Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

HIDUP BERSAMA KRISTUS

Efesus 2:1-10
Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus ….
(Ef. 2:4-5)
Napas adalah tanda utama adanya kehidupan. Namun, kehidupan tak hanya ditandai dengan napas. Artinya, ada orang yang masih bernapas, tetapi tak menjalani kehidupan dengan baik. Misalnya, orang yang berada dalam kondisi koma.
Dosa menjadi penghalang orang untuk dapat menjalanihidup sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dosa membuat orang hidup jauh dari Allah dan mengakibatkan ia tidak menjalani hidupnya secara penuh. Orang yang berdosa kelihatannya hidup, padahal ia mati. Itulah situasi yang dihadapi oleh orang Kristen di Efesus pada masa itu. Penulis Surat Efesus memberi kesaksian bahwa ia juga pernah berada dalam situasi seperti itu. Syukur pada Allah sebab Ia menghidupkan kembali dirinya di dalam dan bersama dengan Kristus. Yesus yang bangkit adalah sumber kehidupan sejati bagi setiap orang. Dengan kebangkitan-Nya, setiap orang punya kesempatan untuk menerima pengampunan dosa sebagai anugerah yang membawa hidup baru. Dengan itu, orang sungguh-sungguh mempunyai kesempatan untuk menjalani hidup sebagaimana yang dikehendaki Allah.
Setiap orang Kristen sejatinya adalah orang-orang yang dihidupkan kembali oleh Allah bersama dengan Kristus, untuk mempersaksikan anugerah Allah bagi dunia. Karena itu, setiap orang Kristen tidak bisa hidup di luar Kristus. Hidup bersama dengan Kristus berarti bersedia untuk meneladani seluruh cara hidup Kristus sebagaimana disaksikan dalam Alkitab.
REFLEKSI:
Tanpa Kristus, tak ada kehidupan yang sesungguhnya.

 
Share:

JANGAN RIBUT!

Kisah Para Rasul 20:7-12
“Jangan ribut, sebab ia masih hidup.”
(Kis. 20:10)
Orang cenderung bersikap reaktif daripada responsif saat terjadi kehebohan. Akibatnya, yang muncul adalah keributan alih-alih penyelesaian.
Kisah Euthikus yang mengantuk sampai tertidur lelap dan jatuh dari tingkat tiga saat mendengarkan Paulus berbicara dapat menjadi contoh tentang orang yang reaktif. Orang-orang ribut ketika melihat peristiwa itu. Berbeda dengan Paulus yang responsif. Hal pertama yang dilakukan oleh Paulus adalah menangani Euthikus. Setelah tahu bahwa ia masih hidup, Paulus menegur orang banyak agar tak ribut. Pertanyaannya: Apa yang membuat Paulus dapat bersikap begitu tenang sehingga dapat bersikap responsif dan tidak reaktif? Paulus percaya pada Yesus, yang diyakini hadir di tengah persekutuan mereka melalui persekutuan dan perjamuan. Paulus telah belajar untuk tetap percaya pada Yesus apa pun yang sedang ia hadapi. Karena itu, alih-alih ribut Paulus tetap tenang. Dalam ketenangan itu, Paulus dapat melihat dan bertindak dengan benar.
Bisa jadi kita pernah mengalami dan menghadapi berbagai peristiwa yang mencengangkan dalam hidup ini. Mana yang lebih mudah kita lakukan: bersikap reaktif atau responsif? Ribut atau tenang? Bila kita meyakini bahwa Yesus yang bangkit itu selalu ada, hadir di tengah persekutuan, tak ada alasan bagi kita untuk takut atau panik ketika menghadapi persoalan yang sangat berat sekalipun. Selalu ada jalan bersama Yesus, selalu ada kehidupan, selalu ada penghiburan.
REFLEKSI:
Dalam segala perkara jadilah tenang.

 
Share:

BELAJAR PERCAYA

Yohanes 11:1-45
“… sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya.”
(Yoh. 11:15)

Ada pepatah yang mengatakan: “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!” Kita dapat memahami pepatah itu hendak mengatakan bahwa tak ada batasan untuk orang menuntut ilmu. Selama hayat dikandung badan teruslah belajar.
Percaya pada Yesus tidak pernah menjadi hal yang mudah untuk dilakukan oleh siapa pun. Teks Alkitab hari ini dengan sangat gamblang menunjukkan hal tersebut. Yesus bukanlah orang asing bagi Marta dan Maria yang pernah meminyaki kaki Yesus dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya. Namun, ketika mereka mengalami kedukaan karena Lazarus mati, ternyata sulit sekali bagi mereka untuk tetap percaya pada Yesus bahwa Ia akan membangkitkan Lazarus. Bila dicermati, Yesus seperti melakukan penundaan untuk bertemu dengan mereka. Mengapa? Yesus hendak mengajar untuk mereka percaya. Melalui peristiwa kematian Lazarus, mereka diajar untuk percaya. Ini adalah proses yang harus terus mereka lalui.
Menjadi orang Kristen, beragama Kristen tepatnya, sangat mudah. Selama semua proses administratif dipenuhi, maka orang dapat disebut beragama Kristen. Yang sulit adalah menjalani hidup kekristenan. Sebab, syarat utamanya yaitu percaya pada Yesus tidak lagi dilakukan sebatas ucapan, tetapi mewujud dalam tindakan. Semua peristiwa yang kita alami sepanjang kehidupan adalah kesempatan untuk terus belajar percaya. Ini proses seumur hidup.
REFLEKSI:
Belajar percaya akan membuat kita makin baik dalam mengelola iman kepada Tuhan.
Sudahkah Imanmu terkelola dengan baik? 

 
Share:

MELAKUKAN KEADILAN DAN KEBENARAN

Yehezkiel 33:10-16
“Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi; ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup.”
(Yeh. 33:16)

Entah sejak kapan mata uang, baik logam maupun kertas, punya dua sisi yang berbeda. Meski demikian, keduanya saling melengkapi, membuat mata uang itu berharga.
Yehezkiel sekali lagi menyampaikan kepada umat apa keinginan Tuhan, yaitu supaya umat hidup! Ini luar biasa. Tuhan menghendaki kehidupan bagi umat bukan kematian. Agar umat hidup, maka mereka harus melakukan kehendak Tuhan. Apa kehendak Tuhan yang harus dilakukan umat? Bukan hanya melakukan apa yang benar atau apa yang adil. Bila hanya melakukan apa yang benar, itu baru satu sisi. Begitu juga bila hanya melakukan keadilan. Tuhan menghendaki agar kebenaran dan keadilan dilakukan sekaligus, pada waktu yang sama. Dengan demikian, umat mendapat kesempatan untuk menerima kehidupan dari Tuhan. Benar berarti melakukan segala hal dengan tepat, tidak kurang tidak lebih. Adil berarti memberikan apa yang menjadi hak orang lain sesuai bagiannya. Jadi, ketika umat diminta untuk melakukan keadilan dan kebenaran itu berarti umat mesti menjalankan segala perkara yang dipercayakan kepadanya dengan tepat dan pada saat yang sama memperhatikan hak orang lain.
Menerima dan menjalani kehidupan sebagai umat Tuhan sesungguhnya sederhana, yaitu melakukan kebenaran dan keadilan. Meskipun sulit, tetapi tidak mustahil. Tidak hanya melakukan salah satu, tetapi keduanya. Jika hanya satu, itu akan membuat hidup tak berarti, seperti mata uang yang hanya punya satu sisi.
REFLEKSI:
Keadilan dan kebenaran membuat hidup diri sendiri dan sesama menjadi berarti.
Share:

Berdukacita Karena Dosa

 1Timotius 1:12 17

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: Yesus Kristus datang ke
dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang
paling berdosa.
 1 Timotius 1:15

Setiap orang pasti berdukacita ketika orang yang dikasihi meninggal dunia, tetapi jarang kita mendengar orang berdukacita karena dosa, bukan? Namun, berbeda dengan Jonathan Edwards, seorang teolog yang berduka atau sedih karena dosa. Ia menulis, Aku menjadi lebih peka terhadap kejahatan dan keburukan hatiku justru setelah aku bertobat. Semua dosa yang telah kulakukan sejak awal kehidupan hingga sekarang, seharusnya aku sudah ditempatkan di dalam neraka.

Dosa bagi seorang pengikut Kristus sejati merupakan beban, kepedihan, serta keprihatinan terbesar dan terdalam. Hal serupa juga dialami oleh Rasul Paulus, seorang penganiaya orang Kristen yang bertekad membinasakan ajaran Kristus dan para pengikut Nya. Namun, dalam perjalanan ke Damsyik untuk menangkap dan menganiaya orang Kristen, justru ia yang ditangkap oleh Tuhan Yesus. Yesus menampakkan diri Nya kepada Paulus dan mempertobatkannya (lih. Kis. 9:1 18). Ayat emas di atas merupakan pengakuan Paulus setelah bertobat, Akulah yang paling berdosa. Alasan Paulus berdukacita adalah karena dosa dosa yang pernah ia lakukan. Ia menjadi seorang penghujat, penganiaya, dan seorang yang ganas. Ia menyadari semua kesalahannya dan seharusnya layak untuk dibinasakan oleh Tuhan. Namun, ia justru mengalami anugerah Tuhan: dikasihi dan dikaruniakan iman untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus bahkan dipanggil menjadi hamba Nya. Karena itu, Paulus selalu bersyukur, hidup bagi Tuhan, setia, dan taat memberitakan Injil dan melayani jemaat Nya (Flp. 1:20 22).

Orang orang seperti Jonathan Edwards dan Rasul Paulus yang hidupnya makin dekat dan makin serupa dengan Kristus, yang bertumbuh di dalam kekudusan dan kebenaran, pasti semakin membenci dosa dan semakin berdukacita setiap kali berbuat dosa. Bagaimana dengan kita? Kiranya kita yang sudah ditebus oleh darah Kristus yang sangat mahal, juga selalu membenci dosa dan berdukacita ketika jatuh ke dalam dosa dan mau bertobat. Karena itu, lakukanlah disiplin rohani yang ketat setiap hari. Selalu membaca Alkitab dan merenungkan firman Tuhan, tekun berdoa dan introspeksi diri, serta mengakui dosa di hadapan Tuhan Yesus dan meninggalkannya.

Refleksi Diri:

Apakah ada dukacita karena dosa yang Anda lakukan? Apakah boleh hidup dalam dosa setelah Anda diselamatkan oleh anugerah? Mengapa?

Apa yang Anda lakukan agar memiliki sikap benci terhadap dosa dan meningkatkan rasa dukacita karena dosa?
Share:

Melayani bukan dilayani

 Markus 10:35 45

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. 

—Markus 10:45

Pada tahun 2018, Jusuf Kalla, mantan wakil presiden Indonesia, berpidato dan menyampaikan arahan kepada ribuan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Ia meminta para CPNS untuk mempunyai mental yang siap melayani masyarakat, bukan malah minta dilayani. Jusuf Kalla menyadari adanya kecenderungan seseorang untuk memiliki kenyamanan hidup dan enggan bekerja keras. Kecenderungan ini membuat seseorang ingin meraih kedudukan terhormat sehingga tidak perlu melayani, melainkan dilayani.

Rupanya kecenderungan ini juga dipikirkan oleh murid murid Yesus. Ini dilontarkan pertama kali oleh Yakobus dan Yohanes saat berkata, Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan Mu dan yang seorang di sebelah kiri Mu. (ay. 37). Mereka menginginkan kedudukan yang terhormat dan menjadi orang besar. Yesus meresponi permintaan mereka, Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. 

Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima? (ay. 38). Kedua murid Yesus ini menjawab dengan naif, Kami dapat. Mereka gagal memahami apa maksud Yesus.

 Murid murid Yesus yang lain ternyata juga memiliki pemikiran yang sama. Yesus lalu menasihati mereka, Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. (ay. 43 44).

Konsep melayani dan menjadi hamba bukanlah sesuatu yang lazim ditemui di masyarakat. Yesus sendiri telah menjadi teladan dalam melayani. Yesus adalah Allah, pencipta Alam semesta. Dia Raja di atas segala raja, yang seharusnya paling layak untuk dilayani. Namun, Kristus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (ay. 45). Yesus yang adalah Allah, rela mengosongkan diri Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama seperti manusia bahkan taat sampai mati, mati di kayu salib untuk menebus setiap kita (Flp. 2:7 8).

Sebagai anak anak T uhan, marilah kembali mengerjakan panggilan kita sebagai hamba yang melayani dengan baik dan setia (Mat. 25:21). Biarlah kita tidak mencari perkenanan manusia dan dunia, melainkan hanya perkenanan T uhan.

Refleksi Diri:

Apakah Anda tergoda untuk mendapatkan kedudukan dan ketenaran dalam pelayanan? Apa yang membuat Anda sulit untuk melayani?

Bagaimana cara Anda melatih diri untuk memiliki hati seorang hamba
Share:

Kasih Untuk Musuh

Matius 5:43 47

Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalahl bagi mereka yang menganiaya kamu.

Matius 5:44

Hati yang gembira adalah obat. Sebuah ungkapan yang disampaikan oleh penulis Amsal. 

Kalau kita pikir dan renungkan, memang benar bahwa hati yang gembira adalah obat. 

Hati yang gelisah ataupun sedih dapat mendatangkan stres dalam diri seseorang. 

Kalau sudah stres, paling tidak penyakit maag, pusing kepala atau masuk angin bisa menanti di depan.

Walaupun kita tahu bahwa hati yang gembira adalah obat, tetapi tak jarang kita mengalami sakit hati, kecewa, marah atau sedih, akibat perilaku orang lain. Orang orang di sekitar tidak selalu melakukan hal hal yang sesuai dengan ekspektasi kita. Akhirnya, hati sering kali merasa tersakiti apalagi jika dilakukan oleh orang terdekat kita. Kalau sudah tersakiti, apakah mudah untuk mengampuni orang tersebut? Bisa ya, bisa tidak. Mungkin kita berpikir tergantung seberapa sakit yang ditimbulkan.

Firman Tuhan hari ini merupakan pengajaran Yesus kepada para pendengarnya. 

Yesus tahu bahwa kehidupan manusia tidak akan lepas dari penganiayaan. Pasti akan ada orang orang yang bersikap menganiaya ataupun menyakiti orang lain. Karena itu, Yesus mengajarkan untuk tetap mengasihi dan mendoakan orang yang telah menganiaya ataupun menyakiti kita. Mengapa? Karena mengasihi adalah ciri dan tindakan nyata dari anak anak Allah yang ditetapkan Nya untuk menjadi terang dunia (ay. 45).

Allah sendiri menyatakan kasih Nya kepada semua orang. Kepada diri kita, keluarga, teman teman, bahkan orang yang menyakiti kita. Semua umat manusia tetap berada di dalam perlindungan kasih Allah yang begitu besar. Jika demikian, sebagai anak anak Allah seharusnya bukanlah balas dendam yang dilakukan ketika merasa tersakiti. Bukan juga rasa benci yang dipelihara ketika dikecewakan orang lain, melainkan kasih dari Allah yang seharusnya mendominasi isi hati kita dan dibagikan kepada musuh musuh kita.

Saat kita sedang berelasi dengan sesama, pasti akan ada momen dimana kita merasa tersakiti oleh tindakan ataupun perkataan dari orang lain. Namun, jangan sampai rasa sakit yang kita alami membuat kasih Allah meredup bagi sesama. Marilah terus belajar untuk memancarkan kasih Allah kepada orang orang yang menyakiti kita. Doakan mereka yang telah menyakiti hati kita. Kiranya kasih Allah memberikan sukacita dan damai dalam hati kita.

Refleksi Diri:

Apakah Anda sudah membagikan kasih kepada orang yang telah menyakiti hati Anda? 

Apa yang akan Anda lakukan agar kasih Allah dapat terpancar bagi orang orang di sekitar Anda?
Share:

Nafkah dan sabat

Keluaran 16:1 26                                                   

Lalu berkatalah Musa kepada mereka: Inilah yang dimaksudkan TUHAN: Besok adalah hari perhentian penuh, sabat yang kudus bagi TUHAN; maka roti yang perlu kamu bakar, bakarlah, dan apa yang perlu kamu masak, masaklah; dan segala kelebihannya biarkanlah di tempatnya untuk disimpan sampai pagi.

Keluaran 16:23 K eluaran pasal 16 dimulai dengan umat Israel yang bersungut sungut kepada Tuhan. 

Mereka membandingkan kehidupan mereka dengan kondisi ketika masih di Mesir (ay. 1 3). Bagaimana respons T uhan terhadap orang Israel? T uhan mendengar sungut sungut umat Nya tentang kebutuhan hidup mereka (ay. 7 12). Dari bagian ini kita belajar untuk percaya bahwa Allah mendengar keluh kesah kita kepada Nya tentang kebutuhan hidup kita. 

Lebih daripada itu, Allah memenuhi kebutuhan hidup umat Nya (ay. 13 15). Namun, ada syarat yang T uhan berikan, yaitu tiap tiap orang hanya boleh mengambil menurut keperluannya, cukup untuk hari tersebut, harus habis tidak bersisa (ay. 16 18). T etapi ada umat Israel yang tidak taat dan mengambil lebih banyak dari yang diperlukan sehingga sisa manna yang diambil itu menjadi rusak (ay. 20). Mengapa umat Israel tidak taat perintah untuk mengambil seperlunya? Mungkin karena mereka takut akan hari esok. Mungkin mereka berpikir, besok bagaimana? Begitulah kondisi manusia yang keinginannya lebih besar daripada apa yang dibutuhkan. Melalui peristiwa ini, kita belajar bahwa T uhan akan memenuhi kebutuhan, tetapi kita juga harus taat perintah Nya. Pemenuhan kebutuhan oleh Allah berjalan beriringan dengan ketaatan kita kepada Tuhan. 

Di ayat ayat selanjutnya T uhan memerintahkan tentang Sabat (ay. 23 26). Dia memerintahkan orang Israel untuk berhenti, termasuk berhenti mengambil manna dan mengerjakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pada hari Sabat, tidak perlu bekerja supaya bisa makan. Mengapa? Karena Tuhan juga telah menyediakan makanan atau kebutuhan hidup untuk hari ketujuh, yaitu hari Sabat.

Sabat mengingatkan kita bahwa kebutuhan utama manusia bukanlah makanan, melainkan relasi dan pengenalan akan Tuhan. Tuhan Yesus berjanji akan memenuhi kebutuhan kita ketika menaati perintah perintah Nya dan menguduskan hari Sabat. Belajarlah percaya akan janji janji pemeliharaan Nya. Janganlah khawatir akan pemenuhan kebutuhan hidup kita. Serahkanlah kekhawatiran Anda kepada Yesus sebab Dia yang memelihara Anda (1Ptr. 5:7).

Refleksi Diri:

Apakah Anda percaya sepenuhnya bahwa Tuhan akan memenuhi kebutuhan hidup Anda? Apa alasan utama Anda berhenti bekerja pada hari Sabat?

Apa saja hal hal harus kita hindari dan yang harus kita lakukan dalam hal menguduskan hari Sabat?

Doa hatiku bersyukur karena hari yang baru. Sehingga aku bisa menikmati kehidupan yang baru. Bersama Mu ya bapa, apa yang ku lakukan hari ini semua dalam kuasamu, dan jadikan aku berhasil karena mu. Amin
Share:

Kejarlah Kebenaran

Matius 5:1 12

Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
 Matius 5:6

Sebuah lirik lagu berbunyi: Apa yang dicari orang? Uang. Apa yang dicari orang, siang, malam hari, petang? Uang uang uang, bukan Tuhan Yesus. Lagu ini mengingatkan kita bahwa banyak orang lebih suka mencari uang atau perkara materi daripada Tuhan. Ada begitu banyak keinginan yang orang kejar demi mencapai kebahagiaan. Namun, semakin dikejar semakin jauh dari rasa bahagia dan semakin banyak yang didapatkan semakin tidak puas. Itulah yang dialami oleh Raja Salomo ketika di masa tuanya menulis, Kesia siaan atas kesia siaan, … (Pkh. 12:8).

Ayat emas di atas merupakan salah satu ayat penting dalam Khotbah di Bukit. Syarat utama untuk memperoleh kehidupan yang saleh, bahagia, dan berkenan kepada Tuhan adalah memiliki jiwa yang lapar dan haus akan kebenaran. Arti lapar dan haus adalah mereka yang lebih mengutamakan hukum Allah dan hidup sesuai kehendak Nya sebagai kebutuhan rohani yang paling diinginkan. Selain itu, mereka sangat merindukan kehidupan yang saleh dan hubungan yang intim dengan Tuhan, sama seperti perut lapar mengharapkan makanan atau kerongkongan haus merindukan tetesan air. Hal ini ditegaskan kembali oleh Yesus, Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat. 6:33). Artinya, pemerintahan Allah dan firman Nya harus menjadi prioritas yang kita kejar daripada perkara jasmani (makanan, minuman, atau pakaian). Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, melainkan soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita (Rm. 14:17). Hanya kebenaran yang dapat memberikan kepuasan dan kebahagiaan bagi kita. Kejarlah kebenaran dan Kerajaan Allah maka yang lainnya akan ditambahkan kepada kita.

Saudara saudara, mintalah kepada Tuhan untuk menolong kita mengejar bukan apa yang orang dunia kejar. Orang dunia mengejar perkara materi dan berakhir dengan kekecewaan karena ternyata semua tidak pernah dapat memuaskan dahaga jiwa mereka. Sebagai orang percaya, marilah kita mengejar yang terutama perkara perkara rohani, yang bernilai kekal. Kejarlah kebenaran. Hiduplah menurut kehendak Allah maka jiwa kita pasti akan dipuaskan dan kita pun akan terus bertumbuh karena nutrisi iman kita tercukupi (baca Mzm. 1:1 3; 107:9; 119:1 2; Ams. 11:19).

Refleksi Diri:

Apa dan siapa yang paling Anda kejar dan utamakan selama ini? Bagaimana hasilnya? Apakah Anda terpuaskan?

Apa yang Anda lakukan agar memiliki jiwa yang haus dan lapar akan kebenaran?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.