Mazmur 6
Rasanya tidak ada satu manusia pun yang lepas dari pergumulan. Satu pergumulan selesai, kita diperhadapkan lagi dengan pergumulan lainnya. Kadang semua itu terasa sangat melelahkan, lalu kita bertanya kepada Tuhan, "Kapan semua ini berakhir?" Dalam ratapan itu, kita tersadar bahwa hanya Tuhanlah yang dapat membebaskan kita.
Demikianlah ungkapan keyakinan pemazmur. Jika kita membaca sekilas, akan tebersit sangkaan bahwa syair ini adalah bentuk keraguan kepada Tuhan. Namun, sesungguhnya ini adalah sikap berserah penuh pemazmur kepada Tuhan. Terlihat dalam ayat 3-4, ada permohonan belas kasihan dari pemazmur kepada Tuhan.
Apakah segala pergumulan terjadi karena murka Tuhan? Itulah yang dimohonkan pemazmur (2), tetapi tidak ada konfirmasi dari Tuhan. Tangisan dan ratapan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan pemazmur. Selalu muncul pertanyaan, " ... TUHAN, berapa lama lagi?" (4). Apakah ratapan ini menandakan bahwa ia tidak beriman? Rupanya bukan demikian; memang sang pemazmur meratap, tetapi ia tak pernah meninggalkan Tuhan. Dalam tangis dan keluhnya ia tetap menggantungkan pengharapan kepada Tuhan semata. Ia yakin bahwa Tuhan akan menolongnya.
Pada akhirnya, pertolongan Tuhan pasti akan datang. Tangisan umat yang berharap kepada-Nya pasti didengar oleh-Nya. Dengan lantang pemazmur memproklamasikan bahwa Tuhan telah mendengar permohonannya (10).
Kita mungkin pernah berada pada titik rendah seperti yang dialami pemazmur. Tangisan tertumpah tiap malam. Kesedihan dan ratapan menjadi bagian dari hari-hari kita. Jika kita pernah atau saat ini sedang berada pada fase tersebut, teruslah berjuang serta berharap kepada Tuhan. Tetaplah datang kepada-Nya sekalipun dalam titik terberat kehidupan kita seolah-olah Dia tidak terlihat. Jangan pernah sekalipun meninggalkan-Nya.
Mungkin kita merasa bahwa Tuhan diam, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah Tuhan dengan saksama mendengarkan keluh kesah kita. [WDN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar