Juli 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Memikirkan Kehidupan Orang Banyak

Saat kita diberi kekuasaan besar, kita harus memikirkan kesejahteraan banyak orang. Semakin tinggi kekuasaan yang kita miliki, semakin besar tanggung jawab kita terhadap kesejahteraan banyak orang.

Pada masa kelaparan yang masih berlangsung, seluruh uang di tanah Mesir dan Kanaan digunakan untuk membeli gandum dari Yusuf, dan Yusuf membawa uang itu ke istana Firaun (14). Namun, kelaparan belum berakhir, sehingga rakyat kemudian menukarkan ternak mereka untuk mendapatkan makanan pada tahun itu (15-17).

Pada tahun berikutnya, rakyat meminta Yusuf untuk membeli tanah mereka agar mereka bisa mendapatkan makanan dan tetap hidup, serta memperoleh benih untuk ditanam sehingga seluruh tanah di Mesir menjadi milik Firaun (18-20). Yusuf kemudian meminta rakyat untuk mengerjakan ladang yang sudah menjadi milik Firaun dan memberikan seperlima hasilnya kepada Firaun, dan rakyat dengan senang hati melakukannya (23-26).

Meskipun rakyat Mesir memberikan ternak dan bahkan seluruh ladang mereka demi mendapatkan makanan dengan berat hati, mereka tetap rela karena tidak ada pilihan lain. Walaupun demikian, Yusuf memperlakukan mereka dengan baik, sehingga mereka hanya diminta untuk memberikan seperlima hasil panen kepada Firaun. Hal ini dipandang baik oleh rakyat karena mereka memahami bahwa Yusuf menyelamatkan hidup mereka.

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa Yusuf adalah seorang pemegang kuasa yang memikirkan kehidupan orang banyak dan memperlakukan rakyat dengan baik.

Anugerah memang Allah berikan secara cuma-cuma. Namun, untuk setiap anugerah yang Allah berikan, Ia menuntut tanggung jawab. Semakin besar anugerah yang diberikan kepada kita, semakin besar tanggung jawab yang harus kita pikul. Oleh karena itu, jika kita menjadi orang berkuasa yang menentukan kesejahteraan banyak orang, kita harus semakin berhikmat agar kita dapat menjadi berkat bagi semakin banyak orang.

Share:

Menjadi Berkat bagi Orang Sekitar

Allah memberkati Abram agar melalui dirinya dan keturunannya, semua bangsa di muka bumi akan mendapat berkat (Kej. 12:3). Yusuf menjalankan perintah Allah ini sebagaimana yang terlihat dalam bacaan hari ini.

Sesuai dengan strateginya, Yusuf menempatkan keluarga Yakub di Gosyen dan memberitahukan Firaun bahwa mereka kini berada di sana (1). Saudara-saudaranya mengatakan, "Hamba-hambamu ini adalah para gembala kambing domba, baik kami maupun nenek moyang kami" (3). Mereka juga memohon agar diizinkan menetap di tanah Gosyen (4).

Firaun, yang sangat menyayangi Yusuf dan telah berjanji memberikan yang terbaik di tanah Mesir kepadanya (Kej. 45:18), menyetujui permintaan keluarga Yakub (5-6a). Bahkan, Firaun meminta Yusuf merekomendasikan saudaranya yang cakap untuk menjadi pengawas ternak Firaun (6b). Dengan demikian, Yusuf memelihara ayahnya, saudara-saudaranya, dan seluruh rumah tangga ayahnya dengan menyediakan makanan bagi setiap anggota keluarga (12).

Jelas terlihat bahwa karena Yusuf, seluruh Mesir mendapatkan berkat. Keluarga Yakub juga diberkati dan dipelihara sehingga tidak kekurangan makanan selama masa kelaparan yang panjang. Mereka bahkan menikmati kehidupan yang baik di Mesir.

Seperti yang dikatakan Allah kepada Abraham, yang juga berlaku bagi kita sebagai keturunan rohani Abraham, kita juga harus menjadi berkat bagi orang di sekitar kita. Berkat Allah tidak pernah hanya untuk kita atau keluarga kita saja, tetapi juga untuk "kepentingan bersama" (1Kor. 12:7). Setelah kita menerima dan menikmati semua berkat yang Allah berikan, jangan lupa untuk menjadi berkat bagi banyak orang.

Kini, mintalah kepada Allah untuk mengajarkan kita agar memahami apa yang Ia kehendaki untuk kita lakukan dengan semua bakat, talenta, dan kekayaan yang telah Ia limpahkan, sehingga kita dapat menjadi berkat bagi banyak orang di sekitar kita.

Share:

Pemeliharaan Allah dan Strategi Manusia

Pemeliharaan Allah tidak menghilangkan tanggung jawab manusia. Dalam bacaan hari ini, kita akan melihat bagaimana keduanya berjalan bersama.

Bersyeba adalah kota paling selatan di wilayah Yehuda, tempat Ishak pernah mendirikan mazbah (Kej. 26:23-25). Sebelum meninggalkan Kanaan, Yakub mempersembahkan kurban di sana (1). Penulis menggunakan istilah "Allah Ishak ayahnya" karena mazbah tersebut didirikan oleh Ishak. Allah memberikan penglihatan kepada Yakub dan berkata, "Akulah Allah, Allah ayahmu. Janganlah takut pergi ke Mesir, sebab Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar di sana" (3).

Yakub membawa semua keturunannya untuk pindah ke Mesir (5-7). Semua keturunan Yakub yang pergi ke Mesir (tidak termasuk para menantu) adalah 66 orang (26). Ditambah dengan Yakub, Yusuf, dan kedua anaknya, total keluarga Yakub di Mesir menjadi 70 orang (27).

Yusuf pun berstrategi dengan keluarganya supaya mereka beserta keturunan dan segala milik mereka dapat tinggal di tanah Gosyen. Yusuf langsung menempatkan saudara-saudaranya di sana (28). Yusuf meminta mereka untuk menyamakan perkataan mereka dengan perkataannya kepada Firaun, bahwa mereka adalah peternak supaya mereka diizinkan untuk tinggal di Gosyen, sebab gembala kambing domba adalah pekerjaan yang menjijikkan bagi orang Mesir (33-34).

Dengan demikian, kita melihat bahwa pasal ini dibuka dengan janji pemeliharaan Allah dan ditutup dengan strategi Yusuf. Penulis menunjukkan bahwa Allah memakai Yusuf dengan strateginya agar Yakub dan keturunannya dapat menempati tanah itu sebagai tempat tinggal tetap mereka seperti kehendak-Nya.

Kedaulatan dan pemeliharaan Allah bukan berarti kita tinggal berpangku tangan. Allah menghendaki agar kita "cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati" (Mat. 10:16). Dalam pemeliharaan Allah, mari kita berusaha dengan sebaik mungkin supaya kehendak Allah terjadi melalui kuasa-Nya dan juga usaha kita yang cerdik dan berkenan kepada-Nya.

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu.  Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu.  Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu  Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. 
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN 
Share:

Allah sebagai Penyebab Utama

Doktrin yang menganggap Allah sebagai penyebab utama mengakui bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak Allah, sedangkan hal-hal lainnya hanyalah penyebab sekunder.

Setelah mendengar perkataan Yehuda, Yusuf tidak dapat lagi menahan hatinya dan ia pun membukakan bahwa ia adalah Yusuf (1-4). Yusuf juga meminta saudara-saudaranya untuk tidak menyesali diri karena menjual dia. Alasannya adalah "justru untuk menyelamatkan hiduplah Allah mengutus aku mendahului kamu" (5). Yusuf juga berkata, "Allah telah mengutus aku mendahului kamu" (7), dan "bukan kamu yang mengutus aku ke sini melainkan Allah" (8). Yusuf kemudian meminta saudara-saudaranya untuk menceritakan dirinya kepada Yakub. Ia bahkan mengajak semua saudaranya untuk tinggal di tanah Gosyen dan ia akan memelihara mereka semua (9-13).

Mengapa Yusuf mengatakan bahwa Allah yang mengutus dia ke Mesir? Tentu Yusuf sadar bahwa saudara-saudaranyalah yang menjualnya, karena ia juga mengatakan demikian. Namun, di balik itu, Yusuf percaya bahwa Allah yang adalah "penyebab utama" dari segala sesuatu, memakai iri hati saudara-saudaranya sebagai sarana bagi Yusuf untuk tiba di Mesir sebelum kelaparan terjadi dan menyelamatkan banyak orang.

Keyakinan inilah yang sepertinya membuat Yusuf dapat mengampuni saudara-saudaranya dan bahkan bersedia memelihara kehidupan semua saudaranya. Jika kita percaya bahwa Allah adalah penyebab utama dari segala sesuatu, kita pun dapat bersikap seperti Yusuf dan memaafkan orang yang melakukan kesalahan kepada kita, walaupun kesalahan itu sangat menyakiti kita. Jadi, kita lebih berfokus pada tujuan Allah yang baik dalam mengizinkan hal yang buruk tersebut terjadi dalam kehidupan kita, dan tidak berfokus pada rasa sakit kita saja (bdk. Kej 50:20).

Allah adalah penyebab utama dari segala yang terjadi. Ini berarti tetap ada rencana indah Allah di balik hal-hal yang buruk. Dengan demikian, kita belajar untuk menghadapinya dengan pikiran yang bijak dan hati yang mau memaafkan orang yang menjahati kita.

Doa Pagi:

Pagi ini aku datang kepada-Mu, Tuhan, dan memohonkan berkat kepada-Mu untuk bapak, ibu, jemaat, saudara-saudari sekalian. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kita semua. Dan diberkatilah rumah tangga kita, anak-anak dan cucu-cucu kita, pekerjaan kita, sawah dan ladang kita, studi kita, toko kita, usaha kita, kantor kita, rumah kita, keluarga kita, pelayanan kita, dan gereja kita. Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami. Yang percaya katakan AMIN! Tuhan Yesus memberkati.
Share:

Kesetiaan pada Janji

Dalam Mazmur 15:4, Daud menegaskan bahwa orang benar adalah orang yang berpegang pada sumpahnya walaupun merugikan dirinya sendiri. Hal ini sangat terlihat dalam tindakan Yehuda dalam nas hari ini.

Ketika mendengar bahwa Benyamin akan dijadikan budak, Yehuda segera berbicara. Ia berkali-kali menyebut tentang ayahnya yang sudah tua, sangat mengasihi Benyamin, dan akan mati jika Benyamin tidak kembali (20-22). Dengan perkataan berulang tentang bagaimana ayah Benyamin akan "mati", "turun ke dunia orang mati", dan "tidak dapat hidup" (22, 29-31), Yehuda sebenarnya ingin menunjukkan betapa mustahil bagi ayahnya untuk menerima bahwa Benyamin tidak akan kembali ke sisinya.

Yehuda kemudian memohon agar dia yang menjadi budak menggantikan adiknya, karena ia sudah menjamin keselamatan Benyamin. Ia melakukan ini karena tidak sanggup melihat penderitaan yang akan menimpa ayahnya (32-34).

Yehuda sebelumnya berjanji kepada Yakub bahwa Benyamin akan kembali dengan selamat (Kej 43:8-9). Sekarang, ketika Benyamin hendak dijadikan budak, Yehuda menawarkan dirinya sebagai ganti. Hal yang menarik, Yehuda yang dahulu mengusulkan untuk menjual Yusuf sebagai budak (Kej 37:26-27), sekarang menawarkan dirinya untuk menjadi budak Yusuf. Namun, lebih penting lagi, Yehuda adalah orang yang memegang janjinya walaupun janji itu merugikan dirinya sendiri.

Yesus mengajarkan bahwa kita tidak boleh sembarangan bersumpah dan harus menepati janji kita (bdk. Mat 5:34-37). Banyak orang mungkin menganggap bahwa janji bisa dengan mudah diingkari. Namun, sebagai orang percaya, kita tidak boleh mengingkari janji karena Allah kita adalah Allah yang setia pada janji-Nya.

Sebagai orang Kristen, kita menyandang nama Allah. Mari kita tetap memegang janji kita walaupun rugi, supaya kita tidak mempermalukan Allah.
Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu. 
Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu
Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu.
Share:

Menguji demi Kebaikan

Allah sering menguji umat-Nya demi kebaikan mereka, seperti dalam kisah Ayub. Kita juga dapat meneladani Allah dengan menguji orang yang kita kasihi demi kebaikan mereka dan kerja sama yang lebih baik.

Yusuf dengan sengaja menyuruh pengurus rumahnya untuk meletakkan piala peraknya di karung Benyamin (2). Tak lama setelah saudara-saudaranya berangkat, pengurus itu mengejar mereka dan menuduh mereka mencuri (4-6). Saudara-saudara Yusuf yakin bahwa tidak ada di antara mereka yang mencuri, sehingga mereka mengatakan bahwa siapa pun yang kedapatan mencuri harus dihukum mati, dan mereka semuanya akan menjadi budak Yusuf (7-9).

Tentu saja piala tersebut ditemukan di dalam karung Benyamin, dan semua saudara Yusuf mengoyak jubah mereka sebagai tanda kesedihan (12-13). Yehuda memohon agar mereka semua menjadi budak, tetapi Yusuf bersikeras bahwa hanya Benyamin yang harus menjadi budak (16-17).

Mengapa Yusuf melakukan ini? Mengapa hukuman itu ditetapkan agar hanya Benyamin yang menjadi budak? Yusuf tampaknya ingin melihat bagaimana saudara-saudaranya memperlakukan Benyamin. Apakah mereka akan iri kepada Benyamin dan membiarkan dia menjadi budak seperti mereka dahulu iri kepada Yusuf dan menjualnya sebagai budak? Tujuan Yusuf adalah untuk melihat apakah saudara-saudaranya sudah berubah.

Menguji apakah orang terdekat kita sudah berubah atau menguji kemampuan seseorang dalam mengerjakan sesuatu adalah hal penting yang kadang diperlukan. Allah juga sering menguji kita sebagai hamba-Nya, bukan untuk membuat Allah lebih tahu, tetapi supaya kita bisa lebih memahami pertumbuhan dan kemampuan kita.

Mari kita belajar untuk menguji orang yang mau kita percayakan untuk tugas tertentu, supaya kita dapat memilih orang dengan tepat. Tentu, kita juga harus bersedia diuji oleh siapa pun agar kita dapat dipercaya. Berdoalah agar Tuhan mengajar kita untuk menjadi lebih berhikmat dalam memberi maupun menerima ujian.

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu. 
Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu
Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. 
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Perubahan Sejati

Masa kelaparan terus berlanjut, dan persediaan gandum yang dibeli sebelumnya sudah habis. Oleh karena itu, Yakub menyuruh anak-anaknya pergi kembali ke Mesir untuk membeli gandum.

Situasi yang serupa memicu tuntutan yang sama, yaitu membawa Benyamin bersama mereka (3-5). Namun, kali ini Yehuda dengan berani menjamin bahwa ia akan menjaga adiknya dengan sebaik-baiknya (9).

Setibanya di Mesir, mereka mengantisipasi perlakuan keras seperti sebelumnya. Namun, Yusuf membawa mereka ke rumahnya, bukan untuk menghukum, tetapi untuk makan bersama mereka (16-18).

Kebaikan yang besar ditunjukkan Yusuf kepada saudara-saudaranya. Dengan ramah, ia menanyakan perihal ayah mereka (27). Ketika ia melihat Benyamin, ia menaikkan doa bagi adiknya itu dan menyimpan kasih sayang di dalam hatinya hingga ia menangis (29-30).

Yusuf memberikan pelayanan terbaik kepada mereka. Ia mendudukkan saudara-saudaranya di depannya dan menjamu mereka dengan makanan melimpah, bahkan hidangan mewah dari mejanya (31-34a).

Dalam perjamuan siang itu, Yusuf dengan sengaja memberi Benyamin hidangan lima kali lebih banyak daripada yang lain (34b). Ia menunjukkan rasa hormat yang khusus kepada Benyamin, seolah hendak menguji apakah saudara-saudaranya akan merasa iri terhadap Benyamin, sama seperti mereka dahulu iri terhadap dirinya. Tampaknya mereka sudah berubah karena dikatakan mereka bersukaria bersama.

Allah menginginkan perubahan sejati. Kesalahan tidak diulang, tetapi diperbaiki dengan ucapan maaf dan perbuatan baik. Keirihatian dan dendam diganti dengan kerendahhatian dan keramahan. Relasi kembali dibangun dalam sukaria. Untuk sampai pada level ini, kita memerlukan bimbingan Roh Kudus. Dialah yang memampukan kita untuk bangkit dari penyesalan dan berubah secara total.

Kepada keluarga dan teman yang pernah tersakiti perbuatan kita, buktikanlah bahwa kita dapat berubah sejati.

Share:

Penyesalan

Bencana kelaparan yang melanda negeri Kanaan sangatlah parah. Banyak orang mengalami kekurangan makanan, termasuk Yakub. Mendengar kabar bahwa ada gandum di Mesir, Yakub menyuruh anak-anaknya berangkat ke sana.

Ketika saudara-saudara Yusuf tiba di Mesir, Yusuf langsung mengenali mereka, tetapi mereka tidak mengenali dia (7-8). Mereka tidak menyangka bahwa adik mereka masih hidup dan mereka akan berjumpa dengannya di situ (13). Dengan keras, Yusuf menuduh mereka sebagai pengintai. Mereka berusaha meyakinkan sang penguasa, tetapi Yusuf mengurung mereka di penjara selama tiga hari (17).

Setelah itu, Yusuf mengizinkan mereka pulang asalkan salah satu dari mereka ditinggalkan sebagai sandera dan mereka membawa Benyamin kembali ke Mesir. Saudara-saudara Yusuf mulai merenung dan menyesali kesalahan serta ketidakpedulian mereka di masa lalu (21). Penyesalan muncul saat mereka teringat akan peringatan yang pernah mereka abaikan (22).

Kesulitan besar yang mereka alami di Mesir diceritakan kepada ayah mereka, Yakub. Yakub mempersalahkan anak-anaknya dan jelas menunjukkan bahwa ia tidak memercayai mereka lagi, terutama setelah kehilangan Yusuf yang pergi bersama mereka. Penyesalan atas hilangnya Simeon yang tidak ikut pulang dengan mereka juga dirasakan Yakub (36). Untuk menghindari penyesalan yang lebih besar, Yakub bersikeras agar Benyamin tidak pergi (38).

Sungguh menyedihkan ketika kita saling menyakiti dan menyesali perbuatan satu sama lain. Tindakan yang kita kira akan memuaskan diri ternyata hanya membawa kita ke dalam penyesalan. Seperti pepatah, "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna," sebaiknya setiap tindakan dipikirkan sebelum dilakukan agar kita bisa menghindari penyesalan yang tiada akhir.

Apa yang buruk jangan diteruskan agar kita tidak terjebak dalam lingkaran penyesalan. Daripada berharap bisa mengubah masa lalu, mari kita jalani masa sekarang dengan kebijaksanaan dan pengendalian diri yang baik.

Mari kita berdoa. 
Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. Pekerjaanmu. Mou Mu
Sawah dan ladang mu.  Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. Masa depanmu,  calon jodohku. 
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Kekuasaan untuk Kemanusiaan

Seseorang yang hidup dengan ketaatan kepada Tuhan dapat diberkati dan diberikan kekuasaan besar. Pertanyaannya adalah, apa yang akan dia lakukan dengan kekuasaan tersebut?

Firaun mengakui Yusuf sebagai seorang yang penuh dengan Roh Allah dan mempercayakan kekuasaan atas seluruh Mesir kepadanya (38-41). Sebagai tanda kehormatan, Yusuf diberi pelantikan dan tanda-tanda kebesaran (42-43). Firaun menamai Yusuf Zafnat-Pa'aneah, yang berarti "pengungkap rahasia", dan memberinya Asnat sebagai istri (45).

Kehidupan keluarga Yusuf menjadi lengkap dengan kelahiran dua anak laki-lakinya, Manasye dan Efraim. Melalui nama-nama tersebut, Yusuf mengakui campur tangan Allah yang membawa perubahan dalam hidupnya (50-52).

Ketika masa kelimpahan tiba, Yusuf dengan bijaksana mengumpulkan persediaan selama tahun-tahun kelimpahan (46-49). Ia juga bertindak bijaksana dalam mendistribusikan persediaan ketika masa kelaparan datang (53-56). Dengan hikmat, Yusuf memastikan bahwa makanan tetap tersedia bagi seluruh rakyat Mesir, bahkan bagi bangsa-bangsa lain yang datang ke Mesir (57).

Kekuasaan besar yang dimiliki Yusuf digunakan untuk tujuan kemanusiaan. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh para pemimpin yang berkenan di hadapan Tuhan.

Sering kali, kita melihat bagaimana masa kelimpahan disalahgunakan untuk berfoya-foya, dan masa kekurangan dijadikan kesempatan untuk mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain. Sikap ini sangat bertentangan dengan apa yang Tuhan kehendaki dari umat-Nya. Melalui berkat yang diberikan kepada kita, Tuhan ingin kita menjaga kerendahan hati, berbuat kebaikan, dan meringankan beban orang-orang di sekitar kita.

Jika kekuasaan duniawi sering kali merusak dan merugikan banyak orang, kekuasaan seorang hamba Tuhan akan memelihara dan menyejahterakan sesama.

Share:

Hamba yang Rendah Hati

Dua tahun telah berlalu sejak Yusuf meminta juru minuman untuk mengingatnya. Selama waktu itu, Yusuf masih menunggu di penjara sampai akhirnya seseorang mendapat mimpi, yaitu Firaun, raja Mesir.

Dalam mimpinya, tampak sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Di tepi Sungai Nil, tujuh lembu kurus memakan tujuh lembu gemuk, dan tujuh bulir gandum kurus menelan tujuh bulir gandum yang subur (2-7). Semua ahli sihir Firaun dibuat bingung. Di tengah kebingungan itu, kepala juru minuman akhirnya teringat Yusuf dan menghubungkannya sebagai penafsir mimpi (9-13).

Saat Yusuf dibawa menghadap Firaun, raja menceritakan mimpinya dan berharap Yusuf bisa memberikan artinya. Dengan penuh kerendahan hati, Yusuf menjelaskan bahwa bukan dirinya yang memiliki kemampuan, tetapi Allah yang memberikan penjelasan (16). Yusuf kemudian menjelaskan bahwa mimpi itu meramalkan tujuh tahun kelimpahan yang diikuti oleh tujuh tahun kelaparan (25-32).

Yusuf menunjukkan rasa hormat kepada Firaun dan memberikan dukungan terhadap pemerintahannya, dengan penafsiran mimpinya disertai dengan saran untuk memastikan kesejahteraan.

Atas persetujuan Firaun, Yusuf diangkat sebagai orang yang bijaksana untuk memimpin pengumpulan hasil tanah selama tahun-tahun kelimpahan dan menyiapkan persediaan untuk tahun-tahun kelaparan (33-36). Dengan demikian, Mesir tidak akan kekurangan makanan dan rakyatnya akan terjaga kesejahteraannya.

Meskipun Yusuf memiliki kesempatan untuk menjadi sombong setelah dikeluarkan dari penjara, ia tidak menunjukkan kesombongan. Ia bisa saja memamerkan kebijaksanaannya di depan Firaun, tetapi ia memilih untuk memuliakan nama Tuhan. Dalam penafsiran mimpinya, Yusuf tetap berbicara sebagai seorang hamba.

Dengan hikmat dari Tuhan, mungkin kita merasakan rasa superior. Namun, kita harus tetap sadar diri dan ikhlas dalam setiap tindakan kita. Saat kita berkesempatan untuk memberikan manfaat, kita tetap harus menjadi hamba yang rendah hati di hadapan Tuhan Yang Maha Tahu.

Share:

Tulus dan Ikhlas Melayani

Kejadian 40

Untuk menjadi seorang hamba memang dibutuhkan ketulusan dan keikhlasan dalam melaksanakan tugas. Demikian pula, kita harus tetap tulus dan ikhlas meski kita dilupakan seperti Yusuf.

Selagi Yusuf menjadi orang kepercayaan di dalam penjara, juru minuman dan juru roti raja dijebloskan ke dalam penjara itu juga. Pada suatu malam, mereka bermimpi dan menjadi resah karena tidak ada yang dapat mengartikan mimpi mereka (5-8a). Pada saat itulah Yusuf menyatakan bahwa Allahlah yang mampu mengartikan mimpi, maka ia meminta mereka untuk menceritakannya (8b).

Kepada keduanya, Yusuf menjelaskan arti mimpi, hanya saja kepada juru minuman yang akan selamat dan dipulihkan martabatnya, Yusuf berpesan: "ingatlah kepadaku ketika keadaanmu baik kembali" (14). Lalu, terjadilah pada juru minuman dan juru roti sebagaimana arti mimpi mereka masing-masing. Namun, saat juru minuman sudah kembali kepada jabatannya, ia lupa terhadap pesan Yusuf (23).

Dengan tulus dan ikhlas Yusuf menjalani masa-masa di dalam penjara meski ia yakin bahwa ia tidak bersalah. Dengan tulus dan ikhlas ia melayani dua orang pejabat istana yang dipenjarakan.

Lalu, dengan jujur ia mengakui kebesaran Allah yang berkuasa menyingkapkan masa depan. Dengan rendah hati ia menceritakan apa yang dia alami tanpa mengumbar keburukan orang lain yang telah mencelakakannya, dan hanya meminta tolong agar ia dapat dikeluarkan dari dalam penjara. Ini permintaan wajar dan sederhana. Namun, dengan tulus dan ikhlas pula ia harus menerima kenyataan bahwa ia dilupakan dan harus menunggu di penjara lebih lama lagi.

Mungkinkah kita bersikap setulus dan seikhlas Yusuf? Tentu saja! Hal itu mungkin bila kita memiliki relasi yang dekat dan erat dengan Tuhan. Di tengah kesulitan, Tuhan menyertai kita. Di depan tantangan, Tuhan menolong. Akhirnya, di dalam kekecewaan pun, Tuhan mengingat dan memelihara kita senantiasa.

Sebagaimana seorang hamba melayani, demikian pulalah kita semestinya menjalani hidup ini.
Share:

Dalam Penyertaan Tuhan


Dalam cerita Yusuf, kita melihat bahwa kunci keberhasilannya adalah hidup dalam penyertaan Tuhan. Meskipun dihadapkan pada godaan dan ujian besar, Yusuf tetap teguh dalam imannya dan tidak mau berbuat salah kepada Allah. Dia menolak godaan meskipun berada dalam situasi yang sulit dan akhirnya mengalami tuduhan palsu yang membuatnya masuk penjara.Penyertaan Tuhan terlihat jelas dalam kehidupan Yusuf, di mana meskipun mengalami kesulitan dan cobaan, Allah tetap memberikan kemurahan dan kepercayaan kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan sejati datang dari kesetiaan kepada Tuhan, keteguhan iman, dan ketulusan hati dalam menjalani kehidupan.Dengan hidup dalam penyertaan Tuhan, kita akan mampu melewati segala ujian dan godaan dengan teguh dan tidak tergoyahkan. Keberhasilan sejati bukan hanya didapatkan melalui kerja keras dan usaha sungguh-sungguh, tetapi juga melalui iman dan ketaatan kepada Tuhan dalam segala hal.Jadi, jika kita ingin meraih keberhasilan sejati, mari hidup dalam penyertaan Tuhan, tetap teguh dalam iman, dan selalu mengutamakan kebenaran dan kebaikan dalam setiap langkah hidup kita.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 21 Juli 2024

 


Share:

Tanggung Jawab Suami Istri

Tidak dapat disangkal bahwa melahirkan keturunan merupakan salah satu aspek penting dalam pernikahan, tetapi bukan yang terpenting.

Yehuda memiliki tiga anak laki-laki, yaitu Er, Onan, dan Syela (Kejadian 38:3-5). Bagi anak sulungnya, ia mengambilkan seorang istri yang bernama Tamar. Namun, karena Er jahat di mata Tuhan dan dihukum oleh-Nya, ia belum memiliki anak untuk melanjutkan nama keluarganya (Kejadian 38:6-7).

Hukum di Timur Tengah Kuno menuntut agar seorang laki-laki menikahi janda dari saudara laki-lakinya dan memberikan anak atas nama saudara yang telah mati itu (Ulangan 25:5-6). Namun, Onan menolak dan memakai cara curang. Di mata Tuhan, apa yang dilakukan Onan adalah kejahatan, maka Tuhan menghukum dia juga (Kejadian 38:9-10).

Kematian Er dan Onan membuat Yehuda enggan untuk menikahkan Syela dengan Tamar, karena ia takut kalau anak bungsunya juga akan mati (Kejadian 38:11). Namun, di luar dugaan Yehuda, Tamar memakai caranya sendiri. Ia menyamar sebagai pelacur, lalu bersetubuh dengan Yehuda (Kejadian 38:14-18).

Sekalipun tindakan Tamar salah, bahkan dapat diganjar hukuman mati (Kejadian 38:24; bdk. Ulangan 23:17-18), tindakan Yehuda lebih salah lagi karena ia munafik dan bejat. Tindakannya merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Namun, setelah Yehuda mengakui kesalahannya (Kejadian 38:26), Tuhan mengampuninya dan bahkan memberikan keturunan bagi keluarganya.

Baik suami maupun istri mengemban tanggung jawab yang tak dapat diabaikan. Salah satu tanggung jawab yang sering diutamakan adalah tugas melahirkan anak, terutama pada zaman kuno ketika kelangsungan suatu suku bergantung pada keturunan yang sah. Namun, kita harus ingat tanggung jawab kita yang terpenting sebagai umat Tuhan, yaitu menjaga hidup kudus.

Terlepas dari keterbatasan dan kesulitan yang ada, jangan kita bertindak untuk memuaskan nafsu atau meninggikan nama sendiri, dan jangan juga kita mengompromikan kekudusan diri kita. Tanggung jawab kita, baik suami maupun istri, adalah membangun keluarga di dalam kekudusan yang berkenan di mata Tuhan.

Kiranya Tuhan memberi kita hikmat dan kekuatan untuk menjalani peran kita dalam pernikahan dengan penuh tanggung jawab dan kekudusan. Amin.

Share:

Jalan-Nya Tak Terselami

Kejadian 37:12-36

Kebencian yang mendalam membuat saudara-saudara Yusuf melakukan kejahatan. Saat itu Yusuf hendak melihat keadaan saudara-saudaranya seperti yang diminta ayahnya. Ketika mereka melihat Yusuf dari kejauhan, mereka berencana untuk membunuhnya (Kejadian 37:18-20). Namun, pemeliharaan Tuhan nyata atas hidup Yusuf melalui Ruben dan Yehuda. 

Ruben melarang mereka membunuh Yusuf karena Yusuf adalah saudara mereka. Maka, mereka menyerang Yusuf, mengambil jubahnya, dan melemparkan dia ke dalam sumur yang kosong (Kejadian 37:21-24). Demikian juga dengan Yehuda. Ia mengusulkan kepada saudara-saudara yang lain untuk menjual Yusuf dan tidak membunuhnya (Kejadian 37:26-27).

Dari hal ini kita dapat melihat pemeliharaan Tuhan itu nyata dalam hidup setiap manusia. Sebab, bermula dari peristiwa inilah akhirnya Yusuf tinggal di Mesir sampai menjadi seorang pemimpin di sana.

Rencana Tuhan selalu sempurna, tetapi kita tidak selalu dapat memahaminya karena kita terbatas. Kita hanya bisa melihat apa yang ada di sini pada saat ini. Akibatnya, kita acap kali mengeluh dan marah kepada Tuhan. Ketika doa kita untuk keluar dari kesulitan tidak dijawab Tuhan, kita kecewa dan menganggap cara Tuhan salah. Kita merasa pilihan dan rancangan kitalah yang paling benar sehingga kita enggan untuk tetap taat dalam jalan-Nya yang tak terselami itu.

Alkitab tidak menceritakan bagaimana perasaan Yusuf ketika ia menghadapi kejahatan saudara-saudaranya. Mungkin dia menangis, marah, kecewa, dan putus asa. Namun, ia tidak berhenti pada apa yang tampak di depan mata, melainkan ia terus berharap kepada Tuhan. Ia terus merespons kesulitan dan penderitaan dengan sikap yang positif, sehingga dengan pertolongan Tuhan akhirnya ia menjadi pemegang kuasa di Mesir (lihat Kejadian 39-41).

Seperti Yusuf yang bertahan di jalan Tuhan hingga akhir sekalipun sulit, kiranya kita semua juga memilih untuk hidup dalam jalan-Nya hingga akhir. Sekalipun tak terselami dan sulit, jalan Tuhan pasti sempurna bagi kita. Tetaplah berharap dan bersandar hanya pada Tuhan.

Doa Pagi

Pagi ini aku datang kepada-Mu, Tuhan, dan aku mohonkan berkat kepada-Mu untuk bapak, ibu, jemaat, saudara-saudari sekalian. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kita semua. 

Dan diberkati juga rumah tanggamu, anak-anak dan cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah dan ladangmu, studimu, tokomu, usahamu, kantormu, rumahmu, keluargamu, pelayananmu, dan gerejamu. Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami. Yang percaya katakan, **Amin**! Tuhan Yesus memberkati.
Share:

Perlakuan Tak Adil


Perlakuan tidak adil bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Hal ini dirasakan oleh saudara-saudara Yusuf.

Yakub lebih mengasihi Yusuf dibanding yang lainnya. Ia memberikan jubah yang sangat indah hanya kepada Yusuf (Kejadian 37:3). Perlakuan tidak adil ini menyebabkan saudara-saudara Yusuf iri kepada Yusuf. Iri hati yang terus-menerus ini akhirnya menimbulkan kebencian dalam hati mereka.

Sikap Yusuf yang mengadukan sikap buruk kakak-kakaknya dan menceritakan mimpi-mimpinya membuat mereka menjadi makin iri dan benci kepada Yusuf. Berkali-kali Alkitab menuliskan kebencian di hati saudara-saudara Yusuf sehingga menunjukkan intensitas yang besar (Kejadian 37:4, 5, 8).

Secara sepintas, perasaan iri hati saudara-saudara Yusuf amatlah wajar. Tidak dikasihi oleh orang tua sebagaimana mestinya tentu menimbulkan luka di dalam hati. Tidak ada seorang pun yang mau diperlakukan secara tidak adil.

Namun sayangnya, saudara-saudara Yusuf merespons ketidakadilan itu dengan cara yang salah, yaitu memendam kebencian dan berlaku buruk terhadap Yusuf.

Bagaimana dengan kita hari ini ketika kita mengalami perlakuan yang tidak adil? Apakah kita menjadi marah, iri hati, dan membenci mereka yang terlihat lebih beruntung daripada kita? Ketika kita diremehkan, tidak mendapat hak kita sebagaimana mestinya, atau mengalami diskriminasi karena SARA, apakah kita lalu membenci pelakunya?

Berhati-hatilah dalam merespons perlakuan tidak adil orang lain. Jangan sampai kita berbuat kejahatan karena kita marah dan benci.

Jika hari ini kita mengalami perlakuan tidak adil, berdoalah kepada Tuhan, Yang Maha Adil, supaya Ia menyembuhkan luka hati kita dan memberi kita hikmat untuk dapat merespons dengan benar. Mari kita juga memohon kepada-Nya agar dalam menyatakan kebenaran, Tuhan menjauhkan kita dari keinginan untuk melampiaskan emosi dan menggunakan cara-cara yang salah.

Percayalah bahwa Tuhan, Allah Yang Maha Adil, pasti akan menyatakan keadilan-Nya tepat pada waktunya!

Prinsip Menghadapi Perlakuan Tidak Adil:

  1. Jangan Memendam Kebencian: Perlakuan tidak adil bisa menyebabkan luka hati dan kebencian, tetapi kita harus berhati-hati agar tidak memendam kebencian karena hal ini hanya akan memperburuk keadaan.

  2. Berlaku Bijak dalam Merespons: Ketika mengalami ketidakadilan, penting untuk merespons dengan bijak dan tidak terbawa emosi. Jangan sampai kita melakukan tindakan yang salah karena marah dan benci.

  3. Berdoa untuk Hikmat dan Kesembuhan: Berdoalah kepada Tuhan untuk menyembuhkan luka hati dan memberikan hikmat dalam merespons perlakuan tidak adil. Tuhan adalah sumber keadilan sejati yang bisa menuntun kita.

  4. Percayalah pada Keadilan Tuhan: Percayalah bahwa Tuhan adalah Allah Yang Maha Adil dan Ia akan menyatakan keadilan-Nya pada waktunya. Tidak perlu membalas dendam atau berlaku tidak adil kepada orang lain.

  5. Memohon Penyertaan Tuhan: Dalam menyatakan kebenaran, mohonlah kepada Tuhan agar kita dijauhkan dari keinginan untuk melampiaskan emosi dan menggunakan cara-cara yang salah. Tuhan akan memberi kita kekuatan dan kebijaksanaan dalam menghadapi ketidakadilan.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita bisa menghadapi perlakuan tidak adil dengan cara yang benar dan bijak, serta mempercayakan keadilan kepada Tuhan yang adalah hakim yang adil.

Share:

Kemurahan Tuhan

Bagian firman Tuhan hari ini membahas tentang Esau dan keturunannya.

Esau adalah kakak Yakub, anak Ishak, cucu Abraham (bdk. Kejadian 25:19, 25-26). Sekalipun Esau bukanlah orang yang dipilih Tuhan untuk mewarisi janji-Nya kepada Abraham, itu bukan berarti Tuhan membuang Esau (bdk. Kejadian 25:23). Tuhan tetap menyatakan pemeliharaan dan kemurahan-Nya kepada Esau dan keturunannya.

Berkat Tuhan terlihat nyata ketika Alkitab menjelaskan bahwa Esau memiliki banyak keturunan sehingga keluarganya berkembang menjadi bangsa besar yang bernama Edom (Kejadian 36:1-5). Esau dan keturunannya juga terpelihara dengan sangat baik sehingga mereka memiliki banyak harta (Kejadian 36:6-7).

Jika kita membandingkan bagian ini dengan Ulangan 2:4-5, kita melihat dari segi keamanan, Tuhan juga tetap memelihara mereka. Ketika Israel hendak merebut Kanaan, Tuhan berpesan agar mereka tidak menyerang bangsa Edom karena mereka adalah saudara.

Berkat Tuhan dinyatakan kepada Esau dan keturunannya bukan karena Edom adalah bangsa yang baik, melainkan semata-mata karena kemurahan dan kebaikan Tuhan.

Hari ini kita tinggal dalam masyarakat yang majemuk. Artinya, ada begitu banyak perbedaan di tengah relasi kita. Sering kali perbedaan juga tak terhindarkan di tengah keluarga. Barangkali orang tua kita memegang keyakinan berbeda, atau banyak anggota keluarga besar kita yang belum percaya kepada Kristus. Namun, hal ini bukan berarti kita tidak perlu peduli dan mengasihi mereka. Sebaliknya, sebagai anak-anak Tuhan, kita diminta menyatakan kasih Kristus kepada mereka.

Perbedaan yang sejatinya selalu ada jangan sampai membuat kita abai atau bahkan antipati terhadap mereka. Justru di tengah perbedaan itulah, Tuhan mau kita menjadi pembawa damai dan terang yang menuntun mereka kepada kebenaran, yaitu Kristus.

Kiranya kemurahan Tuhan yang dinyatakan kepada keturunan Esau juga menjadi bagian dalam hidup kita, sehingga kita pun belajar bermurah hati kepada mereka yang berbeda dengan kita.

Prinsip Menghormati dan Mengasihi di Tengah Perbedaan:

  1. Pemeliharaan Tuhan untuk Semua: Tuhan memelihara dan memberkati Esau meskipun ia tidak dipilih untuk mewarisi janji kepada Abraham. Ini menunjukkan bahwa Tuhan peduli dan memberkati semua orang, bukan hanya yang dipilih secara khusus.

  2. Berkat dalam Keterbatasan: Meskipun Esau tidak dipilih, ia tetap menerima banyak keturunan dan harta. Tuhan memberikan berkat dalam bentuk yang berbeda, menunjukkan bahwa berkat Tuhan melampaui pilihan manusia.

  3. Keamanan dan Perlindungan: Ulangan 2:4-5 menunjukkan bahwa Tuhan melindungi keturunan Esau dengan memerintahkan Israel untuk tidak menyerang Edom. Ini mengajarkan kita bahwa Tuhan menjaga dan melindungi semua umat-Nya.

  4. Mengasihi dalam Perbedaan: Di tengah masyarakat yang majemuk, kita dipanggil untuk mengasihi dan peduli kepada semua orang, termasuk mereka yang berbeda keyakinan atau pandangan. Kasih Kristus harus dinyatakan kepada semua orang.

  5. Menjadi Pembawa Damai: Perbedaan tidak boleh menjadi alasan untuk abai atau antipati. Sebaliknya, kita harus menjadi pembawa damai dan terang yang menuntun orang lain kepada Kristus.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat hidup harmonis di tengah perbedaan dan menjadi saluran berkat serta kasih Tuhan bagi sesama kita.

Share:

Menghormati Tuhan

Dalam firman-Nya, Tuhan memerintahkan Yakub untuk pergi ke Betel dan mendirikan mazbah. Yakub tentu merespons firman Tuhan dengan taat, tetapi sebelum ia pergi, ada yang harus dilakukan terlebih dahulu.

Yakub meminta seluruh anggota keluarganya untuk menyingkirkan segala berhala yang mereka miliki, juga untuk menyucikan diri dan mengganti pakaian sebagai simbol bagi umat-Nya yang menguduskan diri dari segala dosa mereka (Kejadian 35:2-3; bdk. Keluaran 19:10).

Permintaan ini menunjukkan keseriusan Yakub untuk bertemu dengan Tuhan. Ia memahami bahwa ia tidak bisa bertemu Tuhan dengan sembarangan. Penyembahan berhala yang sangat kental saat itu, ditambah dengan benda-benda yang mereka pandang sebagai jimat keberuntungan, masih mereka simpan. Semua itu dikumpulkan oleh Yakub dan ditanam di bawah pohon besar (Kejadian 35:4).

Terlebih lagi, mengingat peristiwa sebelumnya di mana anak-anaknya melakukan dosa yang besar (bdk. Kejadian 34), sangatlah tepat jika ia meminta seluruh keluarganya untuk menyucikan diri mereka.

Setelah sampai di Betel, Yakub membangun mazbah, lalu mendirikan tugu batu dan menyiramnya dengan minyak (Kejadian 35:7, 14). Menurut penafsir, minyak itu adalah minyak zaitun murni yang mahal harganya. Maka, semua hal yang dilakukan Yakub menunjukkan rasa hormatnya kepada Tuhan.

Sayangnya, hari ini banyak orang Kristen yang datang beribadah tidak dengan rasa hormat kepada Tuhan. Mereka lupa bahwa mereka sedang bertemu dengan Sang Pencipta dan Penguasa hidup mereka.

Melalui firman Tuhan hari ini, mari kita kembali mengoreksi kehidupan ibadah kita. Apakah setiap kali kita beribadah, kita menyiapkan diri dan hati dengan serius? Apakah kita datang kepada Tuhan dengan menjaga kekudusan dan menjauhkan berhala dari hidup kita?

Mungkin berhala kita bukan benda tertentu, melainkan ambisi atau orang yang kita hormati lebih dari Tuhan. Apa pun itu, Tuhan mau kita menghormati Dia lebih dari siapa pun dan apa pun. Kiranya firman ini senantiasa mengingatkan kita untuk menghormati Tuhan.

Prinsip Menghormati Tuhan:

  1. Menjauhkan Berhala: Kita harus menyingkirkan segala bentuk berhala, baik benda maupun ambisi atau orang yang kita hormati lebih dari Tuhan.

  2. Menyucikan Diri: Seperti Yakub meminta keluarganya untuk menyucikan diri dan mengganti pakaian, kita juga harus mempersiapkan diri dengan menjaga kekudusan.

  3. Rasa Hormat dalam Ibadah: Kita perlu datang kepada Tuhan dengan hati yang bersih dan sikap yang penuh hormat, mengingat bahwa kita sedang bertemu dengan Sang Pencipta.

  4. Pengorbanan yang Berharga: Seperti Yakub yang menyiram tugu batu dengan minyak zaitun murni yang mahal, kita harus memberikan yang terbaik kepada Tuhan dalam segala hal, termasuk waktu, usaha, dan perhatian kita.

  5. Evaluasi Diri: Secara rutin, kita harus mengoreksi kehidupan ibadah kita dan memastikan bahwa kita benar-benar menghormati Tuhan lebih dari siapa pun dan apa pun.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kita dapat memperkuat hubungan kita dengan Tuhan dan memastikan bahwa kita menghormati-Nya dengan sepenuh hati.

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu. 
Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu
Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. 
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Kemarahan Tak Terkendali

Ketika Yakub dan keluarganya menetap di tanah Sikhem, daerah Kanaan (Kejadian 33:18-19), terjadilah peristiwa nahas yang menimpa Dina. Dina, putri Yakub, diperkosa oleh Sikhem, anak Hemor orang Hewi, yang merupakan pangeran negeri itu (Kejadian 34:2). Perbuatan Sikhem adalah kejahatan besar yang melukai tidak hanya Dina, tetapi juga saudara-saudara kandungnya (Kejadian 34:7).

Saudara-saudara Dina, terutama Simeon dan Lewi, sangat marah atas perbuatan ini. Namun, kemarahan mereka dilampiaskan dengan cara yang keji. Mereka menipu Sikhem dan Hemor dengan menyuruh mereka dan semua laki-laki di kota itu untuk bersunat sebagai syarat pernikahan antara Sikhem dan Dina (Kejadian 34:13-17). Setelah laki-laki di kota itu dalam keadaan sakit karena sunat, Simeon dan Lewi menyerang kota tersebut dan membunuh semua laki-laki, termasuk Sikhem dan Hemor (Kejadian 34:25-26). Setelah itu, mereka menawan wanita dan anak-anak serta merampas harta benda kota tersebut (Kejadian 34:27-29).

Kemarahan saudara-saudara Dina adalah hal yang wajar, namun sayangnya, kemarahan itu dilampiaskan dengan cara yang salah. Mereka tidak hanya membalas Sikhem dan Hemor, tetapi juga melakukan kejahatan terhadap orang-orang yang tidak ada kaitannya dengan peristiwa tersebut. Tindakan mereka memperluas kejahatan dengan merampas harta milik orang lain dan menawan mereka yang tidak bersalah. Dosa yang satu membawa mereka kepada dosa yang lainnya, mengakibatkan kekacauan dan kekejian.

Kemarahan itu sendiri pada dasarnya bukanlah perasaan yang terlarang. Ketika kita melihat dosa dan ketidakadilan, tentu saja kita harus marah. Namun, tindakan apa yang kita pilih sebagai tindak lanjut dari kemarahan itu? Apakah kita memilih untuk menyimpan dendam dan melampiaskannya dengan menghalalkan segala cara? Atau, apakah kita memilih untuk menyerahkan sakit hati kita kepada Tuhan, satu-satunya Pribadi yang mampu menolong kita dan layak menghukum mereka yang berbuat jahat?

Berhati-hatilah dengan kemarahan kita, sebab jika tidak ditangani dengan benar, emosi akan membawa kita kepada dosa. Ketika kita mendapat perlakuan tidak adil atau disakiti oleh sesama kita, datanglah kepada Tuhan. Ungkapkanlah kemarahan kita dengan jujur di hadapan Tuhan dan percayalah bahwa Ia akan bertindak menyatakan kebenaran tepat pada waktunya.

Prinsip Mengelola Kemarahan

  1. Sadari Emosi Kita: Mengenali kemarahan adalah langkah pertama. Sadari bahwa kemarahan adalah reaksi alami terhadap ketidakadilan.

  2. Refleksi dan Doa: Gunakan waktu untuk merefleksikan perasaan kita dan berdoa. Serahkan kemarahan kita kepada Tuhan dan minta kebijaksanaan untuk menangani situasi dengan benar.

  3. Hindari Pembalasan: Pembalasan cenderung memperburuk situasi dan melibatkan orang-orang yang tidak bersalah. Biarkan Tuhan yang menghakimi dan menghukum.

  4. Cari Solusi yang Damai: Cari cara untuk menyelesaikan konflik dengan damai. Diskusikan masalah secara terbuka dan jujur, dan berusaha untuk memahami perspektif orang lain.

  5. Belajar Memaafkan: Memaafkan bukan berarti melupakan atau mengabaikan kejahatan, tetapi memilih untuk tidak membiarkan kemarahan menguasai kita. Pengampunan membawa kedamaian dan membebaskan kita dari beban emosi yang negatif.

Dengan mengelola kemarahan kita dengan bijak, kita dapat menghindari tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Mari belajar dari kisah Yakub dan keluarganya untuk menyerahkan kemarahan kita kepada Tuhan dan mencari cara yang benar untuk menangani ketidakadilan.

Share:

Salah Sangka


Di dunia, sering kali kita menjalani prinsip yang bersifat retributif, dimana ada ungkapan "pembalasan lebih kejam daripada perbuatan". Prinsip ini mengandaikan bahwa setiap orang yang telah disakiti pasti akan melakukan pembalasan.

Ketakutan akan pembalasan inilah yang dihadapi Yakub sepanjang perjalanannya untuk bertemu Esau. Yakub takut akan reaksi Esau dan bahkan memecah rombongannya menjadi dua untuk mengurangi risiko kehancuran total jika Esau menyerang mereka.

Ketika Esau mendekat, Yakub masih berusaha melindungi orang-orang yang dikasihinya dengan memisahkan anak-anaknya bersama ibu mereka (Kejadian 33:1-2). Dia juga bersujud sampai ke tanah tujuh kali sebagai ungkapan merendahkan diri dan mencari belas kasihan Esau (Kejadian 33:3).

Namun, Yakub salah sangka. Esau, yang diduganya akan melakukan pembalasan, malah mendekap, memeluk, dan menciumnya (Kejadian 33:4). Esau bahkan merasa enggan menerima persembahan Yakub (Kejadian 33:9).

Kita tidak tahu secara pasti apa yang terjadi dalam hidup Esau yang membuatnya tidak lagi menginginkan pembalasan terhadap Yakub. Namun, yang pasti adalah Esau telah mengampuni dan menerima Yakub sepenuhnya sebagai adik kandungnya. Esau tidak mengungkit kesalahan masa lalu, malah menawarkan berbagai kebaikan kepada Yakub. Esau berhasil membuat Yakub salah sangka.

Pengampunan: Nilai Utama Kristen

Pengampunan adalah nilai utama dalam Kristen dan dasar dari relasi kita dengan Tuhan. Kita bisa hidup karena Tuhan mengampuni kita. Oleh karena itu, setiap orang Kristen juga mesti bersedia mengampuni.

Kadang kita merasa bahwa mengampuni itu sulit karena ingatan kita masih mengulang-ulang peristiwa atau perkataan yang menyakitkan. Kita tidak diminta untuk melupakan karena kita tidak menderita amnesia. Namun, kita diundang untuk menerima keberadaan orang yang telah menyakiti kita sebagai sesama yang setara dengan kita, yang patut kita kasihi, dan yang patut mendapatkan kesempatan untuk terus memperbaiki diri.

Mengampuni dan Menerima

Di dunia yang melazimkan pembalasan, mari kita membuat orang salah sangka dengan memberikan pengampunan dan penerimaan! Pengampunan bukan hanya tentang membebaskan orang lain dari kesalahan mereka, tetapi juga tentang membebaskan diri kita dari beban dendam dan sakit hati.

Dengan memberikan pengampunan, kita meneladani Esau yang mampu mengampuni dan menerima Yakub, serta meneladani Tuhan yang telah mengampuni kita. Pengampunan membawa damai dan kebahagiaan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Mari kita hidup dalam pengampunan, menjadi terang bagi dunia yang gelap oleh dendam dan kebencian, dan menunjukkan bahwa kasih dan pengampunan adalah jalan yang lebih baik.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 14 Juli 2024

 

Share:

Pniel

Ketika dihadapkan dengan kegelisahan dan kekhawatiran, banyak dari kita mencari berbagai cara untuk menenangkan pikiran. Beberapa orang berbicara dengan teman dekat, sementara yang lain mencari hiburan atau kegiatan yang dapat memberikan kenyamanan sementara. Namun, cerita tentang Yakub memberikan perspektif yang berbeda tentang bagaimana kita dapat menghadapi kegelisahan kita.

