Setelah menggambarkan secara umum ancaman yang menghimpit hatinya, Daud kemudian fokus pada seorang pengkhianat yang misterius. Nama orang ini tidak disebutkan, tetapi dia dulu adalah sahabat dekat dan orang kepercayaan Daud (14). Mereka sering beribadah bersama (15). Namun, tiba-tiba orang tersebut mengkhianati Daud secara diam-diam. Daud terluka oleh kata-kata orang itu yang penuh kemunafikan: lembut di luar namun mematikan di dalam (21-22).
Bagaimana reaksi Daud terhadap pengkhianatan ini? Sebagai seorang ahli strategi dan pahlawan perang, Daud sebenarnya bisa saja membalas dengan mudah. Namun, dia memilih untuk berseru kepada Allah, percaya bahwa Allah akan mendengarnya (17-18).
Daud mengajak kita untuk mengikuti teladannya. Jika kita dikhianati oleh seseorang yang dekat dengan kita, serahkanlah rasa marah dan kekhawatiran kita kepada Tuhan (23).
Secara alami, ketika kita disakiti oleh seseorang, respons kita adalah keinginan untuk membalas. Kita merasa ada dorongan untuk membalas, cepat atau lambat. Dunia mengajarkan bahwa "Balas dendam paling nikmat disajikan dingin." Namun, mazmur ini mengajarkan kepada kita pelajaran penting: ketika disakiti, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Kita harus mengalahkan dorongan alami untuk membalas.
Ada kalanya pengkhianatan diizinkan oleh Allah agar kita dapat lebih memahami karya salib Kristus. Pikirkan ini: jika sepanjang hidup kita tidak pernah dikhianati oleh orang dekat, bagaimana kita bisa benar-benar memahami penderitaan Kristus? Dia, yang dikhianati oleh murid-Nya sendiri dengan sebuah ciuman, menyerahkan pengkhianat itu kepada Bapa-Nya. Dia tidak membalas.
Yang kita butuhkan ketika disakiti adalah penghiburan, bukan pembalasan. Berdoalah meminta penghiburan dari Allah. Dia, yang pernah dikhianati, memahami rasa sakit kita. Damai sejahtera dari Yesus Kristus menyertai Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar