September 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Jatuh Mati karena Khotbah Panjang

Mendengar cerita tentang seseorang yang tertidur dan mati akibat khotbah panjang dari Paulus mungkin terdengar seperti humor yang menghibur bagi para pengkhotbah (7-12). Tak mengapa jika ada yang tertidur saat mendengar khotbah, karena hal ini pun terjadi pada Paulus. Eutikhus, seorang pemuda, benar-benar tak mampu menahan kantuknya, lalu jatuh dari lantai tiga dan meninggal (9). Tindakan Paulus yang merebahkan tubuhnya di atas Eutikhus untuk menyembuhkannya mengingatkan kita pada penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Elia (bdk. 1Raj. 17:21).

Kisah ini memberi gambaran tentang pertemuan gereja mula-mula. Pertemuan pada Minggu malam biasanya diadakan di rumah-rumah jemaat dan berlangsung hingga larut malam, sering kali diiringi diskusi dan perjamuan. Suasana yang tercipta adalah kehangatan, persahabatan, humor, dan bahkan mukjizat penyembuhan.

Pertanyaan yang menarik saat ini adalah: apakah gereja masih memiliki daya tarik bagi generasi muda? Dengan segala keterbatasan sumber daya yang mungkin dimiliki gereja mula-mula, mereka tetap mampu membangun komunitas yang dinamis, mengadakan pertemuan di rumah-rumah dengan Paulus atau tokoh-tokoh lain sebagai pengajar. Mereka menjadi pusat kehidupan yang nyata bagi gereja awal.

Di zaman modern, banyak upaya dilakukan untuk membangun komunitas di "ruang ketiga" seperti kafe, mal, atau restoran. Ada kecenderungan bahwa gereja mungkin dianggap kurang cocok sebagai tempat untuk membahas berbagai isu kehidupan masyarakat. Pertanyaannya, mungkinkah gereja dianggap tidak relevan dalam membicarakan hal-hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari?

Misi Paulus terasa sangat nyata dalam kehidupan gereja rumah, ruang pertama bagi jemaat. Di sana ada perjamuan, persahabatan, bahkan kejadian-kejadian luar biasa seperti Eutikhus yang tertidur sampai mati dan disembuhkan. Namun, tak seorang pun meragukan relevansi gereja mula-mula yang begitu hidup di tengah umat.

Mungkin ini adalah humor Alkitab bagi kita. Saat ini banyak orang tertidur di gereja, tetapi sedikit yang disembuhkan. Mungkinkah kita bisa menghidupkan kembali visi gereja rumah seperti yang dipraktikkan oleh Paulus?

Share:

Berkontribusi secara Positif

Paulus kembali dituduh menimbulkan masalah. Kali ini, kelompok yang dipimpin oleh Demetrius, seorang pengusaha besar industri perak yang memproduksi patung untuk kuil Artemis, merasa terancam (23-29). Ajaran Paulus dianggap mengancam bisnis kuil Artemis yang sangat menguntungkan.

Efesus adalah pusat utama penyembahan kepada dewi Artemis (35). Artemis dianggap sebagai pelindung kota, dan jika kuilnya terancam, penduduk percaya bencana dapat menimpa mereka. Ketakutan ini menjadi pendorong kuat bagi massa untuk melawan Paulus.

Pengaruh ajaran Paulus begitu besar hingga memicu kekacauan dan demonstrasi besar-besaran di Gedung Kesenian kota (29-32). Di tengah kekacauan, seorang bernama Aleksander didorong oleh orang-orang Yahudi ke tengah kerumunan untuk memberikan penjelasan (33). Namun, tidak jelas apakah tugasnya adalah untuk menjauhkan sinagoge dari keterlibatan dengan Paulus atau mencoba menjelaskan bahwa Paulus dan pengikutnya berada di bawah perlindungan hukum Roma. Bagaimanapun, keributan terus berlangsung, dengan massa berteriak-teriak selama dua jam (34).

Di tengah kekacauan ini, seorang wakil pemerintah datang untuk menenangkan massa dan menegaskan bahwa Paulus dan murid-muridnya tidak melanggar hukum (35-41). Dengan demikian, Paulus terbebas dari tuduhan penistaan agama dan pemberontakan. Kisah ini menunjukkan pengaruh ajaran Paulus yang terus meluas dan diakui oleh masyarakat luas.

Setiap kali pengikut Yesus memberikan kontribusi besar melalui pewartaan Injil, selalu ada risiko terjadi konflik dengan berbagai kepentingan bisnis atau kekuasaan. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, hal tersebut bisa memicu persekusi atau penganiayaan. Lukas menegaskan bahwa Paulus dan para pengikut Yesus bukanlah pemberontak. Selama umat Kristen terus mewartakan Injil, perlindungan Tuhan akan senantiasa menyertai mereka.

Di masa kini, mampukah umat Kristen di Indonesia tetap konsisten dalam mewartakan Injil dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat luas?

Share:

Jangan Mempermainkan Kuasa Allah!

Sepanjang sejarah kekristenan, memanfaatkan nama Yesus demi keuntungan pribadi atau finansial bukanlah hal yang baru. Bahkan di negara-negara mayoritas Kristen, nama Yesus sering digunakan sebagai alat untuk merebut kekuasaan.

Ketika melihat bagaimana Paulus menggunakan nama Yesus untuk melakukan keajaiban, seperti kesembuhan dan pengusiran setan (lih. 19:12), beberapa eksorsis Yahudi, termasuk tujuh anak Imam Besar Skewa, mencoba meniru metode tersebut (14). Namun, upaya mereka berakhir tragis. Orang yang kerasukan setan justru menyerang anak-anak Skewa, membuat mereka lari keluar dalam keadaan telanjang (16). Bermain dengan kekuatan spiritual memang berbahaya, apalagi jika kekuatan tersebut adalah kuasa sejati dan nyata. Bahkan Iblis bersaksi, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu siapa?" (15). Meski mereka mempermainkan nama Yesus, ironisnya, nama Yesus justru semakin dikenal (17).

Permainan kekuasaan, politik, dan uang atas nama agama adalah fenomena yang sudah ada sejak zaman dahulu. Umat Kristen di Indonesia juga tidak lepas dari praktik-praktik semacam ini, terutama karena agama dan simbol-simbolnya sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Lebih jauh lagi, kehadiran platform media sosial yang dilengkapi dengan AI (Kecerdasan Buatan) menghadirkan tantangan baru. Dengan mengenali pola konsumsi berita penggunanya, platform ini dapat menyebarkan berita-berita yang relevan dengan preferensi individu, menyebabkan polarisasi dan adu pendapat di masyarakat. Isu-isu yang mengatasnamakan agama bisa terpolarisasi dengan cepat melalui cara ini. Dengan demikian, "setan" di zaman modern merusak individu bahkan negara melalui cara-cara yang lebih canggih.

Oleh karena itu, menghayati dan menghormati nama Yesus seperti yang dilakukan Paulus menjadi sangat penting di zaman kita. Apakah kita memandang nama Yesus hanya sebagai sarana untuk meraih keuntungan pribadi? Hati-hatilah dalam bermain dengan kuasa Allah, karena kuasa-Nya sanggup menundukkan setan demi memberikan kesaksian bagi kemuliaan-Nya!

Share:

Kebangunan Iman dan Kesatuan Tubuh Kristus

Pengikut Yohanes Pembaptis bukanlah orang-orang yang tidak beriman. Mereka menerima baptisan Yohanes dan mengikuti tradisi perjanjian pengampunan dosa sebagaimana yang dipahami oleh banyak orang Yahudi pada masa itu. Namun, iman adalah sesuatu yang dinamis. Meski benar bahwa baptisan Yohanes merupakan bagian dari rencana Allah (3-4), karya Allah tidak berhenti di sana. Ketika murid-murid dibaptis dalam nama Yesus, Roh Kudus turun atas mereka, yang kemudian membawa kebangkitan iman di antara para murid di Efesus (5-6).

Para pengikut Yohanes Pembaptis sudah familiar dengan karya Allah melalui nenek moyang mereka, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub. Komunitas Yahudi diaspora ini secara rutin berkumpul di sinagoge, merindukan kedatangan kerajaan Allah melalui keturunan Daud, kerajaan yang tidak berasal dari dunia ini. Dengan kedatangan Yesus, realitas Kerajaan Allah telah digenapi. Pelayanan Paulus kepada murid-murid Yohanes di Efesus ini memperkuat penghayatan iman mereka, menuntun mereka kepada cinta kasih Kristus.

Pada zaman ini, gereja-gereja Protestan sering terlibat dalam perselisihan. Banyak perdebatan modern berfokus pada istilah seperti "baptisan Roh Kudus" atau "fenomena bahasa Roh." Namun, masalah yang dihadapi Paulus dan gereja mula-mula jauh berbeda. Pada abad pertama, komunitas Yahudi sendiri sudah terbagi menjadi beberapa aliran, tetapi Paulus dengan gigih mendorong kebangunan iman dan kasih dalam Yesus, melampaui batasan kelompok, suku, etnis, dan bangsa.

Apakah ini mungkin adalah inti dari iman dalam Kristus? Paulus sungguh-sungguh percaya bahwa cinta kasih Yesus begitu kuat, mampu menyatukan berbagai kelompok dan etnis, bukan memecah belah seperti yang kadang dilakukan oleh para ahli agama.

Ironisnya, banyak perdebatan mengenai bahasa Roh dan baptisan Roh Kudus kini justru menjadi penyebab perpecahan dalam gereja, bukan sarana untuk membangun iman dan membawa kesembuhan. Paulus, di sisi lain, berjuang demi pemulihan—bukan hanya pemulihan fisik individu, tetapi juga iman dan kesatuan tubuh Kristus.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 29 September 2024

Share:

Komunitas Orang-orang yang Mengasihi Tuhan

Melalui kisah ini, Lukas memberikan gambaran tentang peran penting beberapa individu dalam kehidupan Apolos. Apolos dikenal sebagai seorang yang sangat mahir dalam Kitab Suci (24), ia mengajarkan tentang Yesus dan mengenal baptisan Yohanes (25). Namun, Apolos bukanlah hasil pelayanan dari Petrus, Paulus, atau tradisi kerasulan sebagaimana yang dipahami Lukas.