Yakub dan Pniel: Sebuah Pergulatan dengan Tuhan

Yakub mengalami kegalauan luar biasa ketika mengetahui bahwa Esau, saudaranya yang ia tipu, datang dengan 400 orang. Ketakutan dan kecemasannya memuncak. Dalam situasi seperti itu, Yakub memilih untuk menyendiri. Dia mengatur agar keluarganya menyeberangi Sungai Yabok, tetapi dia sendiri kembali dan menghabiskan waktu sendirian (Kejadian 32:22-23). Mungkin dia ingin berdoa, berefleksi, atau hanya mencari ketenangan.

Namun, alih-alih mendapatkan ketenangan, Yakub justru bertemu dengan seorang laki-laki yang bergulat dengannya sepanjang malam. Belakangan diketahui bahwa laki-laki tersebut adalah Allah sendiri (Kejadian 32:28). Pergulatan ini tidak hanya fisik tetapi juga spiritual, dan pada akhirnya membawa berkat bagi Yakub. Yakub menamai tempat itu Pniel, yang berarti "wajah Allah", karena dia merasa telah melihat Allah dan tetap hidup (Kejadian 32:30).

Pelajaran dari Kisah Yakub:

  1. Mencari Ketenangan dengan Menyendiri: Yakub menunjukkan bahwa ada kalanya kita perlu menyendiri untuk menenangkan diri dan mencari jawaban. Dalam keheningan dan kesendirian, kita sering kali bisa lebih jernih dalam berpikir dan mendengar suara Tuhan.

  2. Menghadapi Pergulatan: Pergulatan Yakub dengan Allah menggambarkan bahwa kadang-kadang, dalam kegelapan dan ketidakpastian hidup, kita akan menghadapi pergulatan yang berat. Namun, justru melalui pergulatan inilah kita dapat menemukan berkat dan pengertian yang lebih dalam tentang rencana Tuhan.

  3. Melihat Wajah Allah di Tengah Pergulatan: Yakub menamai tempat itu Pniel karena dia merasa telah melihat wajah Allah. Ini menunjukkan bahwa dalam setiap pergulatan hidup, Tuhan ada bersama kita. Alih-alih fokus pada masalah, kita diajak untuk melihat kehadiran dan penyertaan Tuhan.

  4. Mengalihkan Fokus ke Tuhan: Ketika kita terjebak dalam kegalauan, mudah untuk terfokus pada masalah dan ketakutan kita. Yakub mengajarkan kita untuk mengalihkan fokus kita dari masalah kepada Tuhan yang selalu menyertai kita dan memberikan berkat-Nya.

Kisah Yakub di Pniel mengajarkan bahwa di tengah kegalauan dan pergulatan hidup, kita perlu mencari wajah Tuhan. Alih-alih mencari pelarian sementara, kita diajak untuk berdoa, berefleksi, dan menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Melalui pergulatan dan kesulitan, Tuhan bekerja untuk membentuk dan memberkati kita. Maka, marilah kita belajar untuk melihat wajah Tuhan dalam setiap pergumulan kita dan menemukan damai sejahtera yang hanya bisa diberikan oleh-Nya.

Share:

Nething

Prasangka buruk, atau dalam bahasa gaulnya disebut "nething", memang bisa merusak hubungan dan menimbulkan masalah yang seharusnya bisa dihindari. Kisah Yakub dan Esau merupakan contoh klasik tentang bagaimana prasangka buruk dapat memengaruhi tindakan dan keputusan seseorang.

Alasan Yakub Berprasangka Buruk:

  1. Kesalahan Masa Lalu: Yakub tahu bahwa dia telah berbuat salah kepada Esau dengan mencuri berkat kesulungan. Rasa bersalah dan ketakutan akan pembalasan membuatnya berprasangka buruk terhadap Esau.

  2. Informasi yang Tidak Jelas: Ketika utusannya melaporkan bahwa Esau datang dengan 400 orang, Yakub langsung mengira yang terburuk. Dia berpikir Esau datang untuk membalas dendam.

Dampak dari Prasangka Buruk Yakub:

  1. Ketakutan dan Kekhawatiran: Yakub merasa sangat takut dan khawatir, yang membuatnya mengambil langkah-langkah untuk melindungi dirinya dan keluarganya. Ia memecah rombongannya dan mengirim persembahan untuk melunakkan hati Esau.

  2. Tindakan Pencegahan yang Berlebihan: Yakub merasa perlu memecah rombongannya menjadi dua kelompok agar jika salah satu diserang, kelompok yang lain bisa selamat. Ini menunjukkan betapa besar ketakutan yang disebabkan oleh prasangka buruknya.

Pembelajaran dari Kisah Yakub:

  1. Prasangka Buruk Tidak Berdasar: Nething tidak hanya membuat kita khawatir tanpa alasan yang jelas, tetapi juga dapat memengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Yakub tidak tahu pasti apa yang akan dilakukan Esau, tetapi prasangkanya yang buruk membuatnya mengambil tindakan yang berlebihan.

  2. Komunikasi yang Terbuka: Daripada berprasangka buruk, penting untuk membuka komunikasi dengan orang yang bersangkutan. Bertanya langsung atau mencari informasi dari sumber yang terpercaya bisa membantu mengklarifikasi situasi dan mengurangi ketakutan yang tidak perlu.

  3. Mencari Jalan Tengah: Jika kita menemukan bahwa prasangka kita benar, kita harus mencari cara untuk mengatasi situasi tersebut dengan bijaksana dan tanpa memperburuk hubungan. Jika tidak benar, kita harus mengubah cara pikir kita dan memperbaiki hubungan dengan orang tersebut.

Nething atau prasangka buruk bisa merusak hubungan dan menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu. Untuk menghindari hal ini, kita harus berusaha membuka komunikasi dan mencari kebenaran dari prasangka kita. Dengan demikian, kita bisa menentukan langkah yang bijak dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. Tuhan mengajarkan kita untuk hidup dalam kasih dan pengertian, bukan dalam ketakutan dan prasangka buruk.

Share:

Makan Bersama

Makan bersama adalah aktivitas yang sering dilakukan dalam berbagai situasi, baik suka maupun duka. Contohnya bisa ditemukan dalam Kejadian 31:43-55, di mana Yakub dan Laban, yang semula bermusuhan, akhirnya makan bersama setelah mengadakan perjanjian. Ini menunjukkan bahwa makan bersama dapat menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan dan menjernihkan pikiran sebelum membicarakan hal-hal penting. 

Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa:
1. **Menghilangkan Ganjalan**: Sebelum makan bersama, penting untuk menghilangkan rasa tidak enak atau ganjalan antara pihak-pihak yang terlibat. Ini memungkinkan mereka menikmati makanan dengan damai dan nikmat.
2. **Mempersiapkan Pikiran**: Makan bersama sebelum membahas perjanjian atau kesepakatan dapat membantu menenangkan pikiran dan mencegah emosi yang berlebihan, sehingga pembicaraan bisa berlangsung dengan lebih jernih.

Oleh karena itu, menjaga hubungan baik dengan sesama adalah kunci untuk menikmati makan bersama tanpa rasa canggung, dan juga sebagai sarana untuk memperbaiki relasi dan mencapai kesepakatan dengan tulus dan damai.
Share:

Hati-hati dengan Niatmu

Kejadian 31 :22-42
Tulisan ini mengingatkan kita tentang pentingnya waspada terhadap niat yang ada di dalam hati. Niat yang salah bisa membawa kita kepada tindakan yang tidak benar, dan pada akhirnya, dapat menimbulkan penyesalan. Kasus Laban yang ditegur oleh Tuhan melalui mimpi menunjukkan bahwa Tuhan mengetahui setiap niat, bahkan yang tersembunyi sekalipun.

Laban berniat untuk mengejar Yakub, menantunya, setelah mengetahui bahwa Yakub telah pergi. Namun, Tuhan menegur Laban agar ia tidak berbuat jahat terhadap Yakub. Ini mengajarkan kita bahwa Tuhan selalu melindungi orang yang dikasihi-Nya dan juga memperingatkan mereka yang mungkin memiliki niat jahat.

Kita tidak selalu mendapatkan teguran langsung dari Tuhan seperti Laban. Oleh karena itu, kita perlu memiliki kepekaan untuk memahami teguran dari Tuhan melalui bacaan Alkitab dan doa. Penting untuk selalu memeriksa niat kita; jika niat itu baik, kita harus melaksanakannya dengan cara yang baik pula. Sebaliknya, jika niat itu jahat, kita harus segera menghilangkannya sebelum berwujud menjadi tindakan yang merugikan. Waspada terhadap niat kita adalah langkah penting untuk mencegah penyesalan di kemudian hari.
Share:

Bukti Janji Allah

Selama bertahun-tahun Yakub bekerja keras untuk mertuanya, yang mengakibatkan Laban menjadi kaya. Yakub kemudian memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya setelah mengucapkan selamat tinggal.

Sebelum pergi, Yakub meminta bagian yang seharusnya miliknya: kedua istri dan anak-anaknya (ayat 26). Selain itu, ia juga menginginkan kambing domba yang berbintik, bertutul, dan berwarna hitam sebagai upahnya (ayat 32-33).

Laban menyetujui permintaan Yakub, tetapi dengan kecurangan. Ia segera memisahkan kambing domba berwarna putih dan hitam (ayat 35-36), agar kawin silang tidak terjadi dan menyebabkan sedikitnya kambing domba yang menjadi milik Yakub.

Namun, dengan pengalaman dan kecerdikan Yakub, ia berhasil menghasilkan kambing domba sesuai harapannya. Akhirnya, Yakub tidak hanya memperoleh banyak kambing domba, tetapi juga kawanan yang kuat (ayat 37-42).

Kisah hidup Yakub mencerminkan perjalanan yang penuh tantangan. Keberhasilan yang diraihnya tidak semata-mata karena usaha kerasnya sendiri. Tuhan turut merangkai setiap langkah hidupnya. Ada janji Tuhan yang menguatkan hatinya dan menyertai setiap langkahnya.

Ketika kita merenungkan kisah ini, apa yang harus menjadi perhatian kita: berkat Tuhan bagi Yakub atau bukti bahwa Tuhan memenuhi janji-Nya kepada Yakub?

Seringkali kita cenderung terpaku pada berkat yang Tuhan berikan. Seperti Laban, kita terlalu sibuk memikirkan seberapa besar berkat yang bisa kita dapatkan dan bagaimana kita bisa mendapatkannya. Namun, kita lupa bahwa keberkahan berasal dari Tuhan yang berkuasa. Kita seringkali melupakan atau mengabaikan fakta bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup kita, termasuk hal-hal yang kita terima setiap hari, sebenarnya adalah bukti dari janji Tuhan yang telah dinyatakan-Nya. Dia hadir dalam hidup kita, Dia telah menyelamatkan kita, dan Dia selalu menyertai kita.

Jika Tuhan telah membuktikan janji-Nya kepada kita, apa yang seharusnya menjadi perhatian kita sekarang? Percayalah kepada Tuhan, karena Dia dengan adil dan setia menyediakan berkat bagi hamba-Nya.

Share:

Allah yang Berkehendak

Pesan yang Anda sampaikan sangat mendalam dan penting untuk dipahami dalam konteks kehidupan sehari-hari, terutama dalam menghadapi tantangan dan keinginan di dalam rumah tangga. Berikut ini adalah beberapa poin penting yang dapat diambil dari kisah Yakub, Lea, dan Rahel:

  1. Kehendak Tuhan yang Utama: Dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam perencanaan keluarga dan kehadiran anak, yang terutama harus diperhatikan adalah kehendak Tuhan. Kehadiran anak adalah hasil dari kehendak-Nya, bukan hanya kemampuan manusia atau usaha teknologi.

  2. Keadilan Tuhan: Meskipun Lea awalnya tidak dicintai oleh Yakub, Tuhan memilih untuk membuka kandungannya sehingga dia bisa melahirkan anak-anak. Ini menunjukkan bahwa Tuhan berkuasa untuk memenuhi janji-Nya kepada Yakub melalui Lea, meskipun situasinya tidak ideal menurut pandangan manusia.

  3. Percaya dan Menyerahkan: Kecemburuan Rahel terhadap Lea adalah pengingat bahwa kita harus selalu percaya dan menyerahkan hidup kita kepada Tuhan. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita sendiri atau menyalahkan orang lain atas situasi yang tidak sesuai dengan harapan kita.

  4. Anak sebagai Anugerah Tuhan: Kehadiran seorang anak adalah anugerah dari Tuhan yang menunjukkan kedaulatan-Nya atas hidup kita. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak menilai nilai seseorang berdasarkan kemampuan untuk melahirkan anak, tetapi untuk melihatnya sebagai bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar.

  5. Fokus pada Kehendak Tuhan: Daripada terfokus pada hasil atau keberhasilan sesaat, kita harus selalu fokus pada kehendak Tuhan bagi hidup kita. Ini mencakup bagaimana kita membangun keluarga, menghadapi tantangan hidup, dan mengembangkan karakter spiritual yang sejalan dengan kehendak-Nya.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat hidup dengan lebih damai dan penuh harapan, karena kita tahu bahwa Tuhan selalu bekerja untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 7 Juli 2024

Share:

Kisah Yakub dan Rahel

Kisah Yakub dan Rahel di Alkitab bukan hanya cerita tentang cinta biasa. Cerita ini adalah manifestasi dari janji dan rencana Tuhan yang lebih besar. Yakub, yang sebelumnya telah melakukan penipuan untuk mendapatkan berkat kesulungan, kini menghadapi pengalaman hidup yang berat di bawah paman Laban. Kisah ini mengajarkan kita tentang kesetiaan, pengorbanan, dan bagaimana Tuhan bekerja melalui proses kehidupan, termasuk dalam membentuk rumah tangga.

Latar Belakang Kisah:

  • Pertemuan dengan Rahel: Setelah meninggalkan keluarganya karena ancaman dari Esau, Yakub bertemu dengan Rahel di dekat sebuah sumur. Pertemuan ini memberikan secercah harapan di tengah pelariannya, yang memperlihatkan betapa kuatnya cinta Yakub kepada Rahel sampai ia menangis dengan suara keras (Kejadian 29:11).

  • Pengorbanan dan Kesabaran: Yakub bersedia bekerja selama tujuh tahun demi bisa menikahi Rahel, putri bungsu Laban. Ini menunjukkan keseriusan dan ketulusannya dalam mencintai Rahel, mencerminkan cinta yang bukan hanya didasarkan pada hasrat tetapi juga pada komitmen dan pengorbanan (Kejadian 29:18).

  • Penipuan oleh Laban: Laban menipu Yakub dengan memberikan Lea, putrinya yang sulung, sebagai istri setelah tujuh tahun bekerja. Yakub harus bekerja tujuh tahun lagi untuk bisa menikahi Rahel, sehingga totalnya ia harus bekerja selama empat belas tahun untuk mendapatkan wanita yang dicintainya (Kejadian 29:25-27).

Pesan dari Kisah Yakub dan Rahel:

  1. Kesetiaan dan Pengorbanan: Yakub menunjukkan kesetiaannya dengan bekerja selama empat belas tahun untuk Rahel. Ini mengajarkan kita bahwa cinta sejati memerlukan kesabaran, pengorbanan, dan komitmen jangka panjang, bukan hanya perasaan sementara.

  2. Penipuan dan Pembelajaran: Yakub yang pernah menipu akhirnya mengalami penipuan oleh Laban. Ini menunjukkan bahwa perbuatan kita memiliki konsekuensi dan mengajarkan pentingnya integritas dan kejujuran dalam hidup kita.

  3. Tuhan Turut Bekerja dalam Setiap Keputusan: Walaupun Yakub menghadapi banyak tantangan dan penipuan, Tuhan tetap setia pada janji-Nya. Kehadiran Tuhan dalam kehidupan Yakub menunjukkan bahwa Tuhan turut bekerja dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk dalam memilih pasangan hidup dan membentuk rumah tangga.

Penerapan dalam Hidup Kita:

  1. Mencari Kehendak Tuhan dalam Memilih Pasangan: Kisah ini mengingatkan kita untuk selalu mencari kehendak Tuhan dalam memilih pasangan hidup. Keputusan ini harus didasarkan pada nilai-nilai yang mencerminkan kehendak Tuhan, bukan hanya pada keinginan atau hasrat pribadi.

  2. Kesabaran dan Pengorbanan dalam Hubungan: Dalam membangun rumah tangga, kita perlu menunjukkan kesabaran dan kesediaan untuk berkorban. Seperti Yakub yang bersedia bekerja empat belas tahun, kita juga harus siap menghadapi tantangan dan berkorban demi orang yang kita cintai.

  3. Mengandalkan Tuhan dalam Setiap Langkah: Tuhan hadir dalam setiap langkah yang kita ambil. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu berdoa dan meminta tuntunan Tuhan dalam setiap keputusan, termasuk dalam hubungan dan pernikahan.

  4. Menghargai Integritas dan Kejujuran: Pengalaman Yakub yang tertipu oleh Laban mengingatkan kita akan pentingnya integritas dan kejujuran. Apa yang kita tabur, itu juga yang akan kita tuai. Dalam hubungan dan kehidupan sehari-hari, kita harus menjaga kejujuran dan integritas kita.

Cinta sebagai Anugerah Tuhan:

  • Cinta dalam Perspektif Ilahi: Cinta adalah anugerah dari Tuhan yang harus digunakan untuk menggenapi rencana-Nya. Hubungan cinta yang sehat adalah hubungan yang mencerminkan kasih Tuhan, membawa kita lebih dekat kepada-Nya, dan membantu kita untuk melayani sesama.

  • Kehadiran Tuhan dalam Rumah Tangga: Tuhan terlibat dalam pembentukan rumah tangga dan menggunakan hubungan kita untuk menggenapi janji-janji-Nya. Oleh karena itu, kita harus membangun rumah tangga yang didasarkan pada iman dan ketaatan kepada Tuhan.

Dengan belajar dari kisah Yakub dan Rahel, kita diingatkan bahwa cinta sejati memerlukan pengorbanan, kesabaran, dan komitmen yang mendalam. Mari kita terus mencari kehendak Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk dalam hubungan dan rumah tangga, serta percaya bahwa Tuhan selalu bekerja melalui setiap proses untuk menggenapi rencana-Nya yang indah.

Share:

Mimpi di Tengah Pelarian

Kisah Yakub yang menerima janji Tuhan melalui mimpinya adalah salah satu contoh luar biasa tentang bagaimana Tuhan dapat menggunakan momen-momen dalam hidup kita, termasuk saat-saat tergelap, untuk menyampaikan pesan-Nya dan meneguhkan janji-janji-Nya. Dalam konteks ini, pengalaman Yakub memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita tentang iman, harapan, dan kesetiaan Tuhan.

Latar Belakang Kisah:

  • Yakub dalam Pelarian: Yakub sedang melarikan diri dari Esau setelah merebut berkat kesulungan melalui tipu daya, sehingga harus meninggalkan rumahnya dan memulai perjalanan menuju Haran. Yakub berada dalam keadaan tertekan dan ketakutan, tanpa arah yang jelas untuk masa depannya.

  • Mimpi Menakjubkan: Di tengah pelarian dan ketidakpastian ini, Yakub bermimpi tentang sebuah tangga yang menghubungkan bumi dan langit, dengan malaikat naik turun di atasnya. Dalam mimpinya, Tuhan berdiri di sampingnya dan menyampaikan janji-Nya.

Pesan dari Mimpi Yakub:

  1. Janji dan Kehadiran Tuhan: Tuhan berjanji kepada Yakub bahwa tanah Kanaan akan menjadi milik keturunannya dan mereka akan menjadi bangsa yang besar dan diberkati. Tuhan juga menjanjikan perlindungan dan penyertaan sepanjang hidup Yakub. Mimpi ini menegaskan bahwa Tuhan tetap setia pada janji-Nya kepada Abraham, Ishak, dan kini Yakub.

  2. Tuhan Menyertai di Tengah Kesulitan: Tuhan hadir di tengah-tengah ketakutan dan ketidakpastian Yakub, menunjukkan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan Yakub, bahkan ketika Yakub sedang dalam pelarian dan menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Ini mengajarkan bahwa Tuhan selalu menyertai kita, bahkan di saat-saat tergelap dalam hidup kita.

  3. Kehadiran Tuhan Tidak Bergantung pada Perbuatan Kita: Tuhan tidak hadir untuk menghakimi atau menghukum Yakub meskipun Yakub telah berdosa dengan menipu saudaranya. Sebaliknya, Tuhan hadir untuk meneguhkan janji-Nya dan memberikan pengharapan baru. Ini menunjukkan bahwa kasih dan janji Tuhan tidak bergantung pada perbuatan atau usaha kita, tetapi pada kesetiaan-Nya sendiri.

Penerapan dalam Hidup Kita:

  1. Percaya pada Janji Tuhan: Meski kita mungkin tidak mengalami mimpi spektakuler seperti Yakub, Tuhan tetap berjanji untuk menyertai kita dan memberikan berkat-Nya. Kita harus percaya bahwa Tuhan selalu bekerja dalam hidup kita, bahkan ketika kita tidak melihat tanda-tanda yang jelas.

  2. Mengandalkan Tuhan di Tengah Ketidakpastian: Saat kita menghadapi ketidakpastian atau krisis dalam hidup, kita dapat belajar dari Yakub untuk mengandalkan Tuhan sepenuhnya. Kita harus yakin bahwa Tuhan hadir bersama kita dan akan memimpin kita melalui setiap tantangan.

