Allah menghadirkan ultimatum kepada Firaun: melepaskan bangsa Israel atau menghadapi kehancuran sumber makanan pokok di Mesir.
Tulah kelima membawa hama belalang dari timur. Hama ini semakin memperparah kerusakan pada lahan pertanian yang sudah rusak akibat tulah sebelumnya (15). Sektor pertanian, yang menjadi kebanggaan Mesir, kini lumpuh total. Setelah sumber protein hewani menyusut karena sampar dan hujan es, bencana kelaparan benar-benar mengintai.
Masalah kelaparan nasional sangat mempengaruhi kedaulatan Firaun. Menteri-menterinya berani menegurnya (7-8), menggoyahkan harga dirinya hingga ia akhirnya menuruti saran mereka. Bahkan, ketahanan mental Firaun hampir runtuh. Ketika hama belalang tiba, ia segera berdoa memohon ampun kepada Allah (16-17). Firaun yang sebelumnya menyombongkan diri sebagai dewa, kini untuk pertama kalinya "mengemis" kepada Allah Yang Mahakuasa.
Sikap Firaun memberi pelajaran bahwa orang yang keras hati terhadap Allah semakin bertambah keras hatinya saat ditimpa badai kehidupan. Semakin hancur harga dirinya, semakin besar kesombongannya.
Bagaimana sikap kita jika mata pencaharian pokok tiba-tiba hilang? Beberapa orang, karena tak tahan melihat keluarganya kelaparan, rela melepas gengsi demi bertahan hidup. Apakah ini dilakukan untuk keluarga atau sekadar untuk diri sendiri?
Berdoa kepada Allah adalah langkah mulia. Memohon pengampunan atau rezeki dari-Nya tidaklah hina. Allah adalah Gembala yang baik (Mazmur 23), yang menghargai hati yang hancur dan remuk (Mazmur 51:19). Karena itu, mengapa kita masih mempertahankan gengsi? Marilah kita merendahkan diri, berdoa, bertaubat, dan meminta keselamatan kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar