Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar: Suara
Tampilkan postingan dengan label Suara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Suara. Tampilkan semua postingan

Misi Penginjilan di Mesir

Keluaran 6:28-7:13

Kisah sepuluh tulah di Mesir memperlihatkan bahwa misi penginjilan telah dimulai jauh sebelum kedatangan Yesus. Bahkan dalam Perjanjian Lama, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya kepada bangsa-bangsa lain. TUHAN mengeraskan hati Firaun dan memberikan sepuluh tulah dengan tujuan yang jelas: agar orang Mesir, serta seluruh dunia, mengenal siapa TUHAN yang sesungguhnya.

Dengan "mengeraskan hati Firaun," TUHAN memberikan kesempatan kepada orang Mesir untuk menyaksikan keajaiban-keajaiban yang hanya bisa dilakukan oleh Allah yang benar. Jika Firaun langsung membiarkan umat Israel pergi, mereka mungkin tidak akan menyaksikan tanda-tanda dan mukjizat tersebut. Tulah-tulah itu menjadi cara Allah menyatakan kemahakuasaan-Nya dan memperkenalkan diri-Nya sebagai Yahweh, Allah Israel. Dalam prosesnya, Dia ingin agar bangsa Mesir mengenal-Nya dengan erat, bukan sekadar mengetahui tentang-Nya dari kejauhan. Penggunaan kata "mengetahui" atau 'yada' menunjukkan bahwa tujuan TUHAN adalah membangun relasi, sebuah pengenalan yang mendalam.

Lebih dari sekadar membebaskan umat Israel dari perbudakan, misi sepuluh tulah juga menunjukkan bahwa Allah ingin menyelamatkan umat manusia, termasuk orang Mesir. Bukti dari dampak misi ini terlihat ketika orang Israel akhirnya keluar dari Mesir. Mereka tidak pergi sendiri, melainkan bersama-sama dengan orang dari berbagai bangsa lain yang turut percaya kepada TUHAN (Kel. 12:38). Ini menunjukkan bahwa misi Allah untuk menyelamatkan dan menarik orang kepada-Nya sudah berlaku sejak awal, melibatkan bukan hanya Israel, tetapi juga bangsa-bangsa lain.

Dalam konteks masa kini, ini mengingatkan kita akan pentingnya misi penginjilan. Kita dipanggil untuk melanjutkan amanat agung Yesus Kristus, membawa kabar keselamatan kepada semua orang, tidak hanya dengan kata-kata, tetapi juga melalui tindakan nyata yang mencerminkan kasih dan kekuasaan Allah. Mari kita menjalankan misi penginjilan ini dengan setia, seperti yang telah Allah lakukan sejak masa lalu, sehingga lebih banyak orang dapat mengenal dan berhubungan erat dengan-Nya.

Pagi ini, kita memohon berkat dari TUHAN bagi Bapak, Ibu, dan semua jemaat serta saudara-saudari. Semoga berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera melimpah dalam hidup kita semua.

Semoga rumah tangga Anda diberkati, begitu juga dengan anak-anak dan cucu-cucu Anda. Semoga berkat tercurah atas pekerjaan Anda, sawah dan ladang Anda, perusahaan, studi, toko, usaha, kantor, pelanggan, rumah, keluarga, pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendamping Anda.

Dalam nama TUHAN YESUS, biarlah berkat-Nya melimpah dalam hidup kami. Yang percaya, katakan AMIN! TUHAN YESUS memberkati.

Share:

Perhatian Khusus

Keluaran 6:14-27

Silsilah dalam bacaan kali ini menunjukkan perhatian khusus Allah terhadap keturunan Lewi, terutama melalui Harun dan keturunannya. Walaupun Ruben dan Simeon adalah anak-anak tertua Yakub, fokus utama silsilah beralih kepada keturunan Lewi. Silsilah ini memperlihatkan bagaimana Allah memilih untuk memakai keluarga tertentu dalam pelayanan-Nya, khususnya sebagai imam bagi bangsa Israel.

Nama-nama dalam silsilah ini menyoroti generasi demi generasi yang disiapkan Allah untuk tugas khusus. Kehat, Amram, Harun, Eleazar, dan Pinehas adalah beberapa nama penting yang silsilah ini fokuskan. Umur dari beberapa orang tersebut disebutkan, memperlihatkan pentingnya mereka dalam rencana Allah. Khususnya, keturunan Harun ditunjuk sebagai imam besar bagi Israel, sementara keturunan Musa tidak disebutkan. Ini menunjukkan bahwa pilihan Allah atas siapa yang akan melayani sebagai imam adalah anugerah yang tidak diwariskan berdasarkan popularitas atau kedudukan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya yang unik.

Meskipun Musa memainkan peran utama dalam membimbing umat Israel keluar dari Mesir, jabatan imam besar akan diwariskan kepada keturunan Harun. Ini adalah gambaran bahwa setiap orang memiliki peran khusus yang ditetapkan Allah dalam rencana-Nya, dan pelayanan imam besar adalah hak istimewa yang dianugerahkan kepada keturunan Harun.

Sebagai orang percaya, ini mengingatkan kita bahwa dipilih dan dipakai Allah adalah anugerah besar. Berdoa agar kita dan keturunan kita bisa dipakai Allah dalam melaksanakan kehendak-Nya, apapun peran yang diberikan. Kita semua memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan dengan cara kita masing-masing, dan berkat Tuhan dapat mengalir dari generasi ke generasi melalui pelayanan dan kesetiaan kita kepada-Nya.

Share:

Pernyataan Siapa Tuhan

Keluaran 6:2-13

Pernyataan Allah kepada Musa mengenai nama-Nya yang kudus, Yahweh, adalah salah satu momen penting dalam kisah Keluaran. Dalam konteks itu, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Yahweh, yang bermakna lebih dalam dari sekadar nama pribadi. Walau nama Yahweh sudah muncul dalam kitab Kejadian, Allah belum menyatakan makna penuh dari nama tersebut kepada bapa-bapa leluhur.

Bagi Abraham, Ishak, dan Yakub, Allah terutama dikenal sebagai El-Shaddai, Allah yang Mahakuasa dan pemelihara. Allah memakai nama El-Shaddai untuk menunjukkan kuasa-Nya dalam memelihara umat-Nya dan memastikan kelangsungan mereka. Namun, dengan Musa, Tuhan memperkenalkan nama Yahweh dalam kaitannya dengan tindakan penyelamatan yang besar, yaitu membebaskan Israel dari perbudakan Mesir.

Nama Yahweh mengandung makna bahwa Allah adalah Tuhan yang aktif dalam sejarah umat-Nya, bukan sekadar memelihara, tetapi juga menyelamatkan. Di sini, Yahweh berperan sebagai penyelamat yang membawa umat Israel keluar dari perbudakan menuju tanah perjanjian. Oleh karena itu, kisah Keluaran menjadi sebuah pengungkapan yang lebih dalam tentang siapa Yahweh sesungguhnya.

Melalui nama Yahweh, Allah menegaskan bahwa Dia bukan hanya Allah bagi para leluhur, tetapi juga bagi seluruh bangsa Israel dan generasi selanjutnya. Nama ini menjadi pengingat bagi kita bahwa Allah bukan hanya pemelihara yang menjaga, tetapi juga penyelamat yang setia dan selalu hadir dalam pergumulan umat-Nya.

Kehadiran dan penyelamatan Allah sebagai Yahweh mengajak kita untuk merenungkan dan mempercayai bahwa kita memiliki Tuhan yang tidak hanya hadir dalam kekuatan-Nya, tetapi juga dalam kasih setia yang membebaskan. Kiranya kita semakin teguh dalam iman, menyadari bahwa Yahweh adalah Allah yang senantiasa memelihara dan menyelamatkan.

Share:

Permulaan yang Mengecewakan

Keluaran 5 

Ketika Allah memberi tugas, sering kali tugas tersebut tidak dimulai dengan mulus. Bahkan, bisa diawali dengan kesulitan dan kekecewaan yang membuat kita meragukan arah langkah kita.

Seperti yang dialami oleh Musa dan Harun ketika menyampaikan firman Tuhan kepada Firaun. Mereka meminta agar Firaun mengizinkan bangsa Israel pergi untuk mengadakan perayaan di padang gurun (Keluaran 5:1). Namun, Firaun menanggapi dengan sikap yang sombong dan menantang. Ia mempertanyakan, "Siapakah Tuhan itu yang harus kudengarkan firman-Nya?" (Keluaran 5:2). Bukannya mengizinkan, Firaun justru membuat situasi semakin sulit dengan memerintahkan agar bangsa Israel tetap memproduksi batu bata, tetapi tanpa diberikan jerami sebagai bahan dasar (Keluaran 5:6-8). Ini membuat tugas mereka menjadi sangat berat, dan ketika jumlah batu bata tidak terpenuhi, para pengawas kerja Firaun memukuli mandor-mandor Israel (Keluaran 5:14).

Tidak heran, para mandor Israel menjadi marah dan menyalahkan Musa dan Harun atas situasi tersebut. Mereka bahkan menuduh Musa dan Harun memberi pedang kepada orang Mesir untuk membunuh mereka (Keluaran 5:21). Perasaan kecewa dan putus asa pun menyelimuti Musa. Ia berseru kepada Tuhan dan mempertanyakan kenapa tugas yang ia lakukan justru membawa kesulitan bagi bangsanya (Keluaran 5:22-23). Namun, Tuhan menegaskan kepada Musa bahwa ini hanyalah permulaan. Allah berjanji bahwa Ia akan memperlihatkan kuasa-Nya atas Firaun, dan bangsa Israel akan dibebaskan dari Mesir (Keluaran 6:1).

Permulaan yang mengecewakan adalah bagian dari perjalanan kita sebagai orang percaya. Seperti Musa, kita pun kadang-kadang mendapati bahwa tugas yang Allah berikan tidak selalu membawa hasil yang cepat atau terlihat. Dunia ini dikuasai oleh si jahat (1 Yohanes 5:19), dan ketidakadilan masih merajalela (Pengkhotbah 4:1). Yesus sendiri mengingatkan bahwa dunia akan membenci kita (Yohanes 15:18). Maka, tidaklah mengherankan jika dalam upaya menjalankan tugas dari Tuhan, kita menemui kegagalan atau bahkan ditolak oleh orang-orang yang kita tolong.

Yang perlu kita lakukan adalah tetap setia dan percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita. Jangan putus asa ketika langkah awal tampaknya gagal total. Tuhan memahami kesulitan kita, dan Dia mengerti kekecewaan kita. Mungkin kita tidak mengerti semua rencana-Nya, tetapi kita dapat yakin bahwa Dia mampu menyelesaikan segala sesuatu tepat pada waktunya. Percayalah bahwa tugas yang Allah berikan akan tergenapi. Mari kita kuatkan hati kita dan segera minta pengampunan saat kita merasa kecewa dengan cara yang Tuhan izinkan. Sebab, Tuhan selalu memegang kendali atas segalanya, dan Dia akan memampukan kita untuk menyelesaikan tugas-Nya.

Pagi ini, kita bersama-sama memohon berkat dari Tuhan untuk kita semua. Kiranya Tuhan Yesus melimpahkan kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera yang tak berkesudahan atas kita dan orang-orang yang kita kasihi.

Semoga setiap rumah tangga diberkati dengan keharmonisan dan cinta. Kiranya anak-anak dan cucu-cucu kita tumbuh dalam kasih dan didikan yang baik, menjadi berkat bagi banyak orang.

Berkat-Nya mengalir atas setiap pekerjaan, baik di sawah dan ladang, di perusahaan, di toko, dan di kantor. Semoga setiap usaha, studi, dan pelayanan kita dilimpahi keberhasilan dan berkat, dan kiranya hubungan dengan pelanggan, rekan kerja, majikan, maupun calon pendamping diberkati Tuhan.

Kita percaya, Tuhan Yesus akan mencurahkan berkat yang melimpah, membawa keberhasilan dan kelimpahan dalam segala aspek kehidupan kita. Kita ucapkan syukur dan berkata, "Amin!" Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita hari ini dan selamanya.

Amin!

Share:

Allah Telah Mengantisipasi Kelemahan Kita

Keluaran 4

Penolakan dan kegagalan di masa lalu sering membuat seseorang enggan mencoba kembali. Hal ini juga dialami oleh Musa, yang beberapa kali menolak panggilan Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Ketakutan Musa bukanlah tanpa alasan. Ketika ia masih di Mesir, Musa berpikir bahwa saudara sebangsanya akan mengerti bahwa Allah ingin memakai dia untuk menyelamatkan mereka. Namun, mereka justru menolak dan tidak mengerti (Kis. 7:24-25). Pengalaman penolakan itu meninggalkan trauma yang mendalam bagi Musa, sehingga meskipun Tuhan telah berjanji untuk menyertainya, Musa tetap merasa takut dan ragu.

Musa bertanya, "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku?" (Keluaran 4:1). Dalam menanggapi keraguan ini, Tuhan melakukan beberapa mukjizat untuk menguatkan Musa. Tuhan memerintahkan Musa melemparkan tongkatnya ke tanah, yang kemudian berubah menjadi ular. Lalu, Tuhan menyuruh Musa memasukkan tangannya ke dalam bajunya, dan ketika ditarik keluar, tangannya menjadi putih karena penyakit kulit. Namun, Tuhan menyembuhkan tangan Musa seketika setelah tangan itu dimasukkan kembali ke dalam baju (Keluaran 4:3-7).

Meskipun sudah menyaksikan mukjizat-mukjizat ini, Musa masih merasa tidak layak dan mencari alasan lain, kali ini tentang ketidakmampuannya berbicara dengan baik (Keluaran 4:10). Tuhan menegaskan bahwa Dia akan mengajari Musa apa yang harus dikatakan (Keluaran 4:11-12). Bahkan ketika Musa tetap keberatan, Tuhan murka, namun Dia tidak menyerah. Sebagai solusi, Tuhan mengutus Harun, saudara Musa, untuk menjadi juru bicara yang mendampingi Musa (Keluaran 4:13-14).

Kisah ini menunjukkan bahwa Tuhan telah mengantisipasi setiap kelemahan dan keberatan Musa. Tuhan bahkan telah mengutus Harun sebelum Musa mengungkapkan keraguannya. Ini adalah bukti bahwa Tuhan selalu mengetahui kekurangan kita, bahkan sebelum kita menyadarinya. Namun, kelemahan bukanlah alasan bagi kita untuk menolak panggilan Tuhan. Tuhan tidak memanggil kita karena kita sempurna, melainkan karena Dia tahu bahwa Dia dapat memperlengkapi kita untuk tugas yang diberikan.

Sebagai orang percaya, kita harus memahami bahwa Allah telah mengantisipasi segala kekurangan dan kelemahan kita. Ketika Tuhan menugaskan kita untuk suatu pekerjaan, Dia sudah mempersiapkan jalan dan akan memperlengkapi kita dengan segala yang kita butuhkan. Oleh karena itu, daripada menggunakan kelemahan sebagai alasan untuk menghindar, marilah kita percaya bahwa Tuhan akan memberikan kita kekuatan dan kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kehendak-Nya.

Dengan keyakinan bahwa Tuhan menyertai kita, marilah kita berani menerima panggilan-Nya dan menjalankan tugas yang diberikan dengan penuh iman.


Share:

Tuhan Utus, Tuhan Urus

Keluaran 2:23-3:22

Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Keyakinan ini menjadi sumber kekuatan bagi kita, orang percaya, ketika menghadapi tantangan yang tampak mustahil secara logika. Cara kerja Tuhan sering kali melampaui pemahaman kita, dan Ia selalu hadir untuk menolong kita keluar dari kesulitan.

Kisah Musa adalah bukti nyata bagaimana Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang ajaib. Setelah kematian raja Mesir, penderitaan bangsa Israel masih berlanjut karena perbudakan. Mereka berseru meminta tolong, dan Allah mendengar seruan mereka. Allah memperhatikan mereka, mengingat perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak, dan Yakub, serta memutuskan untuk bertindak demi menyelamatkan bangsa Israel.

Tuhan memanggil Musa melalui pengalaman luar biasa, ketika Musa melihat semak duri yang menyala tetapi tidak terbakar di Gunung Horeb (Keluaran 3:1-5). Tuhan mengutus Musa dengan misi besar: membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian, negeri yang berlimpah susu dan madu (Keluaran 3:6-10).

Namun, Musa merasa ragu dan tidak percaya diri. Ia bertanya, "Siapakah aku ini, sehingga aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Di tengah keraguannya, Tuhan memberikan jaminan, mengatakan, "AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu" (Keluaran 3:14), menegaskan bahwa Musa tidak sendiri—Tuhan sendiri yang menyertainya dalam setiap langkah.

Walaupun Musa tahu bahwa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir bukanlah tugas yang mudah, Tuhan berjanji akan memberkati upayanya. Dengan tangan-Nya yang kuat, Tuhan akan melakukan perbuatan ajaib untuk melembutkan hati Firaun dan orang Mesir, sehingga mereka membiarkan bangsa Israel pergi dengan kekayaan yang akan menjadi modal mereka untuk masa depan.

Pesan ini juga berlaku bagi kita saat ini. Kita, sebagai orang percaya yang telah menerima keselamatan dari Tuhan, juga dipanggil dan diutus untuk menolong mereka yang tertindas dan membawa perubahan di lingkungan kita. Tugas ini mungkin tampak besar, namun Tuhan yang mengutus kita, juga yang akan mengurus segala sesuatunya.

Bagaimana kita merespons panggilan Tuhan? Pertama, kita harus bersyukur karena Tuhan berkenan memakai kita untuk pekerjaan-Nya. Kedua, kita perlu terus berdoa agar Tuhan memperlengkapi dan memampukan kita untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain yang juga diutus-Nya. Dengan demikian, kita dapat membawa perubahan positif dan menjadi terang di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya.

Share:

Tetap Berjuang untuk Kebenaran

Keluaran 2:11-22

Setiap hari, kita dihadapkan pada berbagai pilihan—apakah kita akan memperjuangkan kebenaran atau membiarkan ketidakadilan terjadi? Dalam kisah Musa, kita melihat bahwa ia memilih untuk peduli dan membela bangsanya yang tertindas, meskipun tindakannya memiliki konsekuensi besar (Keluaran 2:11-12). Musa tidak memilih kenyamanan hidup sebagai anak angkat Putri Firaun. Ia tidak tergoda untuk menikmati fasilitas istana atau menjalani hidup egois. Sebaliknya, Musa memilih untuk berbagi penderitaan dengan bangsanya.

Namun, tindakan Musa tidak dihargai oleh orang-orang yang ia bela. Bahkan, mereka menolak dan membuatnya harus melarikan diri ke Midian demi menghindari konflik yang lebih besar (Keluaran 2:13-15). Di pengasingan itu, Musa mengalami perjalanan hidup yang berat dan penuh dengan ketidakpastian. Meskipun demikian, masa di Midian justru menjadi momen persiapan penting bagi Musa. Di sana, Allah sedang mempersiapkan Musa untuk menjadi pemimpin besar yang kelak akan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir.

Seperti Musa, kita juga dihadapkan pada pilihan untuk membela kebenaran. Memperjuangkan kebenaran tidak selalu mudah. Ada risiko penolakan, kesulitan, bahkan penderitaan. Namun, jangan pernah ragu, karena Tuhan selalu berpihak pada mereka yang berjuang demi kebenaran. Ketika kita memilih untuk setia pada kehendak Tuhan dan memperjuangkan keadilan, Tuhan akan memberikan kekuatan dan hikmat untuk melewati segala tantangan.

Bila kita mendapati diri kita berada dalam situasi yang sulit karena memperjuangkan kebenaran, ingatlah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Sebagaimana Tuhan menyertai Musa, Ia juga akan menyertai kita dalam perjuangan kita. Selain itu, kita juga dipanggil untuk mendukung sesama pejuang kebenaran di sekitar kita—berdoa untuk mereka, menyemangati mereka, dan saling menguatkan.

Mari kita berani memilih kebenaran, walaupun mungkin jalan tersebut dipenuhi tantangan. Tuhan selalu setia mendampingi dan memberikan kemenangan kepada mereka yang memperjuangkan apa yang benar sesuai firman-Nya.

Share:

Perjuangan Orang Tua

Tak ada orang tua yang ingin anaknya mengalami bahaya. Ketika ancaman datang, naluri orang tua adalah melindungi anaknya dengan segala daya. Demikian juga dengan kisah Musa dalam bacaan hari ini. Untuk menyelamatkan Musa dari ancaman Firaun, ibunya berani mengambil risiko besar dengan menyembunyikan bayi itu selama tiga bulan dan mencari cara untuk menyelamatkannya.

Ibu Musa tidak menyerah pada keadaan. Ia bertindak dengan berani, meskipun tindakannya berpotensi membahayakan dirinya sendiri (Keluaran 2:1-3). Namun, dalam perjuangannya, ia tidak bekerja sendirian. Anak perempuannya juga berperan penting dalam membantu menyelamatkan adiknya (Keluaran 2:4). Anak ini menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawab yang besar, kualitas yang jelas ia pelajari dari teladan ibunya. Sikap orang tua sangat memengaruhi cara anak bertindak; apa yang ditanamkan akan dituai pada waktunya.

Tidak hanya ibu dan anak perempuan yang terlibat, tetapi juga Putri Firaun. Meskipun ia bagian dari keluarga kerajaan yang mengeluarkan perintah pembunuhan bayi laki-laki Ibrani, hatinya tergerak oleh belas kasih ketika melihat bayi Musa (Keluaran 2:5-10). Tindakannya menunjukkan bahwa kasih sejati mampu melampaui perbedaan status, budaya, bahkan hukum.

Dari kisah ini, kita dapat melihat bagaimana Allah bekerja melalui berbagai pihak untuk melaksanakan rencana penyelamatan-Nya. Ia tidak hanya menggunakan ibu Musa, tetapi juga anak perempuan dan Putri Firaun untuk menyelamatkan sang bayi yang kelak akan menjadi pemimpin besar bagi umat Israel.

Sebagai orang tua, kita belajar bahwa perjuangan kita bukan hanya tentang melindungi secara fisik, tetapi juga tentang menanamkan nilai-nilai kasih dan iman dalam kehidupan anak-anak kita. Kita dipanggil untuk berperan dalam rencana Tuhan, dan setiap langkah kita seharusnya disertai dengan kepercayaan penuh kepada-Nya. Mari terus berjuang dengan kekuatan dan hikmat dari Tuhan, menjalani setiap rencana-Nya dengan tanggung jawab dan ketekunan.

Pagi ini, marilah kita memohonkan berkat kepada Tuhan bagi Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita semua.
Kiranya Tuhan memberkati rumah tanggamu, anak-anakmu, cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah dan ladangmu, perusahaanmu, studimu, tokomu, usahamu, kantormu, kerja samamu, dan para pelangganmu. Biarlah berkat-Nya juga tercurah atas rumahmu, keluargamu, pelayananmu, gerejamu, majikanmu, dan calon pendampingmu.
Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir dengan limpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati. 🙏
Share:

Takut versus Akal Sehat

Rasa takut adalah sesuatu yang pasti pernah kita alami. Ketakutan membuat kita kehilangan sukacita, dan bahkan dapat merugikan diri sendiri serta orang lain. Ketika rasa takut dibiarkan berlebihan, hal itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam dosa dan kejahatan, sebagaimana yang terjadi pada Firaun.

Karena takut akan bertambah banyaknya orang Ibrani di Mesir, Firaun mengambil tindakan kejam. Dia memerintahkan para pengawas dan rakyat Mesir untuk menindas bangsa Ibrani melalui kerja paksa, sehingga mereka mengalami penderitaan dan kepahitan dalam bekerja (6-14).

Tidak berhenti di situ, Firaun juga memerintahkan dua bidan bernama Sifra dan Pua, yang sering membantu perempuan Ibrani melahirkan, untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan oleh orang Ibrani (15-16).

Namun, rencana Firaun gagal karena Sifra dan Pua memilih untuk tidak menaati perintah tersebut. Sebaliknya, jumlah orang Ibrani semakin bertambah banyak (17-21). Akhirnya, Firaun memerintahkan agar semua bayi laki-laki dari keturunan Ibrani dibuang ke Sungai Nil. Tindakan ini mencerminkan ketakutan yang mendalam pada Firaun terhadap perkembangan bangsa Israel.

Jangan biarkan rasa takut menguasai kita hingga menjerumuskan kita ke dalam dosa dan kejahatan. Bagaimana cara kita menghadapi ketakutan? Rasa takut dapat diatasi dengan mengandalkan pertolongan Tuhan, karena akar dari ketakutan sering kali adalah kurangnya kepercayaan pada Tuhan. Sering kali, kita lebih memilih untuk mengandalkan apa yang kita lihat dan rasakan sendiri.

Tuhan tidak mengajarkan kita untuk mengabaikan keadaan sekitar, tetapi jangan sampai rasa takut merusak akal sehat kita, hingga kita mengabaikan Tuhan dan merugikan orang lain. Percayalah kepada Tuhan dan jangan bergantung pada pemahaman kita sendiri. Yakinlah bahwa Tuhan memberi kita kemampuan untuk mengatasi ketakutan dan melakukan hal yang benar.

Seperti Sifra dan Pua yang berani melakukan hal benar di mata Tuhan, kita pun diajak untuk berani hidup sesuai kehendak-Nya.

Pagi ini, marilah kita memohonkan berkat kepada Tuhan bagi Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita semua.

Kiranya Tuhan memberkati rumah tanggamu, anak-anakmu, cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah dan ladangmu, perusahaanmu, studimu, tokomu, usahamu, kantormu, kerja samamu, dan para pelangganmu. Biarlah berkat-Nya juga tercurah atas rumahmu, keluargamu, pelayananmu, gerejamu, majikanmu, dan calon pendampingmu.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir dengan limpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati. 🙏

Share:

Jatuh Mati karena Khotbah Panjang

Mendengar cerita tentang seseorang yang tertidur dan mati akibat khotbah panjang dari Paulus mungkin terdengar seperti humor yang menghibur bagi para pengkhotbah (7-12). Tak mengapa jika ada yang tertidur saat mendengar khotbah, karena hal ini pun terjadi pada Paulus. Eutikhus, seorang pemuda, benar-benar tak mampu menahan kantuknya, lalu jatuh dari lantai tiga dan meninggal (9). Tindakan Paulus yang merebahkan tubuhnya di atas Eutikhus untuk menyembuhkannya mengingatkan kita pada penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Elia (bdk. 1Raj. 17:21).

Kisah ini memberi gambaran tentang pertemuan gereja mula-mula. Pertemuan pada Minggu malam biasanya diadakan di rumah-rumah jemaat dan berlangsung hingga larut malam, sering kali diiringi diskusi dan perjamuan. Suasana yang tercipta adalah kehangatan, persahabatan, humor, dan bahkan mukjizat penyembuhan.

Pertanyaan yang menarik saat ini adalah: apakah gereja masih memiliki daya tarik bagi generasi muda? Dengan segala keterbatasan sumber daya yang mungkin dimiliki gereja mula-mula, mereka tetap mampu membangun komunitas yang dinamis, mengadakan pertemuan di rumah-rumah dengan Paulus atau tokoh-tokoh lain sebagai pengajar. Mereka menjadi pusat kehidupan yang nyata bagi gereja awal.

Di zaman modern, banyak upaya dilakukan untuk membangun komunitas di "ruang ketiga" seperti kafe, mal, atau restoran. Ada kecenderungan bahwa gereja mungkin dianggap kurang cocok sebagai tempat untuk membahas berbagai isu kehidupan masyarakat. Pertanyaannya, mungkinkah gereja dianggap tidak relevan dalam membicarakan hal-hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari?

Misi Paulus terasa sangat nyata dalam kehidupan gereja rumah, ruang pertama bagi jemaat. Di sana ada perjamuan, persahabatan, bahkan kejadian-kejadian luar biasa seperti Eutikhus yang tertidur sampai mati dan disembuhkan. Namun, tak seorang pun meragukan relevansi gereja mula-mula yang begitu hidup di tengah umat.

Mungkin ini adalah humor Alkitab bagi kita. Saat ini banyak orang tertidur di gereja, tetapi sedikit yang disembuhkan. Mungkinkah kita bisa menghidupkan kembali visi gereja rumah seperti yang dipraktikkan oleh Paulus?

Share:

Berkontribusi secara Positif

Paulus kembali dituduh menimbulkan masalah. Kali ini, kelompok yang dipimpin oleh Demetrius, seorang pengusaha besar industri perak yang memproduksi patung untuk kuil Artemis, merasa terancam (23-29). Ajaran Paulus dianggap mengancam bisnis kuil Artemis yang sangat menguntungkan.

Efesus adalah pusat utama penyembahan kepada dewi Artemis (35). Artemis dianggap sebagai pelindung kota, dan jika kuilnya terancam, penduduk percaya bencana dapat menimpa mereka. Ketakutan ini menjadi pendorong kuat bagi massa untuk melawan Paulus.

Pengaruh ajaran Paulus begitu besar hingga memicu kekacauan dan demonstrasi besar-besaran di Gedung Kesenian kota (29-32). Di tengah kekacauan, seorang bernama Aleksander didorong oleh orang-orang Yahudi ke tengah kerumunan untuk memberikan penjelasan (33). Namun, tidak jelas apakah tugasnya adalah untuk menjauhkan sinagoge dari keterlibatan dengan Paulus atau mencoba menjelaskan bahwa Paulus dan pengikutnya berada di bawah perlindungan hukum Roma. Bagaimanapun, keributan terus berlangsung, dengan massa berteriak-teriak selama dua jam (34).

Di tengah kekacauan ini, seorang wakil pemerintah datang untuk menenangkan massa dan menegaskan bahwa Paulus dan murid-muridnya tidak melanggar hukum (35-41). Dengan demikian, Paulus terbebas dari tuduhan penistaan agama dan pemberontakan. Kisah ini menunjukkan pengaruh ajaran Paulus yang terus meluas dan diakui oleh masyarakat luas.

Setiap kali pengikut Yesus memberikan kontribusi besar melalui pewartaan Injil, selalu ada risiko terjadi konflik dengan berbagai kepentingan bisnis atau kekuasaan. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, hal tersebut bisa memicu persekusi atau penganiayaan. Lukas menegaskan bahwa Paulus dan para pengikut Yesus bukanlah pemberontak. Selama umat Kristen terus mewartakan Injil, perlindungan Tuhan akan senantiasa menyertai mereka.

Di masa kini, mampukah umat Kristen di Indonesia tetap konsisten dalam mewartakan Injil dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat luas?

Share:

Jangan Mempermainkan Kuasa Allah!

Sepanjang sejarah kekristenan, memanfaatkan nama Yesus demi keuntungan pribadi atau finansial bukanlah hal yang baru. Bahkan di negara-negara mayoritas Kristen, nama Yesus sering digunakan sebagai alat untuk merebut kekuasaan.

Ketika melihat bagaimana Paulus menggunakan nama Yesus untuk melakukan keajaiban, seperti kesembuhan dan pengusiran setan (lih. 19:12), beberapa eksorsis Yahudi, termasuk tujuh anak Imam Besar Skewa, mencoba meniru metode tersebut (14). Namun, upaya mereka berakhir tragis. Orang yang kerasukan setan justru menyerang anak-anak Skewa, membuat mereka lari keluar dalam keadaan telanjang (16). Bermain dengan kekuatan spiritual memang berbahaya, apalagi jika kekuatan tersebut adalah kuasa sejati dan nyata. Bahkan Iblis bersaksi, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu siapa?" (15). Meski mereka mempermainkan nama Yesus, ironisnya, nama Yesus justru semakin dikenal (17).

Permainan kekuasaan, politik, dan uang atas nama agama adalah fenomena yang sudah ada sejak zaman dahulu. Umat Kristen di Indonesia juga tidak lepas dari praktik-praktik semacam ini, terutama karena agama dan simbol-simbolnya sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Lebih jauh lagi, kehadiran platform media sosial yang dilengkapi dengan AI (Kecerdasan Buatan) menghadirkan tantangan baru. Dengan mengenali pola konsumsi berita penggunanya, platform ini dapat menyebarkan berita-berita yang relevan dengan preferensi individu, menyebabkan polarisasi dan adu pendapat di masyarakat. Isu-isu yang mengatasnamakan agama bisa terpolarisasi dengan cepat melalui cara ini. Dengan demikian, "setan" di zaman modern merusak individu bahkan negara melalui cara-cara yang lebih canggih.

Oleh karena itu, menghayati dan menghormati nama Yesus seperti yang dilakukan Paulus menjadi sangat penting di zaman kita. Apakah kita memandang nama Yesus hanya sebagai sarana untuk meraih keuntungan pribadi? Hati-hatilah dalam bermain dengan kuasa Allah, karena kuasa-Nya sanggup menundukkan setan demi memberikan kesaksian bagi kemuliaan-Nya!

Share:

Kebangunan Iman dan Kesatuan Tubuh Kristus

Pengikut Yohanes Pembaptis bukanlah orang-orang yang tidak beriman. Mereka menerima baptisan Yohanes dan mengikuti tradisi perjanjian pengampunan dosa sebagaimana yang dipahami oleh banyak orang Yahudi pada masa itu. Namun, iman adalah sesuatu yang dinamis. Meski benar bahwa baptisan Yohanes merupakan bagian dari rencana Allah (3-4), karya Allah tidak berhenti di sana. Ketika murid-murid dibaptis dalam nama Yesus, Roh Kudus turun atas mereka, yang kemudian membawa kebangkitan iman di antara para murid di Efesus (5-6).

Para pengikut Yohanes Pembaptis sudah familiar dengan karya Allah melalui nenek moyang mereka, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub. Komunitas Yahudi diaspora ini secara rutin berkumpul di sinagoge, merindukan kedatangan kerajaan Allah melalui keturunan Daud, kerajaan yang tidak berasal dari dunia ini. Dengan kedatangan Yesus, realitas Kerajaan Allah telah digenapi. Pelayanan Paulus kepada murid-murid Yohanes di Efesus ini memperkuat penghayatan iman mereka, menuntun mereka kepada cinta kasih Kristus.

Pada zaman ini, gereja-gereja Protestan sering terlibat dalam perselisihan. Banyak perdebatan modern berfokus pada istilah seperti "baptisan Roh Kudus" atau "fenomena bahasa Roh." Namun, masalah yang dihadapi Paulus dan gereja mula-mula jauh berbeda. Pada abad pertama, komunitas Yahudi sendiri sudah terbagi menjadi beberapa aliran, tetapi Paulus dengan gigih mendorong kebangunan iman dan kasih dalam Yesus, melampaui batasan kelompok, suku, etnis, dan bangsa.

Apakah ini mungkin adalah inti dari iman dalam Kristus? Paulus sungguh-sungguh percaya bahwa cinta kasih Yesus begitu kuat, mampu menyatukan berbagai kelompok dan etnis, bukan memecah belah seperti yang kadang dilakukan oleh para ahli agama.

Ironisnya, banyak perdebatan mengenai bahasa Roh dan baptisan Roh Kudus kini justru menjadi penyebab perpecahan dalam gereja, bukan sarana untuk membangun iman dan membawa kesembuhan. Paulus, di sisi lain, berjuang demi pemulihan—bukan hanya pemulihan fisik individu, tetapi juga iman dan kesatuan tubuh Kristus.

Share:

Komunitas Orang-orang yang Mengasihi Tuhan

Melalui kisah ini, Lukas memberikan gambaran tentang peran penting beberapa individu dalam kehidupan Apolos. Apolos dikenal sebagai seorang yang sangat mahir dalam Kitab Suci (24), ia mengajarkan tentang Yesus dan mengenal baptisan Yohanes (25). Namun, Apolos bukanlah hasil pelayanan dari Petrus, Paulus, atau tradisi kerasulan sebagaimana yang dipahami Lukas.

Injil telah tersebar hingga ke Aleksandria, Mesir, dan berbagai tempat lainnya. Salah satu orang yang terpengaruh oleh penyebaran Injil tersebut adalah Apolos, seorang Yahudi yang terkenal. Tuhan sungguh bekerja melalui komunitas orang percaya, membangkitkan sosok seperti Apolos yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengajar, dan dengan itu memperkaya iman banyak orang percaya.

Dalam kisah ini, Apolos justru menerima pengajaran lebih mendalam tentang Jalan Tuhan dari pasangan Priskila dan Akwila (26), yang merupakan rekan sekerja Paulus dan tinggal di Efesus. Biasanya, kita mungkin mengharapkan pengajaran Injil yang mendalam datang dari para rasul atau tokoh besar. Namun, dalam kisah yang ditulis Lukas, justru komunitas orang biasa, yang namanya jarang disebut, memberikan kontribusi besar dalam kehidupan Apolos. Dalam Surat Korintus, tampak bahwa Apolos memberikan pengaruh besar dalam pelayanan bersama Paulus di Korintus dan memiliki cukup banyak pengikut (lih. 1 Kor 3:4-6).

Kita sering kali tidak sepenuhnya menyadari bagaimana Allah bekerja melalui komunitas orang-orang yang mengasihi Tuhan. Banyak kesaksian pertobatan yang muncul bukan dari perdebatan atau diskusi mengenai kebenaran doktrinal, melainkan melalui persahabatan dan hubungan dalam komunitas orang percaya. Dengan jelas, jalan keselamatan Tuhan tidak bisa dipisahkan dari hubungan yang terjalin di dalam keluarga Allah.

Banyak yang berpendapat bahwa generasi muda masa kini mendambakan komunitas di mana mereka bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan jujur. Mungkinkah kita dapat membangun komunitas seperti itu, di mana iman dan kerohanian dapat berkembang dengan subur? Apolos memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan Priskila dan Akwila dalam komunitas yang demikian. Iman tumbuh dengan baik di tengah-tengah komunitas yang hidup dalam penyembahan kepada Yesus, Sang Kristus!

Pagi ini, kami mohonkan berkat dari Tuhan untuk Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Semoga berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir di dalam hidup kita semua.

Kami juga berdoa agar rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah dan ladang, perusahaan, studi, toko, usaha, kantor, serta hubungan bisnis semuanya diberkati. Kiranya Tuhan juga memberkati setiap pelanggan, rumah, keluarga, pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendampingmu.

Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa agar berkat-Nya melimpah dalam hidup kami. Bagi yang percaya, katakanlah AMIN! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Komitmen pada Misi, Jiwa yang Gereget

Dalam Kisah Para Rasul 18:18-23, kita melihat Paulus terus melanjutkan misinya dengan penuh komitmen. Salah satu tindakan simbolis yang dilakukan Paulus adalah mencukur rambutnya di Kengkrea karena nazar yang diambilnya (ayat 18). Meskipun Lukas tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai nazar tersebut, tindakan ini menunjukkan dedikasi Paulus kepada Taurat dan keimanannya. Nazar adalah sumpah khusus yang diatur dalam hukum Taurat, seperti yang dijelaskan dalam Bilangan 6:1-21, di mana seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan.

Tindakan mencukur rambut sebagai bagian dari nazar menandakan bahwa Paulus berkomitmen tidak hanya kepada misinya dalam memberitakan Injil, tetapi juga kepada tradisi keagamaan yang dia jalani. Ini menunjukkan bahwa meskipun Paulus sering dituduh menentang Taurat, dia tetap mematuhi aturan-aturan dalam konteks tertentu. Bahkan di tengah-tengah penganiayaan dan kesulitan yang dia hadapi, Paulus terus setia kepada misinya sebagai rasul Yesus Kristus, dan ini tercermin dalam tindakannya sebagai seorang yang sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.

Dalam hal ini, Paulus menampilkan kualitas yang dalam dunia pendidikan modern dikenal sebagai grit atau gereget—yakni kegigihan dan gairah yang kuat dalam mengejar tujuan jangka panjang. Menurut penelitian psikologi pendidikan, grit adalah faktor penentu keberhasilan yang lebih signifikan daripada kecerdasan intelektual (IQ). Orang yang memiliki grit memiliki daya juang yang tinggi, mampu bertahan dalam menghadapi tantangan, dan memiliki dedikasi kuat terhadap apa yang mereka yakini.

Paulus adalah sosok yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, dididik oleh Gamaliel, seorang pemimpin Farisi yang terkenal. Namun, yang membuat misinya sukses bukan hanya kecerdasannya, melainkan ketekunannya, dedikasinya, dan semangat juangnya. Bahkan ketika menghadapi persekusi, ancaman, atau tantangan, Paulus tidak mundur, tetapi justru semakin kuat dalam panggilan hidupnya.

Kita mungkin tidak menerima panggilan misi seperti Paulus, tetapi kita semua memiliki panggilan dalam hidup kita—baik itu dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan, atau kehidupan sehari-hari. Terkadang kita berfokus pada kecerdasan atau keterampilan sebagai faktor penentu keberhasilan, namun kisah Paulus mengingatkan kita bahwa komitmen, ketekunan, dan iman adalah kunci dalam mencapai tujuan. Grit atau gereget dalam iman kita kepada Tuhan juga memungkinkan kita untuk bertahan di tengah tantangan dan terus berjalan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu ada dalam tangan-Nya.

Mari kita belajar dari Paulus, yang tidak hanya mengandalkan intelektualitas, tetapi juga berpegang teguh pada panggilannya dengan penuh kesetiaan dan komitmen kepada Tuhan. Dalam segala hal yang kita lakukan, marilah kita berjuang dengan gereget yang sama, sambil mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatan kita.

Semoga berkat dari Tuhan Yesus mengalir melimpah bagi kita semua, membawa kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam setiap aspek kehidupan. Kiranya Tuhan memberkati setiap keluarga, anak-anak, dan cucu-cucu kita. Diberkatilah pekerjaan kita, usaha kita, studi kita, sawah dan ladang kita, serta semua yang kita kerjakan. Semoga Tuhan memberkati setiap pelayanan, gereja, tempat usaha, dan masa depan kita. 

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat dan anugerah-Nya memenuhi hidup kita dengan kasih, kekuatan, dan kedamaian yang sempurna. Yang percaya katakan, **AMIN!**

Tuhan Yesus memberkati! 🙏✨

Share:

Beriman Seperti Paulus

Kisah pelayanan Paulus di Korintus yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 18:1-17 memberikan kita gambaran tentang iman yang teguh meskipun menghadapi tantangan besar. Dalam pelayanannya, Paulus memenangkan banyak hati untuk Kristus, termasuk tokoh-tokoh masyarakat penting seperti Krispus, kepala sinagoge, dan pasangan pengrajin, Priskila dan Akwila.

Namun, pelayanan Paulus juga menimbulkan persekusi dari kelompok-kelompok fundamentalis Yahudi yang menolak keras pesan Paulus bahwa "Yesuslah Mesias" (5). Mereka menuduh Paulus melanggar Taurat dan membawa dia ke pengadilan Romawi dengan tuduhan mengajarkan agama yang melawan hukum Yahudi (13). Padahal, baik Paulus, Yesus, maupun orang-orang yang mempersekusi Paulus adalah sama-sama orang Yahudi.

Dalam situasi ini, Galio, gubernur Romawi di Akhaya, menolak tuduhan tersebut dan melihatnya sebagai konflik internal agama Yahudi. Gagal mengkriminalkan Paulus, kelompok fundamentalis yang marah memukuli Sostenes, kepala sinagoge, di depan pengadilan (17). Namun, Paulus tetap berdiri teguh dalam imannya dan terus melayani Tuhan meskipun menghadapi ancaman persekusi.

Pelajaran dari kisah Paulus mengingatkan kita akan tantangan yang bisa datang dari dalam maupun luar komunitas kita ketika kita setia kepada Kristus. Seperti Dietrich Bonhoeffer, yang melawan rezim Nazi di Jerman yang mayoritas Kristen, kesetiaan kepada kebenaran iman bisa membuat seseorang berhadapan dengan kekuatan yang tampaknya tak terhindarkan, bahkan dari mereka yang mengaku beriman.

Menghadapi tantangan ini, Paulus tetap teguh dan tidak gentar. Imannya tidak didasarkan pada popularitas atau penerimaan sosial, melainkan pada keyakinannya yang kuat bahwa Yesus adalah Mesias dan bahwa pelayanannya adalah untuk memuliakan Allah, bukan untuk menyenangkan manusia.

Pertanyaan untuk kita adalah, sanggupkah kita beriman seperti Paulus? Dapatkah kita tetap setia pada Kristus, bahkan jika kesetiaan itu membuat kita ditolak, dihujat, atau dianggap sesat oleh dunia, atau bahkan oleh orang-orang yang mengaku beriman tetapi tidak memahami kebenaran Injil?

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi yang indah ini, marilah kita memohon berkat Tuhan bagi kita semua. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita.

Berkat Tuhan juga kiranya menyertai rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, dan pelayanan kita. Semoga setiap aspek kehidupan kita diberkati, baik itu sawah, ladang, toko, perusahaan, maupun kantor.

Kita juga memohon berkat Tuhan atas gereja dan semua orang yang melayani di dalamnya. Semoga Tuhan menyertai kita dalam segala hal yang kita kerjakan, dan memberikan kita kekuatan untuk terus memberitakan Injil.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Terlalu Bersahabat dengan Budaya?

Dalam Kisah Para Rasul 17:16-34, kita melihat kisah Paulus di Atena, pusat intelektual Yunani. Di tempat yang penuh dengan patung berhala dan dipenuhi filsafat Epikuros dan Stoa, Paulus tidak langsung mengutuk atau melawan budaya setempat, tetapi ia memilih untuk membahasakan Injil dengan cara yang dapat dipahami oleh masyarakat Atena.

Walaupun ia merasa terganggu dengan banyaknya patung berhala, Paulus dengan bijak menggunakan "Allah yang tidak dikenal" sebagai titik masuk untuk memperkenalkan Injil (ayat 23). Ini menunjukkan kemampuannya sebagai "pembaca budaya" yang ulung. Paulus menyadari bahwa dalam setiap budaya, ada kerinduan yang dalam akan sesuatu yang lebih besar, yang dalam kasus ini ia kaitkan dengan kerinduan akan Allah yang sejati.

Namun, bagi sebagian orang Kristen, cara Paulus ini mungkin terasa terlalu akrab dengan budaya yang dipenuhi berhala. Mereka bisa merasa risih melihat bagaimana Paulus mengutip pujangga Yunani dan menggunakan bahasa filsafat populer pada zamannya. Tetapi, yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa Paulus memahami bahwa meskipun ada elemen-elemen dalam budaya Yunani yang berlawanan dengan iman Kristen, di dalamnya masih terdapat titik-titik kebenaran yang bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan Injil.

Paulus mengutip salah satu pujangga Yunani, Aratus, ketika ia mengatakan, "Sebab kita ini keturunan-Nya juga" (ayat 28). Dengan cara ini, Paulus menarik hubungan antara pandangan filsafat populer dengan kebenaran penciptaan manusia oleh Allah. Ini adalah bentuk kontekstualisasi, di mana ia menerjemahkan pesan Injil ke dalam bahasa dan konsep yang dapat diterima oleh pendengarnya.

Banyak dari kita mungkin tergoda untuk menarik garis tegas antara iman dan budaya, tetapi Paulus menunjukkan bahwa tidak semua dalam budaya harus ditolak mentah-mentah. Justru, di dalam setiap budaya, ada ruang yang bisa dijadikan wadah untuk menyampaikan pesan Injil. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak langsung menolak budaya sekuler atau berbeda, tetapi belajar mengenali titik-titik persinggungan di mana kita bisa memperkenalkan kebenaran Allah.

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi ini, mari kita mohonkan berkat Tuhan untuk setiap orang yang kita kasihi. Kiranya Tuhan mengalirkan berkat-Nya atas kita semua: kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Berkat Tuhan juga kiranya tercurah atas rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, serta pelayanan kita. Baik itu di sawah, ladang, toko, kantor, maupun perusahaan, biarlah Tuhan menyertai dan memberkati. Tuhan juga memberkati gereja dan semua yang terlibat di dalamnya, serta kehidupan kita sehari-hari.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat melimpah dalam hidup kita. Amin!

Share:

Tetap Mengabarkan Injil

Setiap hari kita disuguhkan berbagai berita dari segala penjuru dunia—viral, menarik, atau mengejutkan. Namun, semuanya bersifat sementara dan cepat berlalu. Berbeda dengan berita Injil yang selalu segar dan relevan. Dari masa ke masa, kabar Injil selalu membawa pembaruan dan tidak pernah ketinggalan zaman. Injil menawarkan keselamatan dan pengharapan yang abadi, melampaui waktu dan situasi apa pun.

Rasul Paulus adalah contoh nyata bagaimana Injil selalu diberitakan tanpa mengenal lelah dan tanpa takut akan tantangan. Setelah menghadapi penganiayaan di Filipi, Paulus tetap melanjutkan misinya ke Tesalonika, meski jaraknya cukup jauh, sekitar 150 km. Setibanya di sana, ia segera menuju sinagoge dan mulai mengajarkan tentang Yesus sebagai Mesias. Ia menekankan bahwa Mesias harus menderita, mati, dan bangkit kembali, dan bahwa Yesus adalah penggenapan dari nubuat itu (Kis. 17:3).

Banyak orang, baik dari kalangan Yahudi maupun Yunani, menjadi percaya karena pemberitaan Paulus dan Silas. Mereka menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Namun, di tengah kesuksesan misi itu, muncul juga tantangan. Orang-orang Yahudi yang tidak menerima pengajaran Paulus merasa terganggu dan kemudian menghasut orang-orang untuk menciptakan kekacauan di kota. Mereka menuduh Paulus dan Silas telah melawan Kaisar karena mereka memberitakan tentang Yesus sebagai Raja.

Tantangan ini tidak mematahkan semangat Paulus dan Silas. Meskipun dianiaya dan difitnah, mereka tetap teguh dan terus melanjutkan misi mereka untuk menyebarkan Injil. Bahkan ketika dihadapkan pada sidang rakyat, Yason, salah satu orang yang telah percaya, memberikan jaminan dan membantu mereka sehingga mereka dapat melanjutkan pelayanan mereka.

Panggilan untuk Tetap Setia Memberitakan Injil

Tantangan dalam memberitakan Injil bukanlah alasan untuk berhenti. Sebaliknya, setiap rintangan yang muncul adalah kesempatan bagi kita untuk semakin mempercayai kuasa Tuhan yang mampu membuka jalan. Seperti yang Paulus dan Silas tunjukkan, tugas kita adalah tetap memberitakan Injil dengan penuh keyakinan, meskipun banyak tantangan menghadang. Tanggung jawab orang percaya adalah membawa kabar baik kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Allah akan memampukan kita, memberi kita kekuatan, dan menyertai kita dalam setiap upaya menyebarkan kabar keselamatan. Dengan ketekunan, pengharapan, dan iman, kita dapat menjadi saksi Kristus yang berani dan efektif.

Beritakanlah Injil setiap hari, karena berita ini tidak pernah usang dan selalu membawa pembaruan. Dalam menghadapi tantangan, kita tidak boleh gentar. Sebaliknya, mari kita semakin terlibat dalam pekabaran Injil dan senantiasa mendoakan para penginjil yang berada di garis depan. Tetaplah yakin bahwa Allah akan bekerja melalui kita untuk menyelamatkan banyak jiwa.

Share:

Hidupku Adalah Kesaksianku

Kisah Paulus dan Silas di penjara menunjukkan bagaimana kesetiaan kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian hidup yang nyata. Meskipun dipenjara secara tidak adil karena membebaskan seorang hamba dari roh tenung, mereka tidak putus asa atau meragukan Tuhan. Sebaliknya, mereka tetap berdoa dan memuji Tuhan di tengah situasi sulit (Kis. 16:25). Hal ini mencerminkan iman yang teguh, bahwa bahkan dalam penderitaan, mereka tidak melepaskan pengharapan kepada Allah.

Kemudian, ketika gempa bumi terjadi dan membuka pintu-pintu penjara, Paulus dan Silas memilih untuk tidak melarikan diri. Mereka menunjukkan belas kasihan kepada kepala penjara yang hampir bunuh diri karena takut akan konsekuensi dari kejadian itu. Tindakan mereka tidak hanya menyelamatkan nyawa kepala penjara, tetapi juga menjadi kesempatan untuk menyaksikan kasih Kristus kepadanya. Kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, serta mereka dibaptis (Kis. 16:33).

Keteguhan Iman di Tengah Tantangan

Paulus dan Silas memberikan teladan bagaimana seorang pengikut Kristus harus tetap teguh berpegang pada iman, bahkan di tengah-tengah tantangan dan penderitaan. Ketika segala sesuatu tampak tidak adil atau sulit, sikap mereka untuk terus percaya kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya tidak goyah. Keyakinan mereka bahwa Tuhan selalu menyertai dan memiliki rencana dalam setiap situasi menjadi kekuatan yang menguatkan mereka dalam menghadapi kesulitan.

Dalam kehidupan kita, sering kali keadaan sulit atau pergumulan dapat membuat kita tergoda untuk melepaskan prinsip-prinsip iman atau mencari jalan keluar yang lebih mudah. Namun, melalui kisah ini kita diingatkan bahwa justru dalam situasi-situasi sulit itulah iman kita harus semakin kuat. Kesetiaan dan keteguhan iman kita kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi orang lain.

Menjadi Kesaksian Hidup yang Nyata

Hidup kita adalah kesaksian bagi dunia. Cara kita menjalani kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menghadapi tantangan, bagaimana kita tetap berpegang pada nilai-nilai yang diajarkan Kristus, semua itu dapat dilihat oleh orang lain. Seperti Paulus dan Silas yang memilih untuk tetap setia dan menunjukkan kasih Tuhan kepada kepala penjara, kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama dalam kehidupan kita.

Setiap tindakan kita, terutama di saat sulit, bisa menjadi kesempatan untuk memberitakan kasih dan kuasa Allah. Ketika kita tetap berpegang pada iman, tetap menunjukkan belas kasihan, dan melakukan apa yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan, orang-orang di sekitar kita akan melihat Kristus melalui hidup kita.

Kehidupan Paulus dan Silas mengajarkan kita bahwa dalam setiap keadaan, kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Meskipun kita menghadapi tantangan dan pergumulan, kesetiaan kepada Tuhan harus tetap menjadi prioritas utama. Jangan biarkan keadaan mengubah cara kita hidup dan melayani Tuhan. Sebaliknya, mari kita terus berpegang pada iman, menjalani hidup dengan penuh kasih, dan menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia di sekitar kita.

Share:

Menyediakan Diri Melayani-Nya

Kisah Lidia di Filipi merupakan salah satu contoh indah tentang bagaimana Allah memanggil dan memakai orang biasa untuk tujuan luar biasa. Lidia, seorang penjual kain ungu dari Tiatira, memiliki hati yang terbuka untuk menerima Injil. Setelah perjumpaannya dengan Paulus, Silas, dan Lukas, Tuhan membuka hatinya untuk percaya kepada Kristus, dan ia pun bersama seisi rumahnya dibaptis. Peristiwa ini menandai titik awal pertobatan orang Eropa pertama, dan Lidia menjadi bagian penting dalam sejarah kekristenan di Eropa.

Lidia dikenal sebagai sosok yang ramah dan penuh kasih. Ia menyediakan rumahnya sebagai tempat tumpangan bagi para rasul dan memberikan bantuan dalam pekerjaan pemberitaan Injil. Keramahtamahannya, kemurahan hatinya, dan kesediaannya melayani Tuhan tidak hanya berkesan bagi para rasul, tetapi juga bagi jemaat Filipi. Karakternya yang takut akan Allah dan tulus dalam pelayanan menjadi teladan bagi kita semua.

Lidia tidak hanya seorang pebisnis sukses, tetapi juga seorang pelayan yang setia. Kain ungu yang ia jual adalah komoditas mewah, namun kekayaannya tidak membuatnya lupa akan panggilannya untuk melayani Tuhan. Ia tidak membatasi dirinya dalam bisnis, tetapi dengan sepenuh hati terlibat dalam pemberitaan Injil dan pertumbuhan jemaat Kristen di Filipi.

Pelajaran dari Lidia

Dari kehidupan Lidia, kita belajar bahwa Allah dapat memakai siapa saja untuk kemuliaan-Nya, tidak peduli latar belakang atau pekerjaan seseorang. Lidia adalah seorang perempuan, pengusaha, dan Yahudi, namun perannya dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangatlah signifikan. Ini menunjukkan bahwa panggilan untuk melayani Tuhan terbuka bagi setiap orang, tidak terbatas pada golongan atau talenta tertentu.

Sering kali kita mungkin merasa tidak cukup berbakat atau tidak yakin untuk melayani Tuhan. Namun, kisah Lidia mengingatkan kita bahwa yang Tuhan inginkan bukanlah kemampuan yang sempurna, melainkan hati yang bersedia. Saat kita menyediakan diri dengan sepenuh hati, Tuhan akan memakai talenta dan keberadaan kita untuk pekerjaan besar yang telah Dia rencanakan.

Kesediaan untuk Dipakai Allah

Pelayanan Lidia menunjukkan bahwa ketaatan dan kesediaan melayani Tuhan dapat membawa dampak yang luar biasa bagi banyak orang. Dalam kehidupan kita, ada banyak kesempatan untuk melayani, baik dalam gereja, komunitas, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Asalkan kita mau membuka hati kita dan menyediakan diri bagi Tuhan, Dia pasti akan memberi kita kesempatan untuk menjadi bagian dalam karya-Nya yang mulia.

Marilah kita meneladani Lidia, menjadi orang yang terbuka terhadap panggilan Tuhan, siap dipakai oleh-Nya, dan tulus melayani sesama dengan hati yang penuh kasih. Tuhan bisa memakai segala kemampuan dan kesempatan yang kita miliki, asalkan kita dengan rendah hati mau menyediakan diri untuk melayani-Nya.

Pagi iini mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu
Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, moumu, pelanggannya, 
Rumah mu. Keluarga mu.Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendamlingmu
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.