  3. Menemukan Ketenangan dalam Kehadiran Tuhan: Kita diundang untuk merasakan ketenangan dalam kehadiran Tuhan, mengetahui bahwa Dia selalu ada di samping kita, memberikan kita kekuatan dan pengharapan baru. Melalui iman kepada Yesus Kristus, kita telah menerima janji keselamatan dan penyertaan Roh Kudus yang setia.

Respons yang Tepat:

  • Menyambut Kehadiran Tuhan: Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berusaha untuk menyadari kehadiran Tuhan di setiap aspek kehidupan kita. Ini bisa kita lakukan melalui doa, meditasi, dan refleksi yang mendalam.

  • Menguatkan Iman dan Kepercayaan: Kita harus terus memperkuat iman dan kepercayaan kita kepada Tuhan, mempercayai bahwa setiap janji-Nya akan digenapi, meskipun mungkin memerlukan waktu dan kesabaran.

  • Menjaga Harapan dalam Tuhan: Tidak peduli apa yang kita hadapi, mari kita terus memegang teguh janji-janji Tuhan dan berharap pada kebaikan-Nya. Tuhan tidak pernah mengecewakan, dan janji-Nya adalah sumber pengharapan yang tidak pernah pudar.

Kisah Yakub mengajarkan kita untuk selalu percaya pada kesetiaan dan penyertaan Tuhan, meskipun dalam masa-masa sulit dan ketidakpastian. Dengan mempercayai Tuhan sepenuhnya dan menantikan janji-Nya, kita dapat menemukan kedamaian dan kekuatan dalam menjalani hidup kita.

Share:

Konsekuensi atas Ketidaksabaran

Kisah tentang Yakub dan Esau memberikan gambaran yang jelas tentang konsekuensi dari ketidaksabaran dan tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Ini adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua tentang pentingnya mengandalkan Tuhan, menunggu dengan sabar, dan menjalani hidup dengan integritas.

Pelajaran dari Kisah Yakub dan Esau:

  1. Akibat Ketidaksabaran: Ketika Ribka dan Yakub tidak sabar menunggu pemenuhan janji Tuhan dengan cara yang benar, mereka memilih untuk menggunakan tipu daya dan menipu Ishak untuk memperoleh berkat kesulungan yang seharusnya untuk Esau. Hal ini mengakibatkan permusuhan yang mendalam antara saudara kandung Yakub dan Esau. Esau merasa sangat terhina dan marah sehingga berniat membunuh Yakub. Ini mengilustrasikan betapa merusaknya ketidaksabaran dalam menghadapi janji Tuhan.

  2. Konsekuensi Keluarga: Tindakan Ribka dan Yakub tidak hanya mempengaruhi mereka sendiri tetapi juga keluarga mereka secara luas. Ishak dan Ribka harus menyaksikan konflik dan permusuhan antara anak-anak mereka, yang seharusnya tidak terjadi jika mereka menunggu dengan sabar dan mengandalkan Allah.

  3. Dampak Emosional dan Psikologis: Esau merasa sangat terhina dan sakit hati sehingga memilih untuk menikahi perempuan Kanaan dengan sengaja, yang bertentangan dengan keinginan orang tuanya. Hal ini menunjukkan betapa besar dampak emosional dan psikologis dari tindakan yang tidak benar dalam mencoba mencapai berkat dengan cara sendiri.

  4. Pelajaran untuk Kehidupan Kita:

    • Integritas dan Kejujuran: Tetaplah setia pada prinsip-prinsip kebenaran dan kejujuran dalam segala situasi. Meskipun terkadang jalan yang benar tampak sulit atau lambat, tetaplah teguh.

    • Percaya pada Rencana Tuhan: Kesabaran adalah salah satu bukti kepercayaan kita kepada Tuhan. Menantikan janji-Nya dengan sabar dan meyakini bahwa Dia akan memenuhi janji-Nya pada waktu yang tepat.

    • Menjauhi Cara-cara yang Tidak Benar: Hindari godaan untuk mengambil jalan pintas atau menggunakan cara-cara yang tidak etis atau tidak bermoral dalam mencapai tujuan kita. Apapun yang kita lakukan pasti akan memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif.

    • Menerima Konsekuensi dari Tindakan: Apapun yang kita lakukan pasti akan memiliki konsekuensi. Kita harus siap menerima dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang kita lakukan, baik yang baik maupun yang buruk.

Kisah Yakub dan Esau adalah peringatan yang kuat bagi kita untuk menjalani hidup dengan integritas, kepercayaan kepada Tuhan, dan kesabaran dalam menantikan janji-Nya. Ketika kita mengandalkan cara Tuhan dan hidup dalam ketaatan terhadap-Nya, meskipun mungkin jalan tampak sulit, kita akan mengalami damai sejahtera dan berkat yang sejati dalam hidup kita. Sebaliknya, mengambil jalan pintas atau menggunakan cara-cara yang tidak benar hanya akan membawa masalah dan konsekuensi yang menyakitkan. Hiduplah sesuai dengan ajaran Tuhan dan nantikanlah janji-Nya dengan penuh kesabaran dan iman.

Share:

Perebutan Berkat

Kisah perebutan berkat antara Esau dan Yakub memberikan pelajaran yang sangat penting mengenai kepercayaan dan kesabaran dalam menantikan janji Tuhan. Meskipun Tuhan telah berjanji bahwa "anak yang tua akan menjadi hamba bagi yang muda" (Kejadian 25:23), tindakan Ribka dan Yakub yang menipu Ishak untuk memperoleh berkat menunjukkan kurangnya kepercayaan mereka terhadap janji Tuhan. Ini adalah refleksi yang kuat tentang bagaimana kita, sebagai manusia, sering kali tidak sabar dan berusaha mencapai hasil dengan kekuatan dan cara kita sendiri, meskipun itu mungkin bertentangan dengan cara Tuhan.

Pelajaran dari Kisah Ribka dan Yakub

  1. Percaya pada Janji Tuhan Tuhan telah menjanjikan bahwa Yakub akan menjadi yang terpilih. Namun, Ribka dan Yakub tidak sepenuhnya mempercayai janji ini dan berusaha untuk memastikan hasil dengan cara mereka sendiri. Ini menunjukkan kurangnya kepercayaan pada rencana Tuhan dan ketidakmampuan untuk bersabar menantikan pemenuhan janji-Nya.

  2. Ketidaksabaran dan Tindakan Manusia Ketika menghadapi ketidakpastian, kita sering kali merasa perlu untuk mengambil tindakan cepat dan terkadang melanggar prinsip moral untuk mencapai tujuan kita. Ribka mendesak Yakub untuk menipu Ishak agar memperoleh berkat kesulungan yang seharusnya untuk Esau. Ini adalah contoh klasik dari ketidaksabaran dan kurangnya keyakinan bahwa Tuhan akan memenuhi janji-Nya dengan cara yang benar.

  3. Konsekuensi dari Tindakan yang Salah Tindakan menipu tidak hanya membawa berkat yang diinginkan Yakub, tetapi juga menimbulkan perselisihan dan perpecahan dalam keluarganya. Esau merasa sangat marah dan berniat untuk membunuh Yakub, yang menyebabkan Yakub harus melarikan diri dari rumah (Kejadian 27:41-45). Ini menunjukkan bahwa cara yang salah, meskipun mungkin memberikan hasil yang diinginkan dalam jangka pendek, akan menimbulkan masalah dan konsekuensi yang lebih besar di kemudian hari.

Relevansi dengan Kehidupan Kita

  1. Mengandalkan Kekuatan Sendiri Kita sering kali jatuh ke dalam perangkap yang sama seperti Yakub, berusaha untuk mengendalikan nasib kita sendiri dan mendapatkan apa yang kita inginkan dengan cara kita sendiri. Tindakan seperti menipu, berbohong, atau melakukan korupsi mungkin tampak seperti jalan cepat untuk mencapai tujuan, tetapi sebenarnya hal ini menunjukkan kurangnya iman dan kepercayaan kepada Tuhan.

  2. Menanti dengan Kesabaran Tuhan mengajarkan kita untuk menunggu dengan sabar dan percaya bahwa Dia akan memenuhi janji-Nya pada waktu yang tepat. Menantikan Tuhan bukanlah tindakan pasif, tetapi melibatkan kepercayaan aktif bahwa Tuhan mengetahui apa yang terbaik untuk kita dan akan bertindak sesuai dengan rencana-Nya yang sempurna.

  3. Taat pada Prinsip Kebenaran Menjalani hidup dengan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan, meskipun kadang tampak sulit, adalah cara yang benar untuk menerima berkat dari Tuhan. Mengikuti cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan mungkin memberikan hasil sementara, tetapi pada akhirnya, hanya ketaatan dan kepercayaan kepada Tuhan yang akan membawa berkat yang sejati dan kekal.

Ajaran untuk Hidup yang Lebih Baik

  1. Menjaga Integritas Selalu pertahankan integritas dan kejujuran dalam setiap tindakan. Berusaha untuk mencapai tujuan dengan cara yang benar, bahkan jika itu berarti menunggu lebih lama atau bekerja lebih keras.

  2. Bersabar dan Percaya kepada Tuhan Latih kesabaran dan kepercayaan kepada Tuhan dalam segala hal. Ingatlah bahwa janji Tuhan tidak pernah gagal dan bahwa Dia selalu memiliki rencana yang lebih baik untuk kita.

  3. Menghindari Jalan Pintas yang Tidak Benar Hindari godaan untuk mengambil jalan pintas yang tidak etis atau tidak bermoral. Fokus pada melakukan hal-hal dengan cara yang benar, dan percayalah bahwa Tuhan akan memberkati usaha kita yang jujur dan setia.

  4. Menantikan dengan Harapan Hidup dengan harapan dan keyakinan bahwa Tuhan akan memimpin kita ke tempat yang lebih baik. Berdoa untuk kebijaksanaan dan kekuatan untuk mengikuti jalan yang benar, meskipun itu mungkin tampak sulit.

Kisah perebutan berkat antara Esau dan Yakub mengajarkan kita pentingnya kepercayaan kepada Tuhan dan kesabaran dalam menantikan pemenuhan janji-Nya. Meskipun godaan untuk mengambil jalan pintas atau mengandalkan kekuatan sendiri mungkin kuat, kita dipanggil untuk tetap setia dan percaya pada rencana Tuhan yang lebih besar. Dengan mengandalkan Tuhan dan menunggu dengan sabar, kita akan melihat bagaimana rencana-Nya yang sempurna akan terwujud dalam hidup kita, membawa berkat dan kebahagiaan yang sejati.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.