Agustus 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pujian Ibadah 01 September 2024

 

Share:

Mencari Penghiburan, Bukan Pembalasan

Meskipun kita tidak diberi tahu alasan spesifik Daud dalam menulis mazmur ini, aroma pengkhianatan terasa jelas.

Setelah menggambarkan secara umum ancaman yang menghimpit hatinya, Daud kemudian fokus pada seorang pengkhianat yang misterius. Nama orang ini tidak disebutkan, tetapi dia dulu adalah sahabat dekat dan orang kepercayaan Daud (14). Mereka sering beribadah bersama (15). Namun, tiba-tiba orang tersebut mengkhianati Daud secara diam-diam. Daud terluka oleh kata-kata orang itu yang penuh kemunafikan: lembut di luar namun mematikan di dalam (21-22).

Bagaimana reaksi Daud terhadap pengkhianatan ini? Sebagai seorang ahli strategi dan pahlawan perang, Daud sebenarnya bisa saja membalas dengan mudah. Namun, dia memilih untuk berseru kepada Allah, percaya bahwa Allah akan mendengarnya (17-18).

Daud mengajak kita untuk mengikuti teladannya. Jika kita dikhianati oleh seseorang yang dekat dengan kita, serahkanlah rasa marah dan kekhawatiran kita kepada Tuhan (23).

Secara alami, ketika kita disakiti oleh seseorang, respons kita adalah keinginan untuk membalas. Kita merasa ada dorongan untuk membalas, cepat atau lambat. Dunia mengajarkan bahwa "Balas dendam paling nikmat disajikan dingin." Namun, mazmur ini mengajarkan kepada kita pelajaran penting: ketika disakiti, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Kita harus mengalahkan dorongan alami untuk membalas.

Ada kalanya pengkhianatan diizinkan oleh Allah agar kita dapat lebih memahami karya salib Kristus. Pikirkan ini: jika sepanjang hidup kita tidak pernah dikhianati oleh orang dekat, bagaimana kita bisa benar-benar memahami penderitaan Kristus? Dia, yang dikhianati oleh murid-Nya sendiri dengan sebuah ciuman, menyerahkan pengkhianat itu kepada Bapa-Nya. Dia tidak membalas.

Yang kita butuhkan ketika disakiti adalah penghiburan, bukan pembalasan. Berdoalah meminta penghiburan dari Allah. Dia, yang pernah dikhianati, memahami rasa sakit kita. Damai sejahtera dari Yesus Kristus menyertai Anda.

Share:

Beriman dengan Bersyukur

Mazmur ini merupakan refleksi mendalam tentang kepercayaan yang penuh harapan kepada Allah di tengah pengkhianatan dan bahaya yang nyata. Daud, yang dikhianati oleh orang-orang Zif—mereka yang berasal dari suku Yehuda, sama seperti dirinya—mengalami ancaman serius terhadap hidupnya. Meskipun dikepung oleh bahaya, Daud tidak menyerah pada keputusasaan. Sebaliknya, ia menaruh seluruh harapannya pada Allah.

Pengkhianatan dan Bahaya
Orang-orang Zif, yang sebenarnya adalah kerabat Daud, membocorkan keberadaan Daud kepada Raja Saul yang berusaha membunuhnya. Pengkhianatan ini sangat menyakitkan bagi Daud karena datang dari mereka yang seharusnya melindunginya. Namun, Daud tidak terjebak dalam kebencian atau rasa dendam. Ia malah menyamakan mereka dengan orang lalim yang tidak mengenal Allah.

Keyakinan dalam Allah
Di tengah bahaya yang mengancam nyawanya, Daud tidak memiliki strategi duniawi untuk menyelamatkan dirinya. Ia hanya bisa bersandar pada nama Allah dan keadilan-Nya. Dalam keadaan yang sangat genting, ketika hidupnya tergantung pada seutas benang, Daud tetap yakin bahwa Allah akan menolongnya. Iman ini tidak muncul setelah keselamatan datang, tetapi justru sebelum itu terjadi. Ini menunjukkan keyakinan yang luar biasa bahwa Allah akan bertindak sesuai dengan keadilan dan kasih setia-Nya.

Syukur Sebelum Pertolongan Tiba
Sikap Daud yang berjanji akan mempersembahkan kurban syukur bahkan sebelum keselamatan terjadi merupakan teladan iman yang luar biasa. Daud sudah bersyukur kepada Allah meskipun keselamatan itu belum tiba. Ini adalah bentuk iman yang sejati, di mana kita percaya pada kebaikan dan kuasa Allah bahkan sebelum kita melihat hasilnya.

Pelajaran bagi Kita
Mazmur ini mengajarkan kita untuk memiliki keberanian dan keyakinan yang sama dalam menghadapi masalah hidup kita. Ketika bisnis terancam, kesehatan memburuk, atau hubungan keluarga hancur, kita diajak untuk tetap beriman kepada Allah. Iman kita tidak seharusnya hanya untuk menghilangkan masalah, tetapi lebih dari itu, iman adalah kepercayaan bahwa Allah akan membawa kita melewati setiap kesulitan, dan kita akan kembali mempersembahkan syukur kepada-Nya.

Jadi, dalam setiap kesulitan, ingatlah untuk tetap beriman dan bersyukur, percaya bahwa Allah akan melepaskan kita dari kesesakan dan membawa kita pada kemenangan yang telah Dia janjikan.

Share:

Umat Tuhan di Dunia yang Bejat

Bacaan hari ini memiliki banyak kesamaan dengan Mazmur 14, dengan perbedaan terletak pada ayat 6. Daud memulainya dengan hamartiologi (studi Alkitab tentang dosa). Ia menggambarkan kondisi berdosa dari seluruh umat manusia. "Semua," katanya, "telah menyimpang" dan "rusak" (4). Mereka menolak keberadaan Allah atau berharap Dia tidak ada (2; Mzm. 14:1).

Meskipun mungkin terdengar seperti tuduhan yang berlebihan, Daud menunjukkan bahwa Allah sendiri yang memberikan bukti tersebut. Dari surga, Allah melihat dan menemukan bahwa tidak ada seorang pun yang benar-benar baik (3-4; Mzm. 14:2-3). Kemudian, Paulus menegaskan kebenaran ini dalam Roma 3:10-12.

Menariknya, meskipun dunia dipenuhi oleh orang-orang yang berdosa, Allah menganggap sebagian dari mereka sebagai umat-Nya (5; Mzm. 14:4). Ini secara tersirat menunjukkan bahwa mereka menjadi umat-Nya karena Allah telah membenarkan mereka karena kasih-Nya. Sayangnya, selama mereka masih hidup di dunia, mereka terus-menerus mengalami penindasan dari orang-orang yang bukan umat Allah.

Kabar baiknya adalah bahwa Allah pasti akan membela umat-Nya. Dia berjanji untuk membuat musuh-musuh mereka, yang juga adalah musuh-Nya, merasa takut dan malu (6; Mzm. 14:5-6). Janji ini adalah dasar dari pengharapan dan sukacita kita (7; Mzm. 14:7).

Apakah Anda benar-benar percaya pada janji ini? Anda seharusnya demikian, karena janji Allah adalah berita yang logis. Jika Allah berkenan mengangkat kita sebagai umat-Nya, meskipun sebelumnya kita adalah manusia berdosa, Dia tentu tidak akan membiarkan kita terus-menerus ditindas oleh orang-orang dunia yang berdosa. Atau, dalam kata-kata Rasul Paulus, "Dia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Dia tidak akan mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-Nya?" (Rm. 8:32)

Kita seharusnya bersyukur karena Allah telah mengangkat kita menjadi umat-Nya. Sertakan rasa syukur ini dalam doa kita hari ini. Katakanlah: "Terima kasih, Tuhan, Engkau memelihara umat-Mu di tengah dunia yang rusak."

Share:

Tragedi Dibalas dengan Tragedi

Mazmur yang digubah oleh Daud setelah tragedi pembunuhan 85 imam dan penduduk Nob oleh Doeg adalah refleksi mendalam tentang kejahatan manusia dan keadilan Allah. Tragedi ini adalah akibat dari pengkhianatan Doeg, seorang Edom, yang dengan kata-kata penuh kemunafikan dan kebohongan menyebabkan kehancuran besar. Daud, yang menjadi target utama Saul, mencurahkan perasaannya melalui mazmur ini, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian utama.

Bagian Pertama: Karakter Pengkhianat (3-6)
Di sini, Daud menggambarkan karakter Doeg dengan jelas. Dia adalah seorang yang menggunakan kata-kata sebagai senjata, menebarkan dusta dan kekacauan dengan tujuan jahat. Pengkhianat seperti Doeg adalah sosok yang selalu ada dalam sejarah, merusak dengan tipu muslihat mereka dan menghancurkan orang-orang yang tidak bersalah.

Bagian Kedua: Hukuman bagi Orang Fasik (7-9)
Daud kemudian menjelaskan hukuman yang akan menimpa orang-orang seperti Doeg. Allah, yang adil, akan menjatuhkan mereka dengan dahsyat, merobohkan mereka dan menyeret mereka keluar dari tempat mereka untuk dihancurkan. Kejatuhan mereka akan menjadi bahan ejekan dan pelajaran bagi orang lain. Hukuman Allah akan datang dengan tiba-tiba, tanpa ada kesempatan bagi mereka untuk membela diri.

Bagian Ketiga: Nasib Orang Benar vs. Orang Fasik (10-11)
Daud, sebagai orang benar yang bergantung kepada Allah, menggambarkan nasib akhir dari orang benar yang penuh dengan keamanan dan ketenangan dalam perlindungan Allah. Sementara orang fasik akan jatuh, orang yang menaruh harapannya kepada Allah akan berdiri teguh dan menjadi saksi atas keadilan Allah.

Pesan penting dari mazmur ini adalah keyakinan bahwa keadilan Allah akan terwujud. Meskipun dalam dunia ini sering kali kejahatan tampak menang, orang-orang benar harus tetap teguh dalam iman mereka. Keadilan Allah akan terbit seperti mentari pagi bagi mereka yang setia.

Jika Anda sedang mengalami penderitaan akibat ulah seseorang, mazmur ini mengingatkan untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Serahkan semua kepada Allah, karena keadilan-Nya akan datang pada waktu-Nya. Percayalah, bahwa Allah akan membela dan melindungi Anda, dan bahwa orang-orang yang berbuat jahat akan menerima pembalasan yang setimpal.

Share:

Jiwa yang Merindukan Hisop Ilahi

Mazmur ini mengungkapkan kedalaman penyesalan dan pertobatan Daud setelah Nabi Natan menegurnya atas dosa yang telah dilakukannya. Daud tidak hanya menyesali dosa seksual yang telah ia perbuat, tetapi ia juga menyadari bahwa dosa tersebut adalah manifestasi dari keberdosaan yang telah ada dalam dirinya sejak ia dilahirkan.

Kesadaran ini menimbulkan penderitaan batin yang luar biasa dalam diri Daud, yang digambarkan seperti tulang-tulang yang remuk karena rasa bersalahnya. Ia merasa takut akan kehilangan kehadiran Allah dan Roh Kudus yang telah mengurapi serta membimbing hidupnya. Rasa takut inilah yang memotivasi Daud untuk memohon belas kasihan Allah.

Daud menyadari bahwa tidak ada ritual keagamaan atau usaha manusia yang dapat menghapus dosanya. Hanya tindakan kasih karunia Allah yang mampu menyucikannya, seperti hisop yang digunakan dalam ritual pembersihan. Permohonan Daud untuk disucikan dengan hisop ilahi merupakan pengakuan akan ketergantungan totalnya pada belas kasihan dan pengampunan Allah.

Mazmur ini mengajarkan bahwa Allah menghargai hati yang hancur dan penuh penyesalan atas dosa. Orang yang menyadari betapa besar dosanya dan datang kepada Allah dengan kerendahan hati akan menerima pengampunan dan pemulihan dari-Nya. Yesus Kristus juga menekankan pentingnya sikap ini ketika Ia berkata, "Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur."

Jika Anda merasakan kegelisahan atas dosa atau kesalahan yang belum diakui, jangan menunda untuk datang kepada Tuhan. Mungkin tidak ada orang lain yang akan menegur Anda atau membantu Anda menyadari kesalahan tersebut. Namun, jangan biarkan dosa-dosa tersebut menjauhkan Anda dari Allah. Ratapilah dosa yang menghalangi hubungan Anda dengan-Nya dan mintalah belas kasihan-Nya untuk menyucikan hati Anda. Tuhan selalu siap untuk menyambut dan memulihkan mereka yang datang kepada-Nya dengan hati yang tulus dan penuh penyesalan.

Share:

Menyogok Tuhan

Tidak sedikit orang yang berpikir bahwa dengan rajin mengikuti ibadah dan melayani setiap hari Minggu, hidup mereka akan menjadi lancar. Tidak jarang hal ini dimanfaatkan oleh pemimpin gereja yang korup dengan berjanji bahwa jika jemaatnya setia memberi persembahan, ada berkat berlimpah yang menanti mereka.

Apakah memang seperti itu Tuhan yang kita sembah? Pastilah tidak! Jika itu yang para pemimpin agama dan umat Tuhan pikirkan, sang pemazmur menentangnya dengan keras.

Tuhan bukanlah Allah yang haus dan lapar akan pujian, penyembahan, dan persembahan dari umat-Nya. Maka, adalah sebuah kebodohan jika umat-Nya berpikir seperti itu (Mazmur 50:8-9). Tuhan adalah Allah pemilik alam semesta; dunia serta segala isinya adalah kepunyaan-Nya. Jika Ia menginginkan sesuatu, Ia tidak perlu meminta manusia untuk mempersembahkannya kepada-Nya (Mazmur 50:10-12).

Tuhan memerintahkan umat untuk mempersembahkan kurban bakaran, tetapi semua itu bukanlah untuk memuaskan diri-Nya. Sejatinya, kurban bakaran merupakan tanda perjanjian yang membedakan umat-Nya dengan bangsa-bangsa lainnya. Pemberian kurban menandakan relasi yang dekat antara Tuhan dengan umat-Nya (Mazmur 50:5, 14-15).

Namun, Tuhan tak mau umat-Nya terus menjalankan ibadah tetapi hidup dalam kefasikan. Allah yang mengasihi juga adalah Allah yang mau beperkara dengan umat-Nya yang memilih jalan kefasikan (Mazmur 50:7, 16-22). Allah rindu supaya umat-Nya memuliakan Dia dengan kurban yang diberikan sebagai ucapan syukur, bukan sebagai sogokan. Kurban tidak dapat membeli keselamatan, tetapi bagi orang yang mau hidup benar, Tuhan akan membukakan jalan keselamatan kepadanya.

Janganlah berpikir bahwa kita bisa menyogok Tuhan. Sebaik dan sehebat apa pun, pelayanan kita tidak akan bisa membeli hati Tuhan. Itu karena sesungguhnya Ia sudah terlebih dahulu melayani dan mengurbankan diri-Nya bagi kita. Maka, sebagai umat yang dikasihi, mari kita belajar hidup sesuai dengan kerinduan-Nya, yakni dengan ucapan syukur yang tulus dan cara hidup yang benar.

Penyembahan yang sejati bukanlah soal memberi persembahan atau melayani dengan harapan mendapatkan imbalan, melainkan soal hati yang bersyukur dan hidup yang selaras dengan kehendak Tuhan. Tuhan mencari hati yang murni, bukan formalitas ritual semata. Melalui kehidupan yang berintegritas dan penuh kasih, kita memuliakan Tuhan dan menyatakan iman kita yang sejati.

Share:

Akhir yang Mana?

Pemazmur memberikan perspektif yang menenangkan ketika kita merasa iri atau kecewa melihat orang-orang yang hidup tidak benar justru menikmati kekayaan dan kenyamanan. Meskipun tampaknya mereka hidup tanpa masalah, pemazmur mengingatkan kita bahwa kekayaan dan kemuliaan duniawi tidak dapat membebaskan seseorang dari kenyataan yang tak terelakkan—kematian.

Meskipun kita yang berusaha hidup benar juga akan menghadapi kematian, pengharapan kita tidak berhenti di situ. Pemazmur menegaskan bahwa Allah akan membebaskan kita dari kematian, memberikan pengharapan yang melampaui kehidupan dunia ini. Pengharapan ini adalah kekuatan bagi kita untuk tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, meskipun jalan hidup kita penuh tantangan dan kesulitan.

Kita diajak untuk melihat kehidupan ini dari perspektif kekekalan, di mana kebahagiaan dan kemegahan duniawi hanyalah sementara. Pengharapan yang kita miliki bukanlah pada apa yang fana, tetapi pada kehidupan kekal yang dijanjikan Allah. Ini memberi kita alasan kuat untuk terus hidup benar, bahkan ketika godaan untuk menyerah dan iri kepada orang lain begitu kuat.

Sebagai orang percaya, kita harus tetap teguh dalam iman kita, mengingat bahwa pengharapan kita jauh melampaui apa yang dunia ini bisa tawarkan. Kita juga dipanggil untuk mengingatkan orang-orang di sekitar kita agar tidak tergoda oleh kemewahan duniawi yang sementara, melainkan untuk mengejar kekayaan rohani yang kekal. Pada akhirnya, yang menentukan akhir hidup kita adalah kepada siapa kita menaruh kepercayaan kita—apakah pada hal-hal duniawi yang sementara atau pada Allah yang memberikan hidup kekal.

Share:

Tak Hanya Perkasa

Mazmur 48 menegaskan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang perkasa, yang melindungi dan menyelamatkan umat-Nya. Namun, kuasa Allah tidak hanya ditunjukkan melalui kemenangan dalam peperangan atau perlindungan dari musuh, tetapi juga melalui kasih setia dan keadilan-Nya. Mazmur ini memperingatkan kita untuk berhati-hati agar tidak terjerumus dalam rasa superioritas yang bisa muncul ketika menyadari keperkasaan Allah.

Allah tidak hanya melindungi umat-Nya dari serangan bangsa-bangsa lain, tetapi juga menuntut agar umat-Nya hidup dalam kebenaran dan keadilan. Dia adalah Allah yang adil dan penuh kasih setia, yang tidak hanya membela umat-Nya dari ketidakadilan, tetapi juga menegur umat-Nya jika mereka sendiri bersikap tidak adil.

Kita boleh merasa aman dan bangga karena Allah yang perkasa melindungi kita, tetapi kita juga harus ingat bahwa Dia mengharapkan kita untuk menjadi saluran kasih setia dan keadilan-Nya bagi orang-orang di sekitar kita. Allah ingin agar melalui kehidupan kita, orang lain dapat merasakan kasih setia dan keadilan-Nya yang nyata.

Dengan demikian, iman kita kepada Allah yang perkasa seharusnya tidak membuat kita merasa superior, tetapi justru mendorong kita untuk hidup dalam kerendahan hati, kasih, dan keadilan, mengikuti teladan Tuhan kita. Kita dipanggil untuk menghidupi karakter Allah yang penuh kasih setia dan adil, sehingga kehadiran-Nya dirasakan oleh semua orang yang kita temui.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 25 Agustus

Share:

Umat dari Yang Maha Tinggi

Sebagai orang Kristen, kita memang sering merasa bangga karena menyembah Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, yang adalah Raja di atas segala raja. Namun, kebanggaan ini bisa berbahaya jika membuat kita merasa superior dan memandang rendah orang lain yang tidak seiman. Penting untuk diingat bahwa meskipun Tuhan adalah Allah yang Maha Tinggi, Dia juga adalah Allah yang kudus dan adil.

Tuhan memilih Israel bukan karena mereka besar atau kuat, tetapi justru karena mereka kecil dan lemah (Ulangan 7:7-9). Pilihan ini didasari oleh belas kasihan Tuhan kepada Israel yang menderita di bawah penindasan di Mesir. Allah tidak berpihak pada ketidakadilan, bahkan jika itu dilakukan oleh umat-Nya sendiri. Dia adalah Allah yang adil, yang merendahkan bangsa-bangsa yang melakukan kejahatan dan ketidakadilan.

Sebagai umat-Nya, kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan keadilan. Jika kita mengaku sebagai umat Tuhan tetapi memperlakukan orang lain dengan tidak adil, kita tidak layak merayakan kemenangan Tuhan atas kefasikan. Allah yang adil mungkin tidak akan membela kita jika kita sendiri tidak hidup dalam keadilan.

Oleh karena itu, kita harus mengingat bahwa sebagai umat Tuhan, kita adalah penerima belas kasihan yang besar. Kebanggaan kita seharusnya bukan pada status kita, tetapi pada belas kasihan yang telah kita terima. Kita dipanggil untuk setia mendengarkan dan mempraktikkan firman Tuhan, hidup dalam kekudusan, dan siap untuk disempurnakan oleh-Nya. Dengan demikian, kita bisa benar-benar merayakan kemenangan Tuhan dengan hati yang murni dan sikap yang benar.

Share:

Di Mana Kita Dapat Berlindung?

Dalam hidup, tekanan dan tantangan sering kali datang dari berbagai arah—entah dari dunia luar yang penuh ketidakpastian, hubungan dengan orang-orang di sekitar kita, atau bahkan dari dalam diri kita sendiri, seperti ketakutan dan trauma. Di tengah semua ini, kita butuh tempat berlindung yang aman.

Pemazmur menggambarkan Allah sebagai tempat perlindungan yang kokoh dan tidak tergoyahkan (Mazmur 46:2). Ketika dia menghadapi ancaman nyata seperti pengepungan dan peperangan, dia juga telah merasakan kelepasan yang nyata dari Allah. Ini bukan sekadar konsep, tetapi pengalaman hidup yang dialaminya secara langsung.

Pemazmur menggunakan gambaran alam yang dahsyat—gempa bumi, letusan gunung api, dan badai di lautan—untuk menunjukkan bahwa bahkan kekuatan alam yang paling menakutkan pun tidak sebanding dengan keperkasaan Allah (Mazmur 46:3-4). Dia juga memandang ke masa depan dengan keyakinan bahwa Allah, pahlawan yang perkasa, akan menghentikan semua peperangan dan membawa kedamaian yang sempurna (Mazmur 46:9-10). Keyakinan ini memberikan rasa aman dan ketenangan, bahkan di tengah badai kehidupan.

Pengalaman pemazmur mengajarkan kita untuk tidak hanya melihat kepada masalah atau tekanan yang ada, tetapi juga kepada Allah yang lebih besar daripada segala sesuatu yang kita hadapi. Saat kita mengingat bagaimana Allah telah menolong kita di masa lalu, kita dapat menemukan ketenangan dan pengharapan untuk masa depan. Bahkan ketika tekanan semakin berat, kita dapat yakin bahwa Allah yang sama yang telah menyertai kita, akan terus melakukannya.

Dalam saat-saat paling gelap, penting untuk menjaga perspektif kita dan mengingat keperkasaan dan penyertaan Allah. Dengan begitu, kita tidak hanya dapat mengatasi ketakutan kita, tetapi juga membantu orang lain menemukan tempat berlindung yang sama di dalam Tuhan.

Share:

Komitmen Pemimpin

Mazmur ini menyoroti pentingnya komitmen seorang pemimpin, khususnya seorang raja, dalam menjalankan tugasnya dengan kebenaran, perikemanusiaan, dan keadilan. Dalam konteks acara pernikahan, sering kali kita mendengar karakter mempelai pria dan wanita diperkenalkan oleh orang-orang terdekat mereka. Demikian pula dalam Mazmur ini, pemazmur memperkenalkan sang raja sebagai mempelai pria yang diundang untuk memimpin dengan bijaksana dan adil, serta mengajak sang mempelai wanita untuk tunduk kepada suaminya yang akan menjadi raja.

Karakter dan Komitmen Raja: Pemazmur menggambarkan tidak hanya penampilan fisik dan gaya bicara sang raja, tetapi juga komitmennya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan (Mazmur 45:3-6). Pemazmur menyadari bahwa raja diangkat bukan hanya untuk berkuasa, tetapi untuk mencintai keadilan dan kebenaran, serta untuk memimpin dengan hati yang peduli pada kesejahteraan umat (Mazmur 45:7-8). Pemimpin dalam Alkitab, termasuk raja-raja Israel, diharapkan untuk tidak hanya menjadi penguasa, tetapi juga hamba Allah yang menjalankan pemerintahan dengan adil dan benar, sebagaimana diatur dalam Ulangan 16:18-20.

Peran Permaisuri: Pemazmur juga memberikan arahan kepada permaisuri raja, mengajak dia untuk "melupakan bangsamu dan seisi rumah ayahmu" (Mazmur 45:11). Ini bukan sekadar anjuran untuk meninggalkan latar belakangnya, tetapi panggilan untuk mengutamakan kepentingan kerajaan dan umat Allah di atas kepentingan pribadi atau keluarga. Sebagai permaisuri, ia harus bersama-sama dengan raja berkomitmen untuk melayani Allah dan mengedepankan kebenaran serta keadilan dalam pemerintahan.

Kebenaran dan Keadilan dalam Alkitab: Kebenaran dan keadilan dalam Alkitab bukan hanya konsep teoretis tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata, seperti menjauhi penyembahan berhala, tidak menindas orang lain, dan tidak mengambil keuntungan dari kesulitan sesama (Yehezkiel 18:5-9). Seorang pemimpin yang adil akan menghindari kecurangan dan setia menjalankan hukum dengan benar. Tindakan yang benar dan adil dari seorang pemimpin tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi kesejahteraan orang banyak.

Pentingnya Kepemimpinan yang Adil: Sejarah Israel menunjukkan bahwa pemimpin yang baik harus mampu menjaga komitmennya terhadap Allah dan kebenaran, serta tidak terpengaruh oleh godaan atau kepentingan pribadi. Beberapa raja seperti Salomo, Ahab, atau Yoram terjatuh dalam dosa dan kezaliman karena terpengaruh oleh istri-istri mereka yang menjauhkan mereka dari Allah.

Doa untuk Pemimpin: Bacaan ini mengundang kita untuk mendoakan para pemimpin kita, termasuk presiden, agar mereka mampu memimpin dengan adil dan benar. Marilah kita berdoa agar mereka tidak tergoda oleh kepentingan sepihak, tetapi tetap berkomitmen untuk menyejahterakan rakyat dan menjunjung tinggi kebenaran serta keadilan. Kepemimpinan yang benar adalah refleksi dari kehendak Allah, dan kita semua bertanggung jawab untuk mendukung dan mendoakan para pemimpin kita agar mereka dapat menjalankan tugas mereka sebagai wakil Allah di bumi ini.

Share:

Ditinggalkan Allah?

Ditinggalkan oleh Allah adalah salah satu situasi paling menakutkan dan sulit dibayangkan. Bagi umat Allah, perasaan ini merupakan ujian iman yang mendalam, seperti yang diekspresikan dalam Mazmur ini.

Keadaan Umat Allah: Umat Allah merasa tak berdaya menghadapi musuh-musuh mereka, sehingga mereka diejek, disindir, dicela, dan dinista (Mazmur 44:10-17). Mereka merasa bahwa Allah telah melupakan mereka, tidak lagi menjaga dan melindungi mereka (Mazmur 44:23-25). Keadaan ini sangat berbeda dari masa-masa ketika Allah berada di pihak mereka, membawa kemenangan dan kemuliaan bagi umat-Nya (Mazmur 44:1-9). Dalam masa kejayaan itu, dengan tangan Allah dan dalam nama-Nya, umat bersukacita dan memuji dengan gembira.

Namun, kini mereka merasa ditinggalkan, terpuruk dalam kekalahan dan penindasan. Tetapi yang menarik, di tengah penderitaan ini, pemazmur tetap berharap dan memohon kepada Allah. Ia berkata, "Bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami karena kasih setia-Mu!" (Mazmur 44:27). Permohonan ini didasarkan pada kasih setia Allah, yang menjadi fondasi iman mereka.

Kasih Setia Allah: Kasih setia adalah istilah yang menggambarkan kesetiaan Allah dalam menggenapi janji-Nya. Allah telah mengikatkan diri-Nya dalam perjanjian bahwa Ia akan menjadi Allah bagi umat-Nya, dan mereka akan menjadi umat-Nya. Meskipun manusia sering kali ingkar janji, Allah tidak pernah mengingkari perjanjian-Nya. Ia setia, bukan hanya untuk menghukum dosa, tetapi juga untuk menyelamatkan umat-Nya.

Kesetiaan Allah ini tidak bergantung pada kesetiaan manusia. Bahkan dalam Perjanjian Baru, kita diingatkan bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Yesus Kristus. Penindasan, kesengsaraan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, dan pedang adalah hal-hal yang mengerikan, tetapi semua itu tidak dapat menghalangi Allah dari menjadikan kita lebih dari pemenang (Roma 8:35-37). Ini bukan karena kekuatan atau usaha kita, melainkan karena kasih Allah yang setia.

Aplikasi dalam Hidup Kita: Dalam hidup ini, suka duka datang silih berganti. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa hidup akan selalu berjalan dengan baik. Namun, satu hal yang pasti adalah Allah selalu ada bersama kita dalam setiap musim kehidupan. Kita mungkin merasa ditinggalkan atau terpuruk, tetapi kita harus ingat bahwa Allah tidak pernah benar-benar meninggalkan kita. Dalam momen-momen terburuk sekalipun, kita bisa memegang teguh janji-Nya. Ingatlah, Allah telah memberikan Anak-Nya yang tunggal bagi kita, sebagai bukti kasih-Nya yang tidak terbatas.

Jangan pernah merasa bahwa Allah telah meninggalkan Anda. Ketika kita merasa terpuruk dan ditinggalkan, mari kita ingat kasih setia Allah yang tidak pernah gagal. Dengan iman, kita bisa berpegang pada janji-Nya dan yakin bahwa Dia akan membawa kita melalui setiap tantangan hidup. Kita tidak pernah benar-benar sendiri, karena Allah yang penuh kasih setia selalu bersama kita.

Share:

Jujur di Hadapan Allah

Mazmur 42 dan 43 menggambarkan kondisi emosional yang sangat mendalam dari pemazmur yang mengalami tekanan batin. Pertanyaan yang diulang-ulang, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku?" (Mazmur 42:6a, 12a, 43:5a), menunjukkan betapa mendalamnya perasaan tertekan yang ia rasakan. Namun, pertanyaan ini bukanlah sekadar keluhan tanpa arah, melainkan sebuah refleksi dari jiwanya yang sedang mencari jawaban dan kekuatan di tengah pergumulan.

Penyebab Tekanan:

  1. Perasaan Ditinggalkan oleh Allah: Pemazmur merasakan kekosongan spiritual dan kehilangan keintiman dengan Tuhan. Ia tidak lagi merasakan kehadiran Tuhan seperti dulu. Pengalaman indah saat beribadah kepada Tuhan hanya tinggal kenangan yang semakin menambah rasa kesepiannya (Mazmur 42:2, 5). Keadaan ini membuat pemazmur merasa bahwa Tuhan telah meninggalkannya (Mazmur 42:10, 43:2).

  2. Cemoohan dari Lawan: Para musuhnya mengejeknya dengan pertanyaan sinis, "Di mana Allahmu?" (Mazmur 42:4, 11). Ejekan ini semakin memperdalam penderitaan pemazmur, yang sudah merasa ditinggalkan oleh Allah.

Meskipun berada dalam tekanan yang berat, pemazmur tetap berpegang pada imannya. Alih-alih mencari jawaban di luar dirinya, ia memilih untuk kembali kepada Allah. Tiga kali ia mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri, tiga kali pula ia memberikan jawaban yang sama: "Berharaplah kepada Allah!" (Mazmur 42:6b, 12b, 43:5b). Ini mencerminkan keteguhan hati dan keyakinannya bahwa hanya di dalam Tuhanlah ia dapat menemukan pengharapan dan kekuatan.

Karakter Allah: Pemazmur mengenal Allah sebagai sosok yang penuh kasih setia (Mazmur 42:9), tempat perlindungan yang kokoh (Mazmur 42:10), tempat pengungsian (Mazmur 43:2), serta sumber sukacita dan kegembiraan (Mazmur 43:4). Ia percaya bahwa Allah akan menuntunnya kembali ke tempat kediaman-Nya, di mana ia dapat menikmati keintiman dengan-Nya (Mazmur 43:3-4).

Dalam kehidupan kita, berbagai masalah dan tekanan dapat membuat kita merasa stres, takut, atau bahkan tak berdaya. Namun, seperti pemazmur, kita diajak untuk tidak lari dari Tuhan, melainkan datang kepada-Nya dengan hati yang jujur dan terbuka. Kejujuran di hadapan Tuhan adalah langkah awal menuju pemulihan. Ketika kita mengakui kelemahan dan kerapuhan kita, Tuhan yang maha pengasih dan mahakuasa akan memberikan pertolongan-Nya.

Contoh dari tokoh-tokoh Alkitab seperti Musa yang merasa bebannya terlalu berat (Bilangan 11:14-15), Elia yang ketakutan menghadapi Izebel (1 Raja-raja 19:4), dan bahkan Yesus yang sangat sedih menjelang penyaliban (Matius 26:38), menunjukkan bahwa kejujuran di hadapan Allah adalah sikap yang benar. Allah memahami kerapuhan kita dan siap memberikan belas kasihan serta pertolongan-Nya.

Jangan takut untuk jujur kepada Tuhan tentang apa yang kita rasakan. Entah itu ketakutan, kesedihan, atau keraguan, Tuhan ingin kita datang kepada-Nya dengan hati yang terbuka. Dalam kejujuran itulah kita menemukan pengharapan yang sejati. Berharaplah kepada Allah, Penolong kita yang setia!

Share:

Allah yang Menyembuhkan

Mazmur ini memberikan gambaran tentang penderitaan mendalam yang dialami oleh pemazmur. Di tengah-tengah penyakit yang dideritanya, ia juga harus menghadapi serangan dari para lawan, baik dari musuh-musuh yang membencinya maupun dari sahabat-sahabat karibnya yang justru mengkhianatinya.

Lawan Pertama: Musuh-musuh yang membenci pemazmur bukan hanya berharap akan kematiannya, tetapi mereka juga menyebarkan kebohongan dan fitnah. Mereka datang bukan untuk memberikan dukungan atau penghiburan, tetapi untuk menyebarkan desas-desus bahwa pemazmur tidak akan pernah sembuh, dan penyakitnya akan membawa kematian (Mazmur 41:6-9). Mereka berkata, "Takkan bangun lagi," menekankan keyakinan mereka bahwa pemazmur telah jatuh dalam penghukuman ilahi yang tak terelakkan.

Lawan Kedua: Sahabat karib yang seharusnya menjadi sumber damai sejahtera justru berkhianat. Dalam konteks Yahudi, makan bersama adalah tanda persekutuan dan kedekatan yang mendalam. Sahabat karib ini, yang seharusnya menjadi orang yang paling memahami dan mendukung pemazmur, malah meninggalkannya di saat-saat terberat, menambah luka batin yang sudah dirasakan (Mazmur 41:10).

Pemazmur menghubungkan penderitaannya dengan dosa terhadap Allah (Mazmur 41:5). Hal ini membuat lawan-lawannya menuduh bahwa penyakit yang dideritanya adalah hukuman langsung dari Tuhan. Namun, pemazmur tidak menyerah pada tuduhan ini. Sebaliknya, ia memohon belas kasihan Tuhan untuk menyembuhkan dirinya dan membuktikan kebenaran dan ketulusannya di hadapan para lawannya (Mazmur 41:11-13).

Pemazmur sadar bahwa kesembuhan dan pemulihan sejati hanya bisa datang dari Allah. "TUHAN, kasihanilah aku" adalah seruan seseorang yang mengakui ketidakberdayaannya dan sepenuhnya bergantung pada belas kasihan dan kemurahan Tuhan.

Mazmur ini menjadi undangan bagi siapa pun yang mengalami sakit, baik secara fisik maupun batin, untuk datang kepada Tuhan yang menyembuhkan. Jika penyakit itu disebabkan oleh dosa, pemazmur mengajarkan kita untuk memohon pengampunan dan kesembuhan. Namun, jika penyakit bukan karena dosa (seperti yang terlihat dalam Yohanes 9:3), kita diajak untuk bersiap agar pekerjaan-pekerjaan Allah dapat dinyatakan dalam kehidupan kita.

Refleksi: Ketika kita mengalami penderitaan atau penyakit, baik fisik maupun emosional, apakah kita langsung beralih kepada Tuhan dalam doa dan permohonan? Atau, apakah kita mencoba menghadapinya dengan kekuatan sendiri? Mazmur ini mengingatkan kita bahwa sumber sejati dari kesembuhan dan pemulihan adalah Tuhan sendiri. Mari kita datang kepada-Nya dengan kerendahan hati, memohon belas kasihan-Nya, dan percaya bahwa Dia akan bekerja untuk kebaikan kita.

Doa: Tuhan, kami datang kepada-Mu dengan segala kelemahan dan penderitaan kami. Engkaulah Allah yang menyembuhkan, dan hanya kepada-Mu kami bergantung. Kasihanilah kami, Tuhan, sembuhkanlah penyakit kami, pulihkanlah jiwa kami, dan biarlah pekerjaan-Mu dinyatakan dalam hidup kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Allah yang Melepaskan

Mazmur ini memberikan sebuah gambaran yang sangat kuat tentang ketergantungan total kepada Allah dalam menghadapi penderitaan dan masalah serius. Sang pemazmur, yang menggambarkan dirinya sebagai "sengsara dan miskin" (Mazmur 40:18), mengungkapkan betapa besar masalah yang dihadapinya, bahkan sampai tak terhitung jumlahnya, seperti rambut di kepalanya (Mazmur 40:13). Dalam kondisi yang demikian, ia menunjukkan dua hal yang penting: kesadaran akan ketidakmampuannya sendiri dan keyakinan akan kebesaran Allah.

1. Ketergantungan pada Allah: Pemazmur menyadari bahwa dirinya tidak mampu melepaskan diri dari keadaan sulit tersebut. Ia merasa menderita dan tak berdaya, namun tetap berharap penuh pada Tuhan. Ini menunjukkan sikap hati yang benar di hadapan Allah, yaitu ketergantungan total kepada-Nya. Di tengah segala kesulitan, pemazmur tidak mencari pertolongan dari manusia atau kekuatan duniawi lainnya, tetapi hanya kepada Allah yang telah menolongnya pada masa lalu (Mazmur 40:2-4). Keyakinan ini membawanya untuk terus berpegang pada kepercayaan bahwa Allah yang telah membebaskannya sebelumnya, pasti akan melepaskannya lagi.

2. Kesaksian tentang Perbuatan Allah: Mazmur ini juga menekankan pentingnya bersaksi tentang kebesaran dan perbuatan Tuhan. Pemazmur tidak hanya berdoa dan berharap kepada Tuhan, tetapi juga memberitakan keagungan dan perbuatan Tuhan kepada orang lain (Mazmur 40:10-12). Ini adalah pengingat bagi kita bahwa dalam segala keadaan, kita harus terus menceritakan kebaikan dan kuasa Allah kepada sesama, agar mereka juga dapat merasakan dan mengenal kebesaran-Nya.

3. Pengharapan di Tengah Penderitaan: Meskipun pemazmur berada dalam keadaan sengsara, ia tidak kehilangan harapan. Pengharapan ini tidak didasarkan pada situasi yang dihadapinya, tetapi pada keyakinan bahwa Allah adalah penolong yang setia dan sanggup membalikkan keadaan. Ini adalah pelajaran penting bagi kita, bahwa dalam situasi apa pun, kita harus terus percaya dan berharap kepada Allah, karena Dia adalah satu-satunya yang dapat membebaskan kita dari segala masalah.

4. Perenungan untuk Bangsa: Mazmur ini juga relevan untuk direnungkan secara komunal, terutama dalam konteks kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa. Pemazmur menyatakan bahwa perbuatan Tuhan begitu banyak dan tiada bandingannya (Mazmur 40:6). Ini menjadi pengingat bagi kita, sebagai sebuah bangsa, untuk mengakui dan mensyukuri perbuatan Tuhan yang telah memerdekakan kita. Kita harus terus berdoa agar Tuhan dengan kuasa-Nya mengubah keadaan bangsa kita, memberikan perlindungan, dan memelihara kemerdekaan yang telah diberikan-Nya.

Mazmur ini mengundang kita untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi segala tantangan dan kesulitan hidup. Allah yang telah menolong dan membebaskan kita di masa lalu, pasti akan terus melepaskan kita dari segala masalah yang ada dan yang akan datang. Baik secara pribadi maupun sebagai bangsa, kita diajak untuk selalu mengandalkan Tuhan dan bersaksi tentang kebesaran-Nya kepada orang lain. Dengan demikian, kita hidup dalam pengharapan yang pasti, bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang melepaskan dan memelihara kita dalam segala keadaan.

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 

Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 

Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 

Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu

Studi mu. Toko mu.Usaha mu. Kantor mu, moumu, pelanggannya, 

Rumah mu. Keluarga mu.Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendamlingmu

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati

Share:

Menolak atau Menerima Penderitaan?

Pergumulan dan penderitaan sering kali menjadi ujian besar bagi orang Kristen, bukan hanya karena beratnya beban itu sendiri, tetapi lebih pada bagaimana kita bersikap terhadapnya. Banyak orang yang terjebak dalam sikap mengasihani diri, meratap, atau terus-menerus membandingkan keadaan mereka dengan orang lain. Sikap seperti ini tidak hanya memperparah penderitaan, tetapi juga menjauhkan kita dari tujuan yang lebih besar di balik pengalaman tersebut.

Dalam Mazmur 39, kita melihat bagaimana Daud, di tengah penderitaannya, memilih untuk datang kepada Tuhan. Meskipun pada awalnya ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak berbicara sembarangan (Mazmur 39:2), akhirnya Daud tidak tahan dan membuka keluhannya kepada Tuhan (Mazmur 39:3-5). Melalui proses ini, Daud mendapat pencerahan tentang kehidupan manusia yang fana dan betapa pentingnya berfokus pada Tuhan di tengah segala sesuatu yang tampak sia-sia.

1. Menyadari Kesia-siaan Hidup Tanpa Tuhan: Daud memahami bahwa tanpa Tuhan, kehidupan manusia hanyalah kesia-siaan (Mazmur 39:6-7, 12). Segala hal yang sering kali dianggap penting oleh dunia—seperti kekayaan, ketenaran, atau kekuasaan—tidak berarti apa-apa di hadapan Tuhan. Pengertian ini mengarahkan Daud untuk tidak mencari penghiburan semata-mata dalam kelepasan dari penderitaan, melainkan untuk mencari Tuhan sendiri.

2. Fokus pada Tuhan, Bukan Diri Sendiri: Salah satu bahaya terbesar dalam menghadapi penderitaan adalah terjebak dalam sikap yang salah, di mana fokus kita menjadi diri sendiri dan keinginan untuk segera lepas dari penderitaan. Mazmur 39 mengajarkan kita untuk tetap memusatkan perhatian pada Tuhan, meskipun dalam penderitaan yang paling berat sekalipun. Ini mengingatkan kita bahwa keutamaan hidup bukanlah tentang bagaimana kita menghindari penderitaan, tetapi bagaimana kita tetap setia dan bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan melalui penderitaan tersebut.

3. Penyerahan Diri kepada Tuhan: Mazmur ini juga mengajak kita untuk berserah kepada Tuhan dalam segala keadaan. Kita tidak selalu bisa memahami sepenuhnya mengapa kita harus mengalami penderitaan, tetapi kita dapat mempercayai Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu. Seperti Daud yang datang kepada Tuhan dengan segala keluhannya, kita pun diajak untuk membawa setiap pergumulan kita kepada-Nya dengan sikap yang rendah hati dan berserah penuh.

4. Pengalaman Pribadi dengan Tuhan: Pada akhirnya, penderitaan bisa menjadi sarana bagi kita untuk mengalami Tuhan secara lebih pribadi. Seperti yang dialami oleh Ayub, penderitaan bisa membawa kita kepada pengenalan yang lebih mendalam akan Tuhan. Ayub, setelah melalui penderitaan yang luar biasa, berkata, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau" (Ayub 42:5-6). Penderitaan telah membuka mata rohani Ayub untuk melihat dan mengenal Tuhan secara langsung dan mendalam.

Saat kita dihadapkan dengan penderitaan, kita memiliki pilihan: menolaknya dengan sikap yang salah, atau menerimanya sebagai bagian dari rencana Tuhan untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Fokus kita bukan pada seberapa cepat kita dapat lepas dari penderitaan, tetapi seberapa dalam kita dapat mengenal Tuhan melalui penderitaan itu. Dengan demikian, kita dapat belajar untuk hidup tidak hanya untuk mencari kenyamanan duniawi, tetapi untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan, yang pada akhirnya memberikan kita pengertian dan kekuatan sejati.

Share:

Sikap terhadap Dosa

Di era digital yang semakin maju, dosa sering kali dianggap sebagai masalah yang tidak serius. Media sosial dan kemudahan teknologi memberikan akses cepat ke berbagai kesenangan duniawi, sehingga banyak orang tergoda untuk mengabaikan pentingnya menjaga integritas rohani. Beberapa gereja bahkan telah menghapus pengakuan dosa dari liturgi mereka, seolah-olah dosa hanyalah masalah kecil yang dapat diabaikan. Namun, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang percaya terhadap dosa?

1. Dosa adalah Pelanggaran yang Serius: Mazmur yang ditulis oleh Daud dalam pengakuan dosanya menunjukkan betapa seriusnya dampak dosa. Daud mengakui bahwa dosa mendatangkan murka dan kemarahan Tuhan, yang menekan jiwanya dengan berat (Mazmur 38:2-4). Dosa bukan hanya pelanggaran hukum moral, tetapi juga sebuah tindakan yang menghancurkan hubungan kita dengan Tuhan. Dosa menimbulkan konsekuensi yang buruk, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual (Mazmur 38:5-9). Ketika kita berdosa, kita tidak hanya merusak diri sendiri, tetapi juga relasi dengan orang lain dan Tuhan.

2. Dosa Merusak Kehidupan Secara Keseluruhan: Daud menggambarkan bagaimana dosa telah merusak seluruh aspek kehidupannya—kesehatan, persahabatan, dan kedamaiannya hilang. Dosa bahkan membuatnya menjadi bahan cemoohan bagi musuh-musuhnya (Mazmur 38:12-13, 17). Ini menunjukkan bahwa dosa bukanlah masalah sepele yang bisa kita abaikan. Dosa memiliki dampak yang luas dan dalam, merusak semua yang baik dalam hidup kita. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dosa bukan hanya masalah spiritual, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan kita secara keseluruhan.

3. Dosa Hanya Dapat Diselesaikan oleh Tuhan: Daud menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menangani dosa adalah dengan datang kepada Tuhan. Ia mengakui dosanya dengan jujur dan mencari pengampunan dari Tuhan, bukan dari sumber-sumber lain (Mazmur 38:16). Penyelesaian dosa tidak dapat ditemukan dalam terapi psikologis, pengobatan medis, motivasi diri, atau pengalihan perhatian kepada hal-hal duniawi. Dosa hanya dapat diselesaikan melalui pertobatan yang tulus dan pengampunan dari Tuhan. Daud datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur, penuh ketakutan akan konsekuensi dosa, dan memohon belas kasih Tuhan untuk mengampuni dan menyertai dia (Mazmur 38:11, 14-15, 22-23).

4. Mengambil Sikap yang Benar terhadap Dosa: Sebagai orang percaya, kita harus memiliki sikap yang serius terhadap dosa. Kita tidak boleh menyederhanakan dosa atau mengabaikannya. Sebaliknya, kita harus mengakuinya di hadapan Tuhan dan mencari pengampunan-Nya dengan hati yang tulus. Dosa adalah pelanggaran yang menghancurkan, dan hanya melalui pengampunan Tuhan kita dapat dipulihkan.

Dalam dunia yang semakin memudahkan kita untuk mengabaikan dosa, kita dipanggil untuk tetap sadar akan bahayanya dan bersikap serius terhadapnya. Seperti Daud, kita harus datang kepada Tuhan dengan pengakuan yang tulus, menyadari bahwa hanya Dia yang dapat membersihkan kita dari dosa. Jangan meremehkan dosa, tetapi datanglah kepada Tuhan dengan hati yang penuh penyesalan, berharap kepada-Nya untuk pengampunan dan pemulihan.

Share:

Cara Hidup Orang Percaya

Kehidupan orang percaya di tengah dunia ini memang tidak selalu mudah, terutama ketika kita dihadapkan pada kenyataan pahit dari dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Ketidakadilan, kecurangan, dan berbagai bentuk kejahatan sering kali tampak merajalela, sehingga membuat kita meragukan kebenaran dan keadilan Tuhan. Namun, Pemazmur memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya kita hidup sebagai orang percaya.

1. Menjauhi Kejahatan dan Melakukan Kebaikan: Pemazmur menasihati kita untuk menjauhi kejahatan dan terus melakukan kebaikan karena Tuhan mencintai keadilan (Mazmur 37:27-28). Meskipun kejahatan tampaknya mendominasi, kita harus tetap teguh dalam menjalani hidup yang benar di hadapan Tuhan. Cara hidup kita harus mencerminkan kebijaksanaan, keadilan, dan kecintaan terhadap hukum Tuhan (Mazmur 37:30-31). Dengan kata lain, kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan dunia ini.

2. Percaya pada Keadilan Tuhan: Kita tidak perlu takut atau putus asa ketika melihat orang fasik tampaknya berhasil dan terus melakukan kejahatan. Tuhan tidak akan tinggal diam; Dia akan mengadili setiap perbuatan jahat. Orang fasik mungkin terlihat sukses untuk sementara waktu, tetapi mereka akan lenyap tanpa masa depan (Mazmur 37:35-36, 38). Sebaliknya, orang benar akan terus disertai dan dipelihara oleh Tuhan. Mereka akan mewarisi negeri dan menyaksikan kejatuhan orang fasik (Mazmur 37:29, 34). Ini adalah janji yang memberi kita pengharapan dan keberanian untuk terus hidup dalam kebenaran.

3. Tetap Berpegang pada Firman Tuhan: Dalam menghadapi ketidakadilan, kita dipanggil untuk tetap teguh pada kebenaran firman Tuhan. Tuhan adalah sumber perlindungan dan pertolongan kita, dan Dia tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya. Meskipun dunia ini penuh dengan dosa dan kejahatan, kita harus tetap berani menyatakan kebenaran, bahkan ketika itu sulit atau berisiko. Menjalani hidup yang benar mungkin menantang, tetapi kita tidak melakukannya sendirian; Tuhan selalu bersama kita.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup berbeda dari dunia ini. Ketika kita melihat ketidakadilan dan kecurangan di sekitar kita, tugas kita adalah tetap teguh dalam kebenaran, menjauhi kejahatan, dan terus melakukan kebaikan. Meskipun tantangan hidup ini besar, kita memiliki pengharapan dalam Tuhan yang mencintai keadilan dan akan melenyapkan kefasikan. Hidup benar di hadapan Tuhan bukanlah hal yang sia-sia, tetapi merupakan panggilan yang akan membawa kita kepada warisan yang kekal bersama-Nya.

Share:

Sikap terhadap Kejahatan Orang Fasik

Ketika kita menyaksikan ketidakadilan di dunia, di mana orang jahat tampaknya berhasil dan yang bersalah sering kali dibebaskan, hati kita mungkin dipenuhi dengan rasa kecewa atau bahkan marah. Namun, Mazmur mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil, yang akan mengadili setiap tindakan manusia, baik itu dari orang fasik maupun orang benar.

Mazmur ini menunjukkan bahwa meskipun orang fasik mungkin tampak bangga dengan perbuatan jahatnya, mereka tidak akan lolos dari pengadilan Tuhan. Dalam pengadilan-Nya, Tuhan tidak akan membiarkan kejahatan tak terhukum. Dia mengetahui akhir dari setiap orang fasik dan sudah menyiapkan hukuman yang sesuai untuk mereka (Mazmur 37:12-15).

Tindakan Tuhan bukanlah tindakan yang sewenang-wenang, tetapi penuh dengan keadilan. Tuhan akan menghukum orang fasik karena kecurangan dan kejahatan mereka, sementara orang benar akan dibenarkan dan dilindungi oleh belas kasih-Nya (Mazmur 37:20-26). Dalam segala tindakan-Nya, Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah standar tertinggi dari kebenaran dan keadilan, bukan berdasarkan apa yang kita anggap benar atau salah.

Meski keadilan manusia sering kali tidak memadai dan banyak orang jahat tampaknya lolos dari hukuman, sebagai orang percaya, bagian kita adalah terus hidup dalam kebenaran yang ditetapkan oleh Tuhan. Hidup dalam kebenaran bukanlah hal yang sia-sia. Sebagaimana Tuhan akan mengakhiri kejahatan orang fasik, demikian juga Dia akan memberkati dan menopang orang yang hidup benar di hadapan-Nya.

Tugas kita bukanlah membalas kejahatan atau merasa iri hati terhadap keberhasilan orang fasik, melainkan mempercayakan keadilan kepada Tuhan dan hidup sesuai dengan standar kebenaran-Nya. Dengan demikian, kita akan mengalami berkat dan perlindungan Tuhan dalam kehidupan kita, sementara kejahatan orang fasik akan diakhiri oleh tangan-Nya yang adil.

Share:

Sikap terhadap Kesuksesan Orang Fasik

Mazmur 37:1-11 

Tantangan dalam kehidupan orang percaya terkadang bukan hanya tentang menjalani ketaatan kepada Tuhan, tetapi juga bagaimana merespons ketika melihat orang fasik yang justru mendapatkan kemudahan dan kesuksesan. Situasi ini bisa memunculkan rasa iri hati atau bahkan kemarahan. Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang fasik yang tampaknya berhasil?

Mazmur ini memberikan pengajaran yang sangat kuat dan terdiri atas kumpulan nasihat yang langsung bisa dipahami dan diaplikasikan. Mazmur ini dimulai dengan peringatan tegas: jangan marah dan iri hati kepada orang jahat karena mereka tidak akan bertahan lama (Mazmur 37:1-2). Dari larangan ini, muncul nasihat yang penuh harapan bagi orang percaya.

Sebaliknya, kita harus percaya kepada Tuhan, terus melakukan yang baik, memelihara kesetiaan, dan memercayakan hidup kita kepada-Nya (Mazmur 37:3, 5). Kebahagiaan kita seharusnya ada pada Tuhan, bukan pada kecurangan atau tipu daya; Tuhanlah yang akan memberikan berkat dan membuktikan kebenaran kita (Mazmur 37:4, 6). Bahkan, kita tidak perlu marah terhadap kemakmuran orang fasik yang diperoleh dari penipuan. Kita perlu belajar menenangkan diri karena mereka akan dilenyapkan, sedangkan orang benar akan hidup sejahtera (Mazmur 37:7-11).

Allah tidak menolak kesuksesan, tetapi Ia menolak kehidupan orang fasik itu sendiri. Allah berkenan kepada orang percaya dan akan membelanya karena ia hidup sebagai orang benar. Jadi, fokus kita bukanlah bagaimana kita bisa menjadi lebih sukses daripada orang lain, tetapi bagaimana kita bisa hidup benar di hadapan Tuhan. Orang benar mungkin bukan orang yang paling kaya atau terkenal di dunia ini, tetapi merekalah yang akan mewarisi kerajaan surga.

Ikutilah Tuhan dan ajaran-Nya, bukan supaya kita mendapat berkat dan akhirnya memiliki hidup yang lebih sukses dari orang fasik, bukan juga supaya Tuhan membalaskan perbuatan orang-orang yang membuat kita iri. Kita percaya kepada Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya supaya kita hidup dalam kebenaran, ketenangan, dan kedamaian.

Bagaimana selama ini kita hidup? Ketika makin banyak orang mengaku menjadi kaya karena scam, penipuan online, atau investasi bodong, bagaimana kita bersikap? Jangan biarkan rasa iri dan amarah menguasai hati kita. Fokuslah pada jalan Tuhan dan percayalah bahwa Dia adalah sumber segala kebaikan dan berkat yang sejati.

Doa:
Pagi ini, aku datang kepada-Mu, Tuhan, dan aku memohon berkat-Mu untuk semua orang yang ku kasihi, baik itu orang tua, saudara, jemaat, maupun teman-teman. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kami semua. Semoga berkat-Mu juga melimpah pada rumah tangga kami, anak-anak dan cucu-cucu kami, pekerjaan kami, usaha dan ladang kami, studi kami, serta pelayanan kami. Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami. Yang percaya, katakan AMIN! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Kumandang Tembang Syukur

Kata "tembang" tak terpisah dari eksistensi kembang atau bunga. Dari kembang yang indah inilah lahir tembang, dan kemudian aktivitas menembang yang artinya menyanyi. Ketika orang bernyanyi, sejatinya ia sedang menggemakan nilai-nilai keindahan hingga kesakralan, bak bunga harum mewangi. Hal ini memang metaforis, tetapi begitulah keindahan, keagungan, dan kesucian sebuah tembang atau nyanyian.

Untuk memahami Mazmur, kiranya pemahaman di atas dikedepankan, bahwa Mazmur adalah pustaka tentang tembang-tembang sakral. Dari dalam bagian Mazmur hari ini bergemalah kumandang tembang syukur.

Tembang ini diutarakan Daud dari pengalaman pribadinya yang tentu saja begitu menyentuh hati. Tuhan tidak berdiam diri atas apa yang menimpanya (20-22). Saat banyak orang memusuhi dan mengejeknya, Tuhan hadir sebagai pembela (23). Pembelaan Tuhan datang dari keadilan-Nya (24). Kepada Dia, Sang Pembela inilah, tembang syukur layak dikumandangkan.

Tembang demikian tentu menumbuhkan getaran dalam hati untuk terus mengais keadilan. Getaran demi getaran yang tidak akan bisa dibendung lagi oleh berbagai penindasan, itulah getaran hati yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan, Allah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Adil.

Hati yang demikian tidak takut lagi dengan penghakiman Tuhan. Tidak heran bila Daud pun berani bermazmur, "Hakimilah aku sesuai dengan keadilan-Mu, ya TUHAN Allahku" (24), dan dilanjutkan dengan pujian, "lidahku akan menyebut-nyebut keadilan-Mu, memuji-muji Engkau sepanjang hari" (28).

Dengan berkumandangnya tembang syukur atas keadilan Tuhan, kiranya keadilan terus bertakhta di tempat yang mulia, yaitu lubuk hati kita yang terdalam. Penindasan dalam bentuk apa pun di seluruh pelosok bumi ini bisa sirep, dan iman dalam nama Tuhan akan membuahkan sukacita. Alhasil, setiap generasi, termasuk kita, dapat mengumandangkan keagungan tembang syukur akan kemahakuasaan Tuhan, Sang Pembela orang benar.

Kumandang tembang syukur ini bukan sekadar pujian biasa, tetapi sebuah deklarasi iman yang menegaskan bahwa keadilan dan kasih Tuhan tidak pernah pudar. Ketika kita, sebagai orang percaya, menghayati dan menyuarakan tembang ini, kita turut mengambil bagian dalam penegakan keadilan dan kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan. Dengan demikian, tembang syukur menjadi tidak hanya ungkapan syukur pribadi, tetapi juga panggilan untuk setiap orang yang mendengarnya, agar turut berdiri dalam kebenaran dan keadilan Tuhan.

Share:

Merayakan Keselamatan

Bagaimana kita merayakan keselamatan? Pertama-tama, kita harus mengenalinya terlebih dahulu. Bagi orang yang berwatak egois, keselamatan bisa dianggap sebagai hak istimewa yang eksklusif. Namun, bagi mereka yang memiliki kesadaran yang tinggi, keselamatan selalu disediakan bagi semua orang. Allah yang dihayati adalah Sang Penyelamat yang penuh welas asih bagi segala ciptaan. Inilah keselamatan yang pantas dirayakan.

Gita pujian Daud menggemakan keselamatan. Dari lubuk hatinya yang terdalam, Daud menyerukan Tuhan Sang Penyelamat. Dialah keselamatannya (3), dan ia bersorak-sorai karena keselamatan dari-Nya (9).

Pertanyaannya, keselamatan seperti apa yang dirayakan oleh Daud? Ia menyatakan dirinya selamat karena ia dilepaskan bukan hanya dari kejaran dan fitnah musuh, tetapi juga dari kesengsaraan batin. Ketika kebaikannya dibalas dengan kejahatan (12-16), Tuhan melindungi, menolong, dan melepaskannya. Ini menjadi pengalaman pribadi Daud yang kemudian diungkapkannya.

Namun, bila diperhatikan secara lebih mendalam, Daud sejatinya sedang mewujudkan welas asih yang bersumber dari Tuhan. Ia menyatakan bagaimana dia, yang dikecewakan manusia, adalah yang dikasihi Tuhan. Daud menunjukkan bahwa iman kepada Tuhan yang penuh welas asih tidak akan sia-sia. Itulah yang dirayakan Daud melalui gita pujian dalam mazmurnya yang melegenda.

Perayaan keselamatan dengan cara demikian sangatlah efektif. Inilah perayaan yang terus menggemakan keberanian hamba-Nya, keberanian untuk bernarasi tentang keselamatan yang bersumber dari Tuhan. Inilah keselamatan yang universal, sehingga layak dirayakan oleh semua bangsa di sepanjang zaman.

Sebagai pembaca Mazmur, bagaimana kita merayakan keselamatan? Adakah kita hanya mementingkan keselamatan diri kita sendiri dan kelompok kita saja? Atau, adakah empati dari dalam diri dan welas asih yang menampilkan sosok Tuhan, Sang Penyelamat bagi semua orang?

Perayaan keselamatan sejati mengajak kita untuk tidak hanya bersyukur atas keselamatan yang telah kita terima, tetapi juga untuk berbagi berita baik ini dengan orang lain, dan merayakan bersama-sama dalam kasih yang tulus dan inklusif. Keselamatan bukan hanya milik individu, tetapi milik seluruh umat manusia, dan itulah yang membuatnya layak untuk dirayakan dengan penuh sukacita.

Share:

Mencari Tuhan

Ke mana kita dapat mencari Tuhan? Umumnya, orang akan berkata bahwa Tuhan bertakhta di surga, yang berarti jika kita ingin menemukan Tuhan, kita harus pergi ke surga. Namun, di mana surga itu? Mengapa hingga saat ini belum ada yang mampu menjelajah dan memetakan lokasi surga? Sebenarnya, untuk mencari Tuhan, kita tidak perlu pergi jauh-jauh. Kita hanya perlu membuka firman-Nya yang tertulis, yaitu Alkitab.

Mazmur 34 menyajikan panduan yang menarik bagi orang yang ingin mencari Tuhan. Uniknya, yang menyatakan bahwa ia telah mencari Tuhan adalah Daud, pada saat ia berpura-pura tidak waras (1; lih. 1Sam. 21:13). Menariknya lagi, pencarian dalam kondisi seperti itu justru berhasil. "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku" (5).

Apa sebenarnya rahasia dari keberhasilan itu? Eksistensi Tuhan memang melampaui akal pikiran manusia. Siapa yang menyangka bahwa oleh seseorang yang berpura-pura gila, Tuhan bisa ditemukan? Saat Daud ketakutan oleh karena Raja Akhis, ia dapat memandang siapa dirinya dan memandang kepada Tuhan (6).

Di hadapan Yang Maha Besar, ia tidak bisa memamerkan kekuasaannya ataupun bermegah dengan segala kepunyaannya. Sebaliknya, ia dituntun untuk merendahkan hatinya dan memuji Tuhan (2-3). Ia benar-benar telanjang di hadapan Yang Maha Tinggi.

Sang raja pada hakikatnya tetaplah titah sawantah (manusia biasa). Kesadaran inilah yang membuatnya berseru kepada Tuhan (7). Saat ia tidak berdaya dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya, Daud justru menemukan Tuhan yang hadir untuk menyelamatkannya dan menempatkan malaikat-Nya untuk melindunginya.

Ancaman menjadi kegentaran hebat hingga Daud rela berlaku seperti orang gila, tetapi ini pun tidak menjadi penghalang bagi hamba-Nya untuk mencari dan menemukan Tuhan, Sang Juru Selamat. Pengalaman demikian justru mematangkan Daud dan mengundang kita semua untuk mengecap dan melihat kebaikan Tuhan. Ingat, Dialah Penolong dan Pelindung kita!

Share:

Gita Swara Santi

Gita berarti tembang atau kidung; swara artinya suara atau sabda; santi berarti suci. Maka, gita swara santi adalah suara kidung suci. Istilah ini sangat tepat untuk menggambarkan hakikat Kitab Mazmur.

Mazmur 33 menghadirkan berbagai macam swara. Ada yang berupa sorak-sorai dan puji-pujian (1), ada juga yang berupa permainan kecapi dan gambus (2).

Swara yang terkumpul dalam kitab ini memiliki nilai lebih. Swara ini lahir dari ritual suci, baik dalam upacara kenegaraan maupun untuk keperluan ibadat. Ritual ini disusun dengan cermat, memperhatikan perpaduan swara dari indra ucap manusia dan alat musik (3). Perpaduan ini melahirkan gita swara santi yang kemudian direkam menjadi teks liturgis hingga dikenal sebagai Mazmur, kitab yang berisi puji-pujian.

Inilah sebabnya diperlukan pola pembacaan tertentu untuk mengumandangkan Mazmur. Untuk memahami nuansa dan merasakan suasana dari Kitab Mazmur memang dibutuhkan penghayatan batin.

Di sinilah pentingnya perenungan Kitab Mazmur. Hasil perenungan ini diharapkan dapat menghantar kita untuk bersyukur atas penyelenggaraan Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan. Rasa syukur akan mendorong kita untuk mengangkat puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan Sang Pencipta (4-9).

Dengan cara seperti itu, kita sebagai ciptaan akan terus terhubung dengan Sang Pencipta. Keterhubungan ini sangat diinginkan oleh Tuhan Sang Pencipta. Pemazmur menggambarkan visi ini dengan sangat indah: "mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia" (18). Tidak mengherankan bila pemazmur mengingatkan betapa jiwa kita terus menanti-nantikan Dia; Dialah Sang Penolong dan Pelindung kita.

Kesadaran akan relasi seperti ini sangat penting demi berlangsungnya gita keselamatan. Itulah senandung hidup yang mengagungkan Tuhan. Demikianlah keterhubungan dengan-Nya harus terjalin demi terpeliharanya jiwa dan hidup hingga akhir.

Share:

Akhir yang Membahagiakan

Apa yang paling membahagiakan seseorang? Ada yang merasa bahagia tinggal bersama keluarga yang saling mengasihi dan setia, ada pula yang bahagia memiliki orang tua yang panjang umur dan dikaruniai banyak anak cucu. Kebahagiaan seperti ini lebih besar daripada kekayaan materi.

Yusuf mengalami hal serupa: ia tinggal di Mesir bersama keluarganya, mendapat kesempatan melihat keturunan Efraim sampai generasi ketiga, serta anak-anak Makhir, putra Manasye, dan diberkati dengan umur panjang (22-23). Namun, itu bukan kebahagiaannya utama karena ia tahu, kematiannya sudah dekat (24a).

Apa yang membuat Yusuf benar-benar bahagia pada akhir hidupnya? Meskipun ia hidup lama bersama keluarganya hingga melihat anak, cucu, dan cicitnya, semuanya akan berakhir dengan kematian. Namun, satu hal yang pasti dan tidak berubah meski ia mati adalah "Allah pasti akan memperhatikan kamu [saudara-saudaranya] dan membawa kamu keluar dari negeri ini [Mesir], ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub" (24b).

Oleh karena itu, Yusuf meminta saudara-saudaranya bersumpah bahwa mereka akan membawa tulang-belulangnya saat mereka keluar dari Mesir (25). Yusuf meninggal pada usia 110 tahun, mayatnya diberi rempah-rempah dan disimpan dalam peti mati di Mesir, tetapi tidak dikuburkan di sana sesuai sumpah mereka.

Ada pelajaran berharga dari kehidupan Yusuf yang bisa dijadikan teladan: akhir yang membahagiakan bukan terletak pada kekayaan atau umur panjang, melainkan pada penyertaan dan pemeliharaan Tuhan yang tidak akan berubah. Manusia pada akhirnya akan menghadapi kematian, tetapi janji Tuhan akan selalu abadi.

Apa yang membuat kita bahagia pada akhir hidup kita? Jika kebahagiaan kita masih terletak pada materi, diri sendiri, atau keluarga, maka saat ini kita diingatkan untuk menghidupkan dalam diri kita dan keluarga kita, terutama anak-anak kita, pelajaran tentang janji Tuhan yang tidak akan pernah berubah, dahulu, kini, dan selamanya.

Share:

Kasih yang Tulus

Sering kali kita mendengar: "lain di mulut, lain di hati." Di luar seseorang tampak ramah, sementara di dalam hatinya tersimpan kekesalan. Ibarat orang bertopeng, orang itu tidak sungguh-sungguh mengasihi. Kasih diberikan kepada orang tertentu saja, sementara kebohongan dan kemunafikan ditumpahkan kepada yang lain.

Saudara-saudara Yusuf berpikir kalau-kalau kasih Yusuf tidak tulus. Pikiran ini muncul setelah kematian Yakub (15). Kecurigaan, ketakutan, dan bahkan kesediaan untuk menjadi budak saudara sendiri menghantui mereka akibat kejahatan masa silam. Ada kesan seolah-olah kasih dapat berubah dalam sekejap akibat kejahatan, seolah-olah pemberian sebelumnya hanya sebuah topeng kebaikan karena sang ayah masih hidup. Akibatnya, kasih dicurigai, ditakuti, dan dihindari (16-18).

Ini juga dirasakan oleh seorang sipir penjara yang menjaga Nelson Mandela, yang dipenjara oleh lawan politiknya. Selama 27 tahun di penjara, ia sering menyiksa Mandela. Situasi berbalik ketika Mandela menjadi presiden Afrika Selatan dan ia dipanggil ke hadapan Mandela. Sipir itu sangat ketakutan, mengira bahwa Mandela akan membalas, menyiksa, dan memenjarakannya. Namun, Mandela malah merangkulnya dan berkata: "Hal pertama yang kulakukan ketika menjadi presiden adalah memaafkanmu."

Kasih tulus Yusuf tidak berubah. Ia bahkan menyatakan bahwa dirinya bukan pengganti Allah (19). Ia mengakui kejahatan saudara-saudaranya besar, tetapi ia juga mengakui bahwa semua yang terjadi pada masa lalu dirancang Allah untuk mendatangkan kebaikan pada masa kini, yaitu untuk memelihara hidup bangsa yang besar. Ia bahkan menjamin keberlangsungan hidup keluarga mereka (20-21).

Kasih yang tulus tidak mudah dipengaruhi atau dihilangkan oleh kondisi dan situasi apa pun. Allah adalah kasih, dan kasihlah yang diperintahkan untuk selalu ada dalam hidup orang-orang milik-Nya. Seperti Yusuf, semoga kasih kita tetap ada di dalam mulut maupun hati, pada masa lalu dan masa kini.

Share:

Kasih kepada Orang Tua

Orang tua adalah sosok penting bagi anak-anaknya. Mereka merawat, menjaga, mendidik, dan memenuhi segala kebutuhan anak dengan yang terbaik. Namun, mereka akan menua dan suatu hari nanti akan kembali kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, kewajiban anak-anak bukan hanya membahagiakan orang tua saat mereka hidup, tetapi juga mengurus kematian mereka dengan sepatutnya.

Kita melihat bagaimana Yusuf menyatakan kasih kepada orang tuanya. Pertama, ia menunjukkan kasih sayang dengan merebahkan dirinya, menangisi, dan mencium ayahnya (50:1).

Kemudian, ia menjalankan proses pengawetan jenazah ayahnya selama 40 hari dan berkabung selama 70 hari (50:2-3). Ia juga meminta dan mendapatkan izin dari raja untuk menguburkan jenazah ayahnya sesuai pesan terakhirnya (49:29-32, 50:4-6).

Terakhir, ia membawa jenazah ayahnya untuk dimakamkan di tanah Kanaan, di dalam gua di ladang Makhpela, meskipun lokasinya jauh (50:7-10, 12-13). Ia melakukannya bersama saudara-saudaranya dan seisi rumah ayahnya.

Apakah kita masih melihat kasih kepada orang tua dalam diri anak-anak zaman sekarang? Bagaimana dengan berita tentang anak-anak yang menelantarkan, bahkan melukai dan membunuh orang tua mereka? Masih adakah kasih kita kepada orang tua? Atau, apakah kasih kita penuh dengan kepura-puraan?

Kita dapat mengikuti teladan Yusuf yang mengasihi ayahnya dengan tulus. Sikapnya bukan sekadar luapan emosi atau kepura-puraan untuk mendapatkan simpati dan empati dari keluarga, pejabat istana, dan raja. Ia rela berkorban untuk mewujudkan kasih kepada ayahnya. Akibatnya, ia pun mendapat kasih dari banyak orang.

Kita harus mewujudkan kasih kepada orang tua kita dengan tulus, bukan sekadar kewajiban atau untuk mendapatkan simpati. Kasih kepada orang tua adalah hukum Allah yang kelima, dengan janji kehidupan yang panjang di tanah yang Tuhan berikan (Kel. 20:12). Kasih inilah yang seharusnya mengisi hidup kita dan membahagiakan orang tua kita.

Share:

Berkat, Teguran, dan Kutukan Masa Depan

Menjelang akhir hidupnya, Yakub memberikan berkat kepada setiap anaknya.

Sebagai seorang ayah yang bijaksana, Yakub memberkati anak-anaknya berdasarkan karakter dan perbuatan masing-masing, bukan berdasarkan kebencian, kemarahan, atau sikap pilih kasih. Dengan tulus, ia memanggil mereka, mengumpulkan mereka, dan menyampaikan proyeksi masa depan mereka satu per satu.

Pertama-tama, Ruben, Simeon, Lewi, dan Isakhar menerima teguran dan kutukan karena perilaku buruk mereka. Ruben kehilangan hak kesulungan (3-4), Simeon dan Lewi kehilangan tanah mereka (5-7). Isakhar diberkati sebagai pekerja keras, tetapi ia juga mendapatkan peringatan mengenai kemalasannya, yang akan mengakibatkan penderitaan karena perbudakan (14-15).

Kemudian, Yehuda, Zebulon, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin menerima berkat karena karakter mereka yang baik. Yehuda akan dipuji, memperoleh kemenangan dan kedudukan, bahkan Mesias akan datang melalui keturunannya (8-12). Zebulon akan diberkati sebagai saudagar (13), Dan akan mengadili bangsa-bangsa (16-18), Gad akan berhasil mengatasi serangan dalam hidupnya (19), Asyer akan hidup dalam kenikmatan dengan makanan mewah (20), Naftali akan tinggal di tanah yang sangat produktif (21). Yusuf, yang mengalami banyak kesengsaraan namun tetap optimis karena Tuhan menyertainya, akan menjadi berkat bagi banyak orang (22-26). Terakhir, Benyamin akan memperoleh keuntungan (27).

Orang yang memiliki karakter buruk dan berbuat jahat akan menerima teguran dan kutukan untuk masa depannya. Sebaliknya, orang yang memiliki karakter baik akan dihormati, diberi kemenangan dan kedudukan, mampu mengatasi berbagai masalah, dan terpenuhi segala kebutuhannya. Dari hidupnya yang diberkati, ia akan menjadi berkat bagi orang lain.

Mari kita doakan setiap orang Kristen yang terkasih dalam Kristus, termasuk orang tua dan anak-anak kita, agar dengan karakter dan perbuatan yang sejalan dengan kehendak Allah, kita dapat memiliki masa depan yang penuh berkat.

Share:

Indahnya Kehidupan Orang Beriman

Allah yang setia pasti menunjukkan kesetiaan-Nya kepada orang yang takut akan Dia. Hal ini dapat kita lihat dalam pemeliharaan-Nya terhadap Yakub.

Yakub, yang telah pergi ke Mesir, hidup selama 17 tahun di tanah Gosyen hingga mencapai usia 147 tahun (27-28). Ketika ajalnya mendekat, Yakub meminta Yusuf untuk bersumpah bahwa ia akan dibawa keluar dari Mesir dan dikuburkan di kuburan nenek moyangnya (29-30). Yusuf pun menyanggupi dan bersumpah seperti yang diminta Yakub (30-31).

Ketika penulis menyebutkan detail yang tampaknya sepele, sebenarnya ada hal penting yang ingin ditekankan. Mengapa dikatakan bahwa Yakub hidup di Mesir selama 17 tahun? Angka ini mengingatkan kita akan usia Yusuf ketika ia dijual ke Mesir (lih. Kej. 37). Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa Yusuf hidup bersama Yakub selama 17 tahun, dan sekarang Yakub hidup bersama Yusuf selama 17 tahun.

Ini menunjukkan anugerah Allah yang luar biasa bagi Yakub, yang kebahagiaannya adalah hidup bersama anak yang paling dikasihinya.

Selanjutnya, kita melihat bahwa Yakub tetap sangat beriman sampai akhir hidupnya. Ia meminta Yusuf bersumpah untuk menguburkannya di tempat Abraham dan Ishak dikuburkan di Kanaan. Ini menunjukkan bahwa Yakub benar-benar percaya bahwa keturunannya nanti pasti akan tinggal di Kanaan seperti yang telah Allah janjikan.

Keindahan kehidupan kita sebagai orang beriman bukan dilihat dari harta atau pencapaian kita, tetapi yang terutama adalah pemeliharaan Allah dalam hidup kita. Kisah yang sangat indah di akhir hidup Yakub ini menekankan betapa indahnya kehidupan orang beriman ketika menjalani hidup dengan iman sampai akhir.

Semoga dengan berpegang pada janji Allah, kita pun semakin memahami dan merasakan kesetiaan Allah dalam hidup kita. Semoga kita juga tetap dan bahkan semakin beriman hingga akhir hidup kita sehingga kita bisa menjadi kesaksian akan pemeliharaan-Nya bagi semua orang di sekitar kita.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.