Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kristus Sumber Kehidupan

Yohanes 11:1-44 

Apakah percaya adalah perkara instan, semudah membalikkan telapak tangan? Atau sebuah proses pergulatan hati dan pikiran yang untuk meneguhkannya dibutuhkan perjuangan terus-menerus?

Setelah mencelikkan mata orang buta, Yesus ditolak bahkan akan ditangkap sehingga terlihat Ia menarik diri dari publik (10:39-42). Namun, pasal 11 ini memperlihatkan Yesus yang mendemonstrasikan mukjizat yang lebih spektakuler dan menggemparkan, yaitu membangkitkan Lazarus. Kristus melakukan mukjizat ini dengan beberapa tujuan bagi banyak orang. Bagi para murid, Yesus bermaksud agar mereka belajar percaya (15); bagi Maria dan Marta, agar mereka mengakui bahwa Ia adalah Mesias Anak Allah (27, 40); bagi khalayak ramai yang mengelilingi-Nya, supaya mereka percaya bahwa Kristus adalah utusan Allah (42), dan sekaligus membungkam beberapa orang Yahudi yang mempertanyakan kuasa-Nya (37).

Dalam semua tujuan tersebut, hal mendasar yang ingin diberitahukan-Nya adalah bahwa Dialah sumber kebangkitan dan hidup. Yesus menyatakan kuasa kehidupan yang hanya dapat dilakukan Allah. Melalui peristiwa ini Yesus memproklamasikan bahwa Dia adalah sumber kehidupan, dan Dia adalah Allah.

Bagaimana Allah mendidik kita untuk belajar percaya bahwa Dia adalah sumber kehidupan? Apakah kita sendiri telah melihat dan meyakini hal itu? Jika Kristus adalah sumber kehidupan kita, marilah kita hidup bagi Dia. Jalanilah proses kehidupan dengan tetap memandang kepada percikan kekuatan yang dianugerahkan-Nya dan bersumber pada-Nya. Jika Dia adalah sumber kehidupan kita saat ini dan yang akan datang, marilah kita pancarkan kasih-Nya dan kita beritakan nama-Nya melalui seluruh hidup kita, termasuk perilaku keseharian kita di tempat kerja, di tengah keluarga, dan di masyarakat. Hal ini supaya pada akhirnya banyak orang juga masuk ke dalam proses untuk belajar percaya, dengan memercayakan hidupnya kepada Yesus Kristus, Sang Sumber kehidupan bagi semua manusia.amin
Share:

Perkataan yang Menjadi Berkat

Ulangan 32:1-4
"Pasanglah telingamu, hai langit, aku mau berbicara, dan baiklah bumi mendengarkan ucapan mulutku." (Ulangan 32:1)

Alkitab menyatakan bahwa apa yang keluar dari mulut adalah luapan dari dalam hati (baca Matius 12:34). Jika hati dipenuhi oleh hal-hal negatif, yang keluar dari mulut pun perkataan yang negatif, demikian pula sebaliknya. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan." (2 Timotius 2:16).

Mengapa kita harus menghindari omongan kosong dan tak suci? Karena hanya akan menambah kefasikan, sia-sia dan tak bermanfaat. Dalam hidup sehari-hari perkataan-perkataan manis yang terlontar dari mulut seseorang biasanya hanya bualan semata, bukan keluar secara tulus dari dalam hati. Semakin banyak kita mengumbar ucapan atau memerkatakan hal-hal yang sia-sia semakin banyak pula kesalahan yang terjadi, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19).


Maka berhati-hatilah dan berpikirlah 1000 kali jika hendak berbicara, sebab setiap kata sia-sia yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada saatnya. "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Orang Kristen yang sudah mengerti kebenaran firman ini akan mampu mengontrol setiap ucapannya. Rasul Petrus menulis, "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Petrus 4:11).
Hendaklah kita belajar dari Musa, yang berusaha sedemikian rupa menjaga setiap ucapan atau perkataannya, sehingga yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang menyenangkan, membangun, menguatkan dan menyejukkan, sebab yang diperkatakannya adalah firman Tuhan. Roh Tuhan yang bekerja di dalam diri Musa memberikan ilham dan hikmat kepadanya untuk mengucapkan perkataan-perkataan yang senantiasa menjadi berkat bagi orang lain yang mendengarnya.
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." (Kolose 4:6)
Sudahkah perkataan kita, menjadi berkat. Amin
Share:

Seandainya Tuhan Tak Melakukannya

"Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18)

Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang setia kepada Tuhan tidak mau menyembah patung emas (dewa) yang dibuat oleh raja Nebukadnezar. Resiko tindakan itu adalah mereka akan jatuh ke dalam hukuman mati yaitu dibuang ke dalam perapian yang menyala-nyala.
Kesetiaan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego kepada Tuhan adalah karena mereka percaya bahwa Allah sanggup melakukan segala hal termasuk menyelamatkan mereka dari nyala api yang dibuat untuk menghukum mereka atas titah raja Nebukadnezar.
Setiap orang percaya kepada Tuhan sebaiknya selalu percaya bahwa Allah mampu menolong umat-Nya dari berbagai macam nyala api kehidupan di dunia ini.
Hal lebih besar yang dimiliki oleh Sadrakh, Mesakh, dan Abednego adalah bahwa meskipun seandainya Allah tidak menolong mereka dari nyala api karena tidak menyembah patung yang dibuat oleh Nebukadnezar, mereka akan tetap menyembah Allah dan tidak akan menyembah sesuatu yang lain selain Allah.
Menyembah Allah adalah panggilan mulia untuk dilakukan sebab Allah menolong kita dari berbagai bentuk nyala api kehidupan. Wujud kesetiaan yang paling besar ialah bahwa jika seandainya Allah tidak menolong dalam nyala api yang dibuat oleh manusia, hal itu tidak akan membuat orang percaya berhenti menyembah Allah.
"Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita." (Mazmur 95:6)
Mari  apapun yang terjadi tetap menyembah Allah. Amin
Share:

Melakukan Segala Sesuatu dengan Sungguh!

Baca: Ibrani 6:9-20

"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya," (Ibrani 6:11)
Keberhasilan seorang atlet mendapatkan gelar juara dalam sebuah pertandingan bukanlah sesuatu yang instan, tapi buah dari kesungguhannya dalam berlatih, taat kepada instruksi pelatih. Tanpa kesungguhan, mustahil mereka berhasil! Bukan hanya di bidang olahraga, tapi juga di segala bidang kehidupan ini termasuk dalam hal kerohanian. Jadi kesungguhan kita dalam mengerjakan segala sesuatu adalah faktor penting dalam menentukan keberhasilan. Sebagus apa pun suatu teori atau secemerlang apa pun ide seseorang jika tidak disertai oleh tindakan yang serius atau sungguh-sungguh akan menghasilkan yang biasa-biasa dan tidak maksimal. Bagaimana dengan kita? Tuhan berkata, "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17).
Bersungguh-sungguh artinya melakukan sesuatu dengan segenap hati, pikiran, tenaga dan kemampuan di dalam semangat dan rasa penuh tanggung jawab. Inilah yang dikehendaki Tuhan! Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam segala hal? Ataukah selama ini kita belum bersungguh-sungguh? Kita melakukan segala sesuatu dengan asal-asalan, setengah-setengah, sambil bersungut-sungut, mengomel, menggerutu, seperti bangsa Israel ketika berada di padang gurun? Ingat, mereka yang tidak bersungguh-sungguh akhirnya mati di padang gurun sebelum mencapai tanah perjanjian; mereka tidak menikmati janji Tuhan sepenuhnya. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24a).
Bila kita ingin menikmati dan mengalami berkat-berkat Tuhan kita pun harus bersungguh-sungguh dalam segala hal. Anugerah karunia, talenta dan potensi yang begitu besar dari Tuhan harus kita maksimalkan. Bagaimana hidup kita bisa berdampak dan menjadi berkat bagi dunia bila kita menghasilkan karya yang biasa-biasa saja?
Mulai hari ini sungguh-sungguhlah mengerjakan tugas yang Tuhan percayakan! Amin
Share:

Tuhan Sanggup Menyediakan

Baca: Matius 6:25-34
"Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu." (Matius 6:29)

Saat bangun dari tidur seringkali pikiran kita langsung dipenuhi kekuatiran dan kecemasan tentang apa yang hendak kita makan, minum dan pakai. Selama kita terus kuatir berarti kita belum percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Belajarlah dari Ayub: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Berhentilah untuk kuatir dan cemas!

Tuhan memerintahkan kita untuk tidak kuatir dan cemas tentang kebutuhan hidup kita karena sesungguhnya Tuhan tahu persis apa yang kita butuhkan. Jika Tuhan begitu bermurah hati memelihara burung-burung di udara, "...yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung," (ayat 26), serta mendandani bunga bakung di ladang, "...yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal," (ayat 28), bukankah keberadaan kita ini lebih berharga di mata Tuhan? Tuhan sendiri menegaskan, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4).
Salomo saja dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah dari salah satu bunga bakung. Padahal Salomo adalah seorang raja yang sangat kaya raya, "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). Pernyataan "Ia akan terlebih lagi mendandani kamu," (ayat 30) merupakan janji Tuhan kepada anak-anak-Nya yang hidup di zaman yang penuh dengan problema ini. Tuhan akan bertanggung jawab penuh atas kehidupan orang-orang yang punya penyerahan diri penuh kepada-Nya.
Tuhan adalah penyedia bagi kita. Mengutamakan Tuhan berarti menjadi pelaku firman, memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar Kerajaan Allah. Sebagai orang percaya, sesungguhnya kewargaan kita adalah dalam sorga (baca Filipi 3:20). Adalah wajar jika kita pun dituntut mengutamakan perkara-perkara yang di atas.
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9)
Sudahkah Tuhan menjadi utama dalam hidup anda? Amin
Share:

