain Bait suci ada bagian yang terbesar bernama pelataran orang Gentile -halaman bagi orang non-Yahudi untuk berdoa.
Kita melihat kebesaran anugerah Allah yang rindu untuk memberkati segala bangsa. Ironisnya, oleh para pemimpin agama pada masa itu, tempat ini justru digunakan untuk perdagangan yang tidak jujur dan adil, sampai-sampai Yesus menyebutnya sebagai perampokan (17), bahkan atas nama ibadah.
Orang Yahudi diaspora yang harus menukar uang dan membeli merpati dilihat oleh pemimpin agama sebagai kesempatan untuk memperkaya institusi dan diri mereka. Akibatnya, orang-orang bangsa lain tidak dapat beribadah kepada Allah dan menikmati anugerah Allah yang juga dijanjikan bagi mereka. Jelaslah Yesus marah dan meneriakkan kembali akan perlunya pemurnian Bait Allah. Peristiwa ini makin mempertegas misi yang harus dilakukan Mesias.
Jika kita tidak berhati-hati, kita dapat melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh para pemimpin agama Yahudi, apalagi ketika kita memiliki jabatan dan memegang kekuasaan. Marilah kita minta Tuhan selalu memurnikan hati kita agar kita tidak menjadi para rohaniwan perampok, melainkan melalui kita, gereja tetap menjadi rumah doa untuk semua orang.
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.