Injil telah tersebar hingga ke Aleksandria, Mesir, dan berbagai tempat lainnya. Salah satu orang yang terpengaruh oleh penyebaran Injil tersebut adalah Apolos, seorang Yahudi yang terkenal. Tuhan sungguh bekerja melalui komunitas orang percaya, membangkitkan sosok seperti Apolos yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengajar, dan dengan itu memperkaya iman banyak orang percaya.

Dalam kisah ini, Apolos justru menerima pengajaran lebih mendalam tentang Jalan Tuhan dari pasangan Priskila dan Akwila (26), yang merupakan rekan sekerja Paulus dan tinggal di Efesus. Biasanya, kita mungkin mengharapkan pengajaran Injil yang mendalam datang dari para rasul atau tokoh besar. Namun, dalam kisah yang ditulis Lukas, justru komunitas orang biasa, yang namanya jarang disebut, memberikan kontribusi besar dalam kehidupan Apolos. Dalam Surat Korintus, tampak bahwa Apolos memberikan pengaruh besar dalam pelayanan bersama Paulus di Korintus dan memiliki cukup banyak pengikut (lih. 1 Kor 3:4-6).

Kita sering kali tidak sepenuhnya menyadari bagaimana Allah bekerja melalui komunitas orang-orang yang mengasihi Tuhan. Banyak kesaksian pertobatan yang muncul bukan dari perdebatan atau diskusi mengenai kebenaran doktrinal, melainkan melalui persahabatan dan hubungan dalam komunitas orang percaya. Dengan jelas, jalan keselamatan Tuhan tidak bisa dipisahkan dari hubungan yang terjalin di dalam keluarga Allah.

Banyak yang berpendapat bahwa generasi muda masa kini mendambakan komunitas di mana mereka bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan jujur. Mungkinkah kita dapat membangun komunitas seperti itu, di mana iman dan kerohanian dapat berkembang dengan subur? Apolos memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan Priskila dan Akwila dalam komunitas yang demikian. Iman tumbuh dengan baik di tengah-tengah komunitas yang hidup dalam penyembahan kepada Yesus, Sang Kristus!

Pagi ini, kami mohonkan berkat dari Tuhan untuk Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Semoga berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir di dalam hidup kita semua.

Kami juga berdoa agar rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah dan ladang, perusahaan, studi, toko, usaha, kantor, serta hubungan bisnis semuanya diberkati. Kiranya Tuhan juga memberkati setiap pelanggan, rumah, keluarga, pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendampingmu.

Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa agar berkat-Nya melimpah dalam hidup kami. Bagi yang percaya, katakanlah AMIN! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Komitmen pada Misi, Jiwa yang Gereget

Dalam Kisah Para Rasul 18:18-23, kita melihat Paulus terus melanjutkan misinya dengan penuh komitmen. Salah satu tindakan simbolis yang dilakukan Paulus adalah mencukur rambutnya di Kengkrea karena nazar yang diambilnya (ayat 18). Meskipun Lukas tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai nazar tersebut, tindakan ini menunjukkan dedikasi Paulus kepada Taurat dan keimanannya. Nazar adalah sumpah khusus yang diatur dalam hukum Taurat, seperti yang dijelaskan dalam Bilangan 6:1-21, di mana seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan.

Tindakan mencukur rambut sebagai bagian dari nazar menandakan bahwa Paulus berkomitmen tidak hanya kepada misinya dalam memberitakan Injil, tetapi juga kepada tradisi keagamaan yang dia jalani. Ini menunjukkan bahwa meskipun Paulus sering dituduh menentang Taurat, dia tetap mematuhi aturan-aturan dalam konteks tertentu. Bahkan di tengah-tengah penganiayaan dan kesulitan yang dia hadapi, Paulus terus setia kepada misinya sebagai rasul Yesus Kristus, dan ini tercermin dalam tindakannya sebagai seorang yang sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.

Dalam hal ini, Paulus menampilkan kualitas yang dalam dunia pendidikan modern dikenal sebagai grit atau gereget—yakni kegigihan dan gairah yang kuat dalam mengejar tujuan jangka panjang. Menurut penelitian psikologi pendidikan, grit adalah faktor penentu keberhasilan yang lebih signifikan daripada kecerdasan intelektual (IQ). Orang yang memiliki grit memiliki daya juang yang tinggi, mampu bertahan dalam menghadapi tantangan, dan memiliki dedikasi kuat terhadap apa yang mereka yakini.

Paulus adalah sosok yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, dididik oleh Gamaliel, seorang pemimpin Farisi yang terkenal. Namun, yang membuat misinya sukses bukan hanya kecerdasannya, melainkan ketekunannya, dedikasinya, dan semangat juangnya. Bahkan ketika menghadapi persekusi, ancaman, atau tantangan, Paulus tidak mundur, tetapi justru semakin kuat dalam panggilan hidupnya.

Kita mungkin tidak menerima panggilan misi seperti Paulus, tetapi kita semua memiliki panggilan dalam hidup kita—baik itu dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan, atau kehidupan sehari-hari. Terkadang kita berfokus pada kecerdasan atau keterampilan sebagai faktor penentu keberhasilan, namun kisah Paulus mengingatkan kita bahwa komitmen, ketekunan, dan iman adalah kunci dalam mencapai tujuan. Grit atau gereget dalam iman kita kepada Tuhan juga memungkinkan kita untuk bertahan di tengah tantangan dan terus berjalan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu ada dalam tangan-Nya.

Mari kita belajar dari Paulus, yang tidak hanya mengandalkan intelektualitas, tetapi juga berpegang teguh pada panggilannya dengan penuh kesetiaan dan komitmen kepada Tuhan. Dalam segala hal yang kita lakukan, marilah kita berjuang dengan gereget yang sama, sambil mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatan kita.

Semoga berkat dari Tuhan Yesus mengalir melimpah bagi kita semua, membawa kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam setiap aspek kehidupan. Kiranya Tuhan memberkati setiap keluarga, anak-anak, dan cucu-cucu kita. Diberkatilah pekerjaan kita, usaha kita, studi kita, sawah dan ladang kita, serta semua yang kita kerjakan. Semoga Tuhan memberkati setiap pelayanan, gereja, tempat usaha, dan masa depan kita. 

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat dan anugerah-Nya memenuhi hidup kita dengan kasih, kekuatan, dan kedamaian yang sempurna. Yang percaya katakan, **AMIN!**

Tuhan Yesus memberkati! 🙏✨

Share:

Beriman Seperti Paulus

Kisah pelayanan Paulus di Korintus yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 18:1-17 memberikan kita gambaran tentang iman yang teguh meskipun menghadapi tantangan besar. Dalam pelayanannya, Paulus memenangkan banyak hati untuk Kristus, termasuk tokoh-tokoh masyarakat penting seperti Krispus, kepala sinagoge, dan pasangan pengrajin, Priskila dan Akwila.

Namun, pelayanan Paulus juga menimbulkan persekusi dari kelompok-kelompok fundamentalis Yahudi yang menolak keras pesan Paulus bahwa "Yesuslah Mesias" (5). Mereka menuduh Paulus melanggar Taurat dan membawa dia ke pengadilan Romawi dengan tuduhan mengajarkan agama yang melawan hukum Yahudi (13). Padahal, baik Paulus, Yesus, maupun orang-orang yang mempersekusi Paulus adalah sama-sama orang Yahudi.

Dalam situasi ini, Galio, gubernur Romawi di Akhaya, menolak tuduhan tersebut dan melihatnya sebagai konflik internal agama Yahudi. Gagal mengkriminalkan Paulus, kelompok fundamentalis yang marah memukuli Sostenes, kepala sinagoge, di depan pengadilan (17). Namun, Paulus tetap berdiri teguh dalam imannya dan terus melayani Tuhan meskipun menghadapi ancaman persekusi.

Pelajaran dari kisah Paulus mengingatkan kita akan tantangan yang bisa datang dari dalam maupun luar komunitas kita ketika kita setia kepada Kristus. Seperti Dietrich Bonhoeffer, yang melawan rezim Nazi di Jerman yang mayoritas Kristen, kesetiaan kepada kebenaran iman bisa membuat seseorang berhadapan dengan kekuatan yang tampaknya tak terhindarkan, bahkan dari mereka yang mengaku beriman.

Menghadapi tantangan ini, Paulus tetap teguh dan tidak gentar. Imannya tidak didasarkan pada popularitas atau penerimaan sosial, melainkan pada keyakinannya yang kuat bahwa Yesus adalah Mesias dan bahwa pelayanannya adalah untuk memuliakan Allah, bukan untuk menyenangkan manusia.

Pertanyaan untuk kita adalah, sanggupkah kita beriman seperti Paulus? Dapatkah kita tetap setia pada Kristus, bahkan jika kesetiaan itu membuat kita ditolak, dihujat, atau dianggap sesat oleh dunia, atau bahkan oleh orang-orang yang mengaku beriman tetapi tidak memahami kebenaran Injil?

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi yang indah ini, marilah kita memohon berkat Tuhan bagi kita semua. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita.

Berkat Tuhan juga kiranya menyertai rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, dan pelayanan kita. Semoga setiap aspek kehidupan kita diberkati, baik itu sawah, ladang, toko, perusahaan, maupun kantor.

Kita juga memohon berkat Tuhan atas gereja dan semua orang yang melayani di dalamnya. Semoga Tuhan menyertai kita dalam segala hal yang kita kerjakan, dan memberikan kita kekuatan untuk terus memberitakan Injil.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Terlalu Bersahabat dengan Budaya?

Dalam Kisah Para Rasul 17:16-34, kita melihat kisah Paulus di Atena, pusat intelektual Yunani. Di tempat yang penuh dengan patung berhala dan dipenuhi filsafat Epikuros dan Stoa, Paulus tidak langsung mengutuk atau melawan budaya setempat, tetapi ia memilih untuk membahasakan Injil dengan cara yang dapat dipahami oleh masyarakat Atena.

Walaupun ia merasa terganggu dengan banyaknya patung berhala, Paulus dengan bijak menggunakan "Allah yang tidak dikenal" sebagai titik masuk untuk memperkenalkan Injil (ayat 23). Ini menunjukkan kemampuannya sebagai "pembaca budaya" yang ulung. Paulus menyadari bahwa dalam setiap budaya, ada kerinduan yang dalam akan sesuatu yang lebih besar, yang dalam kasus ini ia kaitkan dengan kerinduan akan Allah yang sejati.

Namun, bagi sebagian orang Kristen, cara Paulus ini mungkin terasa terlalu akrab dengan budaya yang dipenuhi berhala. Mereka bisa merasa risih melihat bagaimana Paulus mengutip pujangga Yunani dan menggunakan bahasa filsafat populer pada zamannya. Tetapi, yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa Paulus memahami bahwa meskipun ada elemen-elemen dalam budaya Yunani yang berlawanan dengan iman Kristen, di dalamnya masih terdapat titik-titik kebenaran yang bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan Injil.

Paulus mengutip salah satu pujangga Yunani, Aratus, ketika ia mengatakan, "Sebab kita ini keturunan-Nya juga" (ayat 28). Dengan cara ini, Paulus menarik hubungan antara pandangan filsafat populer dengan kebenaran penciptaan manusia oleh Allah. Ini adalah bentuk kontekstualisasi, di mana ia menerjemahkan pesan Injil ke dalam bahasa dan konsep yang dapat diterima oleh pendengarnya.

Banyak dari kita mungkin tergoda untuk menarik garis tegas antara iman dan budaya, tetapi Paulus menunjukkan bahwa tidak semua dalam budaya harus ditolak mentah-mentah. Justru, di dalam setiap budaya, ada ruang yang bisa dijadikan wadah untuk menyampaikan pesan Injil. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak langsung menolak budaya sekuler atau berbeda, tetapi belajar mengenali titik-titik persinggungan di mana kita bisa memperkenalkan kebenaran Allah.

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi ini, mari kita mohonkan berkat Tuhan untuk setiap orang yang kita kasihi. Kiranya Tuhan mengalirkan berkat-Nya atas kita semua: kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Berkat Tuhan juga kiranya tercurah atas rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, serta pelayanan kita. Baik itu di sawah, ladang, toko, kantor, maupun perusahaan, biarlah Tuhan menyertai dan memberkati. Tuhan juga memberkati gereja dan semua yang terlibat di dalamnya, serta kehidupan kita sehari-hari.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat melimpah dalam hidup kita. Amin!

Share:

Tetap Mengabarkan Injil

Setiap hari kita disuguhkan berbagai berita dari segala penjuru dunia—viral, menarik, atau mengejutkan. Namun, semuanya bersifat sementara dan cepat berlalu. Berbeda dengan berita Injil yang selalu segar dan relevan. Dari masa ke masa, kabar Injil selalu membawa pembaruan dan tidak pernah ketinggalan zaman. Injil menawarkan keselamatan dan pengharapan yang abadi, melampaui waktu dan situasi apa pun.

Rasul Paulus adalah contoh nyata bagaimana Injil selalu diberitakan tanpa mengenal lelah dan tanpa takut akan tantangan. Setelah menghadapi penganiayaan di Filipi, Paulus tetap melanjutkan misinya ke Tesalonika, meski jaraknya cukup jauh, sekitar 150 km. Setibanya di sana, ia segera menuju sinagoge dan mulai mengajarkan tentang Yesus sebagai Mesias. Ia menekankan bahwa Mesias harus menderita, mati, dan bangkit kembali, dan bahwa Yesus adalah penggenapan dari nubuat itu (Kis. 17:3).

Banyak orang, baik dari kalangan Yahudi maupun Yunani, menjadi percaya karena pemberitaan Paulus dan Silas. Mereka menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Namun, di tengah kesuksesan misi itu, muncul juga tantangan. Orang-orang Yahudi yang tidak menerima pengajaran Paulus merasa terganggu dan kemudian menghasut orang-orang untuk menciptakan kekacauan di kota. Mereka menuduh Paulus dan Silas telah melawan Kaisar karena mereka memberitakan tentang Yesus sebagai Raja.

Tantangan ini tidak mematahkan semangat Paulus dan Silas. Meskipun dianiaya dan difitnah, mereka tetap teguh dan terus melanjutkan misi mereka untuk menyebarkan Injil. Bahkan ketika dihadapkan pada sidang rakyat, Yason, salah satu orang yang telah percaya, memberikan jaminan dan membantu mereka sehingga mereka dapat melanjutkan pelayanan mereka.

Panggilan untuk Tetap Setia Memberitakan Injil

Tantangan dalam memberitakan Injil bukanlah alasan untuk berhenti. Sebaliknya, setiap rintangan yang muncul adalah kesempatan bagi kita untuk semakin mempercayai kuasa Tuhan yang mampu membuka jalan. Seperti yang Paulus dan Silas tunjukkan, tugas kita adalah tetap memberitakan Injil dengan penuh keyakinan, meskipun banyak tantangan menghadang. Tanggung jawab orang percaya adalah membawa kabar baik kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Allah akan memampukan kita, memberi kita kekuatan, dan menyertai kita dalam setiap upaya menyebarkan kabar keselamatan. Dengan ketekunan, pengharapan, dan iman, kita dapat menjadi saksi Kristus yang berani dan efektif.

Beritakanlah Injil setiap hari, karena berita ini tidak pernah usang dan selalu membawa pembaruan. Dalam menghadapi tantangan, kita tidak boleh gentar. Sebaliknya, mari kita semakin terlibat dalam pekabaran Injil dan senantiasa mendoakan para penginjil yang berada di garis depan. Tetaplah yakin bahwa Allah akan bekerja melalui kita untuk menyelamatkan banyak jiwa.

Share:

Hidupku Adalah Kesaksianku

Kisah Paulus dan Silas di penjara menunjukkan bagaimana kesetiaan kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian hidup yang nyata. Meskipun dipenjara secara tidak adil karena membebaskan seorang hamba dari roh tenung, mereka tidak putus asa atau meragukan Tuhan. Sebaliknya, mereka tetap berdoa dan memuji Tuhan di tengah situasi sulit (Kis. 16:25). Hal ini mencerminkan iman yang teguh, bahwa bahkan dalam penderitaan, mereka tidak melepaskan pengharapan kepada Allah.

Kemudian, ketika gempa bumi terjadi dan membuka pintu-pintu penjara, Paulus dan Silas memilih untuk tidak melarikan diri. Mereka menunjukkan belas kasihan kepada kepala penjara yang hampir bunuh diri karena takut akan konsekuensi dari kejadian itu. Tindakan mereka tidak hanya menyelamatkan nyawa kepala penjara, tetapi juga menjadi kesempatan untuk menyaksikan kasih Kristus kepadanya. Kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, serta mereka dibaptis (Kis. 16:33).

Keteguhan Iman di Tengah Tantangan

Paulus dan Silas memberikan teladan bagaimana seorang pengikut Kristus harus tetap teguh berpegang pada iman, bahkan di tengah-tengah tantangan dan penderitaan. Ketika segala sesuatu tampak tidak adil atau sulit, sikap mereka untuk terus percaya kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya tidak goyah. Keyakinan mereka bahwa Tuhan selalu menyertai dan memiliki rencana dalam setiap situasi menjadi kekuatan yang menguatkan mereka dalam menghadapi kesulitan.

Dalam kehidupan kita, sering kali keadaan sulit atau pergumulan dapat membuat kita tergoda untuk melepaskan prinsip-prinsip iman atau mencari jalan keluar yang lebih mudah. Namun, melalui kisah ini kita diingatkan bahwa justru dalam situasi-situasi sulit itulah iman kita harus semakin kuat. Kesetiaan dan keteguhan iman kita kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi orang lain.

Menjadi Kesaksian Hidup yang Nyata

Hidup kita adalah kesaksian bagi dunia. Cara kita menjalani kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menghadapi tantangan, bagaimana kita tetap berpegang pada nilai-nilai yang diajarkan Kristus, semua itu dapat dilihat oleh orang lain. Seperti Paulus dan Silas yang memilih untuk tetap setia dan menunjukkan kasih Tuhan kepada kepala penjara, kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama dalam kehidupan kita.

Setiap tindakan kita, terutama di saat sulit, bisa menjadi kesempatan untuk memberitakan kasih dan kuasa Allah. Ketika kita tetap berpegang pada iman, tetap menunjukkan belas kasihan, dan melakukan apa yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan, orang-orang di sekitar kita akan melihat Kristus melalui hidup kita.

Kehidupan Paulus dan Silas mengajarkan kita bahwa dalam setiap keadaan, kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Meskipun kita menghadapi tantangan dan pergumulan, kesetiaan kepada Tuhan harus tetap menjadi prioritas utama. Jangan biarkan keadaan mengubah cara kita hidup dan melayani Tuhan. Sebaliknya, mari kita terus berpegang pada iman, menjalani hidup dengan penuh kasih, dan menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia di sekitar kita.

Share:

Menyediakan Diri Melayani-Nya

Kisah Lidia di Filipi merupakan salah satu contoh indah tentang bagaimana Allah memanggil dan memakai orang biasa untuk tujuan luar biasa. Lidia, seorang penjual kain ungu dari Tiatira, memiliki hati yang terbuka untuk menerima Injil. Setelah perjumpaannya dengan Paulus, Silas, dan Lukas, Tuhan membuka hatinya untuk percaya kepada Kristus, dan ia pun bersama seisi rumahnya dibaptis. Peristiwa ini menandai titik awal pertobatan orang Eropa pertama, dan Lidia menjadi bagian penting dalam sejarah kekristenan di Eropa.

Lidia dikenal sebagai sosok yang ramah dan penuh kasih. Ia menyediakan rumahnya sebagai tempat tumpangan bagi para rasul dan memberikan bantuan dalam pekerjaan pemberitaan Injil. Keramahtamahannya, kemurahan hatinya, dan kesediaannya melayani Tuhan tidak hanya berkesan bagi para rasul, tetapi juga bagi jemaat Filipi. Karakternya yang takut akan Allah dan tulus dalam pelayanan menjadi teladan bagi kita semua.

Lidia tidak hanya seorang pebisnis sukses, tetapi juga seorang pelayan yang setia. Kain ungu yang ia jual adalah komoditas mewah, namun kekayaannya tidak membuatnya lupa akan panggilannya untuk melayani Tuhan. Ia tidak membatasi dirinya dalam bisnis, tetapi dengan sepenuh hati terlibat dalam pemberitaan Injil dan pertumbuhan jemaat Kristen di Filipi.

Pelajaran dari Lidia

Dari kehidupan Lidia, kita belajar bahwa Allah dapat memakai siapa saja untuk kemuliaan-Nya, tidak peduli latar belakang atau pekerjaan seseorang. Lidia adalah seorang perempuan, pengusaha, dan Yahudi, namun perannya dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangatlah signifikan. Ini menunjukkan bahwa panggilan untuk melayani Tuhan terbuka bagi setiap orang, tidak terbatas pada golongan atau talenta tertentu.

Sering kali kita mungkin merasa tidak cukup berbakat atau tidak yakin untuk melayani Tuhan. Namun, kisah Lidia mengingatkan kita bahwa yang Tuhan inginkan bukanlah kemampuan yang sempurna, melainkan hati yang bersedia. Saat kita menyediakan diri dengan sepenuh hati, Tuhan akan memakai talenta dan keberadaan kita untuk pekerjaan besar yang telah Dia rencanakan.

Kesediaan untuk Dipakai Allah

Pelayanan Lidia menunjukkan bahwa ketaatan dan kesediaan melayani Tuhan dapat membawa dampak yang luar biasa bagi banyak orang. Dalam kehidupan kita, ada banyak kesempatan untuk melayani, baik dalam gereja, komunitas, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Asalkan kita mau membuka hati kita dan menyediakan diri bagi Tuhan, Dia pasti akan memberi kita kesempatan untuk menjadi bagian dalam karya-Nya yang mulia.

Marilah kita meneladani Lidia, menjadi orang yang terbuka terhadap panggilan Tuhan, siap dipakai oleh-Nya, dan tulus melayani sesama dengan hati yang penuh kasih. Tuhan bisa memakai segala kemampuan dan kesempatan yang kita miliki, asalkan kita dengan rendah hati mau menyediakan diri untuk melayani-Nya.

Pagi iini mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu
Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, moumu, pelanggannya, 
Rumah mu. Keluarga mu.Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendamlingmu
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Bukan Berpusat pada Diri Sendiri

Kisah perjalanan Paulus dan Silas dalam teks kita hari ini menunjukkan bahwa misi mereka tidak berpusat pada kehendak pribadi, melainkan sepenuhnya dipandu oleh tuntunan Roh Kudus. Mereka bergerak dari kota ke kota untuk melayani jemaat, membawa pengajaran yang telah diputuskan oleh para pemimpin gereja di Yerusalem. Hal ini bertujuan agar semua jemaat mendapat pengajaran yang sama dan bisa bertumbuh dalam iman.

Ada momen menarik dalam perjalanan mereka ketika Paulus dan Silas berencana pergi ke Asia dan Bitinia, tetapi Roh Kudus tidak mengizinkan mereka untuk melayani di sana (Kis. 16:6-7). Alasan di balik larangan ini tidak dijelaskan dalam teks, tetapi yang jelas, Paulus dan Silas dengan patuh mengikuti arahan Roh Kudus, meskipun mungkin itu bertentangan dengan rencana awal mereka.

Kemudian, Paulus mendapat penglihatan seorang pria Makedonia yang memohon pertolongan. Penglihatan ini menjadi petunjuk bahwa Tuhan menghendaki mereka untuk pergi ke Makedonia, sehingga mereka pun berangkat ke sana (Kis. 16:9-10). Di kota Filipi, kota pertama di Makedonia yang mereka kunjungi, muncul jemaat Kristen yang berkembang dengan baik dan besar. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dalam misi yang dilakukan bukanlah kehendak manusia yang harus diutamakan, melainkan kehendak Tuhan yang harus diikuti.

Makna Misi dan Kesaksian Hidup

Seperti Paulus dan Silas, setiap orang percaya dipanggil untuk mewartakan Injil, baik melalui perkataan maupun melalui tindakan. Misi penginjilan kita bukanlah sekadar kewajiban, melainkan bagian dari tanggung jawab kita sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan. Namun, dalam menjalankan misi ini, kita harus memahami bahwa Tuhanlah yang memimpin dan mengarahkan jalan kita. Segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan harus dilakukan dengan hati yang murni, tunduk kepada kehendak-Nya.

Keteladanan yang Paulus dan Silas tunjukkan adalah bahwa mereka tidak bersikeras untuk melaksanakan rencana pribadi mereka. Mereka rela menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, bahkan ketika itu berarti mengubah tujuan perjalanan mereka. Ketaatan mereka membawa hasil yang besar, yaitu pertumbuhan jemaat di Filipi dan sekitarnya.

Tugas dan Panggilan Kita

Sebagai orang Kristen, kita pun diingatkan bahwa pelayanan dan kesaksian hidup kita tidak boleh berpusat pada diri kita sendiri. Setiap tindakan dan kata-kata yang kita lakukan seharusnya selalu memuliakan Tuhan dan mendatangkan kemuliaan bagi-Nya. Jika kita terlalu fokus pada diri sendiri, kita bisa kehilangan makna dari tugas dan panggilan kita sebagai saksi Kristus. Melalui ketundukan kepada tuntunan Roh Kudus, kita dapat menjalani hidup yang memberi kesaksian nyata akan kebesaran dan kemuliaan Tuhan.

Mari kita belajar dari Paulus dan Silas untuk selalu tunduk pada tuntunan Tuhan dalam segala hal, sehingga pelayanan dan kesaksian hidup kita dapat membawa dampak yang besar bagi kemuliaan nama Tuhan.

Share:

Memancarkan Kebaikan Hati

    Di era digital saat ini, media sosial menjadi jendela yang memperlihatkan berbagai peristiwa di sekitar kita. Jika kita jeli mencarinya, ada banyak kebaikan yang bisa ditemukan. Media sosial pun dapat menjadi platform di mana seseorang dapat menyalurkan kebaikan hati dalam bentuk yang kreatif dan berdampak positif bagi orang lain.

Kebaikan hati ini juga yang dilihat oleh Paulus dalam diri Timotius, seorang pemuda dari Listra. Meskipun memiliki latar belakang orang tua yang berbeda—ayahnya seorang Yunani dan ibunya seorang Yahudi—Timotius mampu bertumbuh menjadi seorang yang berkarakter baik. Hal ini dibuktikan dari kesaksian positif yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya (Kis. 16:2). Kebaikan hati dan ketulusan Timotius pun diakui oleh banyak orang, termasuk Paulus, yang kemudian menjadi mentornya dalam pelayanan.

Akar dari kebaikan hati Timotius terletak pada pendidikan iman yang ia terima sejak kecil, seperti yang Paulus sebutkan dalam 2 Timotius 3:14-15. Timotius diajarkan untuk mengenal firman Tuhan sejak dini oleh ibu dan neneknya. Dari dasar inilah, kebaikan dan kesalehan Timotius bertumbuh.

Namun, meskipun Timotius telah dikenal karena ketulusan hatinya, Paulus menyadari ada satu hal yang harus dilakukan agar Timotius tidak menjadi batu sandungan dalam pelayanan kepada orang Yahudi—sunat. Meskipun Paulus secara teologis percaya bahwa sunat tidak lagi diperlukan bagi keselamatan (Gal. 5:6), ia tetap menasihati Timotius untuk melakukannya demi kelancaran pelayanan, khususnya di tengah komunitas Yahudi. Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaan Paulus dan kesediaan Timotius untuk taat demi menghindari halangan dalam pewartaan Injil.

Pelajaran dari Timotius:

  1. Kebaikan Hati Berakar pada Pengajaran Firman:
    Timotius menunjukkan bahwa kebaikan hati sejati lahir dari pengenalan yang mendalam akan firman Tuhan. Pendidikan iman yang ia terima dari ibu dan neneknya menjadi fondasi kuat yang membentuk karakternya.

  2. Ketaatan pada Kehendak Allah:
    Timotius tidak hanya tulus dalam perbuatan, tetapi juga taat dalam melaksanakan nasihat Paulus, bahkan ketika itu berarti menerima sunat. Ketaatan ini menunjukkan bahwa ia siap menghadapi tantangan dan menempatkan kehendak Allah di atas kenyamanan pribadi.

  3. Kesaksian Hidup yang Menginspirasi:
    Kesaksian hidup Timotius menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kebaikan hatinya bukan hanya dikenal di lingkungan Listra, tetapi berkembang seiring dengan pelayanannya sebagai pemimpin jemaat di bawah bimbingan Paulus.

Menjadi Sumber Kebaikan di Zaman Ini

Di zaman sekarang, kebaikan hati sering kali terpinggirkan oleh kepentingan diri sendiri. Namun, seperti Timotius, kita dipanggil untuk memancarkan kebaikan hati yang sejati—kebaikan yang berakar dari pengenalan akan Tuhan dan ketaatan pada firman-Nya. Tindakan dan kata-kata kita kepada orang lain seharusnya selalu mencerminkan kasih Kristus yang lebih dahulu kita rasakan.

Marilah kita terus bertumbuh dalam ketulusan dan kebaikan hati, sehingga kehadiran kita dapat membawa sukacita dan kedamaian bagi orang lain. Dengan bimbingan Roh Kudus, kita dapat menjadi saksi Kristus yang hidup di tengah dunia yang membutuhkan kasih dan kebaikan.

Share:

Menghadapi Konflik dalam Tuntunan-Nya

Konflik adalah bagian yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Bahkan dalam pelayanan yang mulia sekalipun, konflik bisa muncul seperti yang terjadi antara Paulus dan Barnabas dalam Kisah Para Rasul 15:36-41. Mereka berdua adalah rekan penginjil yang telah bekerja keras bersama-sama untuk menyebarkan Injil, tetapi perselisihan muncul karena perbedaan pandangan mengenai Markus.

Barnabas, yang merupakan paman Markus, ingin membawa Markus dalam perjalanan penginjilan selanjutnya. Namun, Paulus menolak karena Markus sebelumnya telah meninggalkan mereka saat dalam perjalanan pelayanan (ayat 38). Perbedaan pandangan ini menyebabkan mereka memilih jalan yang berbeda. Barnabas mengambil Markus dan pergi ke Siprus, sedangkan Paulus memilih Silas sebagai pendamping dan melanjutkan perjalanannya ke Siria dan Kilikia.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa konflik bisa terjadi bahkan di antara orang-orang yang penuh iman dan dedikasi seperti Paulus dan Barnabas. Namun, yang penting adalah bagaimana mereka mengelola konflik tersebut. Paulus dan Barnabas tidak membiarkan konflik menghentikan pelayanan mereka. Sebaliknya, mereka memilih untuk tetap setia pada panggilan mereka untuk memberitakan Injil, meskipun itu berarti harus berpisah dan bekerja di tempat yang berbeda.

Pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Konflik bukan akhir dari pelayanan:
    Konflik sering kali dilihat sebagai sesuatu yang negatif, tetapi jika dikelola dengan bijak, konflik dapat menjadi kesempatan untuk memperluas dampak pelayanan. Dalam kasus Paulus dan Barnabas, perpisahan mereka memungkinkan berita Injil menjangkau lebih banyak wilayah karena mereka bekerja di tempat yang berbeda.

  2. Keputusan yang bijaksana dalam menghadapi konflik:
    Baik Paulus maupun Barnabas tidak membiarkan perselisihan pribadi menghalangi misi mereka. Mereka tetap fokus pada tujuan utama, yaitu memberitakan Injil. Dalam hidup kita, ketika menghadapi konflik, penting untuk tetap memprioritaskan tujuan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi.

  3. Rekonsiliasi dan pertumbuhan:
    Meskipun konflik terjadi, itu bukan berarti hubungan harus hancur selamanya. Dalam 2 Timotius 4:11, Paulus akhirnya mengakui pentingnya pelayanan Markus dan meminta Markus untuk menemaninya. Ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi bisa terjadi di kemudian hari, dan bahwa seseorang bisa bertumbuh dari konflik tersebut.

  4. Rencana Tuhan tetap berlangsung di tengah konflik:
    Meskipun konflik terjadi, Tuhan tetap bekerja melalui situasi tersebut. Dengan perpisahan Paulus dan Barnabas, Tuhan memakai keduanya untuk menjangkau lebih banyak orang. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun konflik bisa sulit, Tuhan tetap dapat bekerja melalui setiap situasi untuk memenuhi rencana-Nya.

Mengelola konflik dengan bijak:
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengelola konflik dengan bijaksana. Kita harus mengutamakan kehendak Tuhan di atas ego dan kepentingan pribadi. Konflik bisa menjadi sarana pertumbuhan, baik secara pribadi maupun dalam komunitas. Ketika kita bersandar pada tuntunan Tuhan, kita dapat menghadapi konflik dengan tenang dan melihat bagaimana Tuhan bisa memakai situasi itu untuk kebaikan.

Semoga kita selalu diingatkan bahwa meskipun konflik bisa muncul, kita bisa menghadapinya dengan kasih, pengertian, dan kebijaksanaan yang berasal dari Tuhan, sehingga pada akhirnya kehendak-Nya yang mendatangkan damai sejahtera tetap terjadi dalam kehidupan kita.

Share:

Konsisten Menjalankan Keputusan

Mengambil keputusan yang baik sering kali memerlukan hikmat dan ketelitian. Namun, yang lebih menantang adalah bagaimana kita dapat secara konsisten menjalankan keputusan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan yang baik akan kehilangan dampaknya jika tidak diikuti dengan tindakan yang setia dan konsisten. Konsistensi adalah kunci untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam Kisah Para Rasul 15:22-35, kita melihat bagaimana para rasul, penatua, dan jemaat bekerja keras untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di antara jemaat di Antiokhia. Mereka bersidang di Yerusalem untuk membuat keputusan mengenai bagaimana seharusnya jemaat non-Yahudi menjalani kehidupan iman mereka tanpa harus mengikuti seluruh aturan hukum Yahudi, termasuk sunat. Keputusan yang mereka ambil adalah keputusan yang baik dan bijaksana, dilandasi oleh kehendak Allah. Mereka juga mendokumentasikan keputusan itu dengan jelas dalam bentuk surat yang akan dikirim ke Antiokhia.

Namun, keputusan yang baik ini tidak akan berarti apa-apa jika hanya berhenti pada dokumen. Tindakan nyata diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan tersebut dapat diterapkan dengan baik. Di sinilah Yudas dan Silas memainkan peran penting. Mereka tidak hanya membawa surat keputusan ke Antiokhia, tetapi juga dengan setia menjalankan misi mereka. Mereka mengundang seluruh jemaat untuk berkumpul, membacakan surat itu, dan menguatkan hati jemaat (ayat 30-32).

Sikap konsisten Yudas dan Silas dalam menjalankan keputusan tersebut membawa dampak positif. Jemaat di Antiokhia bersukacita karena keputusan itu memberikan kelegaan dan semangat baru dalam iman mereka. Sukacita ini tidak akan terwujud tanpa adanya konsistensi dalam pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa perjuangan untuk konsisten dalam melaksanakan keputusan adalah sama pentingnya dengan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Keputusan yang baik harus disertai dengan komitmen untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati. Dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun gereja, penting untuk terus berjuang dalam menjalankan apa yang telah kita putuskan, meskipun mungkin akan menghadapi tantangan.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Keputusan yang baik memerlukan tindakan yang konsisten
    Setelah mengambil keputusan yang bijaksana, langkah berikutnya adalah memastikan keputusan tersebut diterapkan dengan setia dan konsisten. Ini membutuhkan kerja keras dan komitmen.

  2. Tindakan nyata membawa hasil yang nyata
    Seperti Yudas dan Silas yang tidak hanya menyampaikan surat, tetapi juga menasihati dan menguatkan jemaat, kita pun perlu bertindak secara proaktif untuk memastikan keputusan kita membawa dampak positif.

  3. Konsistensi menghasilkan sukacita
    Ketika kita konsisten dalam melaksanakan keputusan yang baik, hasilnya akan membawa sukacita, tidak hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitar kita.

Dengan tetap konsisten dalam menjalankan keputusan yang telah diambil, kita bukan hanya menunjukkan kedewasaan iman, tetapi juga membangun kehidupan yang berlandaskan keteguhan dan kesetiaan terhadap kehendak Tuhan. Marilah kita selalu berkomitmen untuk menjalankan keputusan-keputusan baik dalam hidup kita, baik dalam pelayanan, pekerjaan, maupun hubungan pribadi.

Share:

Solusi dalam Pro dan Kontra

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi pro dan kontra, baik di lingkungan gereja, masyarakat, maupun keluarga. Menghadapi perbedaan pendapat dan perubahan adalah bagian yang tak terhindarkan, terutama ketika keyakinan dan tradisi yang sudah lama dijalankan dipertanyakan atau ditantang oleh pemikiran baru.

Salah satu contoh nyata dari situasi seperti ini dapat kita lihat dalam Kisah Para Rasul 15, ketika beberapa orang Kristen Yahudi menekankan pentingnya sunat sebagai tanda keselamatan. Mereka berpendapat bahwa orang non-Yahudi yang menjadi Kristen harus disunat sesuai dengan tradisi Yahudi (ayat 1, 5). Namun, hal ini mendapat perlawanan dari Paulus dan Barnabas, yang menegaskan bahwa keselamatan melalui Kristus tidak didasarkan pada praktik sunat atau hukum Taurat, melainkan iman kepada Yesus Kristus (ayat 2).

Bagaimana gereja awal menyelesaikan pro dan kontra ini memberikan pelajaran penting bagi kita. Rasul-rasul dan para penatua mengadakan pertemuan bersama untuk membahas masalah ini secara terbuka (ayat 6). Mereka mendiskusikan masalah ini dengan semangat saling menghormati, bukan dengan permusuhan atau kebencian. Setiap orang diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, dan mereka mendengarkan satu sama lain dengan penuh perhatian.

Petrus berdiri dan menyampaikan kesaksian berdasarkan pengalamannya, yaitu bahwa Allah tidak membedakan antara orang Yahudi dan non-Yahudi, melainkan memberikan Roh Kudus kepada semua orang yang percaya, tanpa memandang latar belakang mereka (ayat 7-11). Setelah Petrus berbicara, umat menjadi tenang dan mendengarkan kisah Paulus dan Barnabas tentang mukjizat yang Allah lakukan di antara bangsa-bangsa non-Yahudi (ayat 12).

Yakobus, sebagai pemimpin, memberikan pendapatnya dengan hikmat. Ia mengusulkan agar orang-orang non-Yahudi yang percaya kepada Kristus tidak dibebani dengan kewajiban sunat, tetapi diingatkan untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Allah, seperti makanan yang tercemar oleh berhala dan percabulan (ayat 13-21). Usulan Yakobus berfokus pada hal-hal esensial dan menjaga persatuan dalam gereja.

Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa kunci untuk menyelesaikan pro dan kontra adalah dengan tunduk kepada kehendak Tuhan. Ketika semua pihak mengutamakan kehendak Allah dan bukan kepentingan pribadi, konflik dapat diselesaikan dengan damai. Tidak ada yang merasa menang atau kalah, karena yang diutamakan adalah kebenaran dan kasih Allah.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Diskusi Terbuka dan Saling Mendengarkan
    Dalam menghadapi pro dan kontra, penting untuk menciptakan ruang di mana setiap orang bisa berbicara dan didengarkan dengan baik, tanpa rasa saling menyerang.

  2. Pengalaman Pribadi dan Kesaksian sebagai Alat Diskusi
    Pengalaman pribadi dalam pelayanan dan karya Allah bisa menjadi alat penting dalam menyelesaikan perbedaan pendapat, seperti kesaksian Petrus dan Paulus.

  3. Menundukkan Diri kepada Kehendak Tuhan
    Solusi terbaik dalam menghadapi perbedaan adalah dengan menundukkan diri kepada kehendak Allah. Ketika kita mengikuti kehendak Tuhan, kita tidak akan merasa sombong jika pendapat kita diterima, dan kita juga tidak akan merasa terluka jika pendapat kita ditolak.

Menghadapi perbedaan dengan kasih, hikmat, dan tunduk kepada kehendak Tuhan akan membawa kedamaian dan kesatuan, serta menjadi kesaksian bagi dunia tentang kasih Kristus yang menyatukan semua orang yang percaya.

Share:

Mengenang Kasih Karunia Allah

Apa yang kita rasakan ketika kembali ke sebuah tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis? Begitulah yang dirasakan oleh Paulus dan Barnabas saat kembali ke Antiokhia, tempat di mana mereka pertama kali dipanggil oleh kasih karunia Allah untuk memberitakan Injil. Di sana, mereka memulai perjalanan iman yang penuh tantangan namun juga penuh berkat.

Antiokhia menjadi kota yang penuh kenangan bagi mereka, bukan hanya sebagai tempat awal pelayanan mereka, tetapi juga sebagai tempat di mana mereka bertumbuh dalam iman dan kesetiaan kepada Allah. Setelah menjelajahi banyak tempat dan memberitakan Injil kepada banyak orang, mereka kembali ke kota ini dengan hati penuh syukur. Mereka bersukacita karena pekerjaan besar yang Allah lakukan melalui mereka, mengingat bagaimana Tuhan menolong mereka memperoleh banyak murid dan membentuk para penatua bagi jemaat (ayat 23).

Namun, perjalanan pelayanan mereka tidaklah mudah. Mereka mengalami berbagai tantangan, ancaman, dan kesulitan. Iman mereka ditempa melalui banyak kesengsaraan, seperti yang diajarkan Paulus bahwa "untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus mengalami banyak kesengsaraan" (ayat 22). Di tengah tantangan itu, kasih karunia Allah yang menopang mereka. Iman menjadi kekuatan yang membuat mereka bertahan dan terus maju dalam pekerjaan Tuhan.

Ketika Paulus dan Barnabas kembali ke Antiokhia, mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah kerjakan melalui mereka. Mereka mengenang bagaimana Allah membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain dan menyaksikan kebesaran karya-Nya. Ini menunjukkan pentingnya mengenang kasih karunia Allah dalam kehidupan kita. Mengenang bagaimana Allah telah bekerja di masa lalu menguatkan iman kita dan mengingatkan kita akan kesetiaan-Nya.

Sebagai orang percaya, kita juga diundang untuk selalu mengenang kasih karunia Allah. Setiap tantangan yang kita hadapi dalam hidup adalah kesempatan untuk melihat bagaimana kasih-Nya yang tak habis-habisnya menyertai kita. Baik dalam kegagalan maupun keberhasilan, anugerah-Nya selalu ada. Pengalaman mengenang kasih karunia Allah akan membuat hati kita penuh dengan syukur dan mendorong kita untuk terus setia melayani-Nya.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Kasih Karunia dalam Setiap Musim Kehidupan
    Kasih karunia Allah hadir dalam setiap musim kehidupan kita, baik di saat-saat keberhasilan maupun kegagalan.

  2. Iman Tumbuh dalam Tantangan
    Seperti Paulus dan Barnabas, tantangan dalam hidup justru menjadi ladang di mana iman kita bertumbuh kuat.

  3. Kesetiaan Tuhan dalam Pekerjaan-Nya
    Mengenang karya Tuhan dalam hidup kita meneguhkan keyakinan bahwa Tuhan selalu bekerja di balik setiap peristiwa, bahkan dalam kesulitan sekalipun.

Marilah kita selalu mengenang kasih karunia Allah yang bekerja dalam hidup kita, dan menjadikan setiap tantangan sebagai kesempatan untuk lebih mengandalkan Dia dan bersyukur atas anugerah-Nya.


Share:

Pujian Ibadah Minggu 15 September

Share:

Tantangan Memberitakan Injil

Kamu mungkin tidak menyangka yang dikatakan Alkitab tentang aborsi
Kisah Para Rasul 13:50; 14:5,19
Setiap orang percaya memiliki tugas penting untuk memberitakan Injil, kabar sukacita tentang keselamatan yang diberikan melalui Tuhan Yesus. Dalam pelayanan Paulus dan Barnabas, kita melihat bahwa pemberitaan Injil bukanlah tugas yang mudah. Mereka menghadapi berbagai tantangan—penolakan, ancaman, penganiayaan, bahkan upaya pembunuhan.

Di Ikonium, Listra, dan Derbe, mereka tidak hanya ditolak, tetapi juga diancam akan dilempari batu dan disiksa (14:5). Di Listra, Paulus dilempari batu hingga diseret keluar kota karena dianggap mati (14:19). Namun, meskipun menghadapi tantangan yang berat, Paulus dan Barnabas tidak menyerah. Mereka terus bersemangat dalam memberitakan Injil karena memiliki keyakinan penuh pada pertolongan Tuhan dan penghiburan dari Roh Kudus.

Hal ini mengajarkan kita bahwa tantangan dalam memberitakan Injil tidak dapat dihindari. Iblis akan berusaha keras menggagalkan pemberitaan Injil agar orang-orang tidak mendengar kabar keselamatan. Namun, kita tidak perlu takut. Tuhan berjanji akan menyertai kita dalam setiap langkah kita, seperti yang tertulis dalam Matius 28:20b, “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”

Dari kisah Paulus dan Barnabas, kita belajar tiga hal penting:

  1. Keberanian Menghadapi Tantangan
    Pemberitaan Injil sering kali menghadapi perlawanan. Namun, kita dipanggil untuk tetap berani, tidak mundur, dan percaya pada kuasa Tuhan yang menyertai kita.

  2. Pertolongan dan Penyertaan Tuhan
    Paulus dan Barnabas mampu bertahan bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena pertolongan dan penghiburan dari Roh Kudus. Demikian juga, kita harus mengandalkan Tuhan dalam setiap tantangan yang kita hadapi.

  3. Tetap Setia dalam Pemberitaan Injil
    Meskipun ada tantangan, kita harus tetap setia dalam tugas memberitakan Injil kepada semua orang, di setiap kesempatan, baik atau tidak baik waktunya. Injil adalah kabar sukacita yang harus disampaikan kepada setiap orang.

Sebagai orang percaya, kita diutus untuk memberitakan Injil di mana pun kita berada. Jangan biarkan tantangan atau rasa takut menghentikan kita. Tuhan menyertai dan melindungi kita. Mari kita berani dan setia dalam melaksanakan panggilan ini.

Doa:
Tuhan yang penuh kasih, kami bersyukur atas tugas yang Kau berikan untuk memberitakan Injil. Berikan kami keberanian dan kekuatan untuk tetap setia, meskipun ada tantangan. Kami percaya bahwa Engkau akan selalu menyertai dan melindungi kami dalam setiap langkah kami. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Diutus Memberitakan Injil

Kisah Para Rasul 13:13-49

Dalam perikop ini, Paulus dan Barnabas melanjutkan perjalanan mereka untuk memberitakan Injil, dimulai dari Pafos hingga ke Pisidia, Antiokhia (ayat 13-14). Di sana, Paulus menggunakan kesempatan yang diberikan di rumah ibadat untuk berbicara tentang karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus (ayat 15-16). Paulus menjelaskan bahwa Yesus adalah keturunan Daud yang dijanjikan oleh Allah, dan melalui kematian serta kebangkitan-Nya, Yesus membawa pengampunan dosa bagi semua orang yang percaya (ayat 38-39).

Pesan Injil yang disampaikan Paulus ini diterima dengan sangat baik oleh banyak orang, sehingga pada hari Sabat berikutnya, hampir seluruh kota berkumpul untuk mendengarkan firman Tuhan (ayat 44). Namun, ada juga orang-orang Yahudi yang iri hati dan menentang pemberitaan Paulus (ayat 45). Meski begitu, Paulus dan Barnabas tetap berani menyampaikan bahwa Injil harus diberitakan bukan hanya kepada orang Yahudi, tetapi juga kepada semua bangsa (ayat 46-47).

Dari kisah ini, kita bisa belajar beberapa hal penting:

1. Menjadi Duta Injil
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjadi duta Injil, menyampaikan kabar baik tentang keselamatan melalui Yesus Kristus kepada semua orang. Tugas ini adalah panggilan kita sebagai umat yang telah mengalami kasih dan anugerah Allah.


2. Keberanian dalam Memberitakan Injil
Paulus dan Barnabas menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam memberitakan Injil, meskipun ada perlawanan dan iri hati dari beberapa orang. Mereka tidak mundur, tetapi justru semakin giat menyebarkan kebenaran Injil kepada semua orang.


3. Keselamatan bagi Semua Orang
Injil tidak terbatas hanya pada satu kelompok atau bangsa. Paulus menegaskan bahwa melalui Yesus Kristus, keselamatan ditawarkan kepada semua orang yang percaya, baik orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain. Ini mengajarkan kita tentang inklusivitas Injil, bahwa setiap orang berhak mendengar kabar keselamatan.



Dengan pertolongan Roh Kudus, kita dipanggil untuk memberitakan Injil dengan berani dan penuh kasih. Mulailah dari lingkungan terdekat kita—keluarga, sahabat, dan tetangga—agar semakin banyak orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Doa Siang:
Tuhan yang penuh kasih, siang ini kami datang kepada-Mu, memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kami. Berkati rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, serta pelayanan kami. Biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam setiap aspek kehidupan kami. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Takjub oleh Kebenaran

Kisah Para Rasul 13:4-12

Kisah tentang Sergius Paulus dalam bacaan ini mengajarkan kita pentingnya memiliki hati yang rindu akan kebenaran, terlepas dari jabatan, kekayaan, atau prestasi yang kita miliki di dunia ini. Sergius Paulus, meskipun seorang gubernur yang berkuasa dan cerdas, merasa ada kekosongan dalam hidupnya yang hanya dapat diisi oleh kebenaran firman Allah.

Dalam pencariannya akan kebenaran, ia mendengar tentang Paulus dan Barnabas yang memberitakan firman Allah. Namun, di sisi lain, Elimas, nabi palsu, berusaha menghalangi Sergius Paulus dari mengenal kebenaran. Elimas mencoba memutarbalikkan kenyataan dan membelokkan gubernur dari jalan Tuhan. Tetapi, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya melalui Paulus, yang dengan kuasa Roh Kudus menghukum Elimas dengan kebutaan. Ironisnya, Elimas yang hendak membutakan hati gubernur dari kebenaran justru dibutakan matanya oleh Tuhan.

Pelajaran dari perikop ini:

  1. Kebenaran Lebih Berharga daripada Duniawi:
    Kekayaan, jabatan, dan prestasi duniawi tak dapat memenuhi kehampaan jiwa manusia. Hanya dengan mencari dan menerima kebenaran firman Allah, kita bisa menemukan kepuasan sejati. Seperti Sergius Paulus, jangan biarkan apa pun menghalangi kita dari pencarian akan kebenaran.

  2. Jangan Menghalangi Kebenaran:
    Elimas menjadi contoh nyata bagaimana Allah menentang siapa pun yang berusaha membelokkan orang lain dari jalan kebenaran. Hidup kita harus menjadi saksi kebenaran, bukan penghalang bagi orang lain untuk mengenal Tuhan.

  3. Kuasa Allah dalam Mengungkapkan Kebenaran:
    Tuhan selalu punya cara untuk menunjukkan kasih dan kuasa-Nya. Ketika kita memiliki hati yang rindu akan kebenaran, Dia akan membimbing kita dengan cara-Nya yang ajaib, seperti yang dialami oleh Sergius Paulus. Kebesaran Tuhan akan membuat kita takjub dan mengubah hidup kita.

Seperti sang gubernur yang dibuat takjub oleh firman Tuhan, biarlah kita juga memiliki hati yang terbuka untuk menerima kebenaran, dan tidak menghalangi orang lain dari jalan Tuhan.

Doa Pagi:

Tuhan, kami datang pada-Mu pagi ini, memohon berkat-Mu yang penuh kasih. Berkati kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera kami. Lindungi keluarga kami, pekerjaan, dan pelayanan kami. Berkati setiap langkah kami, agar kami selalu berjalan dalam kebenaran-Mu. Kami percaya berkat-Mu melimpah atas kehidupan kami. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Share:

Pengutusan dan Kerendahan Hati

Kisah Para Rasul 12:24-13:3

Dalam bacaan ini, kita melihat bagaimana Barnabas dan Saulus dipilih dan diutus oleh Roh Kudus untuk misi pemberitaan Injil. Peristiwa ini menunjukkan dua nilai penting yang dapat kita pelajari: pengutusan dan kerendahan hati.

Ketika Roh Kudus menyatakan pengkhususan Barnabas dan Saulus, nabi dan pengajar yang lain di Antiokhia merespons dengan kerendahan hati. Mereka tidak merasa tersaingi atau iri atas pemilihan ini. Sebaliknya, mereka mendukung penuh pengutusan tersebut dengan doa, puasa, dan penumpangan tangan (ayat 3). Hal ini menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa panggilan dan pemilihan berasal dari Allah, dan setiap orang punya bagian dalam rencana besar-Nya.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

1. Kerendahan Hati dalam Pengutusan:
Pengutusan dalam gereja membutuhkan kerendahan hati, baik dari yang diutus maupun dari mereka yang tetap tinggal. Semua yang terlibat harus tunduk pada kehendak Allah, mengesampingkan ego dan kekecewaan pribadi, serta dengan setia melayani sesuai dengan bagian masing-masing.


2. Doa dan Dukungan:
Ketika Barnabas dan Saulus diutus, jemaat di Antiokhia memberikan dukungan melalui doa dan puasa. Mereka menyadari bahwa tugas memberitakan Injil bukanlah tugas yang mudah, dan karenanya memohon penyertaan Tuhan untuk rekan-rekan mereka. Demikian juga, gereja masa kini harus selalu mendukung para pelayan yang diutus melalui doa dan dukungan moral.


3. Mengalihkan Tanggung Jawab dengan Sukarela:
Jemaat Antiokhia tidak keberatan menggantikan tugas Barnabas dan Saulus di gereja. Mereka menunjukkan kerendahan hati dengan menerima tanggung jawab yang ditinggalkan, sehingga pekerjaan Tuhan di gereja tetap berjalan.



Kesimpulan:
Kerendahan hati adalah kunci dalam menghidupi pengutusan dan misi Allah. Ketika kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan, kita tunduk pada kehendak-Nya dan berani melangkah atau mendukung mereka yang dipanggil untuk melayani. Dengan demikian, gereja dapat mengutus dan melaksanakan amanat agung Allah dengan penuh kesatuan dan kasih.

Doa Pagi:

Tuhan yang penuh kasih, kami datang kepada-Mu pagi ini memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kami. Berkati rumah tangga kami, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, dan pelayanan kami. Sertailah kami dalam segala hal yang kami kerjakan, dan biarlah berkat-Mu mengalir melimpah. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Kuasa Doa

Kisah Para Rasul 12:1-19Dalam perjalanan awal gereja, para rasul menghadapi banyak tantangan, penolakan, bahkan penganiayaan. Salah satu peristiwa penting adalah ketika Yakobus dibunuh dan Petrus dipenjara oleh Raja Herodes untuk menyenangkan orang Yahudi (ayat 1-3). Herodes berusaha menghentikan penyebaran pengajaran tentang Yesus Kristus dengan menekan para rasul. Namun, peristiwa ini tidak memadamkan semangat iman jemaat. Sebaliknya, mereka terus berdoa dengan tekun dan sungguh-sungguh untuk Petrus (ayat 5).Jawaban Tuhan atas doa-doa mereka sangat nyata. Petrus dibebaskan secara ajaib oleh malaikat Tuhan dari penjara yang dijaga sangat ketat (ayat 7-11). Peristiwa ini menunjukkan betapa besar kuasa Tuhan yang hadir melalui doa umat-Nya. Meskipun keadaan terlihat tidak mungkin, kuasa Tuhan melampaui segala batasan manusia.Dari perikop ini, ada beberapa pelajaran penting tentang doa:Doa sebagai Kekuatan Umat
Doa adalah napas kehidupan orang percaya. Tanpa doa, kehidupan rohani kita akan mati. Melalui doa, umat Tuhan memperoleh kekuatan untuk menghadapi berbagai tantangan, serta menyatukan mereka dalam pelayanan dan kesaksian.Kuasa Doa yang Menggerakkan
Doa memiliki kuasa yang luar biasa untuk mengubah keadaan. Sama seperti Petrus yang dibebaskan secara ajaib, doa jemaat yang tekun dan penuh kesungguhan menghasilkan mukjizat yang nyata. Tuhan bekerja melalui doa umat-Nya.Setia dalam Berdoa
Kesetiaan dalam doa adalah tanda iman yang kuat. Kita dipanggil untuk terus berdoa bagi diri sendiri, sesama, serta bangsa dan negara kita. Tuhan mendengar setiap doa yang dipanjatkan dengan hati yang tulus, dan Ia bekerja lebih besar dari yang kita bayangkan.Sebagai orang percaya, kita harus menjadi pendoa yang setia dalam seluruh aspek kehidupan kita—baik itu dalam pelayanan, persekutuan, maupun kesaksian. Doa bukan hanya permohonan, tetapi juga ungkapan kepercayaan penuh kepada Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu.Doa Pagi:Tuhan yang penuh kasih, kami datang kepada-Mu pagi ini, memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kami. Berkatilah rumah tangga kami, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, serta pelayanan kami. Kami percaya bahwa berkat-Mu mengalir dengan limpah dalam kehidupan kami. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Share:

Penyertaan Tuhan bagi Gereja-Nya

Kisah Para Rasul 11 : 19-30

Tuhan adalah pencipta gereja, sehingga kehadiran-Nya akan selalu menyertai gereja. Sejak awal, gereja telah menghadapi berbagai tantangan dan penderitaan. Dalam perikop ini disebutkan bahwa umat Tuhan tersebar akibat penganiayaan (19). Tentu saja, hal ini memperlemah mereka, karena kekuatan biasanya tumbuh dari persatuan, sementara penganiayaan membuat mereka terpencar.

Namun, meskipun tersebar, mereka tetap mengabarkan Injil, meskipun pada awalnya hanya kepada orang Yahudi (19). Pada tahap ini, penyebaran Injil tampak berjalan lambat. Meski demikian, Allah tetap menunjukkan pemeliharaan-Nya bagi gereja-Nya. Dia bisa menggunakan siapa pun, termasuk orang-orang dari Siprus dan Kirene, yang kemudian mengabarkan Injil kepada orang Yunani (20). Dengan demikian, penyebaran Injil semakin meluas.

Selanjutnya, Tuhan menunjukkan penyertaan-Nya dengan cara lain, yaitu dengan mengutus Barnabas ke Antiokhia untuk menggembalakan umat-Nya di sana (23). Karena jumlah jemaat yang semakin banyak, Barnabas mengajak Saulus untuk melayani bersama selama satu tahun (25-26). Dalam masa tersebut, mereka berdua dengan penuh kesungguhan mengajar umat Tuhan (26). Selain itu, mereka juga mengorganisir bantuan sosial untuk membantu umat yang memerlukan (28).

Semua ini adalah bukti nyata pemeliharaan Tuhan terhadap gereja-Nya. Walaupun menghadapi penganiayaan, umat Tuhan tetap terpelihara dan terus mengabarkan Injil. Tuhan juga memelihara umat-Nya melalui gembala yang diutus-Nya, yang dengan setia mengajar dan menolong mereka yang membutuhkan.

Oleh karena itu, kita dapat memetik pelajaran penting bahwa gereja Tuhan selalu berada dalam pemeliharaan dan penyertaan Tuhan. Jadi, kita tidak perlu takut menghadapi penderitaan atau kesulitan. Tugas gereja adalah tetap setia memberitakan Injil dan menjalankan misinya.

Selain itu, kita juga perlu bersyukur dan menyadari bahwa setiap hamba Tuhan yang diutus untuk melayani di gereja kita adalah bukti nyata pemeliharaan Tuhan terhadap gereja-Nya

Share:

Pujian Ibadah Minggu 8 September 2024

 

Share:

Merespons Positif Kehendak Allah

Kisah Para Rasul 11:1-18Menghadapi kehendak Tuhan kadang bisa menjadi tantangan, terutama ketika kehendak itu bertentangan dengan pandangan atau kebiasaan kita. Dalam Kisah Para Rasul 11:1-18, kita melihat bagaimana rasul-rasul lain kesulitan menerima bahwa Petrus telah masuk ke rumah orang bukan Yahudi dan bahkan memberitakan Injil kepada mereka (ayat 2-3). Ini menciptakan ketegangan di antara mereka karena tradisi Yahudi menganggap bangsa lain sebagai najis.Namun, yang menarik dari kisah ini adalah cara Petrus menghadapi situasi tersebut. Dia tidak membalas kritikan dengan debat teologis atau kemarahan. Sebaliknya, Petrus dengan sabar menjelaskan pengalaman dan penglihatannya, bagaimana Tuhan menunjukkan kepadanya bahwa tidak ada manusia yang najis di mata Allah, dan bagaimana Roh Kudus juga turun atas Kornelius dan keluarganya (ayat 5-17).Setelah mendengar penjelasan Petrus, rasul-rasul lainnya merespons dengan sikap positif. Mereka menyadari bahwa Allah juga mengaruniakan keselamatan dan pertobatan kepada bangsa-bangsa lain, dan mereka pun bersukacita (ayat 18).Dari kisah ini, kita bisa belajar beberapa hal penting:Bertanggung Jawab dengan Sabar dan Lemah Lembut
Ketika kita dipanggil untuk menyampaikan kehendak Allah, seperti Petrus, kita harus siap bertanggung jawab dengan sabar dan lemah lembut. Petrus tidak memaksakan pandangannya, melainkan memberikan penjelasan yang jelas dan penuh kasih.Menerima Kehendak Tuhan dengan Hati Terbuka
Ketika berada di posisi sebagai penerima pesan, meskipun isi pesan mungkin tidak sesuai dengan harapan atau keyakinan kita, kita harus merespons secara positif. Dalam kasus ini, para rasul tidak menolak pesan Petrus, tetapi membuka hati mereka untuk memahami apa yang Allah sedang kerjakan.Percaya bahwa Kehendak Allah Selalu yang Terbaik
Setelah mereka memahami bahwa apa yang terjadi adalah kehendak Allah, para rasul merespons dengan sukacita. Mereka mengakui bahwa rencana Tuhan jauh lebih besar dari pemahaman manusia. Kita juga harus belajar untuk mempercayai bahwa kehendak Allah selalu yang terbaik, meskipun mungkin sulit diterima pada awalnya.Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mencintai, mencari, dan mematuhi kehendak Tuhan dalam hidup kita. Kita harus setia dalam melaksanakan kehendak-Nya, baik itu dalam kehidupan pribadi kita maupun dalam kesaksian kepada orang lain.
Doa Pagi:
Tuhan yang penuh kasih, kami datang kepada-Mu memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kami. Berkatilah keluarga kami, pekerjaan kami, pelayanan kami, dan seluruh aspek hidup kami. Kiranya berkat-Mu mengalir dengan limpah, memberi kekuatan dan penghiburan. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Share:

Berita Injil Bersifat Inklusif

Kisah Para Rasul 10Mengubah cara pandang seseorang, terutama yang sudah tertanam secara turun-temurun, bukanlah hal yang mudah. Namun, Kisah Para Rasul 10 memperlihatkan kepada kita bagaimana Tuhan memulai perubahan yang signifikan dalam sejarah gereja, yaitu membawa berita Injil yang inklusif, bukan lagi eksklusif untuk satu bangsa saja.Pasal ini mengisahkan bagaimana Injil mulai disebarkan ke seluruh dunia, melewati batas-batas etnis dan tradisi yang sebelumnya dipegang erat oleh orang Yahudi. Petrus, yang awalnya memiliki pandangan eksklusif tentang siapa yang layak menerima Injil, menerima penglihatan dari Tuhan yang mengubah cara pandangnya. Melalui peristiwa ini, Petrus dipersiapkan untuk menyampaikan Injil kepada Kornelius, seorang bukan Yahudi yang saleh.Tiga Pelajaran Penting dari Pasal Ini:
1. Umat Pilihan Allah Dimaknai Secara Rohani, Bukan Politis
Orang Yahudi dulu menganggap diri mereka sebagai satu-satunya umat pilihan Allah berdasarkan ikatan darah dan hukum Taurat. Namun, dalam Kisah Para Rasul 10, kita belajar bahwa pilihan Allah adalah spiritual, terbuka untuk semua orang yang percaya kepada-Nya, tanpa memandang latar belakang etnis atau kebangsaan. Dengan pemahaman ini, Injil dapat diberitakan kepada seluruh dunia, tidak lagi eksklusif bagi satu bangsa.
2. Kesatuan dalam Iman, Bukan Kesatuan Berdasarkan Darah
Petrus menerima Kornelius bukan karena mereka berbagi darah atau bangsa yang sama, melainkan karena iman yang sama kepada Yesus Kristus. Ini menunjukkan bahwa kesatuan dalam gereja didasarkan pada iman kepada Kristus, bukan pada identitas etnis atau budaya.
3. Yesus Kristus sebagai Pusat Kebenaran
Ketika Kornelius menerima karunia Roh Kudus dan dibaptis, Petrus menyampaikan berita tentang Yesus Kristus sebagai pusat kebenaran. Ini menegaskan bahwa inti dari iman Kristen bukanlah hukum Taurat atau tradisi Yahudi, melainkan Injil Yesus Kristus, yang membawa keselamatan bagi semua orang yang percaya.
Berita Injil bersifat inklusif, terbuka bagi semua orang tanpa memandang latar belakang mereka. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil kepada semua orang, bukan hanya kepada kelompok atau suku tertentu. Selain itu, kita diajak untuk menghidupi kesatuan dalam Kristus, yang melampaui batas-batas etnis dan budaya. Dalam perspektif ini, kita bersatu bukan karena ikatan darah, tetapi karena iman kepada Yesus Kristus, yang adalah pusat dari segala kebenaran.
Doa Pagi:Tuhan yang penuh kasih, kami bersyukur atas berkat-Mu yang melimpah dalam hidup kami. Kami memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera bagi kami semua—untuk keluarga kami, pekerjaan kami, pelayanan kami, dan seluruh aspek kehidupan kami. Semoga berkat-Mu mengalir dengan limpah, memperkuat dan memelihara kami dalam iman kepada-Mu. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa dan mengucap syukur. Amin.
Share:

Tidak Bergantung pada Manusia

Kisah Para Rasul 9:32-43
Allah yang kita sembah adalah Allah yang menyejarah, yang hadir dalam kehidupan manusia melalui banyak mukjizat. Mukjizat ini masih terjadi hingga hari ini, namun sering kali dimaknai secara keliru. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami peristiwa mukjizat dengan benar, khususnya dalam konteks bacaan dari Kisah Para Rasul 9:32-43.Ada dua prinsip utama yang bisa kita pelajari terkait mukjizat yang dilakukan oleh Petrus dalam perikop ini.1. Mukjizat Tidak Bergantung pada Manusia
Mukjizat yang terjadi dalam Alkitab, termasuk dalam bacaan ini, tidak bergantung pada manusia, baik sebagai fasilitator (seperti Petrus) maupun sebagai penerima mukjizat. Mukjizat pertama dalam bacaan ini adalah penyembuhan seorang lumpuh oleh Petrus (ayat 34). Dalam mukjizat kedua, Petrus membangkitkan Tabita (ayat 40-41), seorang wanita yang sudah mati. Dalam kedua peristiwa ini, penerima mukjizat bersifat pasif; mereka tidak melakukan apa-apa untuk mendapatkan mukjizat itu. Ini menunjukkan bahwa mukjizat terjadi karena kehendak Allah, bukan karena usaha manusia.2. Mukjizat Dikerjakan oleh Allah untuk Kemuliaan-Nya
Meskipun Allah menggunakan manusia seperti Petrus sebagai alat-Nya, tujuan akhir dari setiap mukjizat adalah untuk memuliakan Allah. Dalam bacaan ini, hasil dari mukjizat yang dilakukan oleh Petrus adalah banyak orang yang percaya dan berbalik kepada Tuhan (ayat 35, 42). Ini menunjukkan bahwa mukjizat yang terjadi bukan untuk mengagungkan manusia, tetapi untuk membawa orang-orang lebih dekat kepada Allah.Dari dua prinsip ini, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari:a. Bersyukur atas Kasih Allah yang Tidak Bersyarat
Mukjizat yang diberikan Allah adalah tanda kasih-Nya yang tidak bersyarat. Jika kasih Allah menuntut syarat tertentu, tidak ada seorang pun di antara kita yang dapat memenuhinya. Kita harus bersyukur karena kasih Allah yang melampaui segala kondisi dan keadaan kita.b. Menghargai Anugerah Allah
Ketika kita menerima berkat atau mukjizat dari Allah, kita tidak boleh merasa lebih istimewa daripada orang lain. Semua berkat dan mukjizat adalah anugerah dari Allah, yang diberikan berdasarkan kehendak-Nya, bukan karena keistimewaan kita.c. Menempatkan Allah sebagai yang Paling Utama
Menerima mukjizat seharusnya membuat kita lebih menyadari kehadiran Allah dalam hidup kita dan mendorong kita untuk menempatkan Allah sebagai yang paling utama. Mukjizat adalah sarana untuk memuliakan Allah, bukan untuk memusatkan perhatian pada diri kita sendiri atau pada manusia yang menjadi alat-Nya.Dengan demikian, kita diajak untuk melihat mukjizat sebagai karya Allah yang sepenuhnya dikerjakan oleh-Nya, untuk tujuan yang lebih besar daripada sekadar kepentingan pribadi, yakni untuk kemuliaan-Nya dan untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
Share:

Pertobatan yang Radikal

Kata "radikal" sering kali diartikan secara negatif. Padahal, makna sebenarnya adalah sesuatu yang mengakar atau sampai ke akarnya. Dengan pemahaman ini, setiap anak Tuhan seharusnya memiliki cinta yang radikal terhadap Tuhan.

Rasul Paulus mengalami perjumpaan yang mendalam dengan Tuhan, dan hal ini memberikan dampak besar dalam hidupnya. Setelah disembuhkan oleh Tuhan melalui Ananias, dia segera memberitakan Yesus sebagai Anak Allah (20). Saulus pasti sudah menyadari konsekuensi dari tindakannya. Konsekuensi tersebut langsung dia rasakan, seperti ketika orang-orang Yahudi mulai mengincarnya dan berniat untuk membunuhnya (23). Di sisi lain, murid-murid Tuhan pun meragukannya dan tidak mempercayainya.

Namun, meskipun Saulus sangat menyadari risiko yang dihadapinya, dia dengan berani terus mengabarkan Injil Tuhan. Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa Tuhan mampu mengubah hidup seseorang secara radikal. Saulus, yang sebelumnya 'radikal' dalam kebenciannya terhadap orang Kristen, kini berbalik secara radikal menjadi pengikut Tuhan. Hingga akhir hidupnya, Saulus melayani Tuhan dengan penuh kesetiaan. Melalui pelayanannya, Injil Tuhan menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia.

Pertobatan sejati pasti membawa perubahan. Kata "pertobatan" sendiri berarti berbalik, yakni berubah arah 180 derajat. Jika sebelumnya menghadap ke barat, kini kita beralih ke timur. Jika sebelumnya mengejar dosa dan dunia, kini kita berbalik mengejar Allah. Meskipun kita masih hidup di dunia dan bisa jatuh dalam pencobaan serta berbuat dosa, kita tetap harus mengingat bahwa kita adalah manusia berdosa. Namun, pertobatan adalah komitmen untuk tidak lagi menikmati dosa. Pertobatan membuat kita lebih sadar akan dosa, bahkan membenci dosa. Lebih dari itu, pertobatan seharusnya membawa kita untuk mencintai kehendak Allah dan melakukan pekerjaan-Nya.

Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan diri kita agar pertobatan yang kita jalani benar-benar menghasilkan perubahan. Perubahan tersebut meliputi: perubahan pikiran, perubahan perilaku, perubahan hati, dan perubahan perkataan.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.