Yesus Utamakan Doa

Markus 1:35-39

"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35)

Berdoa adalah hal terpenting dalam kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus! Sebelum menyatakan diri-Nya dan menjalankan pekerjaan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Tuhan Yesus terlebih dahulu mengasingkan diri di padang gurun untuk berdoa dan berpuasa selama 40 hari 40 malam lamanya. Karena kekuatan doa inilah Tuhan Yesus mampu mengalahkan segala tipu muslihat Iblis yang ditujukan kepada-Nya (baca Matius 4:1-11). Begitu juga selama pelayanan-Nya, Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus seringkali pergi menyendiri untuk berdoa. Bahkan, hingga saat-saat terakhir hidup-Nya di kayu salib, Tuhan Yesus pun masih berdoa, bukti nyata bahwa Ia mengutamakan doa.

Pagi-pagi benar sebelum matahari terbit Yesus telah bangun dan berdoa kepada Bapa, dan seringkali juga sepanjang malam dalam kesunyian di atas gunung Ia berdoa sendirian: "Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa." (Markus 6:46). Lukas juga mencatat: "Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." (Lukas 6:12). Perhatikan ayat ini: "Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan." (Ibrani 5:7). Karena memiliki kehidupan doa yang luar biasa Yesus tampil sebagai pribadi yang luar biasa pula dan penuh kuasa.

Membangun persekutuan dengan Bapa, melibatkan Bapa dalam setiap kehendak dan rencana-Nya adalah kunci keberhasilan pelayanan Yesus. Meski selalu menjadi incaran banyak orang yang memusuhi dan berusaha menjatuhkan-Nya, Ia mampu menguasai diri-Nya dan tetap tenang karena Ia selalu menempatkan doa sebagai hal yang utama. "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Selama 3,5 tahun pelayanan-Nya di bumi Yesus bukan hanya mengajar murid-murid-Nya secara teori tetapi juga secara praktis tentang pentingnya berdoa!

Tuhan Yesus memberikan teladan hidup bagaimana Ia menempatkan doa sebagai hal utama dalam hidup-Nya, supaya kita pun mengikuti jejak-Nya.
Bagaimana dengan anda. Apakah ada waktu berdoa seperti Yesus mengutamakan doa? Amin
Share:

Mengerjakan Keselamatan

Bacaan: FILIPI 2:12-18

Saudara-saudaraku yang terkasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih lagi sekarang waktu aku tidak hadir. (Filipi 2:12)


Pembacaan dan pemahaman yang tidak cermat terhadap nas ini-dulu-membuat saya mengira bahwa keselamatan bergantung pada usaha saya sendiri. Setelah bertahun-tahun dalam pelayanan jemaat, saya juga menemukan banyak orang Kristen yang memiliki pemahaman demikian. Lalu, apa sebenarnya maksud Paulus?

Paulus menujukan surat ini kepada orang-orang yang sudah percaya dan telah menerima anugerah keselamatan dari Kristus. Namun itu tidak lantas membuat mereka tidak melakukan apa-apa ataupun bisa hidup sesuka hati. Mereka harus "mengerjakan keselamatan" (Yunani: katergazomai), yang bermakna "menyelesaikan atau mengerjakannya hingga akhir". Mereka diminta agar terus-menerus hidup selaras dengan ajaran keselamatan yang telah mereka terima. Mereka telah terbukti menaati Allah ketika Paulus ada di tengah mereka. Ia ingin agar mereka menaati Allah sampai akhir, selama hidup mereka, walau tanpa kehadiran Paulus.

Jadi, mengerjakan keselamatan berarti senantiasa hidup berpegang kepada firman Allah. Contohnya ialah dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah dalam melakukan segala sesuatu (ay. 14). Menjalani hidup yang benar menjadikan kita seperti bintang yang bercahaya sehingga menjadi tuntunan bagi orang-orang yang hidup dalam kegelapan (ay. 15). Ini berarti kita menghidupi status kita sebagai orang yang telah diselamatkan Kristus, menunjukkannya melalui hidup yang memuliakan Allah, juga menjadi berkat bagi sesama. Karenanya, marilah mengerjakan keselamatan kita setiap hari! Amin. 

MENJALANI HIDUP DENGAN BERPEGANG PADA FIRMAN TUHAN DAN MENAATINYA

MERUPAKAN TANDA BAHWA KITA SEDANG MENGERJAKAN KESELAMATAN KITA.

Share:

Bahaya Tidak Nyata

Bacaan: MATIUS 26:36-46

Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Lalu Ia berkata kepada Petrus, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku" (Matius 26:40)

Semasa kecil, anak-anak sulit diberi tahu tentang keadaan bahaya. Mereka bermain bebas, terkadang meniru adegan berbahaya di film laga atau kartun. Larangan, bahkan teriakan orang tua tidak mereka hiraukan. Sebab anak belum mampu memahami bahaya nyata sebagaimana orang dewasa. Di pihak lain, anak jauh lebih takut kepada bayangan atau suara aneh yang sebenarnya tidak berbahaya.

Yesus juga memiliki cara pandang yang berbeda dengan para murid-Nya tentang bahaya. Di sebuah peristiwa, Yesus bisa-bisanya tertidur lelap di perahu tatkala murid-murid-Nya panik menghadapi angin ribut yang menerjang mereka (Mat 8:24). Ketika dibangunkan, Yesus justru menegur murid-Nya dan mempertanyakan ketakutan mereka. Berbeda sekali ketika berada di taman Getsemani. Ketiga murid Yesus diminta-Nya untuk berjaga dan berdoa. Ironis, ketika Yesus bergumul berat, ketakutan, dan berdoa dengan sungguh-sungguh, ketiga murid-Nya justru tertidur. Rupanya apa yang dipandang bahaya oleh murid Yesus bukanlah bahaya sesungguhnya. Sebaliknya, para murid justru memandang ringan yang Tuhan pandang serius, yaitu kurangnya doa ketika berhadapan dengan pencobaan.

Mungkin kita sedang bergumul dengan yang kita anggap sebagai ancaman nyata. Tentu tidak salah bahwa kita memohon kecukupan keuangan dan kesehatan. Namun benarkah kekurangan itu adalah ancaman sesungguhnya? Bahaya nyata adalah ketika kita mulai kendur berdoa. Siapa tahu tekanan pencobaan segera melanda, lalu kita terjatuh dalam dosa akibat kurang waspada. Amin. 

BERJAGA-JAGA DAN BERDOA ADALAH CARA KITA MENGHADAPI BAHAYA
YANG TIDAK NYATA AGAR TIDAK TERJATUH DALAM PENCOBAAN.
Share:

Libatkan Tuhan di Setiap Pekerjaan

Keluaran 31:1-11

"Lihat, telah Kutunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah Kupenuhi dia dengan Roh Allah, dengan keahlian dan pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan," (Keluaran 31:2-3)

Tuhan menghendaki anak-anak-Nya memiliki kualitas hidup yang berbeda dengan dunia! Karena itu firman-Nya mengajar kita untuk melakukan setiap pekerjaan dengan kualitas yang terbaik, bukan secara asal-asalan, sehingga mencapai hasil yang maksimal. Alkitab mengajar kita untuk melakukan setiap pekerjaan dengan kualitas yang terbaik. Jadi, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." (Kolose 3:23-24). Kita diperintahkan untuk bekerja dengan sebaik mungkin tanpa memandang jenis pekerjaannya. Ini firman Tuhan, bukan perkataan manusia!

Ada dua orang yang dipilih Tuhan untuk terlibat dalam proses pembangunan Kemah Suci dan segala kelengkapannya, yaitu Bezaleel dan Aholiab. Bezaleel orang yang ahli dalam hal benda-benda berharga dan perhiasan-perhiasan, termasuk ukiran-ukiran. Aholiab adalah seorang yang ahli dalam hal pembuatan perkakas-perkakas, pakaian dan juga kelengkapan para imam dan orang Lewi. Tuhan berkenan memenuhi mereka dengan Roh-Nya. Pengertian "dipenuhi dengan Roh Tuhan" artinya: diperlengkapi dan diberi kemampuan rohani untuk pelayanan khusus bagi Tuhan: "...untuk membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga;" (ayat 4) dan "...untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan." (ayat 5).

Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan kualitas yang terbaik kita harus selalu melibatkan Tuhan dan meminta tuntunan-Nya. Dalam praktek hidup sehari-hari kita sering merasa diri mampu, hebat, pintar dan berpengalaman, sehingga kita merasa tak membutuhkan campur tangan Tuhan. Namun, begitu kita menuai kegagalan atau hasil yang diraih tak seperti yang diharapkan, kita langsung marah dan menyalahkan Tuhan.

"Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6a)
Sudahkah kita melibatkan Tuhan dalam segala karyamu hari ini. Dia tidak pernah terlambat untuk menolongmu. Terimalah Dia dalam hatimu. Amin.
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.