Keluaran 8:1-15
Berkali-kali Allah berfirman bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun (lihat Kel. 4:21, 7:3, 9:12, 10:1, 20). Di sisi lain, Alkitab juga mencatat bahwa Firaun mengeraskan hatinya sendiri (lihat Kel. 7:13, 9:35, 8:15, 32, 9:34). Bagaimana kita memahami kedua hal ini?
Ketika membaca Alkitab, kita perlu memahami konsep paradoks, yaitu dua hal yang tampak bertentangan, tetapi sebenarnya tidak.
Tulah kedua adalah ketika Allah, melalui Harun, mendatangkan begitu banyak katak hingga menutupi seluruh tanah Mesir (5-6). Firaun kemudian memanggil Musa dan Harun, dan berkata, "Mohonlah kepada TUHAN agar Ia menyingkirkan katak-katak ini dari diriku dan rakyatku, maka aku akan membiarkan bangsa itu pergi mempersembahkan kurban kepada TUHAN" (8). Musa pun berdoa, dan benar, katak-katak itu mati di rumah, di halaman, dan di ladang (9-13). "Namun, ketika Firaun melihat keadaan membaik, ia kembali mengeraskan hatinya dan tidak mau mendengarkan mereka, seperti yang telah difirmankan TUHAN" (15).
Perhatikan pada ayat 15 dikatakan bahwa Firaun "mengeraskan hatinya", tetapi itu juga adalah seperti yang sudah Allah firmankan, bahwa "TUHAN akan mengeraskan hati Firaun". Kedua hal ini tidak bertentangan, melainkan merupakan paradoks. Jadi, kita dapat memahami bahwa saat Allah dikatakan mengeraskan hati Firaun, itu berarti Allah membiarkan Firaun untuk tetap keras hati.
Sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang benar (lihat Rm. 3:10-12), dan Firaun pasti akan tetap mengeraskan hatinya jika Allah tidak melembutkannya. Istilah "TUHAN mengeraskan hati Firaun" menunjukkan bahwa keputusan akhir untuk melembutkan hati atau membiarkan hati tetap keras ada sepenuhnya di tangan Allah. Ini berarti bahwa Firaun tidak menerima berkat atau persetujuan dari Allah. Firaun bersalah karena mengeraskan hatinya dan tidak menepati janjinya. Dengan demikian, meskipun Allah berdaulat atas hidup manusia, dosa tetap menjadi tanggung jawab manusia itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar