Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Berjalan Demi Nama Tuhan

"Biarpun segala bangsa berjalan masing-masing demi nama allahnya, tetapi kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah kita untuk selamanya dan seterusnya." (Mikha 4:5)
Perjalanan yang berarti hanyalah perjalanan yang dilakukan dengan dasar berpijak yang jelas serta benar serta memiliki tujuan yang jelas.
Perjalanan yang hanya ikut arus tanpa tahu ke mana arus itu mengalir adalah perjalanan yang tidak bermakna.
Perjalanan dengan pijakan yang benar dan tujuan yang jelas adalah berjalan demi nama Tuhan. Dasar berpijaknya adalah demi nama Tuhan dan tujuannya adalah demi nama Tuhan.
Perjalanan bangsa lain demi nama allahnya masing-masing atau sesuatu yang lain selain nama Tuhan adalah perjalanan yang sia-sia, meski kelihatan berhasil dalam ukuran dunia. Perjalanan seperti ini mempunyai kemungkinan untuk berhasil secara fisik - material - status. Karenanya perjalanan seperti ini diperbandingkan dengan perjalanan yang dilakukan demi nama Tuhan.
Perjalanan demi nama Tuhan adalah perjalanan yang bukan berarti tanpa tantangan dan hambatan dan karena itu diharapkan supaya tetap (selamanya dan seterusnya) dilakukan walau halangan merintangi. Perjalanan demi nama Tuhan yang hanya dilakukan separuh jalan, terhenti karena alasan apapun adalah perjalanan yang sia-sia.
"Lihat, itu Tuhan ALLAH, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya Ia berkuasa. Lihat, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia, dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya." (Yesaya 40:10)
Selama ini perjalanan hidup kita ini sudah di dalam Tuhan atau belum. Mari sinkron kan dan teliti kembali perjalanan hidup kita. Tuhan memberkati. Amin
Share:

Bisakah Kita Menguasai Diri?

Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." (Amsal 25:28)

Dahulu kala kota-kota selalu dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Tembok tersebut berfungsi sebagai benteng perlindungan yang kuat terhadap serangan musuh. Apabila tembok tersebut runtuh, musuh dapat dengan mudahnya memasuki kota itu dan mendudukinya. Begitu juga orang yang kehilangan penguasaan diri akan menjadi sasaran empuk Iblis. Kehidupannya akan mudah tergoncang dan tidak pernah merasa aman, karena ia telah ditawan dan diperdaya oleh Iblis, sebab "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8b).

Penguasaan diri dalam segala hal sangat penting bagi anak-anak Tuhan. Orang yang memiliki penguasaan diri mampu mengendalikan diri, menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan dan dapat mendisiplinkan diri sendiri. Banyak contoh dalam Alkitab tentang orang-orang yang memiliki penguasaan diri. Daud dapat menguasai diri sehingga enggan membunuh Saul meskipun ia memiliki kesempatan balas dengan terhadap kejahatan yang dilakukan Saul terhadapnya. Saat melihat Saul berada di dalam gua, "...berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul; lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: 'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN.'" (1 Samuel 24:6-7).

Yusuf, pemuda yang takut akan Tuhan, digoda dan dibujuk oleh istri Potifar, "'Marilah tidur dengan aku.' Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (Kejadian 39:12). Yusuf dapat menguasai dirinya dari perangkap istri tuannya itu dan menjaga kekudusan dengan tidak mencemarkan diri. Itulah sebabnya kehidupan Yusuf semakin berkenan di hadapan Tuhan.

Penguasaan diri tidak datang dengan sendirinya namun melalui suatu proses yaitu tunduk pada pimpinan Roh Kudus; tanpa-Nya mustahil kita dapat menguasai diri terhadap musuh.

Tinggal dalam firman-Nya dan mengijinkan Roh Kudus bekerja adalah kunci untuk memiliki penguasaan diri!
Amin
Share:

Ketaatan Akan Menyelamatkan

1 Raja-raja 1:28-53 

Menjadi tua bisa saja membuat kita kurang bijaksana, tetapi ketaatan kepada Allah menyelamatkan kita. Pada masa tuanya, Daud membuat keputusan penting, yaitu memilih Salomo menggantikan dirinya sebagai raja atas Israel.

Daud menyampaikan kepada Batsyeba bahwa takhta kerajaan Israel diwariskan kepada Salomo sesuai dengan janjinya di hadapan Tuhan (28-31). Daud pun kemudian memberi perintah penting kepada Imam Zadok, Nabi Natan, dan Benaya bin Yoyada untuk melakukan prosesi pengurapan Raja Salomo atas Israel di Gihon (32-37).

Lalu, Nabi Natan, Imam Zadok, dan Benaya bin Yoyada melakukan perintah Raja Daud dengan diikuti oleh orang Kreti dan orang Pleti, serta seluruh rakyat pun kemudian mengikuti mereka sambil bersukaria dan meniup suling (38-40). Setelah Adonia mendengar tentang pengangkatan Salomo, dia menjadi takut kepada Salomo dan ditinggalkan oleh para pengikutnya. Dia mencari perlindungan dengan memegang tanduk-tanduk mazbah, dan dia diizinkan hidup oleh Raja Salomo (49-53).

Dari kisah pengurapan Raja Salomo atas Israel tersebut, kita belajar bagaimana kerap kali kita kurang mampu memberikan perhatian terhadap anak-anak yang kita sayangi. Namun demikian, Tuhan tetap menunjukkan kesetiaan-Nya dengan memberi teguran kepada kita. Tidak ada kata terlambat dalam menaati firman Tuhan. Raja Daud pada masa tuanya ditegur oleh Allah melalui Nabi Natan mengenai perilaku anaknya dan menaati teguran itu. Pada akhirnya, ketaatan Daud membuatnya bisa menyelamatkan kerajaannya. Dia masih bisa melihat pewaris takhtanya sebelum dia meninggal.

Apakah kita sedang merasa terancam atau sedang merasa gagal? Tuhan tidak akan membiarkan kita terlantar. Oleh karena itu, kita harus terus peka terhadap pimpinan-Nya. Jika kita mendengarkan teguran dari-Nya, kita harus segera taat. Tidak ada kata terlambat untuk taat kepada-Nya. Ketaatan kita kepada Tuhan menolong kita memperbaiki kesalahan dan membuka kesempatan bagi kita untuk menjadi lebih baik. Amin
Share:

Bila Tuhan Menuntun

"TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan." (Yesaya 58:11)

Selalu pada jalan hyang tepat, itulah yang pertama kita tahu tentang mereka yang senantiasa dituntun Tuhan.

Hidup adalah perjalanan dalam siklus waktu siang dan malam yang terus menerus terjalin oleh suka dan duka yang silih berganti. Hidup manusia adalah susah-senang, sehat-sakit. Siklus waktu dan keadaan hidup ini hanya berhenti ketika kematian tiba.

Orang yang dituntun Tuhan tidak bermasalah dengan siklus yang silih berganti itu sebab dalam keadaan serba penuh halangan pun, yang digambarkan dengan berada di tanah yang kering, hatinya selalu dipuaskan. Hati yang dipuaskan (bukan puas makan dan minum) adalah hati yang selalu bisa melihat penyertaan Tuhan dalam segala keadaan dan itulah yang menjadi kekuatan baginya menghadapi dan menjalani kehidupan dalam segala situasi.

Taman yang diairi dengan baik adalah gambaran bahwa bila hidup dituntun Tuhan, maka ia akan menjadi orang yang terus bertumbuh, berkembang, berhasil, dan sejahtera. Taman (tempat yang indah) yang diairi dengan baik adalah tempat di mana ada kehidupan yang baik dan membahagiakan.

Bila hidup dituntun Tuhan, orang akan ada dalam kehidupan yang tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri melainkan ia akan menjadi orang yang hidup untuk menghidupkan orang lain juga, laksana mata air yang tidak pernah mengecewakan.

"Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka." (Wahyu 7:17)
Share:

Prioritaskan Tuhan!

Baca: Keluaran 36:1-7
"Tetapi orang Israel itu masih terus membawa pemberian sukarela kepada Musa tiap-tiap pagi." (Keluaran 36:3b)

Alkitab menyatakan bahwa ketika memberikan persembahan untuk mendukung pembangunan Bait Suci orang-orang Israel membawa persembahannya tiap-tiap pagi. Kata "tiap-tiap pagi" menunjukkan bahwa mereka memprioritaskan Tuhan terlebih dahulu sebelum mereka melakukan aktivitas-aktivitas lain. Dengan kata lain mereka tidak memberikan dari sisa-sisa berkat yang telah diterimanya dan kemudian membawanya kepada Musa pada malam hari untuk dipersembahkan, tetapi mereka memberikannya tiap-tiap pagi. Mereka mengutamakan kepentingan rohani terlebih dahulu.

Persembahan kita akan berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati-Nya apabila kita menempatkan Tuhan sebagai prioritas kita. Oleh karena itu "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10). Bila semua orang percaya menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidupnya, baik itu dalam hal waktu, tenaga, pikiran, materi atau segala yang dimilikinya, maka pekerjaan Tuhan akan semakin dahsyat, Injil akan mampu menjangkau jiwa-jiwa di belahan bumi mana pun dan hamba-hamba Tuhan dapat menjalankan tugasnya sebagai penjala jiwa secara maksimal, sehingga banyak jiwa dimenangkan dan diselamatkan, dan nama Tuhan semakin ditinggikan dan dipermuliakan.

Setiap orang yang memprioritaskan Tuhan di segala aspek kehidupannya juga akan memperoleh berkat yang berkelimpahan, bahkan mampu menjadi saluran berkat bagi orang lain. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Persembahan yang sesuai firman Tuhan akan menciptakan berkat bukan hanya untuk kita secara pribadi, tapi juga berdampak terhadap perkembangan gereja dan pelayanan.

"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33)
Share:

Kembalikan Fokus Kita!

Matius 14:13-36 

Banyak orang rela menempuh perjalanan darat demi bertemu dengan Tuhan Yesus. Alkitab mencatat bahwa mereka tiba lebih awal daripada Yesus dan murid-murid-Nya. Mereka berjalan dengan membawa berbagai harapan terhadap Yesus. Demikian pula yang terjadi di Genesaret.

Yesus tergerak hati-Nya oleh perjuangan dan harapan orang banyak, sehingga Dia kemudian menyembuhkan mereka yang sakit. Kekhawatiran pun muncul di tengah para murid. Hari yang mulai gelap dan tempat yang terpencil membuat para murid berpikir untuk menyuruh orang banyak itu pergi ke desa-desa terdekat. Bukannya menyuruh orang banyak itu pergi, Yesus justru menyuruh murid-murid-Nya untuk memberi mereka makan.

Yesus bukannya tidak mengetahui apa yang menjadi kekhawatiran para murid. Sesungguhnya, Yesus sedang mengembalikan fokus mereka kepada hal yang paling utama. Yesus menyadarkan para murid, dari yang semula khawatir menjadi lebih berfokus kepada kehendak Allah. Dengan demikian, mereka bisa lebih mengenal Yesus--Sang Anak Allah--dengan benar.

Ajaran Yesus kepada para murid juga berlaku untuk kita. Apa yang kita lakukan saat sedang khawatir? Apakah kita mencari kehendak Allah atau kita mengandalkan diri sendiri?

Kenyataannya, kita sering kali lebih mengandalkan dan memercayai apa yang dilihat oleh mata kita yang terbatas. Setelah indera penglihatan kita terpuaskan, baru kemudian kita datang kepada Tuhan. Jadi, sebenarnya kita datang bukan untuk mencari kehendak-Nya tetapi justru menyuruh Allah untuk melakukan sesuatu bagi kita. Dari hal yang tidak tepat inilah kita perlu bertobat.

Firman Tuhan kali ini mengingatkan kita bahwa kehendak Allah harus menjadi hal yang utama. Pada saat kekhawatiran mulai datang mengganggu kita, marilah kita kembali berfokus kepada kehendak Allah. Kita tidak lagi menyerah pada tuntutan-tuntutan yang memuaskan indera kita. Percayalah bahwa di balik setiap peristiwa ada kehendak Allah yang ingin dinyatakan di dalam perjalanan hidup kita. Amin
Share:

Berdoalah setiap waktu

Efesus 6:18
Betapa banyaknya doa yang telah kita panjatkan sejak pertama kita belajar berdoa. Doa pertama kita adalah untuk diri sendiri; kita memohon Allah untuk mengampuni kita, dan menghapuskan dosa kita. Dia mendengar kita. Tetapi ketika Dia sudah menghapuskan dosa kita layaknya awan, kita masih punya banyak doa lain untuk diri sendiri. Kita pernah berdoa demi anugerah yang menguduskan, demi anugerah yang membatasi dan menahan diri; kita pernah dipimpin untuk merindukan jaminan keselamatan lagi dan lagi, demi mendapatkan cara yang nyaman dalam melaksanakan janji itu, demi jalan keluar pada saat dicobai, demi bantuan saat menjalankan tugas, dan demi pertolongan saat ujian datang. Kita telah dipanggil untuk datang kepada Allah demi jiwa kita, sebagai pengemis yang selalu meminta segalanya. Bersaksilah, hai anak Allah, bahwa engkau tidak pernah sanggup mendapatkan apapun untuk jiwamu di tempat lain. Semua roti yang telah jiwamu makan datangnya dari surga, dan setiap air yang telah jiwamu minum mengalirnya dari Sang Batu Hidup—Tuhan Yesus Kristus. Jiwamu tidak pernah bertumbuh subur dengan sendirinya; selamanya ia bergantung kepada berkat harian dari Allah; dan maka itu doamu telah naik ke surga demi segala macam belas kasihan rohani, segalanya namun tak terbatas. Kebutuhanmu tidak terhitung, karenanya persediaan tersedia begitu banyak tak terbatas, dan seperti halnya doamu sangat beraneka ragam, belas kasihan-Nya pun tidak terhitung. Maka tentunya engkau mempunyai cukup alasan untuk berkata, “Aku mencintai Allah, karena Dia telah mendengar doaku.” Karena sebanyak doa-doamu, sedemikianlah Allah memiliki jawaban kepada setiap doamu. Ia telah mendengarkan engkau dalam hari-hari yang bermasalah, telah menguatkan engkau, dan menolong engkau, bahkan ketika engkau tidak hormat kepada Dia dengan bersikap gemetar dan ragu di hadapan tutup tabut perjanjian. Ingatlah akan hal ini, dan biarlah hatimu dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah, yang telah demikian penuh rahmat mendengarkan doa-doamu yang lemah. “Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” [Mazmur 103:2]
Share:

Sandaran Hati

Baca: Mazmur 84

"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau," (Mazmur 84:6)

Manusia hidup tak pernah luput dari masalah. Tetapi pemazmur menyatakan berbahagia manusia yang saat dalam masalah menyandarkan kekuatannya hanya kepada Tuhan. Jadi bukan seberapa besar masalah yang kita alami, namun bagaimana tanggapan dan reaksi kita di kala sedang dalam masalah itu. Dalam keadaan terjepit apakah kita mengandalkan kepandaian dan kekuatan sendiri? Ataukah kita mencari sesama lalu bersandar kepadanya?

Adalah bijak bila dalam kesesakan kita bertindak seperti pemazmur berdoa: "Perlihatkanlah kepada kami kasih setia-Mu, ya TUHAN, dan berikanlah kepada kami keselamatan dari pada-Mu!" (Mazmur 85:8). Pada saat-saat yang gawat, kritis, detik-detik saat kita akan tenggelam dan binasa dalam bencana kesulitan apa pun kita harus berseru dan lari kepada Tuhan, mohon keselamatan dari-Nya. Jangan sekali-kali menaruh pengharapan pada manusia karena pertolongan mereka sangat terbatas. Kita akan kecewa karena mereka tak dapat menolong kita. Bahkan sebaliknya ada kemungkinan mereka akan mencela dan mencemooh kita dengan ejekan atau macam-macam perkataan negatif.

Kita harus belajar seperti Daud. Dalam keadaan apa pun ia senantiasa mempersembahkan korban syukur dan bersekutu dengan Tuhan. Daud berkata, "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup." (ayat 2-3). Itulah kunci kemenangan hidup Daud!

Mengapa banyak orang Kristen hidup sebagai pecundang? Karena mereka tidak karib dengan Tuhan. Mereka mendekat kepada-Nya saat perlu saja. Akibatnya saat dalam pergumulan berat langsung stres, mengomel dan mengasihani diri sendiri. Berbeda dengan orang yang senantiasa karib dengan Tuhan, "...yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Mereka berjalan makin lama makin kuat," (ayat 5b,8a).

Seberapa besar kerinduan kita mencari Tuhan dan seberapa besar bersandar pada-Nya menentukan besarnya kekuatan kita! Amin
Share:

Ibadah di Hadapan Allah

"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." (Yakobus 1:27)

Ibadah adalah perbuatan bakti (kebaktian) kepada Allah karena Allah telah mengasihi kehidupan ini. Ibadah bukanlah terutama berarti "ada harapan" untuk dipenuhi tetapi "ada syukur" untuk disampaikan.

Ibadah yang dilakukan adalah sebuah panggilan untuk dilaksanakan secara tulus dan murni bagi Tuhan (di hadapan Allah) dan bukan sekedar kebiasaan atau karena kebutuhan tanpa penghayatan untuk rasa hormat dan syukur kepada Allah.

Ibadah terdiri atas dua, yaitu ibadah secara ritual seremonial, yang dilaksanakan dalam bentuk upacara dengan tata cara tertentu, dan ibadah dalam bentuk tindakan nyata dalam kehidupan setiap saat.
Ibadah dalam bentuk tindakan nyata juga hendaknya diwarnai oleh kesadaran sebagai ibadah di hadapan Allah yang praktiknya adalah kepada sesama manusia yang dicontohkan dengan membantu janda dalam kesusahannya dalam ayat ini.
Hal terakhir untuk dilakukan agar ibadah tetap menjadi murni dan tak bercacat adalah tindakan nyata yang alamatnya bukan pada menolong sesama melainkan menjaga diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.

Ibadah seremonial tanpa tindakan nyata bukanlah ibadah yang murni dan tak bercacat di hadapan Allah demikian juga sebaliknya.

"Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40)
Janganlah berhenti untuk berbakti dengan ibadah kita. Karena apapun yang kita lakukan hanyalah bakti kita kepada Allah. Amin
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.