November 2024 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Doksologi: Mengagungkan Allah yang Bijaksana

Roma 16:25-27

1. Allah yang Bijaksana dalam Rencana Keselamatan

Paulus menutup Surat Roma dengan doksologi yang mengarahkan kemuliaan kepada Allah. Ia menyebut Allah sebagai satu-satunya yang bijaksana, karena kebijaksanaan-Nya tampak nyata dalam Injil keselamatan:

  • Injil bagi semua bangsa. Awalnya rahasia keselamatan hanya tampak samar melalui nubuat para nabi dan hukum Taurat. Namun, melalui Yesus Kristus, Allah menyatakan rencana keselamatan itu secara jelas kepada Israel dan bangsa-bangsa non-Yahudi (ayat 26).
  • Hikmat Allah dalam Kristus. Kebijaksanaan Allah terlihat dalam bagaimana Ia menggenapi janji keselamatan-Nya dengan cara yang tidak terpahami oleh manusia: melalui salib Kristus (lih. Rm. 11:33-36).

2. Yesus Kristus sebagai Sentralitas Injil

Yesus Kristus adalah pusat dari rencana keselamatan Allah:

  • Jalan pendamaian: Yesus adalah jalan satu-satunya yang mendamaikan manusia dengan Allah (Rm. 3:25).
  • Pemberi damai: Melalui Yesus, kita menerima damai sejahtera dengan Allah (Rm. 5:1).
  • Hidup baru dan kemenangan: Dalam Yesus, kita menerima hidup baru (Rm. 6:4), kelepasan dari maut (Rm. 7:24-25), dan janji kebangkitan (Rm. 8:11).

Melalui Kristus, Allah telah membuka jalan keselamatan bagi semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi (Rm. 9:24-26).

3. Respon Kita: Memuliakan Allah dalam Hidup

Paulus mengajak jemaat Roma untuk bersama-sama memuliakan Allah yang bijaksana. Respon itu juga berlaku bagi kita hari ini:

  • Mengakui karya Allah: Allah menggunakan berbagai cara untuk menuntun kita kepada Kristus, baik melalui Alkitab, pengalaman hidup, maupun orang-orang di sekitar kita.
  • Mengenang transformasi hidup: Jika kita melihat perubahan hidup kita dari masa lalu hingga kini, kita akan mendapati bahwa itu adalah karya Kristus semata.

Doksologi adalah ungkapan syukur dan pengakuan atas kebesaran Allah. Kita menyanyikannya dengan kesadaran penuh bahwa segala kemuliaan hanya layak bagi Allah melalui Yesus Kristus.

4. Refleksi: "Segala Kemuliaan Bagi Allah"
Mari kita renungkan:

  • Bagaimana Allah telah menyatakan diri-Nya dalam hidup kita?
  • Sejauh mana kita memuliakan Allah dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan?

Doa:
"Bagi-Mu, ya Allah yang bijaksana, segala kemuliaan sampai selama-lamanya melalui Yesus Kristus. Amin."

Share:

Pujian Ibadah Minggu 1 Desember 2024

Share:

Dewasa Secara Rohani

Roma 16:17-20

1. Waspada terhadap Pengajaran Palsu

Paulus memberikan peringatan tegas kepada jemaat di Roma untuk mewaspadai orang-orang yang membawa ajaran yang menimbulkan perpecahan dan kejatuhan. Mereka yang seperti ini, menurut Paulus, tidak melayani Kristus tetapi melayani kepentingan diri sendiri (ayat 18).

Pengajaran palsu seringkali:

  • Memecah belah jemaat.
  • Membuat orang tersandung dalam iman.
  • Memanfaatkan jemaat demi keuntungan pribadi.

Paulus menasihati agar jemaat tetap bijaksana untuk membedakan mana yang baik dan benar, serta menjaga integritas iman (ayat 19).

2. Tanda Kedewasaan Rohani

Kedewasaan rohani adalah kemampuan untuk tetap teguh dalam iman meskipun dihadapkan dengan berbagai pengaruh negatif. Jemaat yang dewasa secara rohani tidak terombang-ambing oleh:

  • Figur yang populer tetapi menyimpang dari kebenaran.
  • Aksi spektakuler yang bertujuan memanipulasi emosi.
  • Kata-kata hebat yang bertujuan menonjolkan diri.

Sebaliknya, jemaat yang dewasa akan:

  • Memusatkan hidup pada Firman Tuhan.
  • Mengamati perilaku pengajar untuk melihat kerendahan hati dan ketaatan kepada Allah.
  • Berani meninggalkan dan menentang ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran.

3. Membangun Kedewasaan Rohani

a. Pengenalan akan Kristus sebagai Dasar:
Kedewasaan rohani tumbuh melalui pengenalan yang mendalam akan Kristus. Jemaat yang bersatu dalam iman kepada Kristus tidak mudah terombang-ambing oleh pengajaran palsu (lih. Ef. 4:13-15).

b. Bijaksana dan Waspada:
Menjadi bijaksana berarti memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat (ayat 19). Ini hanya mungkin terjadi jika kita memiliki pemahaman yang kuat tentang Firman Allah.

c. Mempraktikkan Kebenaran:
Orang yang dewasa rohani tidak hanya tahu, tetapi juga hidup menurut kebenaran Firman Tuhan. Ia membangun hidupnya berdasarkan kasih, kerendahan hati, dan ketaatan kepada Allah.

4. Refleksi: Sudahkah Kita Dewasa Secara Rohani?

  • Apakah kita mampu mengenali pengajaran palsu?
  • Apakah kita fokus pada kebenaran Firman Tuhan, atau justru terbuai oleh kepopuleran figur tertentu?
  • Apakah kita berani menolak ajaran yang bertentangan dengan Alkitab, meskipun itu tidak populer?

Kedewasaan rohani adalah perjalanan, bukan tujuan akhir. Mari terus bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus, hidup dalam kebenaran-Nya, dan menjaga keutuhan tubuh Kristus dari ajaran yang memecah belah.

Doa:
Tuhan, berikan kami hikmat dan pengertian untuk membedakan ajaran yang benar dari yang salah. Tuntun kami untuk hidup setia pada Firman-Mu dan menjadi jemaat yang dewasa secara rohani. Teguhkan hati kami untuk melawan arus ketika diperlukan, dan pakailah kami untuk memuliakan nama-Mu. Amin.

Share:

Harmoni dalam Bakti

Roma 16:1-16

1. Relasi yang Didasari oleh Kristus

Dalam salam penutup Surat Roma, Paulus menunjukkan perhatian dan penghargaan kepada setidaknya 24 orang yang disebutkan namanya. Setiap nama disertai sebutan atau pujian yang mencerminkan hubungan mereka dengan Paulus dan pelayanan mereka bagi Kristus.

a. Keterhubungan dalam Pelayanan:
Paulus menggambarkan relasi mereka sebagai lebih dari sekadar rekan kerja. Ia menyebut mereka sebagai:

  • "Pelayan jemaat" (ayat 1) seperti Febe yang melayani jemaat di Kengkrea.
  • "Teman sekerja" (ayat 3), seperti Priskila dan Akwila yang mempertaruhkan nyawa mereka demi Paulus.
  • "Buah pertama" (ayat 5), seperti Epenetus, orang pertama di wilayah Asia yang bertobat.
  • "Orang-orang yang terpandang di antara para rasul" (ayat 7), seperti Andronikus dan Yunias, yang memiliki pengaruh besar.

b. Penghargaan terhadap Perjuangan:
Paulus menyampaikan pujian tulus, seperti:

  • "Memberi banyak bantuan" (ayat 2).
  • "Bekerja sangat keras" (ayat 6).
  • "Yang pernah dipenjarakan" (ayat 7).

Paulus menghormati pengorbanan mereka. Mereka dihargai bukan karena status, tetapi karena kesetiaan mereka kepada Injil Kristus.

2. Harmoni yang Berakar pada Kasih Kristus

Harmoni dalam pelayanan tercipta ketika hubungan didasarkan pada apa yang Kristus telah lakukan bagi kita di atas salib-Nya. Kasih Kristus mempersatukan mereka yang berbeda latar belakang, status, dan budaya menjadi satu tubuh yang bekerja bersama bagi Injil.

Pelajaran bagi Kita:

  • Relasi yang Berpusat pada Kristus: Saat melayani, ingatlah bahwa kita adalah teman sekerja di ladang Tuhan, dipersatukan untuk tujuan yang lebih besar.
  • Memuliakan Tuhan dalam Relasi: Harmoni akan melahirkan pelayanan yang lebih kuat dan menjadi kesaksian bagi dunia.

3. Menumbuhkan Harmoni dalam Pelayanan

a. Tidak Mementingkan Diri Sendiri:

  • Jangan menganggap diri sebagai yang paling penting atau senior.
  • Tumbuhkan kerendahan hati untuk menghormati sesama pelayan Kristus.

b. Menjaga Tutur Kata dan Sikap:

  • Ucapkan kata-kata yang menguatkan dan membangkitkan semangat.
  • Hindari komentar yang merendahkan atau memecah belah.

c. Menghargai dan Mendukung Sesama Pelayan:

  • Teguhkan orang lain dengan doa dan kata-kata pujian.
  • Pedulikan perjuangan mereka, seperti Paulus yang menghargai risiko dan pengorbanan teman-teman sekerjanya.

4. Refleksi dan Aplikasi

  • Apakah relasi kita dalam pelayanan mencerminkan kasih Kristus?
  • Apakah kita mendukung dan menghargai teman sekerja, atau justru menonjolkan diri sendiri?

Mari kita membangun harmoni dalam pelayanan dengan kerendahan hati, saling menghargai, dan menumbuhkan kasih Kristus. Harmoni ini bukan hanya membawa sukacita, tetapi juga menjadi kesaksian yang nyata bagi dunia tentang kekuatan kasih Kristus.

Doa:
Tuhan, ajar kami untuk melayani dalam harmoni dan kasih. Berikan kami hati yang rendah hati dan penuh syukur agar kami dapat menghargai dan mendukung sesama pelayan-Mu. Jadikan pelayanan kami kesaksian yang memuliakan nama-Mu. Amin.

Share:

Jangan Berpangku Tangan

Roma 15:23-33

1. Keterlibatan Aktif dalam Misi Allah

Paulus memberi tahu jemaat di Roma bahwa ia belum bisa mengunjungi mereka karena sedang menjalankan tugas membawa persembahan sukarela dari jemaat di Makedonia dan Akhaya untuk jemaat miskin di Yerusalem (ayat 25-28). Tindakan ini menunjukkan kepedulian terhadap jemaat yang membutuhkan dan semangat melayani lintas komunitas.

Namun, Paulus tidak sekadar memberi laporan perjalanan. Ia menulis dengan tujuan mengajak jemaat Roma untuk terlibat dalam misi Allah. Keterlibatan ini adalah panggilan bagi setiap orang percaya, bukan hanya bagi para pemimpin atau penginjil.

2. Dua Bentuk Keterlibatan yang Ditawarkan Paulus

a. Menyediakan Dukungan Logistik: Paulus meminta jemaat Roma menyediakan tempat singgah untuk mendukung perjalanannya ke Spanyol demi mengabarkan Injil (ayat 24). Ini menunjukkan pentingnya keterlibatan jemaat lokal dalam mendukung misi global.

b. Berdoa: Paulus memohon agar jemaat Roma mendoakannya dengan sungguh-sungguh (ayat 30-32). Ia meminta perlindungan dalam pelayanannya, penerimaan oleh jemaat Yerusalem, dan pertemuan yang penuh sukacita dengan jemaat Roma. Doa adalah salah satu cara paling penting bagi jemaat untuk mendukung pekerjaan Allah, karena melalui doa mereka turut bekerja bersama Allah.

3. Menghindari Sikap Pasif dalam Pelayanan

Paulus mengingatkan jemaat Roma bahwa mereka tidak boleh hanya fokus pada komunitas sendiri, melainkan harus giat melibatkan diri dalam misi Allah. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang peduli terhadap orang lain, baik secara lokal maupun global.

Begitu pula dengan kita saat ini:

  • Jangan hanya menjadi penonton. Kita dipanggil untuk terlibat aktif dalam pekerjaan Allah.
  • Perluas visi pelayanan. Tidak cukup hanya melayani di dalam gereja lokal; kita juga dipanggil untuk mendukung misi di luar lingkungan kita.
  • Bersedia memberi: doa, dana, dan daya.

4. Tindakan Nyata yang Bisa Kita Lakukan

a. Melalui Doa:
Thomas Chalmers pernah berkata, "Doa adalah pekerjaan besar bagi Allah." Kita dapat:

  • Mendoakan para penginjil agar tetap setia dan diberi hikmat.
  • Mendoakan jemaat yang menghadapi kesulitan atau penganiayaan.
  • Memohon perlindungan dan berkat bagi mereka yang melayani di tempat-tempat berbahaya.

b. Melalui Dana:
Kita dapat membantu kebutuhan dana misi, baik untuk kebutuhan fisik jemaat maupun untuk mendukung perjalanan dan pelayanan para penginjil.

c. Melalui Daya:

  • Menyediakan tempat atau waktu untuk persekutuan doa.
  • Mendukung pelayanan dengan keahlian atau tenaga yang kita miliki.
  • Mengunjungi dan menguatkan mereka yang sedang melayani dalam tekanan berat.

5. Damai Sejahtera Allah sebagai Dasar Pelayanan

Paulus menutup pesannya dengan berkat damai sejahtera Allah bagi jemaat Roma (ayat 33). Damai sejahtera Allah menjadi dasar bagi segala upaya pelayanan. Keterlibatan kita dalam misi Allah dilakukan bukan dengan tekanan atau paksaan, melainkan dengan semangat melayani dan kasih yang tulus.

Refleksi dan Aplikasi

  • Apakah kita sudah terlibat aktif dalam mendukung pelayanan Allah?
  • Bagaimana kita dapat menggunakan doa, dana, dan daya kita untuk memperluas kerajaan Allah?
  • Marilah kita mulai dari tindakan kecil, seperti mendoakan mereka yang melayani di tempat-tempat yang sulit atau memberi dukungan kepada jemaat yang membutuhkan.

Doa:
Tuhan, ajar kami untuk tidak berpangku tangan, tetapi giat mendukung pekerjaan-Mu di dunia. Berikan kami hati yang rela memberi, tangan yang siap bekerja, dan mulut yang tekun berdoa. Pakailah hidup kami untuk membawa damai sejahtera dan kabar baik kepada dunia. Amin.

Share:

Membangun di Tempat Lain

Roma 15:14-21

1. Fokus Paulus: Menjangkau yang Belum Terjangkau

Paulus menulis kepada jemaat di Roma, yang ia yakini sudah memiliki kebaikan, pengetahuan, dan kemampuan untuk saling menasihati (ayat 14). Namun, ia tetap mengingatkan mereka untuk menjadi pelayan Kristus Yesus dengan setia, berfokus pada pelayanan yang memuliakan Allah (ayat 15-16).

Paulus menunjukkan sikap rendah hati dalam pelayanannya. Ia tidak bermegah dalam pengetahuan atau pencapaiannya, melainkan hanya dalam karya Allah yang dilakukan melalui dirinya (ayat 17). Dengan perkataan, perbuatan, dan kuasa Roh Kudus, ia melayani sebagai alat Allah untuk membawa banyak orang dari bangsa-bangsa lain kepada ketaatan iman (ayat 18-19).

Namun, Paulus memiliki prinsip penting dalam misinya: ia tidak melayani di atas dasar yang sudah diletakkan oleh orang lain (ayat 20). Ia memilih untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum pernah mendengar tentang Kristus, agar firman Tuhan mencapai lebih banyak orang yang belum mengenal-Nya.

2. Pelajaran bagi Gereja Masa Kini

Ada kalanya gereja modern lebih memilih untuk mengembangkan pelayanan di tempat-tempat yang sudah memiliki jemaat atau bahkan menduplikasi pelayanan yang sudah ada. Akibatnya, bukan petobat baru yang dijangkau, melainkan jemaat dari gereja lain yang berpindah tempat.

Ini bisa menjadi pengingat bagi kita bahwa pelayanan Injil sejati harus berfokus pada menjangkau mereka yang belum percaya dan belum pernah mendengar Injil. Seperti Paulus, kita dipanggil untuk menjangkau mereka yang berada di "pinggiran," baik secara geografis maupun rohani.

Panggilan ini berlaku tidak hanya bagi gereja secara institusi, tetapi juga bagi kita secara pribadi:

  • Di lingkungan keluarga: Berdoa dan menjadi teladan kasih bagi anggota keluarga yang belum percaya.
  • Di tempat kerja: Memberikan kesaksian hidup melalui integritas, kejujuran, dan kasih kepada rekan kerja.
  • Di lingkungan sosial: Menjalin hubungan dengan tetangga atau teman yang belum mengenal Kristus.

3. Tantangan dan Solusi

Pelayanan di tempat baru atau kepada orang yang belum percaya mungkin terasa sulit dan penuh tantangan. Ada rasa takut ditolak, kekhawatiran dianggap fanatik, atau keengganan keluar dari zona nyaman. Namun, Roh Kudus memampukan kita untuk memberitakan Injil dengan keberanian dan hikmat, seperti yang terjadi dalam pelayanan Paulus.

Gereja juga harus mengedepankan pelatihan misi, doa syafaat, dan pembekalan jemaat agar setiap orang percaya dapat melaksanakan Amanat Agung.

4. Panggilan untuk Bertindak

Membangun pelayanan di tempat lain adalah panggilan yang mulia dan sangat relevan dengan misi Allah. Mari kita:

  • Berdoa bagi mereka yang belum mendengar berita Injil.
  • Menjangkau orang-orang di sekitar kita dengan kasih Kristus.
  • Menyokong misi dan pelayanan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau, baik melalui doa, dana, atau tenaga.

Doa

Tuhan, mampukan kami untuk menjadi alat-Mu dalam menjangkau mereka yang belum mengenal Engkau. Berikan kami keberanian, kasih, dan hikmat dalam memberitakan Injil. Pimpin gereja-Mu untuk melayani di tempat-tempat yang membutuhkan terang kasih-Mu, agar banyak jiwa diselamatkan. Amin.

Share:

Yang Kuat Menerima yang Lemah

Roma 15:1-13

1. Perbedaan Sebagai Keniscayaan

Dalam kehidupan jemaat, perbedaan adalah hal yang tak terhindarkan. Perbedaan pemahaman, kebiasaan, atau latar belakang tidak boleh menjadi alasan untuk menolak atau merendahkan sesama. Paulus mengingatkan jemaat di Roma bahwa mereka yang "kuat" dalam iman wajib menanggung kelemahan mereka yang "tidak kuat" (ayat 1).

Menanggung di sini bukan berarti menyetujui segala hal yang salah, tetapi memikul tanggung jawab untuk menguatkan dan membangun mereka yang masih lemah dalam pengertian iman. Sebagaimana Kristus datang untuk melayani dan menanggung kelemahan manusia, demikian pula kita dipanggil untuk tidak hanya mencari kesenangan diri sendiri, tetapi mendahulukan kesejahteraan sesama (ayat 2-3).

2. Firman dan Pengharapan yang Menyatukan

Melalui Firman Allah, jemaat diajar untuk memiliki pengharapan yang teguh dan hidup dalam keharmonisan (ayat 4). Kehidupan yang sehati dan sepikir tidak datang secara alami, tetapi membutuhkan kesediaan untuk menerima dan menghormati satu sama lain. Paulus menegaskan, sebagaimana Kristus telah menerima kita tanpa syarat, demikian pula kita dipanggil untuk menerima sesama (ayat 7).

3. Kristus Sebagai Teladan Pelayanan

Kristus datang sebagai pelayan bagi bangsa Yahudi untuk menggenapi janji Allah, tetapi tujuan-Nya meluas hingga ke segala bangsa, agar semua orang dapat memuliakan Allah (ayat 8-12). Kesatuan di dalam Kristus tidak didasarkan pada kebiasaan atau tradisi, melainkan pada kasih karunia Allah yang mengundang semua orang ke dalam pengharapan yang berlimpah.

4. Sikap yang Memperkuat Persekutuan

Dalam konteks jemaat Roma, "kuat" merujuk pada mereka yang memahami kebebasan dalam Kristus, seperti makan makanan apa saja tanpa rasa bersalah. Sedangkan "lemah" adalah mereka yang masih terikat pada hukum atau tradisi lama. Paulus menasihatkan agar mereka yang kuat bersikap sabar dan lemah lembut, tidak menyindir atau menyakiti hati saudara-saudara yang belum memahami kebebasan ini.

Sebaliknya, mereka yang lemah dalam iman juga diajak untuk terbuka terhadap pengajaran dan tidak cepat menghakimi mereka yang berbeda. Sikap saling mendukung ini akan memampukan gereja untuk hidup dalam kesatuan, sehingga menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia.

5. Berkat Kehidupan Bersama

Gereja yang bersatu dan saling menerima mencerminkan kasih Allah yang mempersatukan. Oleh sebab itu, mari kita berdoa dan bertindak untuk memupuk sikap saling mendukung, menerima, dan membangun satu sama lain. Kesatuan jemaat akan membawa kemuliaan bagi Tuhan dan menjadi berkat bagi dunia.


---

Doa Berkat
Pagi ini, saya memohonkan berkat dari Tuhan untuk seluruh jemaat:

Kiranya Tuhan mencurahkan kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Tuhan memberkati rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah, ladang, perusahaan, toko, kantor, serta semua usaha kita.

Tuhan menyertai pelayanan, gereja, dan hubungan kita, termasuk calon pendamping hidup.


Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah dalam kehidupan kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.
l
Share:

Jangan Merusak Pekerjaan Allah

Roma 14:13-23

1. Perbedaan yang Memicu Perselisihan

Dalam jemaat Roma, keberagaman antara orang Yahudi dan non-Yahudi menimbulkan perselisihan, terutama soal makanan dan tradisi. Paulus mengingatkan bahwa perbedaan ini tidak boleh menjadi alasan untuk saling menghakimi (ayat 13). Sebaliknya, setiap orang percaya dipanggil untuk tidak menjadi batu sandungan bagi sesama.

Hal yang tampaknya sepele, seperti makanan, bisa merusak pekerjaan Allah jika tidak ditangani dengan kasih dan kebijaksanaan. Paulus menegaskan bahwa Kerajaan Allah bukanlah soal makanan atau minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dalam Roh Kudus (ayat 17). Oleh sebab itu, umat Kristen harus menjaga sikap agar tidak memicu keretakan dalam persekutuan.

2. Dampak Batu Sandungan

Tindakan yang tampaknya kecil, seperti memaksakan pendapat soal makanan, bisa menjadi batu sandungan yang menghancurkan iman orang lain. Paulus mengingatkan bahwa tindakan yang menyakiti hati saudara seiman adalah tindakan yang merusak pekerjaan Allah (ayat 20). Ini bukan hanya soal kebiasaan makan, tetapi mencakup semua sikap dan perilaku yang dapat melukai sesama.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk lebih mengutamakan kasih daripada kepentingan pribadi. Paulus memberikan teladan: "Baiklah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun" (ayat 19).

3. Panggilan untuk Mengendalikan Diri

Paulus menekankan pentingnya pengendalian diri demi menjaga persekutuan. Ia mengajak umat untuk:

Menahan ego dan tidak memaksakan kehendak pribadi.

Mengutamakan kepentingan bersama demi damai sejahtera.

Melayani sesama dengan kasih yang tulus ikhlas.


Mengendalikan diri berarti siap untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kebaikan orang lain. Ini mencerminkan kasih Kristus yang rela berkorban demi keselamatan umat-Nya.

4. Membangun Persekutuan yang Harmonis

Persekutuan yang harmonis membutuhkan komitmen untuk saling menghormati dan membangun. Sebagai anggota tubuh Kristus, setiap orang percaya dipanggil untuk menjaga pikiran, kata-kata, dan tindakan agar tidak melukai sesama. Firman Tuhan mengingatkan bahwa sikap kita yang benar dapat mempererat persekutuan dan memuliakan Allah.

Mari kita berhati-hati dalam setiap tutur kata dan tindakan, serta memohon agar Allah memperlengkapi kita dengan hati yang penuh kasih. Dengan demikian, kita dapat menjadi alat yang membangun, bukan merusak pekerjaan Allah.

Doa Berkat

Di pagi yang penuh kasih ini, saya memohonkan berkat dari Tuhan bagi Bapak, Ibu, dan saudara-saudari sekalian:

Kiranya Tuhan mencurahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Tuhan memberkati rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah, ladang, usaha, toko, kantor, dan semua yang dikerjakan tangan kita.

Tuhan menyertai pelayanan, gereja, dan semua hubungan, termasuk calon pendamping hidup.


Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Saling Menerima

Roma 14:1-12

Dalam perjalanan iman, setiap orang memiliki tingkat pertumbuhan dan pemahaman yang berbeda. Sebagian bertumbuh dengan cepat, sementara yang lain butuh waktu lebih lama. Dalam konteks ini, Paulus mengingatkan pentingnya sikap saling menerima, khususnya dalam jemaat yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti di Roma.

Menghormati Perbedaan

Paulus menasihati jemaat untuk menerima orang yang lemah imannya tanpa berdebat soal hal-hal yang tidak esensial (Roma 14:1). Contohnya adalah perbedaan pandangan mengenai makanan atau hari tertentu (Roma 14:2-5). Baginya, perbedaan ini bukan alasan untuk saling menghakimi. Sebaliknya, setiap orang dipanggil untuk bertanggung jawab langsung kepada Tuhan (Roma 14:10-12).

Kuncinya adalah melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. Baik makan, tidak makan, menghormati hari tertentu, atau tidak, semuanya harus dilakukan dengan motivasi yang berpusat pada Allah (Roma 14:6-9).

Belajar Menerima

Sikap saling menerima adalah dasar dari persekutuan yang harmonis. Alih-alih menilai orang lain berdasarkan standar kita sendiri, kita dipanggil untuk memahami mereka dalam terang kasih Kristus. Setiap perbedaan, baik dalam budaya, kebiasaan, atau pandangan, adalah kesempatan untuk saling melengkapi, bukan memecah-belah.

Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk saling menerima:

  1. Hindari Penghakiman: Jangan mengukur orang lain berdasarkan ukuran diri kita. Tuhanlah yang menjadi Hakim.
  2. Fokus pada Tuhan: Ingat bahwa semua tindakan kita, baik pribadi maupun dalam komunitas, harus ditujukan untuk memuliakan Allah.
  3. Hargai Keberagaman: Lihatlah perbedaan sebagai anugerah yang memperkaya persekutuan.
  4. Belajar Empati: Berusahalah memahami latar belakang, kebutuhan, dan pergumulan orang lain sebelum memberi tanggapan.

Membangun Persekutuan yang Kokoh

Dalam hidup berjemaat, tantangan berupa perbedaan pendapat tidak dapat dihindari. Namun, dengan kasih dan pengertian, kita dapat menjadikan perbedaan ini sebagai sarana pertumbuhan bersama.

Marilah kita berkomitmen untuk saling menerima, sebagaimana Kristus telah menerima kita (Roma 15:7). Dengan sikap ini, kita tidak hanya menjaga harmoni di dalam jemaat, tetapi juga memuliakan Tuhan melalui persatuan dan kasih yang nyata di antara sesama saudara seiman.

Share:

Kasih sebagai Utang

Roma 13:8-14

Utang tidak selalu berbentuk materi seperti uang; ada pula utang non-materi berupa kasih, kebaikan, atau jasa yang wajib dibalas. Dalam Roma 13:8-14, Paulus mengajarkan prinsip hidup orang percaya dengan menempatkan kasih sebagai utang yang wajib terus dibayar.

Pertama, kasih kepada sesama adalah cara untuk menggenapi hukum Allah (Roma 13:8-10). Kasih melampaui semua hukum karena di dalamnya terkandung penghormatan dan kebaikan yang tak merugikan siapa pun.

Kedua, kasih itu mendorong kita meninggalkan perbuatan kegelapan dan mendukung perbuatan yang sopan dan benar (Roma 13:11-13). Kasih sejati memotivasi kita untuk hidup dalam terang dan menjauhkan diri dari dosa-dosa yang mencemarkan jiwa dan tubuh.

Ketiga, kasih itu dilakukan dengan meneladani Yesus Kristus, bukan mengikuti hawa nafsu manusiawi (Roma 13:14). Dengan mengenakan "perlengkapan senjata terang," kita dimampukan untuk hidup memuliakan Tuhan dan menyatakan kasih yang murni kepada sesama.

Utang Kasih yang Tak Ternilai

Kasih Kristus kepada kita adalah kasih yang sempurna, tanpa syarat, dan melampaui segala pemahaman manusia. Kasih ini adalah "utang" yang tak dapat kita bayar sepenuhnya. Namun, kita dipanggil untuk meresponsnya dengan kasih kepada Allah dan sesama.

Kasih yang sejati adalah kasih yang tulus, tanpa pamrih, dan tidak menuntut balasan. Dengan memahami kasih sebagai utang, kita menyadari bahwa kasih tidak pernah "habis dibayar." Setiap hari adalah kesempatan baru untuk menunjukkan kasih kepada orang lain, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, maupun pengampunan.

Panggilan untuk Mengasihi

Sebagai orang percaya, keputusan untuk mengasihi bukanlah investasi demi imbalan, tetapi sebuah tanggapan atas kasih Allah. Dalam kasih, kita menyatakan iman kita kepada Kristus dan menghadirkan terang bagi dunia.

Pertanyaan untuk Diri Kita:

  • Apakah saya telah menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengasihi?
  • Seberapa besar pengorbanan saya untuk menyatakan kasih kepada orang lain?
  • Apakah tindakan saya mencerminkan kasih Kristus yang tanpa syarat?

Mari kita terus berjuang untuk hidup dalam kasih. Setiap tindakan kasih yang tulus, meskipun kecil, pasti menghasilkan buah yang baik. Dengan kasih, kita memuliakan Allah dan membawa damai kepada sesama.

Share:

Kasih kepada Pemerintah

Roma 13:1-7

1. Pemerintah Adalah Alat Allah

Rasul Paulus menegaskan bahwa pemerintah adalah institusi yang ditetapkan oleh Allah. Mereka adalah pelayan-Nya untuk menjaga ketertiban, mendatangkan kebaikan, dan menegakkan hukum (ayat 1-4). Hal ini berlaku bahkan ketika pemerintah tidak selalu adil. Dengan mengingat hal ini, kita diajar untuk tunduk pada otoritas pemerintah sebagai bagian dari ketaatan kita kepada Allah.

Pemerintah menjalankan fungsi sebagai alat Allah untuk menghukum kejahatan dan memberi penghargaan kepada yang benar. Karena itu, Paulus mengimbau agar orang percaya hidup dalam ketertiban, menaati aturan yang ada, dan memberikan apa yang menjadi kewajiban kepada pemerintah.

2. Kewajiban Kita Sebagai Warga Negara

Paulus memberikan contoh konkret, yaitu pembayaran pajak. Pajak adalah salah satu cara kita mendukung keberlangsungan pemerintahan yang diatur Allah (ayat 6-7). Tindakan sederhana seperti membayar pajak tepat waktu adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai warga negara sekaligus ungkapan kasih kepada Allah.

Yesus Kristus sendiri mengajarkan prinsip yang sama: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah" (Matius 22:21). Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya menghormati otoritas pemerintah tanpa melupakan tanggung jawab kita kepada Tuhan.

3. Tantangan dan Perenungan

Namun, bagaimana jika pemerintah bertindak tidak adil?

  • Tetap taat selama aturan tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Jika peraturan yang dibuat pemerintah tidak melanggar hukum Allah, maka ketaatan kita adalah bukti iman kita kepada Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu.
  • Hidup dengan integritas. Meski kita melihat ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintah, itu tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berlaku curang atau apatis. Tanggung jawab kita kepada negara tetap mencerminkan tanggung jawab kita kepada Allah.

Beberapa refleksi sederhana:

  • Apakah kita sudah membayar pajak dengan jujur?
  • Bagaimana sikap kita terhadap aturan pemerintah yang mungkin terasa memberatkan?
  • Apakah kita memberi contoh kepada sesama sebagai warga negara yang taat hukum?

4. Kasih sebagai Fondasi

Mengasihi pemerintah berarti menunjukkan penghormatan kepada mereka, sekalipun tidak sempurna. Dengan menjadi warga negara yang baik, kita menyatakan kasih kepada sesama dan memuliakan Allah. Taat kepada pemerintah bukan berarti mendukung semua tindakannya, tetapi menunjukkan bahwa kita adalah umat Allah yang hidup dengan hikmat, hormat, dan tanggung jawab.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjalankan kewajiban sebagai warga negara dengan penuh kasih dan ketaatan. Ketundukan kita pada pemerintah adalah refleksi dari iman kita kepada Tuhan yang menetapkan otoritas di dunia ini.

Berilah yang wajib kita berikan, dan jadilah garam serta terang melalui sikap hormat dan kasih kepada pemerintah.

Share:

Karunia yang Tidak Sia-sia

Roma 12:9-21

1. Karunia yang Dilandasi Kasih

Karunia tanpa kasih akan menjadi sia-sia. Rasul Paulus menegaskan bahwa kasih adalah elemen utama dalam penggunaan karunia (ayat 9). Karunia yang dipakai tanpa kasih hanya akan berujung pada kesombongan, kepura-puraan, atau penghargaan duniawi semata (bdk. 1Kor. 13:1-3).

Kasih yang dimaksud di sini bukanlah sekadar emosi atau perasaan, tetapi kasih yang tulus dan nyata dalam tindakan. Mengasihi sesama berarti memandang mereka sebagai saudara yang perlu kita pedulikan dengan sepenuh hati (ayat 10).

2. Ciri Kasih yang Tulus Ikhlas

Paulus menggambarkan kasih yang sejati dengan tindakan nyata:

  • Mengutamakan kebaikan dan menjauhi kejahatan (ayat 9).
  • Menghormati sesama lebih dari diri sendiri (ayat 10).
  • Bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan tekun dalam doa (ayat 12).
  • Berempati dengan yang bersukacita dan berduka (ayat 15).
  • Memberkati orang yang memusuhi, bukan mengutuk mereka (ayat 14).
  • Berbuat baik bahkan kepada mereka yang berbuat jahat (ayat 20).

Kasih sejati melampaui hubungan sesama orang percaya. Bahkan, terhadap seteru sekalipun, kasih memanggil kita untuk memberkati, mengampuni, dan menunjukkan kebaikan.

3. Mengalahkan Kejahatan dengan Kasih

Paulus mengakhiri nasihatnya dengan perintah untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan kebaikan (ayat 17-21). Ia mengajarkan bahwa kasih adalah senjata paling ampuh untuk mengalahkan kejahatan. Ketika kita membalas kebencian dengan kasih, kita tidak hanya menghancurkan lingkaran kejahatan, tetapi juga memuliakan Tuhan melalui hidup kita.

Perenungan

  1. Apakah Kita Melayani dengan Kasih?
    Menggunakan karunia haruslah dilandasi kasih yang tulus. Apakah kita melayani karena ingin dihargai, atau karena kita ingin memuliakan Tuhan dan membantu sesama?

  2. Bagaimana Kita Menyikapi Orang yang Sulit?
    Kasih sejati menantang kita untuk memperlakukan musuh dengan baik. Apakah kita mampu memberkati mereka yang menyakiti kita, seperti yang diajarkan Yesus?

  3. Apa Motivasi Kita dalam Berbuat Baik?
    Apakah tindakan kita didasari ketulusan, atau ada motivasi tersembunyi seperti pujian, penghargaan, atau balas jasa?

Kesimpulan

Karunia adalah anugerah Allah, tetapi karunia tanpa kasih adalah sia-sia. Allah memanggil kita untuk menghidupi kasih yang tulus dalam segala hal yang kita lakukan, baik dalam melayani sesama maupun dalam menghadapi musuh. Kasih yang tulus ikhlas, yang lahir dari hati yang telah diperbarui oleh Tuhan, akan menghasilkan buah yang memuliakan Allah.

Hiduplah dengan kasih yang nyata, dan gunakan karunia untuk melayani dengan ketulusan!

Share:

Memiliki Karunia untuk Saling Melengkapi

Roma 12:1-8

1. Karunia Sebagai Wujud Kemurahan Allah

Paulus mengawali nasihatnya dengan ajakan untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Ini adalah respons atas kemurahan Tuhan (ayat 1). Kita dipanggil untuk menjalani hidup yang diperbarui oleh firman-Nya, menjauhkan diri dari pola dunia, dan membiarkan kehendak Allah membentuk kita (ayat 2).

2. Karunia untuk Melayani dan Melengkapi

Setiap orang percaya diperlengkapi dengan karunia berbeda-beda. Paulus menekankan pentingnya sikap rendah hati dalam menggunakan karunia tersebut (ayat 3). Dalam tubuh Kristus, setiap orang adalah bagian yang memiliki fungsi tertentu, dan semuanya saling melengkapi (ayat 4-5).

Daftar karunia yang Paulus sebutkan (ayat 6-8):

  • Bernubuat sesuai iman yang diberikan Allah.
  • Melayani dengan penuh kesungguhan.
  • Mengajar dengan ketekunan.
  • Menasehati dengan kebijaksanaan.
  • Memberi dengan sukacita.
  • Memimpin dengan kesungguhan hati.
  • Menunjukkan kemurahan dengan kerelaan.

Karunia-karunia ini adalah anugerah untuk mendukung tubuh Kristus, bukan untuk kesombongan pribadi.

3. Hidup dalam Harmoni dan Saling Melengkapi

Seperti tubuh yang memiliki banyak anggota, setiap bagian penting untuk menjalankan fungsi tertentu. Tidak ada bagian yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan analogi ini, Paulus mengingatkan bahwa karunia tidak untuk pameran kemampuan, tetapi untuk melayani dan menguatkan sesama dalam iman.

Perenungan

  1. Apa Karunia Kita?
    Setiap kita memiliki karunia unik dari Allah. Tugas kita adalah mengenal dan mengembangkan karunia tersebut, bukan membandingkan dengan orang lain.

  2. Bagaimana Kita Menggunakannya?
    Karunia itu bukan milik kita semata, tetapi alat untuk membawa berkat bagi orang lain. Apakah kita menggunakannya dengan semangat pelayanan?

  3. Hidup Sebagai Persembahan Hidup
    Menggunakan karunia adalah wujud persembahan hidup kepada Allah. Melalui pelayanan, tindakan, dan semangat memberi, kita menunjukkan bahwa hidup kita adalah milik-Nya.

Kesimpulan

Allah menciptakan kita dengan karunia yang berbeda-beda agar kita saling melengkapi sebagai tubuh Kristus. Jangan pernah meremehkan karunia yang terlihat sederhana atau merasa rendah diri dengan apa yang kita miliki. Sebaliknya, gunakan setiap karunia dengan sukacita, kerendahan hati, dan semangat melayani, sehingga nama Allah dipermuliakan.

Apa pun karunia yang kita miliki, persembahkanlah itu kepada Allah dan gunakanlah untuk melayani sesama!

Share:

Allah yang Menakjubkan

Roma 11:25-36

1. Rencana Allah yang Tak Terselami

Paulus dengan jelas menyatakan bahwa keselamatan adalah karya Allah yang penuh misteri dan hikmat. Penolakan sementara oleh bangsa Israel atas keselamatan tidak berarti mereka ditinggalkan selamanya. Sebaliknya, Allah menggunakan momen itu untuk membawa bangsa-bangsa lain, termasuk kita, kepada keselamatan (ayat 25-26). Namun, pada akhirnya, bangsa Israel juga akan beroleh belas kasihan Allah sesuai dengan janji-Nya. Ini menunjukkan bahwa rencana Allah melampaui akal budi manusia, menakjubkan dan tidak dapat diselami.

2. Kasih Karunia bagi Semua

Baik bangsa Yahudi maupun non-Yahudi, keduanya berada dalam posisi ketidaktaatan. Namun, melalui belas kasihan Allah, kita semua dipanggil untuk menerima keselamatan. Kasih karunia-Nya tidak diberikan karena kita layak, tetapi karena Allah begitu mengasihi manusia (ayat 30-32). Dia menunjukkan bahwa keselamatan tidak bergantung pada usaha atau kebaikan kita, tetapi semata-mata pada belas kasihan-Nya.

3. Kemuliaan Allah yang Agung

Paulus melanjutkan dengan menyerukan kekaguman terhadap hikmat dan kebesaran Allah. Keputusan-Nya tak terselami, jalan-Nya tak tertandingi, dan rencana-Nya melampaui pengertian manusia (ayat 33-35). Ini membawa kita kepada doksologi yang penuh syukur:
"Segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan untuk Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (ayat 36).

Perenungan untuk Kita

  1. Tidak Ada Tempat untuk Kesombongan
    Keselamatan yang kita terima adalah anugerah, bukan hasil usaha kita. Karena itu, kita tidak boleh merasa lebih baik daripada orang lain, tetapi harus tetap rendah hati di hadapan Allah.

  2. Syukuri Jalan Tuhan
    Kehidupan kita adalah bukti nyata betapa menakjubkannya karya Allah. Saat kita mengingat bagaimana Tuhan memimpin hidup kita, kita melihat tangan-Nya yang ajaib membimbing kita bahkan di tengah ketidaktaatan kita.

  3. Percaya pada Rencana-Nya
    Rencana Allah sering kali tidak dapat dipahami, tetapi kita tahu bahwa Dia selalu bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28). Karena itu, kita dipanggil untuk percaya sepenuhnya kepada jalan-Nya.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa hidup ini adalah bukti nyata dari kasih karunia dan kebesaran Allah yang menakjubkan. Jangan berhenti untuk bersyukur dan memuji-Nya karena karya keselamatan-Nya yang ajaib dalam hidup kita. Sekalipun kita tidak mengerti sepenuhnya jalan-Nya, kita tahu bahwa Dia selalu bekerja dengan cara yang luar biasa untuk membawa kita kepada rencana-Nya yang sempurna.

Mari bersyukur atas kasih dan hikmat-Nya yang tak terselami!

Share:

Hati-hati dengan Zona Nyaman!

Roma 11:11-23

Zona nyaman sering kali menjadi perangkap bagi orang percaya. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Kristen non-Yahudi memberikan peringatan yang relevan bagi kita hingga saat ini. Walaupun bangsa-bangsa non-Yahudi mendapatkan kesempatan menerima keselamatan karena pelanggaran bangsa Yahudi, hal itu tidak berarti bahwa mereka boleh merasa aman tanpa waspada.

1. Bangsa Yahudi Tetap Orang Pilihan

Paulus menegaskan bahwa bangsa Yahudi tetaplah umat pilihan Allah (ayat 23). Pelanggaran mereka membuka jalan bagi bangsa-bangsa lain untuk menerima keselamatan, tetapi bukan berarti Allah meninggalkan mereka sepenuhnya. Allah memberikan kesempatan bagi bangsa Yahudi untuk bertobat dan dipulihkan. Ini adalah bukti bahwa Allah tetap setia kepada janji-Nya.

2. Peringatan bagi Non-Yahudi

Paulus menggunakan ilustrasi pohon zaitun untuk menjelaskan posisi bangsa non-Yahudi sebagai cabang yang dicangkokkan (ayat 17-21). Jika cabang asli saja bisa dipatahkan karena ketidaktaatan, maka cabang yang dicangkokkan pun dapat dipatahkan jika mereka tidak setia. Artinya, keselamatan yang telah diterima tidak boleh dianggap enteng atau menjadi alasan untuk sombong secara rohani.

3. Allah yang Penuh Kemurahan dan Keadilan

Paulus mengingatkan bahwa Allah bukan hanya penuh kemurahan, tetapi juga keadilan (ayat 22). Keselamatan adalah anugerah, namun tidak berarti Allah mentoleransi dosa. Kita harus menghargai anugerah keselamatan dengan hidup dalam ketaatan, sebab Allah berhak untuk menghukum mereka yang tidak menghormati kasih karunia-Nya.

4. Waspadai Zona Nyaman

Seperti pengemudi yang terlalu nyaman di jalan tol hingga kehilangan kewaspadaan, orang percaya juga bisa terjebak dalam zona nyaman rohani. Ketika merasa aman dan puas dengan keadaan kita, ada bahaya untuk mulai melonggarkan ketaatan atau menurunkan standar iman. Inilah saat kita harus berhati-hati agar tidak keluar dari jalur yang telah Tuhan tetapkan.

  • Jaga Ketaatan: Jangan lengah dalam hidup rohani. Teruslah bertekun dalam doa, firman, dan pelayanan.
  • Hindari Kesombongan Rohani: Ingat bahwa keselamatan adalah murni anugerah Allah, bukan karena usaha kita.
  • Hidup dengan Penuh Syukur: Tunjukkan rasa syukur atas keselamatan dengan hidup yang memuliakan Allah.

Keselamatan adalah pemberian yang luar biasa dari Allah, tetapi juga tanggung jawab yang besar. Jangan terlena dengan zona nyaman, tetapi hiduplah dengan sikap yang menghormati dan menghargai anugerah keselamatan. Apa pun situasi kita, tetaplah setia dan waspada. Berbaliklah segera jika kita mulai keluar jalur, dan kembalilah kepada jalan-Nya.

Share:

Dengarkan dan Lakukan!

Roma 10:18-21

Mendengar dan mengerti adalah dua hal yang berbeda. Sekalipun seseorang mendengar sesuatu, belum tentu ia memahaminya. Dalam Kitab Roma, Paulus menyoroti masalah ini dalam kehidupan bangsa Israel. Mereka mendengar firman Allah berkali-kali, baik melalui Nabi Musa maupun Nabi Yesaya (ayat 19-20), namun sayangnya mereka gagal untuk mengerti dan taat kepada-Nya.

  1. Mendengar Tanpa Ketaatan
    Israel sudah berulang kali mendengar firman, namun ketidaktaatan mereka menunjukkan bahwa sekadar mendengar tidaklah cukup. Ketika firman Allah disampaikan, yang lebih penting adalah sikap hati yang benar untuk menerima, memahami, dan menghidupinya. Allah menghendaki umat yang mengasihi dan menaati-Nya, bukan hanya sekadar pendengar.

  2. Bahaya Ketidaktaatan
    Sejarah Israel mengajarkan bahwa ketidaktaatan membawa konsekuensi serius. Paulus mengingatkan kita melalui kisah bangsa ini untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga untuk merespons firman dengan hati yang taat. Kedegilan hati Israel membawa mereka kepada hukuman Allah, bukan berkat. Seperti yang dikatakan Yakobus, kita harus menjadi "pelaku firman, bukan hanya pendengar" (Yak. 1:22).

  3. Pendengaran yang Membawa Ketaatan
    Ketika kita mendengar firman Tuhan dengan hati yang benar, kita menjadi semakin dekat kepada-Nya. Pendengaran yang disertai dengan pengertian yang benar mendatangkan ketaatan, dan ketaatan membawa berkat serta kedamaian dari Allah. Semakin kita mengenal firman-Nya, semakin besar kasih kita kepada-Nya, dan semakin kita terdorong untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

  4. Menghidupi Firman dengan Setia
    Bacalah dan renungkan firman Allah setiap hari, bukan hanya sebagai rutinitas tetapi dengan hati yang terbuka untuk mendengar dan melakukannya. Firman Allah bukan sekadar informasi, tetapi adalah kekuatan yang memulihkan dan mengubahkan hidup kita. Kita dipanggil untuk menjadi pelaku firman, bukan hanya pendengar, agar hidup kita memuliakan Allah.

Respon Kita
Belajarlah dari sejarah bangsa Israel. Pendengaran tanpa sikap hati yang benar hanya membawa murka Allah. Namun, mendengar dan melakukan firman-Nya membawa kita kepada hidup dalam kasih dan janji keselamatan. Mari kita setia dalam membaca, mendengar, dan melaksanakan firman Tuhan, agar karya-Nya nyata dalam hidup kita dan memancarkan kasih-Nya kepada duni

Share:

Bukan Ditolak, tetapi Dipilih

Roma 11:1-7

Penolakan adalah hal yang menyakitkan, terutama ketika kita sudah merasa yakin akan penerimaan. Paulus mengangkat isu ini dalam hubungannya dengan umat Allah, Israel. Apakah mungkin Allah menolak umat yang telah dipilih-Nya? Paulus dengan tegas menjawab: tidak. Allah tidak menolak umat-Nya, melainkan selalu menyisakan kelompok pilihan berdasarkan anugerah-Nya.

  1. Bukti Kasih Setia Allah terhadap Pilihan-Nya
    Paulus menyebut dirinya sebagai bukti pertama bahwa Allah tidak membuang umat-Nya. Paulus adalah orang Israel yang telah dipilih dan diselamatkan oleh Allah (ayat 1). Bukti lain adalah sejarah bangsa Israel di zaman nabi Elia, ketika meskipun banyak nabi yang memberontak, Allah tetap menyisakan tujuh ribu orang setia bagi-Nya (ayat 2-4). Maka, Allah selalu memiliki umat pilihan, kelompok yang disisihkan berdasarkan kasih karunia-Nya.

  2. Dipilih Berdasarkan Anugerah
    Orang-orang percaya tidak dipilih karena prestasi atau perbuatan, melainkan karena kasih karunia Allah semata (ayat 5-6). Pengakuan ini mengingatkan kita akan sifat pemilihan Allah yang bukan hasil usaha kita, melainkan pemberian cuma-cuma dari Allah. Anugerah ini seharusnya membangkitkan rasa syukur dan tanggung jawab, bukan kesombongan atau kebanggaan pribadi.

  3. Hidup sebagai Orang Pilihan
    Paulus mengingatkan kita untuk hidup sebagai orang-orang pilihan. Pilihan ini membawa implikasi bagi setiap tindakan, pikiran, dan perkataan kita. Menjadi orang pilihan Allah tidak berarti kita dapat bertindak sesuka hati, tetapi justru memberi kita tanggung jawab untuk hidup memuliakan Dia. Cara kita berpikir, bertindak, dan berbicara harus mencerminkan kebenaran dan kasih Allah.

  4. Bersyukur dan Berbuat Maksimal
    Kesadaran bahwa kita dipilih oleh Allah harus menjadi alasan kita untuk berbuat baik dan menampilkan kasih-Nya di tengah dunia. Menghidupi iman kita sebagai orang pilihan berarti melayani Allah dan sesama dengan sepenuh hati, tanpa menghakimi atau meremehkan orang lain.

Respon Kita
Hari ini kita diingatkan bahwa kita adalah orang pilihan, bukan orang buangan. Kita bukan dipilih karena kekuatan atau kehebatan kita, tetapi semata-mata karena kemurahan Allah. Mari kita renungkan, betapa istimewanya kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk menjadi umat-Nya. Kiranya kita terus menghidupi identitas sebagai orang-orang pilihan dengan menyatakan kebenaran dan kasih Allah dalam setiap aspek kehidupan kita.

Share:

Pujian Natal 15 Desember 2024

Share:

Akui, Percaya, dan Beritakan!

Roma 10:4-15

Kita sering kali merasa kecewa pada diri sendiri ketika gagal menaati firman Tuhan. Kekecewaan ini bisa membuat kita frustrasi karena menyadari ketidakmampuan kita untuk memenuhi seluruh tuntutan hukum Allah dengan sempurna. Firman Tuhan dalam perikop ini mengingatkan kita bahwa keselamatan tidak bergantung pada usaha kita memenuhi Hukum Taurat, tetapi pada karya Kristus yang sudah menggenapi semua tuntutan hukum (ayat 4). Hukum Taurat menekankan perbuatan, sementara iman menekankan ketergantungan kita kepada Kristus (ayat 5-7).

  1. Kristus, Inti dari Keselamatan
    Tidak ada satu pun manusia yang dapat hidup benar di hadapan Allah melalui usaha sendiri, kecuali Yesus Kristus yang telah memenuhi setiap tuntutan hukum Allah dengan sempurna. Dialah pusat kebenaran dan keselamatan kita. Oleh sebab itu, keselamatan yang sejati hanya dapat kita peroleh dengan mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan mempercayai kebangkitan-Nya. Allah telah menyediakan keselamatan ini bagi setiap orang yang percaya, seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya dan Yoel (ayat 9-13; lih. Yes. 28:16; Yoel 2:32).

  2. Mengandalkan Anugerah, Bukan Usaha Sendiri
    Pembenaran dan keselamatan datang kepada kita bukan karena kesempurnaan dalam menjalankan firman, tetapi karena Kristus yang telah menggenapi seluruh tuntutan Allah bagi kita. Semua ini adalah kasih karunia Allah, diberikan kepada kita saat kita masih berdosa, bukan sebagai hasil usaha kita. Ini menunjukkan betapa besar kasih Allah kepada kita, yang tak bersyarat dan penuh belas kasih.

  3. Dipanggil untuk Menghidupi dan Memberitakan Injil
    Setelah menerima keselamatan, kita juga menerima panggilan untuk memberitakan kabar baik itu kepada orang lain. Rasul Paulus mengingatkan bahwa Injil harus disampaikan supaya orang lain dapat mengenal Kristus dan memperoleh keselamatan (ayat 14-15). Allah menggunakan kita sebagai perpanjangan tangan-Nya untuk membawa kabar keselamatan kepada dunia.

  4. Menghidupi dan Menyampaikan Kabar Baik
    Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup seturut firman Tuhan dan juga untuk memberitakan Injil melalui perkataan dan tindakan kita. Injil bukan sekadar teori; itu adalah kehidupan yang nyata yang harus terlihat melalui kasih, pengampunan, dan ketulusan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Respon Kita
Mari kita perbarui komitmen kita kepada Kristus dengan mengakui bahwa Dialah satu-satunya jalan keselamatan dan percaya pada kuasa kebangkitan-Nya. Ketika kita mengakui Kristus sebagai Tuhan, kita menyatakan iman kita kepada dunia dan memperlihatkan kasih karunia-Nya melalui hidup kita. Inilah panggilan kita sebagai anak-anak Allah: menghidupi firman dan menyampaikan keselamatan yang telah dianugerahkan kepada kita dengan penuh sukacita dan syukur.

Share:

Buah dari Iman

Roma 9:30--10:3

Sebagai orang percaya, kita dipanggil menjadi garam dan terang dunia, menjadi saksi yang memancarkan kasih dan kebenaran Allah. Namun, di tengah panggilan ini, sering kali kita mendapati bahwa hidup kita bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain jika tidak mencerminkan iman yang sejati.

  1. Kebenaran Berdasarkan Iman
    Allah menunjukkan bahwa kebenaran sejati diperoleh melalui iman, bukan melalui usaha manusia. Paulus mencatat bahwa banyak bangsa yang tidak mengejar kebenaran Allah justru mendapatkannya karena mereka percaya, sementara bangsa Israel, meski mengenal hukum Allah, gagal dalam mengejar kebenaran karena mereka terlalu berfokus pada perbuatan (ayat 30-31). Dalam hal ini, mereka lebih mengandalkan kebenaran yang mereka bangun sendiri, bukannya kebenaran Allah yang ditawarkan melalui iman kepada Kristus (ayat 32).

  2. Iman sebagai Dasar, Perbuatan sebagai Buah
    Paulus menginginkan bangsa Israel dan semua orang percaya untuk menerima keselamatan dengan benar, yaitu didasarkan pada iman yang tulus. Tanpa dasar iman, perbuatan kita hanyalah sekadar usaha manusia yang tidak dapat memenuhi standar Allah. Namun, perbuatan yang dihasilkan dari iman adalah perbuatan yang sejati, yang mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Seperti yang dikatakan dalam Yakobus 2:26, “Iman tanpa perbuatan adalah mati.” Iman dan perbuatan berjalan seiring sebagai bukti hidup yang berkenan kepada Allah.

  3. Keselamatan Bukan karena Kebaikan Diri Sendiri
    Jika kita fokus pada perbuatan atau kebaikan diri sendiri, kita bisa terjebak dalam pola pikir yang berusaha membangun kriteria keselamatan berdasarkan standar kita sendiri. Ini sering berujung pada sikap sombong rohani dan kesalahpahaman bahwa kita bisa memperoleh keselamatan dengan usaha manusia. Keselamatan adalah anugerah Allah, dan perbuatan baik adalah respons kita terhadap kasih karunia itu, bukan syaratnya. Itulah sebabnya kita perlu melibatkan Kristus dalam segala hal yang kita lakukan, sebagai wujud syukur atas keselamatan yang telah kita terima.

  4. Menyatakan Kasih Allah melalui Perbuatan
    Perbuatan yang lahir dari iman akan memancarkan kasih Allah kepada orang lain. Ketika kita menolong atau melayani dengan tulus, orang lain bisa merasakan kehadiran dan kasih Allah yang sejati. Melalui perbuatan yang kita lakukan, nama Tuhan dipermuliakan, bukan karena keterampilan kita, tetapi karena itulah kehendak-Nya agar kita hidup sebagai kesaksian-Nya di dunia ini.

Menghidupi Iman Setiap Hari
Mari kita periksa dasar dari setiap tindakan kita. Apakah kita melayani dengan pengertian yang benar dan iman yang teguh pada Yesus Kristus? Atau masihkah kita cenderung mengandalkan kebaikan dan kemampuan diri sendiri? Iman yang sejati akan melahirkan perbuatan yang memperkenalkan kasih dan kebenaran Allah kepada dunia.

Setiap hari, libatkanlah Tuhan dalam pikiran, perkataan, dan tindakan kita. Biarlah hidup kita menjadi cerminan kasih Allah yang memuliakan nama-Nya, sehingga kita bisa benar-benar menjadi garam dan terang yang menginspirasi dunia.

Share:

Allahlah yang Berdaulat

Roma 9:1-21

Kita sering mendengar ungkapan, “Kebenaran itu menyakitkan.” Walaupun terasa pahit, kebenaran tetap harus disampaikan agar kita tidak tersesat dan bisa hidup dalam terang Allah. Paulus menghayati prinsip ini saat berbicara tentang Israel dan pemilihan Allah.

  1. Kedudukan Israel dan Janji Keselamatan
    Paulus merasa sangat sedih atas kenyataan bahwa tidak semua orang Israel menerima keselamatan Allah. Walaupun mereka adalah bangsa yang diangkat menjadi anak, memiliki perjanjian, hukum Taurat, dan janji Allah (ayat 1-5), itu tidak otomatis membuat mereka menjadi anak-anak Allah. Paulus menjelaskan bahwa yang menjadi anak-anak Allah adalah mereka yang tergolong dalam anak-anak perjanjian, bukan sekadar keturunan jasmani (ayat 6-9). Dengan demikian, keselamatan bukan soal garis keturunan atau usaha manusia, melainkan panggilan Allah yang berdaulat.

  2. Kedaulatan Allah dalam Memilih dan Menetapkan
    Allah berhak atas segala ciptaan-Nya. Seperti seorang tukang periuk yang membentuk tanah liat menjadi berbagai macam bejana, Allah berhak memilih dan menetapkan umat pilihan-Nya (ayat 19-21). Pemilihan ini tidak berdasarkan agama, suku, atau prestasi manusia, melainkan kedaulatan Allah yang meliputi seluruh ciptaan-Nya. Kedaulatan ini menunjukkan kasih dan belas kasihan Allah, yang terbuka bagi siapa saja dari segala bangsa yang Ia pilih (ayat 14-18).

  3. Anugerah Keselamatan yang Harus Direspons dengan Syukur
    Kita adalah orang-orang yang menerima keselamatan karena anugerah Allah, bukan karena usaha, asal-usul, atau perbuatan kita. Harta, status, maupun prestasi manusia tidak bisa diandalkan untuk keselamatan. Allah memilih dan menetapkan kita dalam anugerah-Nya, dan kita dipanggil untuk merespons ini dengan ucapan syukur, bukan kesombongan.

  4. Panggilan untuk Memberitakan Keselamatan
    Keselamatan bukan hak istimewa bangsa atau kelompok tertentu. Paulus mengingatkan bahwa keselamatan Allah terbuka bagi semua bangsa. Jadi, meskipun kita tidak bisa menentukan siapa yang menjadi orang pilihan Allah, kita dipanggil untuk memberitakan Injil kepada semua orang tanpa kecuali. Inilah respons yang benar bagi kita, umat Allah, agar banyak orang dapat merasakan anugerah keselamatan yang juga kita terima.

Mengandalkan Anugerah, Bukan Status atau Perbuatan
Anugerah Allah yang kita terima tidaklah didasarkan pada siapa kita atau apa yang telah kita lakukan. Semua orang, apa pun suku dan bahasanya, berpeluang untuk menerima keselamatan. Oleh karena itu, mari kita hidup dengan rasa syukur dan rendah hati, menyadari bahwa keselamatan kita semata-mata adalah hasil kasih karunia-Nya.

Mari kita selalu ingat untuk tidak membatasi kasih Allah pada mereka yang menurut kita layak. Sebaliknya, mari kita membuka hati untuk memberitakan kasih dan keselamatan-Nya kepada semua orang di sekitar kita, sebagai respons terhadap kedaulatan Allah yang memilih dan menyelamatkan.

Share:

Pegang dan Terimalah!

Roma 8:31-39

Sering kali, tantangan dan pergumulan hidup bisa menggoyahkan hati kita. Kita mungkin merasa takut atau gentar ketika menghadapi masalah, bahkan sampai meragukan kasih Allah. Namun, Firman Tuhan mengingatkan kita tentang kepastian kasih Allah yang tak tergoyahkan dan anugerah-Nya yang luar biasa.

  1. Kasih Allah yang Terbukti Melalui Kristus
    Allah menunjukkan kasih-Nya yang besar dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, sebagai tebusan bagi kita. Dia rela mengorbankan yang paling berharga untuk menyelamatkan kita (ayat 32). Ini adalah bukti bahwa Allah begitu mengasihi kita dan akan memberikan segala sesuatu yang kita perlukan demi kebaikan kita di dalam Kristus. Kasih ini lebih besar dari segala kekhawatiran dan ketakutan kita.

  2. Allah yang Membela dan Menjamin Umat-Nya
    Di tengah segala tuduhan dan gugatan Iblis, Allah membenarkan kita sebagai umat pilihan-Nya. Kristus menjadi Pembela yang senantiasa hadir untuk kita di hadapan Allah (ayat 33-34). Tak ada kuasa atau tuduhan yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Allah menjamin kemenangan dan keselamatan bagi kita, bukan dalam bentuk kekayaan atau kenikmatan duniawi, melainkan melalui janji kehidupan kekal di dalam Kristus.

  3. Kasih yang Melampaui Segala Penderitaan
    Tak ada penderitaan atau tantangan yang dapat menghalangi kasih Allah dalam hidup kita. Bahkan, ketika kita mengalami kesulitan, penderitaan, atau bahaya maut, kasih Allah tetap hadir dan berkuasa. Dalam segala keadaan, Allah menjadikan kita lebih dari pemenang (ayat 35-37). Iman yang kita miliki bukan berarti bebas dari penderitaan, tetapi memberi kekuatan untuk bertahan dan percaya pada janji Allah.

  4. Jaminan Kasih yang Tak Terpisahkan
    Paulus menutup dengan pernyataan yang luar biasa: tak ada satu pun, baik maut, hidup, malaikat, kuasa, atau apa pun yang diciptakan, yang mampu memisahkan kita dari kasih Allah (ayat 38-39). Kasih Allah bersifat kekal dan tak tergoyahkan. Kita aman dalam kasih Allah yang sempurna, dan janji ini menjadi dasar yang kokoh bagi hidup kita.

Mengandalkan Kasih dan Janji Allah
Allah yang telah memanggil kita juga yang menjamin kehidupan kita sampai pada akhirnya. Keselamatan dan kasih-Nya adalah jaminan terbesar yang kita miliki di tengah dunia yang penuh pergumulan ini. Fokus pada kasih Allah yang besar akan membantu kita mengatasi kekhawatiran yang membatasi iman kita.

Marilah kita hidup dengan penuh keyakinan akan janji Allah. Pegang erat kasih-Nya dan terimalah jaminan keselamatan yang Ia berikan. Apa pun yang kita hadapi, ingatlah bahwa Allah yang penuh kuasa dan kasih senantiasa menyertai kita.

Share:

Menderita? Siapa Takut!

Roma 8:18-30

Dalam hidup, penderitaan dan tantangan adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Banyak orang menyerah ketika hidup terasa pahit, terutama jika harapan mereka tidak sejalan dengan kenyataan yang mereka alami. Namun, sebagai anak-anak Allah, kita diajak untuk melihat penderitaan dengan cara yang berbeda. Penderitaan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses untuk mencapai kemuliaan yang Allah janjikan.

  1. Pengharapan di Tengah Penderitaan
    Paulus mengingatkan kita bahwa penderitaan saat ini tak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kelak (ayat 18). Ini adalah panggilan untuk hidup dengan fokus pada janji Allah, bukan pada kesulitan yang kita alami. Kita menantikan pembebasan, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk seluruh ciptaan (ayat 22-25). Dalam pengharapan inilah kita menemukan kekuatan untuk bertahan dan terus berjalan meskipun keadaan sulit.

  2. Roh Kudus sebagai Penolong
    Allah memahami keterbatasan kita dalam menghadapi penderitaan, dan itulah sebabnya Ia memberi kita Roh Kudus. Ketika kita lemah dan tak tahu apa yang harus kita doakan, Roh Kudus membantu kita untuk berdoa dalam pengharapan yang benar (ayat 26-27). Doa yang dipimpin Roh Kudus mengarahkan hati kita kepada kehendak Allah, memberikan ketenangan bahwa kita tidak berjalan sendiri.

  3. Allah Turut Bekerja untuk Kebaikan
    Paulus menguatkan kita dengan mengatakan bahwa Allah turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya (ayat 28). Bagi anak-anak-Nya, Allah tidak hanya menyertai, tetapi juga memampukan kita untuk semakin serupa dengan Kristus (ayat 29-30). Ini adalah jaminan bahwa penderitaan kita tidak sia-sia—Allah sedang membentuk kita, mempersiapkan kita untuk kemuliaan bersama-Nya.

Pengharapan yang Tak Tergoyahkan
Bagi mereka yang belum mengenal Kristus, penderitaan bisa terasa begitu berat karena tidak ada dasar pengharapan yang kuat. Namun, sebagai anak-anak Allah, kita diajak untuk berpegang pada janji-Nya dan percaya bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya. Bahkan di tengah penderitaan, kita tahu bahwa Allah sedang membawa kita menuju kemuliaan yang kekal.

Mari kita tidak menyerah atau berputus asa ketika menghadapi kesulitan. Letakkanlah pengharapan kita bukan pada apa yang tampak, tetapi pada janji Allah yang setia. Percayalah, Allah yang telah memilih kita akan memimpin kita hingga akhir dan membawa kita kepada kemuliaan bersama Yesus Kristus.

Share:

Kunci Keberhasilan Mengatasi Dosa

Roma 8:1-17

Melawan dosa adalah perjuangan yang tak mudah. Tubuh kita yang lemah sering kali jatuh dalam godaan, dan semakin kita berusaha dengan kekuatan sendiri, semakin sering kita gagal. Paulus mengingatkan kita bahwa manusia tak berdaya melawan dosa tanpa pertolongan Allah. Justru karena kelemahan kita, Allah mengutus Yesus untuk memerdekakan kita dari kuasa dosa, sehingga kita dapat hidup menurut Roh, bukan daging (ayat 3-4).

  1. Kehidupan yang Dipimpin oleh Roh
    Orang yang hidup menurut Roh memiliki pikiran yang diubahkan oleh Roh Kudus, dan ini menghasilkan damai sejahtera. Mereka adalah orang-orang yang menyenangkan Allah, karena mereka hidup bukan untuk memenuhi keinginan daging, melainkan untuk melakukan kehendak Allah (ayat 5-7). Inilah panggilan hidup orang percaya: menjadi milik Kristus dan menjalani hidup yang berkenan kepada-Nya.

  2. Kristus Sumber Kehidupan dan Kebangkitan
    Di dalam Kristus, setiap orang percaya menerima hidup, pembenaran, dan kebangkitan (ayat 10-11). Hanya melalui Yesus, kita menerima jaminan untuk hidup dalam kebenaran sebagai anak-anak Allah. Dia memberikan kita kekuatan untuk mengalahkan dosa dan menjadi pewaris janji Allah (ayat 14-17). Sebutan “Bapa” yang diberikan kepada Allah bukan sekadar panggilan, melainkan sebuah pengakuan bahwa kita adalah anak-anak yang dikasihi dan diberi kekuatan untuk hidup dalam kemenangan.

  3. Kunci Kemenangan dalam Kristus
    Firman ini mengingatkan bahwa usaha manusia tidak cukup untuk mengalahkan dosa—kemenangan hanya mungkin ketika kita hidup dalam anugerah Yesus Kristus. Dia mematikan kuasa dosa dan memberi kita hidup yang baru, sehingga kita tak lagi harus tunduk pada keinginan daging. Seberapa besar pun usaha kita, hanya Yesus yang mampu memerdekakan kita dari dosa dan memberi kita keberhasilan sejati.

Refleksi sebagai Anak-anak Allah
Sudahkah kita sungguh-sungguh hidup sebagai anak-anak Allah yang dipimpin oleh Roh-Nya? Jika kita memiliki Yesus dalam hidup kita, maka hidup kita akan berubah dari dalam, dan kita akan semakin mampu mengalahkan dosa dan menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah.

Mari kita tunduk kepada kehendak Allah dan berjalan dalam pimpinan Roh Kudus. Kunci keberhasilan kita bukanlah kekuatan diri sendiri, tetapi penyerahan penuh kepada Yesus, yang telah mengalahkan dosa dan memberi kita hidup yang kekal.

Share:

Kamu Milik Dia

Roma 7:1-6

Menjadi milik Allah adalah sebuah status yang sangat berharga, yang memberi arah baru dalam hidup kita. Paulus memahami bahwa hidup dalam kedagingan, di mana dosa berkuasa, menghasilkan maut (ayat 5). Hukum Taurat membantu kita memahami dosa, namun juga membuat kita menyadari betapa lemahnya kita untuk memenuhi tuntutannya (ayat 7-11). Namun, saat kita menjadi milik Allah, hidup kita tidak lagi dikendalikan oleh kedagingan, tetapi oleh Roh Allah yang memberi kita kebebasan sejati (ayat 6).

  1. Kebahagiaan Menjadi Milik Allah
    Bagi Paulus, menjadi milik Allah adalah sukacita yang lebih besar dari segala hal yang pernah ia miliki (bdk. Filipi 3:8). Paulus, yang dulu hidup dalam aturan Hukum Taurat, kini mengerti bahwa keselamatannya tidak tergantung pada kemampuannya menjalankan hukum tersebut, melainkan pada karya Kristus yang telah mati dan bangkit untuknya (bdk. Galatia 2:19-20). Kini, ia melayani dengan kuasa Roh, bukan lagi dengan kekuatan hukum, tetapi dengan kekuatan anugerah yang menyelamatkannya.

  2. Tanggung Jawab sebagai Milik Allah
    Menjadi milik Allah berarti menghasilkan buah yang membawa kehidupan bagi orang lain. Sebagai orang percaya, kita adalah perpanjangan kasih Allah di dunia, yang membawa kesaksian hidup Kristus. Dalam segala tantangan yang ia hadapi, Paulus terus setia dalam kesadaran bahwa hidupnya adalah milik Allah. Hal ini tidak selalu mudah, karena mengikut Kristus sering kali memerlukan pengorbanan, baik dalam menghadapi penolakan maupun fitnah.

  3. Menghasilkan Buah Kebenaran
    Paulus mengajak kita untuk menghasilkan kebenaran bukan sekadar karena takut akan larangan, tetapi karena kebenaran itu sendiri adalah bagian dari hidup kita sebagai milik Allah. Setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan kita seharusnya menjadi buah kasih-Nya, yang menyaksikan kebaikan Allah kepada orang lain. Dalam setiap tindakan, kita punya kesempatan untuk mencerminkan kasih Allah, sehingga orang lain merasakan dampaknya.

Refleksi Kehidupan sebagai Milik Allah
Apakah kita telah menyadari bahwa kita adalah milik Allah? Hal ini memberi makna besar dalam hidup kita dan mendorong kita untuk hidup sesuai kehendak-Nya. Mari kita memohon agar Roh Kudus menolong kita menghasilkan buah kebenaran, agar setiap orang yang kita temui dapat melihat dan merasakan kasih Allah. Hidup sebagai milik Allah adalah kehormatan dan panggilan yang penuh kasih—mari kita jalani dengan penuh sukacita dan kesetiaan.

Share:

Hamba Dosa versus Hamba Kebenaran

Roma 6:15-23

Paulus mengingatkan jemaat Roma bahwa kebebasan dari dosa bukanlah izin untuk hidup semaunya. Beberapa jemaat tampaknya menyalahartikan anugerah sebagai izin untuk hidup bebas tanpa batasan, dengan alasan bahwa kasih karunia Allah pasti akan selalu mengampuni. Namun, pemahaman seperti ini justru bertentangan dengan tujuan keselamatan yang Allah berikan.

  1. Bebas dari Dosa, Terikat kepada Kebenaran
    Allah membebaskan kita dari dosa bukan untuk memberikan kebebasan tanpa aturan, melainkan untuk memampukan kita menaati pengajaran-Nya dan menjalani hidup dalam kebenaran (ayat 16-19). Sebelum mengenal Kristus, orang percaya hidup sebagai “hamba dosa,” terikat pada nafsu duniawi dan keinginan diri. Namun, setelah diselamatkan, kita dipanggil untuk menjadi “hamba kebenaran,” yaitu hidup sesuai dengan kehendak Allah, bukan mengikuti keinginan dosa.

  2. Dua Jalan, Dua Tujuan
    Paulus menggambarkan perbedaan antara dua status hidup: hamba dosa dan hamba kebenaran. Ketika kita hidup sebagai hamba dosa, kita tidak mampu menjalani kebenaran, dan hasilnya adalah rasa malu dan akhirnya kematian (ayat 20-21). Sebaliknya, hidup sebagai hamba kebenaran menghasilkan buah pengudusan, dan pada akhirnya, hidup yang kekal (ayat 22). Menjadi hamba kebenaran memang menuntut komitmen dan disiplin, namun hasilnya adalah kehidupan dalam Kristus yang mengarahkan kita pada keselamatan kekal.

  3. Upah Dosa adalah Maut, tetapi Karunia Allah adalah Hidup Kekal
    Ayat yang sangat dikenal, Roma 6:23, menyatakan bahwa “upah dosa adalah maut,” tetapi anugerah Allah dalam Kristus adalah kehidupan kekal. Dosa mungkin menawarkan kesenangan sementara, tetapi akhirnya menjerat kita pada kebinasaan. Sebaliknya, jalan kebenaran mungkin tidak selalu mudah, namun melalui hidup kudus kita menerima kehidupan kekal dalam Kristus. Paulus mengingatkan bahwa kita tidak bisa hidup setengah-setengah—dalam dosa sekaligus dalam kebenaran—melainkan harus memutuskan untuk sepenuhnya menjadi milik Allah.

Refleksi untuk Kehidupan Kita Hari Ini
Sebagai orang percaya, kita diundang untuk memeriksa diri. Apakah kita masih hidup seperti hamba dosa, atau sudah hidup sebagai hamba kebenaran? Apakah masih ada kebiasaan-kebiasaan dosa yang sulit kita lepaskan? Mari kita jujur di hadapan Tuhan, akui segala kelemahan kita, dan mintalah kekuatan-Nya. Perbuatan benar apa yang dapat kita lakukan hari ini? Lakukanlah dengan segenap hati demi kemuliaan Allah.

Mari gunakan kebebasan kita bukan untuk mengulangi dosa, tetapi untuk hidup dalam kebenaran, menjadi saksi bagi Kristus, dan menggenapi tujuan-Nya di dalam hidup kita.

Share:

Arti Hidup di dalam Kristus

Roma 6:1-14

Paulus melanjutkan pengajarannya tentang kehidupan di dalam Kristus, menekankan bahwa orang yang percaya kepada-Nya bukan hanya menerima pengampunan tetapi juga mengalami transformasi yang mendalam. Hidup dalam Kristus berarti kita ikut ambil bagian dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Paulus menggambarkan bahwa dengan mengakui iman kepada Yesus, kita mengidentifikasi diri kita dengan pengorbanan dan kebangkitan-Nya.

  1. Menjadi Satu dengan Kristus
    Paulus menjelaskan bahwa ketika kita percaya kepada Kristus, kita menjadi satu dengan-Nya: mati, dikuburkan, dan dibangkitkan bersama Dia. Ini bukan sekadar simbol, melainkan panggilan untuk meninggalkan kehidupan lama kita. Dengan pernyataan retorik “Atau tidak tahukah kamu …?” Paulus menegaskan bahwa menjadi satu dengan Kristus adalah dasar bagi kehidupan baru kita (ayat 3-6). Jika kita telah menjadi satu dengan kematian Kristus, kita pun diundang untuk hidup dalam kebangkitan-Nya—hidup dalam kuasa-Nya yang mengalahkan dosa.

  2. Mati bagi Dosa, Hidup bagi Allah
    Sebagaimana Kristus mati untuk dosa satu kali dan hidup untuk Allah, kita pun diundang untuk mengikuti teladan-Nya. Paulus mengingatkan jemaat bahwa hidup dalam Kristus berarti mematikan dosa, bukan memberi ruang baginya untuk menguasai hidup kita (ayat 7-11). Kehidupan lama, penuh dengan kebiasaan dan dosa, sudah tidak lagi memiliki tempat dalam hidup kita yang baru di dalam Kristus. Dengan demikian, hidup bagi Allah bukan hanya tuntutan moral, melainkan panggilan rohani untuk menghidupi kehendak Allah dalam setiap tindakan kita.

  3. Menyerahkan Diri kepada Kebenaran
    Paulus menutup pengajarannya dengan sebuah seruan untuk menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah (ayat 12-14). Kita tidak lagi menjadi alat kejahatan, melainkan alat kebenaran. Hidup baru dalam Kristus memampukan kita untuk meninggalkan keinginan dosa dan memuliakan Allah dengan hidup kita. Inilah cara kita membalas kasih Allah yang telah memberikan hidup-Nya bagi kita.

Refleksi untuk Hidup Hari Ini
Sebagai orang percaya, kita diingatkan bahwa hidup kita adalah milik Kristus. Maka, kita diminta untuk setia meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak berkenan kepada Allah dan terus hidup dalam kehendak-Nya. Hidup baru ini bukan sekadar perubahan perilaku, tetapi sebuah kehidupan yang sepenuhnya dihidupi bagi kemuliaan Allah.

Mari kita memohon agar Tuhan menolong kita untuk memahami arti hidup baru dalam Kristus dan menguatkan kita untuk tetap setia dalam setiap perjalanan iman kita. Biarlah Tuhan menyertai dan menuntun langkah-langkah kita sehingga kita dapat hidup dalam kebenaran dan memuliakan nama-Nya di setiap kesempatan.

Share:

Adam Versus Kristus

Roma 5:12-19

Dosa merupakan kenyataan hidup yang tidak bisa disangkal, dan kematian adalah bukti nyata dari akibat dosa itu. Setiap manusia mengalami kematian, yang menunjukkan bahwa semua orang telah berdosa. Dosa pertama Adam, nenek moyang manusia, membawa konsekuensi maut bagi seluruh umat manusia. Sejak kejatuhannya, setiap keturunan Adam memiliki natur dosa dalam dirinya (ayat 12). Namun, Paulus menyampaikan kabar baik: kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus melampaui kuasa dosa dan mengalahkan maut.

  1. Adam, Wakil dari Dosa dan Kematian
    Paulus menjelaskan bahwa dosa bukan hanya masalah melanggar Hukum Taurat, seperti yang dipahami oleh orang Yahudi. Jauh sebelum Hukum Taurat diberikan, dosa sudah ada, dan seluruh manusia telah terkena dampaknya. Adam, dengan pelanggarannya, mewakili seluruh umat manusia dalam keberdosaan dan konsekuensi kematian (ayat 13-14). Sebagai akibatnya, dosa dan kematian menyebar ke semua keturunannya.

  2. Kristus, Wakil dari Keselamatan dan Kehidupan
    Berbeda dengan Adam, Yesus Kristus menjadi wakil bagi orang yang percaya kepada-Nya. Melalui ketaatan Kristus, kita menerima kasih karunia dan anugerah keselamatan yang tidak ternilai. Adam membawa dosa, tetapi Kristus membawa pembenaran; Adam membawa penghakiman, tetapi Kristus membawa anugerah pengampunan (ayat 15-17). Kristus menjadi perwakilan kita yang membebaskan dari penghakiman dan memberikan hidup kekal.

  3. Anugerah Allah Melampaui Kuasa Dosa
    Paulus menjelaskan bahwa walaupun dosa masuk melalui ketidaktaatan satu orang, yaitu Adam, anugerah keselamatan terjadi melalui kebenaran dan ketaatan Kristus. Dengan anugerah-Nya, setiap orang yang percaya menerima hidup kekal dan pembenaran (ayat 18-19). Kasih karunia Allah jauh lebih besar dari kuasa dosa. Meskipun dosa menjalar dengan cepat, anugerah Allah lebih berkuasa dan menyelamatkan setiap orang yang beriman kepada-Nya.

Sebagai orang percaya, kita patut bersyukur atas anugerah Allah yang berlimpah, yang melalui Kristus telah mengalahkan maut dan menyediakan pembenaran. Ini menjadi jaminan bahwa kehidupan kekal sudah menjadi milik kita di dalam Kristus. Walaupun dosa tampak menguasai dunia, kasih karunia Allah berkuasa atas segalanya.

Share:

Hanya Melalui Iman

Roma 4:1-15

Paulus menggambarkan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah yang kita peroleh melalui iman kepada Kristus, bukan hasil dari usaha manusia. Untuk memperjelas hal ini, Paulus mengutip teladan Abraham, seorang tokoh yang sangat dihormati oleh bangsa Yahudi. Abraham dianggap benar oleh Allah bukan karena perbuatan atau usahanya sendiri, melainkan karena imannya.

  1. Keselamatan Bukanlah Hasil Usaha Manusia
    Paulus menjelaskan bahwa jika seseorang bekerja, maka upah yang diterimanya adalah haknya, tetapi keselamatan berbeda (ayat 4-5). Keselamatan adalah pemberian Allah, bukan sesuatu yang bisa diperoleh melalui usaha atau kerja keras. Abraham disebut benar bukan karena perbuatannya, tetapi karena imannya. Dengan kata lain, Tuhan tidak sedang “membayar” Abraham; sebaliknya, Ia memberikan anugerah kepada Abraham sebagai bukti kasih-Nya.

  2. Kebenaran Abraham Berdasarkan Iman, Bukan Ketaatan Hukum Taurat
    Banyak orang Yahudi saat itu berpikir bahwa Abraham dibenarkan karena ia menaati hukum-hukum Tuhan, khususnya tentang sunat (ayat 9-15). Mereka percaya bahwa menaati Hukum Taurat adalah cara untuk mendapat pengakuan sebagai orang benar. Namun, Paulus menegaskan bahwa Abraham dibenarkan karena imannya, bahkan sebelum hukum sunat diperintahkan. Abraham tinggal di tengah bangsa yang tidak mengenal Allah, tetapi tetap percaya pada janji-janji Tuhan, sekalipun tampak mustahil. Iman Abraham adalah bentuk kepercayaan penuh pada kuasa dan janji Allah, dan ini adalah anugerah dari Allah sendiri.

  3. Iman sebagai Pemberian Allah
    Bahkan iman Abraham bukanlah hasil usahanya sendiri, tetapi anugerah Allah. Sejak awal, Allah memilih dan memanggil Abraham, serta memberikan iman yang kuat kepadanya, sehingga Abraham mampu percaya di tengah situasi sulit. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan kita kepada Tuhan juga adalah karunia dari Allah.

Bagaimana dengan kita saat ini? Sudahkah kita benar-benar mengandalkan iman kepada Tuhan, atau masih mencoba memperoleh keselamatan dan kebaikan dengan kekuatan kita sendiri? Allah menghendaki agar kita benar-benar bergantung kepada-Nya dalam iman. Ingatlah, pembenaran dari Allah hanya terjadi ketika kita mau percaya sepenuhnya kepada-Nya, tanpa bergantung pada kekuatan atau prestasi kita.

Mari kita berdoa dan memohon agar Allah mengaruniakan iman yang teguh kepada kita, seperti yang diberikan-Nya kepada Abraham, sehingga kita dapat menjalani hidup dalam ketergantungan sepenuhnya pada anugerah-Nya.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 03 November 2024

Share:

Hanya Karena Anugerah-Nya

Roma 3:21-31

Paulus menjelaskan bahwa semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, sama-sama berada dalam dosa. Tidak ada yang bisa menyelamatkan diri sendiri atau mencapai kemuliaan Allah dengan usaha manusiawi atau ketaatan terhadap hukum Taurat (Roma 3:10-12). Kita semua telah kehilangan kemuliaan Allah karena dosa, tanpa harapan untuk memperoleh keselamatan dengan kekuatan sendiri.

Namun, Allah Bapa mengutus Yesus Kristus sebagai jalan pendamaian bagi kita semua. Melalui iman kepada-Nya, kita memperoleh keselamatan, bukan karena kita layak, tetapi semata-mata karena anugerah-Nya (ayat 22). Ini menunjukkan beberapa hal penting:

1. Manusia Sepenuhnya Bergantung pada Anugerah Allah
Keadaan manusia yang berdosa membuat kita tidak mampu untuk menggapai kemuliaan Allah. Kehadiran Kristus menunjukkan betapa dalamnya keterpurukan kita tanpa Allah, sehingga kita membutuhkan anugerah-Nya untuk lepas dari dosa.


2. Keselamatan Tidak Bergantung pada Kebaikan Manusia
Sebaik apa pun usaha kita, kita tetap tidak bisa mencapai kesempurnaan di hadapan Allah. Tanpa Kristus, semua usaha manusia tidak akan membebaskan kita dari belenggu dosa.


3. Keselamatan adalah Hadiah Kasih Karunia dari Allah
Kristus menjadi pengurbanan yang menebus dosa kita, memberikan kita kesempatan untuk dipulihkan, dan menjadikan kita benar di hadapan Allah. Keselamatan yang kita terima adalah bukti dari kasih dan kebaikan Allah yang begitu besar, bukan karena pencapaian pribadi.



Oleh sebab itu, kita tidak memiliki dasar untuk menyombongkan diri. Keselamatan yang kita terima hanya oleh iman kepada Kristus, bukan hasil dari perbuatan atau kebaikan kita (ayat 27-28). Jika kita beriman, itu adalah anugerah Allah. Kita tidak lebih baik dari mereka yang belum mengenal Kristus. Iman yang kita miliki merupakan pemberian Allah, bukan karena kita terlahir dalam keluarga Kristen, rajin berbuat baik, atau hidup lebih berhasil dari orang lain.

Mari kita mensyukuri anugerah ini dengan menunjukkan kasih dan kebaikan Kristus kepada setiap orang yang kita temui. Kiranya hidup kita bisa menjadi saluran anugerah bagi orang lain, agar mereka pun dapat melihat dan merasakan kasih Tuhan melalui sikap dan tindakan kita.

Doa Berkat
Pagi ini, aku memohon berkat Tuhan bagi kita semua, jemaat, dan saudara-saudari sekalian. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera ke dalam kehidupan kita masing-masing. Semoga berkat Tuhan menyertai rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, pelayanan, dan kehidupan keluarga kita. Kiranya Tuhan memberkati setiap usaha, pekerjaan, pelanggan, serta segala aspek kehidupan kita.

Dalam nama Tuhan Yesus, kiranya berkat-Nya mengalir dalam hidup kita semua. Yang percaya, katakanlah Amin! Tuhan Yesus memberkati!

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.