Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Siap Pergi Untuk Tuhan

Yesaya 6:1-13

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”
- Yesaya 6:8
             Seorang pendeta ingin mengutus jemaatnya pergi melakukan penginjilan ke suatu daerah. Pendeta tersebut memilih dua orang untuk diutus. Keduanya lalu dipanggil ke ruangan pendeta. Sang pendeta dengan bersemangat menyampaikan bahwa mereka adalah orang pilihan yang diutus untuk mengabarkan Injil. Seorang di antara mereka hanya tertunduk diam dan tidak memberikan respons apa pun. Tiba-tiba orang yang satu lagi dengan begitu sigap berkata kepada sang pendeta, “Ini aku, tapi utuslah dia!”
Dari cerita lucu ini mungkin kita berpikir, masa mereka tidak mau melakukan pekerjaan Allah? Masa mereka menolak pengutusan dari pendeta? Kelihatannya sangat miris, tetapi inilah yang sering kali terjadi di tengah kehidupan kita. Berapa kali kita mendengar bahwa kita harus memberitakan Injil kepada mereka yang belum percaya Tuhan? Sesungguhnya ini sebuah bukti bahwa kita telah berkali-kali diutus oleh para pendeta atau hamba Tuhan untuk pergi melakukan penginjilan, tetapi apakah kita sungguh ingin melakukannya dan siap pergi memberitakan Injil?
Sewaktu bangsa Israel hidup menyimpang dari Allah, Nabi Yesaya mendapatkan penglihatan dari Allah. Di tengah penglihatannya, Allah berbicara kepada Yesaya, “Siapa yang akan Kuutus?” Menariknya, Yesaya dengan sigap menjawab Tuhan, “Ini aku, utuslah aku!” Yesaya tidak ragu untuk menerima panggilan Tuhan, bahkan tidak perlu diulang hingga berkali-kali. Ia yakin pada panggilan Tuhan dan melakukan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Yesaya sangat siap pergi untuk pekerjaan Tuhan. Walaupun ia tahu kondisi sulit yang terjadi di tengah bangsa Israel, tetapi tidak membuatnya gentar menjawab panggilan Allah. Yesaya tahu bahwa jika Allah telah memanggilnya maka Dia juga akan menolongnya.
Bukan hanya Yesaya yang mendapat panggilan dan pengutusan. Tuhan juga memanggil dan ingin mengutus setiap kita yang membaca renungan ini. Mungkin setiap kita akan mendapatkan panggilan yang berbeda-beda. Namun yang pasti, Tuhan Yesus rindu mengutus kita untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang yang belum mendengar kabar keselamatan-Nya. Yuk kita bersiap pergi diutus oleh Tuhan. Siap sedialah memberitakan Injil keselamatan. Jangan takut karena Allah pasti akan menolong kita.
Refleksi Diri:
Apakah panggilan Allah dalam hidup Anda terlihat dengan jelas? Jika belum, doakan agar Tuhan semakin memperjelas panggilan hidup Anda.
Apakah Anda siap diutus mewujudkan panggilan Tuhan yang sudah jelas? Bagaimana Anda akan menunaikan panggilan tersebut?
Share:

Siapa Yang Anda Andalkan dalam Hidup Ini?

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” Yeremia 17:7

Jika Anda menginginkan berkat Tuhan dicurahkan dalam hubungan Anda dengan orang yang Anda kasihi, diberkati dalam pekerjaan dan karir, dalam study, dalam keuangan dan kesehatan, maka Anda harus dengan rendah hati mengadalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan Anda dan tidak bersandar pada kemampuan diri sendiri 
Tetapi, bagaimana cara kita melakukannya? Bagaimana caranya kita tahu bahwa kita sudah benar-benar mengandalkan Tuhan dalam hidup kita?
Berikut 5 cara untuk mengandalkan Tuhan sekaligus merupakan cara praktis dalam menilai diri kita sendiri tentang mengandalkan Tuhan pada masing-masing aspek tersebut:
Pertama:mengandalkan Hikmat Tuhan
Apakah kita secara terus menerus berbicara tentang Tuhan dan membaca Alkitab setiap hari? Jika tidak, ini artinya kita lebih mengandalkan kepintaran kita sendiri dibanding hikmat Tuhan. Kita harus mengutamakan Dia dalam setiap keputusan yang kita ambil.

Kedua: Mengandalkan Kekuatan & Kuasa Tuhan
Apakah kita berjalan dalam kekuatan dan kuasaNya setiap hari? Apakah orang lain melihat kuasa dan kekuatan Tuhan terpancar dari hidup kita?
Ketiga ; Mengandalkan Waktu Tuhan
Seberapa sabar atau tidak sabar diri kita dalam menanti sesuatu? Apakah kita cenderung melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kemauan dan kehendak kita; ataukah kita dengan sabar menanti sesuai dengan waktuNya Tuhan?
Ke empat; mengadalkan Penyertaan Tuhan
Ketika seseorang di sosial media mengatakan hal yang jahat tentang kita, apakah kita langsung membalasnya? Ketika seseorang mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai diri kita, apakah kita berbalik dan membalas apa yang ia lakukan?
Ke lima; Mengandalkan Perlindungan Tuhan
Di manakah sumber rasa aman kita? Apakah kita selalu merasa kuatir dan takut karena selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup? Atau, kita mengandalkan Tuhan dalam memenuhi seluruh kebutuhan kita, baik kebutuhan fisik, emosi dan rohani kita?
Bagaimana keadaan bapak ibu saudara pada tiap-tiap aspek tersebut? Dalam bidang mana BPK ibu saudara merasakan tekanan terberat sehingga membuat ...idak dapat mengandalkan Tuhan? Mari kita ambil waktu untuk mengakui kekurangan dan kelemahan kita di hadapan Tuhan. Minta agar Tuhan membantu bapak ibu saudara sehingga saudara dapat percaya dan berserah sepenuhnya kepadaNya dalam setiap aspek kehidupan Anda sambil terus belajar untuk mengandalkan hikmat, kuasa dan kekuatan, waktu, penyertaan serta perlindunganNya dalam hidup Anda.
“Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya” Mazmur 146:5
Share:

Persiapan Ibadah

Pengkhotbah 4:17-5:1-2
Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
- Pengkhotbah 4:17

Ibadah adalah sebuah pertemuan dengan Allah. Bayangkan jika kita dijadwalkan bertemu dengan presiden di kediamannya, tentunya kita akan serius mempersiapkan diri. Begitu juga ketika akan bertemu Allah di bait-Nya, kita tentu perlu lebih lagi mempersiapkan diri.
Di dalam ayat emas di atas, Pengkhotbah memperingatkan pendengarnya untuk menjaga langkah mereka ketika berjalan ke rumah Allah. Di dalam literatur hikmat, hidup seseorang sering diilustrasikan sebagai sebuah jalan dan langkah orang tersebut melambangkan tingkah lakunya. Langkah seseorang bisa menyesatkan (Ams. 5:5) atau membawa kepada kebenaran (Ayb. 23:11). Jadi, manusia perlu menjaga langkah mereka untuk tetap hidup dalam kebenaran Allah.
Pengkhotbah hendak memperingatkan pendengarnya bahwa orang yang sedang berjalan ke bait Allah jangan serta-merta merasa diri telah melakukan hal yang benar. Bisa saja ketika seseorang sedang melangkah ke bait Allah, ia malah sedang melakukan kejahatan di mata Allah. Pengkhotbah merujuk kepada mereka yang datang ke bait Allah dengan tidak berfokus kepada Allah, melakukannya hanya karena tradisi, tekanan dari orang lain atau kebiasaan. Ini terjadi karena mereka tidak mempersiapkan diri dengan benar sebelum datang bertemu Allah. Mereka tidak mempersiapkan hati terlebih dahulu. Pikiran mereka masih berfokus kepada diri mereka, bukan kepada Allah. Ketika datang beribadah, mereka memiliki motivasi dan maksud yang salah. Ibadah dilihat sebagai suatu pertunjukan yang dilihat orang atau alat untuk memenuhi kepuasan pribadi. Celakanya, orang-orang tersebut bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang melakukan dosa (ay. 17b).
Bagaimana dengan kita saat hendak datang beribadah ke gereja? Apakah kita sudah mempersiapkan hati sebelum datang beribadah, memfokuskan diri hanya untuk menyembah dan memuji Tuhan, serta mendengarkan firman yang Tuhan mau sampaikan kepada kita? Mungkinkah kita termasuk ke dalam orang-orang yang berbuat jahat (dosa) seperti yang dimaksudkan oleh Sang Pengkhotbah? Saya berharap kita tidak termasuk ke golongan orang-orang tersebut. Mari datang beribadah dengan penuh persiapan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda yakin bahwa Anda telah datang beribadah dengan motivasi dan tujuan yang benar di hadapan Allah?
Bagaimana Anda dapat mempersiapkan hati Anda untuk fokus kepada Allah di dalam ibadah?
Share:

Tanda Yunus

Matius 12:38-41; Yunus 2:1-10.

Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN.

-Yunus 2:9
Pembahasan tentang kisah Nabi Yunus tidak mungkin terlepas dari apa yang dikatakan oleh
 Tuhan Yesus kepada ahli Taurat dan orang Farisi di Matius 12. Yesus mengatakan bahwa para ahli Taurat dan orang Farisi akan diberikan tanda Yunus untuk membuktikan bahwa Yesus itu Kristus, Sang Mesias. Apa maksud Yesus dengan mengatakan tanda Yunus?
Pada saat itu, T uhan Yesus tidak memberikan tanda apa pun karena sebelum mereka meminta, Dia sudah menunjukkan berbagai tanda dan mukjizat yang membuktikan Diri-Nya adalah Mesias. Permintaan tanda dari ahli Taurat dan orang Farisi hanyalah sebuah usaha untuk mencobai Yesus, bukan untuk percaya kepada-Nya. Yesus memberikan tanda yang sudah ada sejak Perjanjian Lama, yaitu tanda Yunus yang ditelan perut ikan selama tiga hari dan kemudian memberitakan kabar yang membawa keselamatan bagi orang Niniwe. 
Yesus menjanjikan sebuah tanda bahwa Mesias juga akan bangkit setelah tiga hari di dalam kubur yang membuktikan bahwa Diri-Nya adalah Mesias dari Allah dan barangsiapa percaya kepada-Nya akan selamat.
Kisah Yunus di dalam perut ikan menyatakan dengan jelas bahwa keselamatan hanya dari Tuhan. Yunus memberontak terhadap panggilan Tuhan dan berencana lari dari hadapan-Nya, tetapi Allah mencegat kapal yang ditumpanginya dengan angin besar. Yunus pun harus dilempar ke laut agar angin besar itu tenang. Ia mengalami pengalaman hampir mati di dalam laut hingga Tuhan menyelamatkan melalui ikan besar yang menelannya. Yunus akhirnya menyadari bahwa keselamatan dari Tuhan begitu absolut setelah tiga hari berada di perut ikan (ay. 6-9). Dan kesudahannya, Yunus menjadi alat Tuhan membawa keselamatan bagi orang Niniwe (Yun. 3:5).
Keselamatan bagi manusia yang berdosa juga tersedia di dalam Tuhan Yesus Kristus. 
Dosa merupakan pemberontakan kepada Tuhan. Upah dosa ialah maut, tetapi kasih karunia Allah ialah hidup kekal di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rm. 6:23). Janganlah keraskan hati seperti ahli Taurat dan orang Farisi. Percayalah kepada Tuhan Yesus dan undang Dia masuk ke dalam hati sebagai Juruselamat Anda. Dan janganlah lupa jika Anda sudah percaya, beritakanlah kepada orang-orang di sekitar Anda yang belum percaya.

Refleksi Diri:

Apakah ada pikiran-pikiran yang membuat Anda kurang percaya terhadap T uhan Yesus yang menyelamatkan Anda dari maut?
Setelah Anda percaya dan menerima Yesus, siapa orang yang Anda rindu untuk beritakan kabar baik tentang keselamatan di dalam T uhan Yesus?
Share:

Layakkah Engkau Marah?

Tetapi firman TUHAN: “Layakkah engkau marah?”
- Yunus 4:4

Seorang bapak ketika melihat anaknya sembuh dari sakit berkata, “Puji Tuhan!” Seorang mahasiswa ketika lulus dari sidang skripsi juga bersorak, “Puji Tuhan!” Seorang karyawan yang mendapatkan promosi jabatan, spontan berujar, “Puji Tuhan!” Kita bisa dengan mudah bersyukur dan memuji Tuhan ketika mengalami yang baik atau harapan kita terwujud. Namun ketika yang dialami bertolak belakang dengan apa yang kita harapkan, bagaimana reaksi kita? Apakah kita masih memuji atau marah kepada Tuhan?
Yunus marah kepada Tuhan karena orang-orang jahat di kota Niniwe yang dibencinya, ketika mendengarkan khotbah pendek yang hanya satu kalimat (Yun. 3:4), mereka kemudian bertobat. Ia tidak suka dengan pertobatan mereka. Yunus seorang nabi lebih suka mereka dihukum bukan diselamatkan. Ia marah-marah ketika menyaksikan pertobatan massal itu terjadi. Tuhan lalu bertanya, “Layakkah engkau marah?” Yunus kembali marah kepada Tuhan ketika pohon jarak yang Tuhan tumbuhkan, Dia izinkan untuk layu kembali, Yunus marah karena tempat berteduhnya hilang, ia marah karena keadaannya tidak mengenakkan (ay. 6-9). Lalu Tuhan berkata lagi, “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Yunus marah untuk hal-hal yang sebetulnya dia tidak punya hak untuk marah.
Kadang kala tanpa disadari, kita berlaku tidak adil terhadap Tuhan. Kita sepertinya berhak untuk mendapatkan apa yang kita inginkan sehingga sering menempatkan diri sebagai Tuhan atas hidup. Ketika pemberian-pemberian dari Tuhan Dia izinkan hilang atau diambil-Nya, kita pun dengan mudah menyalahkan Tuhan. Apalagi dengan sesama, kita merasa sangat berhak untuk menghakimi orang lain.
Namun, kesabaran Tuhan begitu besar. Semua manusia seharusnya dihukum karena dosa, tidak ada seorang pun yang luput, padahal selayaknya Tuhan murka. Tetapi karena kasih karunia Tuhan, kita tidak dimurkai-Nya. Kemurkaan Tuhan yang seharusnya kita terima tidak terjadi, melainkan justru kasih-Nya yang besar melalui Tuhan Yesus Kristus yang kita dapatkan. Jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan rencana kita dan kita marah-marah kepada Tuhan, ingatlah perkataan Tuhan, “Layakkah engkau marah?” Coba kita renungkan: apakah kita berhak untuk marah kepada Tuhan? Apakah Tuhan sudah melakukan kesalahan dalam hidup kita? Apakah Tuhan sudah berbuat jahat kepada kita?
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah/sedang marah kepada Tuhan atas masalah yang terjadi dalam hidup Anda?
Bagaimana seharusnya sikap Anda kepada Tuhan ketika hidup tidak sesuai dengan apa yang Anda harapkan?
Share:

Orang Hidup Punya Harapan

Pengkhotbah 9:1-10

Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
- Pengkhotbah 9:4

Jika meneliti lebih dalam kitab Pengkhotbah, kita akan menemukan hal menarik. Pembacaan sekilas kitab ini akan membawa kita pada kesimpulan bahwa nada kitab Pengkhotbah itu pesimis, ditandai dengan pengulangan kata “sia-sia” sampai 79 kali. Namun, sebenarnya Pengkhotbah tidak mengajarkan pesimisme. Di antara ayat-ayat yang berkesan pesimis justru kita menemukan ayat yang optimis seperti ayat di atas.

Pada ayat 1-3 perikop bacaan, Pengkhotbah mengatakan bahwa semua manusia pada dasarnya menuju tujuan yang sama, yaitu alam orang mati. Seolah-olah tak ada bedanya antara orang baik dan orang jahat. Sampai di sini kita masih melihat nada pesimis. Akan tetapi, Pengkhotbah 9:4 menandai awal perspektif yang berbeda. Ia menekankan keberhargaan kehidupan dibandingkan kematian. Bahwa hidup, sekalipun dalam keadaan menderita atau dianggap hina (seperti anjing), masih lebih baik daripada kematian. Sekadar catatan, pada masa kitab Pengkhotbah ditulis, ajaran tentang kehidupan setelah kematian belum sejelas pada masa Perjanjian Baru sehingga mereka menganggap kematian sebagai akhir segala kehidupan (bdk. Pkh 9:5).
Seseorang disebut hidup jika ia mempunyai harapan. Harapan akan sesuatu yang lebih baik, harapan menjalani hidup yang bermakna, harapan melakukan sesuatu bagi kemuliaan Allah sebelum menghadap takhta pengadilan-Nya (Pkh. 12:14). Seorang yang berpengharapan tidak akan berdiam diri. Ia akan berusaha sebaik-baiknya menjalani kehidupan ini (Pkh. 9:10). Selaras dengan yang dikatakan Rasul Paulus, “Pergunakanlah waktu yang ada (dengan sebaik-baiknya—tambahan penulis), karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5:16).
Harapan juga membuat perbedaan ketika seseorang menghadapi tantangan kehidupan. Selama seseorang masih punya harapan, ia akan sanggup menjalani kehidupan, betapa pun beratnya. Dengan demikian, pengkhotbah ingin menyampaikan pesan, “Jangan menyerah, jangan berputus asa. Meskipun hidup ini sia-sia, tidak berarti tidak ada harapan dalam hidup. Hidup adalah berkat yang Tuhan berikan pada manusia. Kehidupan itu lebih baik daripada kematian. Karena itu, selama masih hidup, jadikanlah hidupmu berarti.”

Refleksi Diri:
Mengapa harapan sangat penting bagi hidup kita?
Bagaimana menyatakan sikap hidup berpengharapan di dalam hidup sehari-hari Anda?
Share:

Haus Akan Tuhan

Mazmur 42:1-12

Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
- Mazmur 42:3

Pendeta dan penulis Amerika, A.W. Tozer berpendapat, “Salah satu musuh terbesar orang Kristen adalah cepat puas diri secara rohani. Kekristenan telah jatuh dalam keadaannya yang rendah sekarang ini karena kurangnya hasrat akan Allah. Di antara mereka yang mengaku sebagai orang Kristen sangat jarang memperlihatkan rasa haus yang bergairah akan Tuhan.” Fenomena riil saat ini memperlihatkan bahwa tidak banyak orang yang mau membayar harga dan berkorban untuk mengejar pengenalan akan Allah. Umumnya, kita lebih berani berkorban demi mencapai kesuksesan jasmaniah dibandingkan rohaniah, bukan?
Rasa haus dan lapar merupakan tanggapan tubuh sebagai tanda bahwa tubuh kita masih hidup. Demikian juga dalam hal kerohanian. Salah satu indikator kerohanian kita masih hidup dan sehat adalah adanya rasa haus dan lapar akan Tuhan. Berhenti haus dan lapar akan Allah berarti kita sedang mati secara rohani.
Ayat di atas mencerminkan kehidupan rohani Pemazmur. Ia menganalogikan orang percaya dengan rusa yang haus akan air, yang selalu mencari pemuasan dan kepuasan di dalam Tuhan saja. Karena harta kekayaan, kesenangan, hobi, maupun makanan, tak satu pun dapat memuaskan dahaga jiwa kita. Hanya di dalam Tuhan Yesus, kita menemukan kepuasan sejati. Yesus mengundang kita datang kepada-Nya, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh. 6:35). Kristus adalah makanan yang memelihara kehidupan kerohanian sehingga kita yang percaya kepada-Nya pasti mengalami kepuasan jiwa.
Jangan biarkan perkara duniawi menghambat dan mengurangi kerinduan jiwa kita akan Tuhan. Tidaklah salah menikmati berkat-berkat Tuhan, tapi jangan sampai kita terikat padanya. Itu bukan tujuan hidup, tapi sarana hidup. Ingatlah, tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia selamanya. Karena itu, waspadalah terhadap ketamakan, usaha mengejar kesenangan dan kenikmatan dunia yang menghalangi kecintaan kita kepada Tuhan. Berdoalah agar keinginan akan hadirat Tuhan diperkuat, kasih kita akan Tuhan makin bertambah, dan hasrat untuk membaca Alkitab makin bertambah. Kerinduan akan relasi dengan Tuhan melalui doa makin intensif dan komitmen melayani Tuhan makin bertumbuh.
Refleksi Diri:
Kapan terakhir kali Anda memiliki rasa haus dan lapar akan Tuhan? Apa yang menghalangi rasa haus Anda akan Tuhan saat ini?
Apa yang Anda akan lakukan untuk menumbuhkan atau membangkitkan kembali rasa lapar dan haus akan Tuhan?
Share:

Tenang dan Percaya

Nats: Yesaya 30:15, 
Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: “Dengan nyaman dan diam kamu akan diselamatkan dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tapi kamu enggan”

Bagi orang yang tidak bisa berenang, tercebur ke kolam yang dalam adalah pengalaman yang menakutkan. Orang itu tentu membutuhkan pertolongan. Namun, supaya bisa ditolong dia harus tenang, mendengarkan, dan menurut petunjuk penolongnya. Kepanikan hanya akan menambah bahaya baginya.
Yehuda sedang panik. Di tengah krisis, mereka sibuk mencari bantuan dengan caranya sendiri. Mereka memutuskan untuk melindungi bangsa lain yang menurut mereka lebih kuat daripada bangsa penyerang.
Mereka mencari perlindungan kepada Mesir dan melupakan Allah (2). Padahal, Allah menginginkan agar mereka tetap tenang dan percaya kepada-Nya. Firman Allah yang datang kepada mereka mengingatkan bahwa berharap kepada Mesir dan kekuatan perangnya hanya akan membuat mereka malu, sebab Mesir tidak akan berdaya menghadapi Asyur (3, 7). Allah menyebut mereka sebagai anak-anak pemberontak, sebab sekalipun mereka adalah anak-Nya tetapi mereka tidak mau mendengarkan suara-Nya yang datang melalui nabi-Nya. Justru mereka membungkam dan mengusir nabi itu (10-11). Saat Allah meminta mereka tinggal tenang dan berharap kepada-Nya, Yehuda justru sibuk dengan kepanikannya.
            Kita pasti pernah mengalami peristiwa yang berat dalam hidup ini. Pada saat seperti itu, kita punya dua pilihan.
Pertama, kita bereaksi terhadap kepanikan dan berpikir pendek mengenai penyelesaian masalah sesegera mungkin.

Kedua, kita merespons dengan berhenti sejenak untuk menenangkan diri, berdoa memohon pertolongan Allah dan hikmat-Nya.
            Cara pertama akan mendorong kita untuk mengambil pilihan yang tidak cermat bahkan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Cara kedua akan memberi kesempatan kepada Allah untuk bekerja menolong dan membuat kita berpikir jernih.
Jadi dengan pilihan yang ada itu, memilih tetap tenang dan percaya serta mengikuti kehendak Allah adalah pilihan yang terbaik. Akankah Anda memilihnya?
Hanya kepada Tuhanlah, Israel seharusnya berharap. Kesetiaan dan kemahakuasaanNya telah terbukti  benar-benar berdaulat sebab itu jangan lupakan Tuhan. 
Saudara-saudara percayalah dan arahkanlah hati kita pada pimpinan Tuhan, itulah harapan satu-satunya yang takkan pernah luntur tetapi membuahkan kedamaian, selanjutnya yakinilah bahwa kita akan melihat bagaimana Allah akan bertindak mengatasi setiap masalah dalam kehidupan kita.
Tuhan Yesus nemberkati…
Share:

Alkitab Di Tangan

2 Raja-raja 23:1-30
Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.
- Mazmur 119:105
Jakob Van Bruggen, seorang profesor Perjanjian Baru mengatakan, “Gereja Kristen yang Am di sepanjang masa mempunyai Rajanya di surga, Roh Allah di hatinya, dan Alkitab di tangannya.” Bruggen menyampaikan keterkaitan dengan Alkitab merupakan karakteristik utama dari gereja Tuhan dan murid Tuhan yang sejati. Seseorang tidak bisa menjadi Kristen jika tidak hidup bergaul dan dituntun oleh Alkitab dalam setiap tindak- tanduk kehidupannya. Kehidupan Kristen didasari oleh wahyu Allah, bukan oleh penilaian manusia. Alkitab diberikan Tuhan bagi manusia agar kita dapat mengerti kehidupan seperti apa yang Tuhan kehendaki.
Raja Yosia dapat melakukan transformasi rohani di Yehuda semata-mata karena ia dituntun oleh firman Tuhan, khususnya kitab Taurat. Sebelum Taurat ditemukan di Bait Suci, bangsa Israel hidup berkubang dosa. Mereka mengikuti raja-raja sebelum Yosia dan terlibat dalam penyembahan berhala. Mereka tidak lagi mengunjungi Bait Suci untuk berbakti kepada Tuhan. Setelah Taurat ditemukan, umat Tuhan ini pun acapkali mengabaikan firman Tuhan yang tertulis di dalamnya. Betapa terpuruknya kehidupan umat Tuhan yang meninggalkan wahyu Tuhannya.
Setelah membaca kitab Taurat, Yosia kembali mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi hidupnya dan bangsa Israel. Ia mengembalikan peribadatan yang benar kepada Tuhan di Bait Suci. Ia menghancurkan segala tempat penyembahan berhala beserta patung- patung sesembahannya. Yosua juga memperbarui perjanjian antara Tuhan dan bangsa Israel, yaitu mereka akan hidup mengikut Tuhan dengan segenap hati dan jiwa. Paskah kembali dirayakan sehingga bangsa Israel tahu bahwa Tuhan adalah Allah yang telah menyertai mereka sepanjang zaman, bukannya berhala. Yosia juga mengusir semua orang-orang jahat yang memengaruhi bangsa Israel untuk menduakan Allah. Yosia melakukan ini semua karena ada Alkitab di tangannya.
Tanpa Alkitab napas hidup kita tidak akan berhenti. Hidup kita akan terus berjalan meskipun tidak membaca Alkitab. Namun, yakinlah hidup Anda tidak akan sejalan dengan kehendak Allah tanpa Alkitab. Tidak ada hari depan yang penuh pengharapan bagi Anda di luar Alkitab (Yer. 29:11).
Refleksi Diri:
Apakah Anda masih membaca Alkitab setiap hari? Jika tidak, bagaimana Anda ingin memperbaiki komitmen Anda dalam hal tersebut?
Apa yang akan terjadi dengan kehidupan Anda jika tidak dituntun oleh Alkitab?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.