Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.
Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.

Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Rencana Tuhan Di Balik Kejadian Buruk

1 Raja-raja 19:1-8

maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”
- 1 Raja-raja 19:2

Siapa yang mau tersambar petir? Membayangkannya saja sudah buat bulu kuduk berdiri. Tentang sambaran petir, pria bernama Walter Summerford adalah yang paling apes. Semasa hidupnya Summerford tiga kali terkena sambaran petir. Ini membuatnya harus menderita kelumpuhan total. Apakah berhenti sampai di situ? Ternyata tidak. Setelah meninggal, kuburannya juga tersambar petir yang menyebabkan batu nisannya pecah. Alhasil, Summerfold total tersambar petir empat kali semasa hidup dan mati. Apes betul orang ini. Umumnya orang-orang akan berpikir demikian. Seseorang bisa mengalami kejadian buruk dalam hidup mungkin karena sedang tidak beruntung. Oleh karena itu, orang-orang berlomba mencari keberuntungan supaya terhindar dari hal-hal buruk yang merugikan. Namun, jika melihat Alkitab, mengalami kejadian baik atau buruk tidak sesederhana beruntung atau sial. Setiap kejadian hidup yang dialami manusia, ada campur tangan dan rencana Tuhan di dalamnya.
Nabi Elia sebagai contoh. Betapa mengejutkan bagi Elia, meskipun sudah berhasil menunjukkan bahwa kuasa Tuhan ada atas dirinya di gunung Karmel, Raja Ahab dan Izebel tidak juga gentar terhadap kuasa Tuhan. Izebel bahkan berketetapan akan membunuh Elia sesegera mungkin, seperti Elia telah membunuh nabi-nabi Baal dan Asyera kesayangan Izebel. Mendengar berita ini, Elia sangat gentar. Ia segera melakukan pelarian agar terlepas dari rencana jahat Izebel. Namun, pelarian tidak cukup untuk menolongnya. Elia begitu terpuruk karena kejadian buruk yang menimpanya. Ia merasa gagal menjalankan tugas sebagai seorang nabi dan tidak pantas untuk hidup. Tuhan tidak tinggal diam. Dia hadir menolong Elia di tengah pelariannya. Tuhan bahkan memakai kejadian buruk agar Elia lebih memahami rencana Tuhan atas hidupnya.
Tidak ada manusia yang imun dari hal-hal buruk. Kapan pun bisa terjadi dalam kehidupan. Mari belajar dari kisah Elia, bahwa kejadian buruk bukanlah fakta akhir dari kehidupan. Tuhan Yesus tidak meninggalkan anak-anak-Nya di saat kejadian-kejadian buruk menimpa kita. Yesus akan menopang bahkan memakai setiap kejadian buruk untuk menguatkan kita, bahkan membuat kita mengerti rencana Tuhan.
Refleksi Diri:
Bagaimana selama ini respons Anda ketika mengalami kejadian buruk?
Apa rencana Tuhan di balik kejadian buruk yang Anda alami setelah merenungkan dan membaca bagian Alkitab hari ini?
Share:

Muliakan Tuhan Dengan Hartamu

1 Timotius 6:17-19

Muliakanlah TUHAN dengan hartamu, ...
- Amsal 3:9a

Efesus merupakan kota perdagangan yang kaya dan bernilai budaya tinggi di provinsi Romawi, Asia Kecil. Efesus dikenal makmur dan memiliki kekayaan yang melimpah. Letaknya yang strategis menjadikan Efesus cocok sebagai kota perniagaan. Melihat latar belakang kota Efesus maka besar kemungkinan jemaat yang ada disana merupakan orang-orang kaya (berkecukupan). Dalam bagian ini, Paulus mengingatkan Timotius untuk memperingatkan jemaat Efesus mengenai hal kekayaan.
Beberapa jemaat Efesus memfokuskan hidupnya pada cinta akan uang. Mereka telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri (1Tim. 6:10). Oleh karena itu, Paulus melalui Timotius mendorong jemaat untuk memiliki kehidupan yang tidak tinggi hati, tidak menganggap diri lebih unggul atau menjadi angkuh karena kekayaan. Hidup yang tidak bergantung pada kekayaan, melainkan hidup yang sepenuhnya bergantung kepada Allah, Sang pemilik kehidupan dan pemberi berkat.
Paulus juga mengingatkan jemaat Efesus agar lebih bijaksana dalam menggunakan kekayaan, serta mendorong mereka untuk memiliki tangan yang terbuka, membagikan apa yang dimilikinya kepada orang lain. Kekayaan bukan untuk dinikmati demi kepuasan diri sendiri, melainkan untuk menyediakan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Memberi, berbagi, dan berbuat baik harus menjadi gaya hidup murid Kristus, serta dilakukan bukan dengan maksud tertentu ataupun motivasi yang keliru. Kenapa kita senantiasa harus memberi dan berbagi kepada sesama? Karena Allah dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati (ay. 17b). Rasul Yakobus di dalam Yakobus 1:17 berkata, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang;” Allah Bapa telah memberikan begitu banyak berkat bagi kita dan sudah seharusnya berkat itu juga turut dibagikan kepada sesama.
Marilah kita muliakan Tuhan dengan apa yang sudah Dia percayakan kepada kita. Apa yang ada di dunia bersifat sementara. Mengejar dan menggenggam terlalu erat harta duniawi hanyalah kesia-siaan. Kejar dan genggamlah harta sorgawi sebagai tujuan hidup yang bernilai kekal. Pergunakan setiap harta yang sudah Tuhan percayakan dengan bijaksana dan pakai untuk kemuliaan nama-Nya. Sesungguhnya hidup yang sejati adalah ketika kita tidak menggenggam begitu erat apa yang kita miliki, tetapi mempunyai kerelaan hati untuk berbagi kepada sesama dengan ketulusan hati.
Refleksi Diri:
Bagaimana sikap dan cara Anda menggunakan harta yang Tuhan percayakan selama ini?
Apa tindakan nyata dalam hal memberi dan berbagi yang ingin Anda lakukan dalam waktu dekat?
Share:

Lembut Tapi Kuat

Kisah Para Rasul 8:26-40
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
- Matius 5:5

Ketika Anda membayangkan seseorang yang lemah lembut, siapa yang ada dalam benak Anda? Bagaimana Anda membayangkan karakter orang tersebut? Kebanyakan orang sering mengasosiasikan orang yang lemah lembut dengan orang yang lemah. Apakah asumsi ini benar? Seorang hamba Tuhan bernama Todd Wilson menuliskan demikian, “Kelemahlembutan adalah ekspresi kekuatan, kualitas karakter yang berakar pada kepercayaan diri yang dalam, serta pengendalian diri. Kelemahlembutan menghasilkan ketenangan pikiran, kemantapan jiwa, keheningan hati, meski di tengah kritik atau perlakuan buruk dari orang lain. Kelemahlembutan bukanlah tanda-tanda orang lemah, melainkan mereka yang kuat, sebuah ciri yang jarang kita lihat di dalam dunia yang kompetitif, pendendam, dan kasar ini.” Kelemahlembutan adalah salah satu karakter dari buah roh dan berkaitan erat dengan pengendalian diri.
Salah satu pribadi yang sempurna meneladankan kelemahlembutan adalah Tuhan Yesus sendiri. Di dalam perikop bacaan hari ini, kita menemukan bahwa sida-sida dari Etiopia sedang membaca bagian dari Kitab Yesaya yang berisi tentang nubuatan tentang Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (ay. 32-33), sebuah nubuatan tentang penderitaan dan kematian Yesus Kristus (ay. 34-35). Di tengah perlawanan dan permusuhan yang ditunjukkan kepada-Nya, Yesus tidak membuka mulut-Nya. Yesus tidak melawan, Dia bahkan mendoakan mereka yang menimpakan siksaan kepada-Nya. Ini bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebuah ekspresi iman yang kuat. Di dalam tinggal tenang, Yesus menyerahkan diri-Nya sepenuhnya di dalam kedaulatan Allah Bapa. Yesus percaya sepenuhnya bahwa Allah akan menghakimi dengan adil (1Ptr. 2:23) dan kelemahlembutan yang ditunjukkan oleh-Nya pada akhirnya membawa keselamatan bagi manusia (Rm. 2:4). Nubuatan tentang kelemahlembutan Yesus ini akhirnya membuat sida-sida mengenal pribadi Kristus dan membawanya pada pertobatan.
Kelemahlembutan berarti menghadapi perlawanan dan penolakan dengan kesabaran serta pengampunan, dan bukan dengan balas dendam. Kelemahlembutan juga bisa diekspresikan dengan merespons tuduhan dengan sikap diam yang tenang, bukan dengan protes keras. Di dalam diam tenang, kita berdoa bagi mereka yang yang telah memojokkan kita, sama seperti Yesus berdoa kepada Bapa bagi mereka yang menganiaya-Nya (Luk. 23:34). Marilah kita menyadari bahwa kelemahlembutan yang kita tunjukkan kepada sesama bisa dipakai oleh Allah untuk menunjukkan siapa Kristus.
Refleksi Diri:
Bagaimana Anda meyakini bahwa kelemahlembutan berasal dari iman yang kuat?
Bagaimana Anda merespons orang-orang yang melawan, menolak, atau memojokkan Anda? Apakah Anda bersedia bersikap lemah lembut dan mendoakan mereka?
Share:

Berkenan Di Hati Tuhan

1 Samuel 13:14

Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu.”
- 1 Samuel 13:14

Saya pernah mendengar beberapa julukan disematkan kepada seseorang, misalnya “Beruang”, “Minion”, “Batu” atau “Sultan”. Orang-orang biasanya memberikan julukan dengan melihat fakta kehidupan, baik itu yang positif atau negatif. Misalnya, seorang dengan ciri-ciri fisik kurang ideal dijuluki beruang atau minion. Orang yang keras kepala dipanggil kepala batu. Atau yang lain punya kekayaan melimpah dijuluki sultan. Daftar julukan ini akan sangat panjang jika diteruskan. Intinya, julukan tidak bisa diberikan kepada seseorang tanpa terlebih dahulu mengetahui kisah hidupnya.
Menarik jika mengamati julukan yang disematkan kepada Daud. Ia dijuluki sebagai seorang yang berkenan di hati Allah, dalam bahasa Inggris, “a man after God’s own heart”. Jika diterjemahkan secara bebas dapat berarti seseorang yang dekat atau ada di hati Allah. Dari sekian banyak tokoh Alkitab dan berbagai karya hebat yang menjadi kisah hidup mereka, hanya Daud yang mendapat julukan yang menggambarkan keintiman relasi dengan Allah yang begitu luar biasa.
Berbeda dari cara umum sebuah julukan diberikan, “orang yang berkenan di hati Tuhan” adalah julukan yang diucapkan Nabi Samuel sebelum ia tahu kisah hidup Daud. Julukan ini adalah bagian dari nubuatan yang disampaikan Samuel kepada Saul terkait akan berakhirnya kepemimpinannya sebagai raja. Julukan ini bukan dari Samuel, melainkan firman Allah. Julukan ini bukan berasal dari penilaian Samuel atas hidup Daud, melainkan dari Tuhan. Allah dalam kemahatahuan-Nya mengetahui kisah hidup Daud dari awal hingga akhir dan Dia menilai kehidupan Daud.
Bagaimana dengan kehidupan kita? Tuhan Yesus mengetahui awal dan akhir kisah hidup kita. Dia tidak pernah berhenti untuk melihat dan menilai kehidupan kita. Kita mungkin bisa menutupi kisah hidup kita dari sesama, tetapi tidak di hadapan Tuhan. Sesama kita mungkin bisa memberi julukan bagi kita, entah positif atau negatif, tapi ingat! Julukan dari Tuhan adalah yang paling benar dan yang paling penting untuk kita ketahui. Renungkan kehidupan Anda hari ini. Kira-kira, apa julukan yang Allah akan berikan kepada Anda?
Refleksi Diri:
Apa alasan Allah memberikan julukan “orang yang berkenan di hati Tuhan” kepada Daud berdasarkan penyelidikan Anda di sepanjang Alkitab?
Apa julukan yang ingin Anda dapatkan dari Allah yang bisa menjadi komitmen hidup Anda ke depan?
Share:

Tidak Ongkang-Ongkang Kaki

Lukas 24:50-53

Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita.
- Ibrani 4:14
Apa makna kenaikan Tuhan Yesus? Oh, Tuhan Yesus kembali ke surga, ibarat orang pulang sehabis mission trip. Sebelumnya, Yesus tidak lupa menyuruh murid-murid-Nya untuk juga ikut mission trip, seperti yang Dia sampaikan dalam Matius 28:19-20 dan Kisah Para Rasul 1:8. Sesampainya di surga, Yesus ongkang-ongkang kaki di takhta-Nya menunggu untuk datang kedua kalinya.
Mungkin sekali Anda berpikir demikian. Yang sangat menarik adalah Lukas, yang juga menulis Kisah Para Rasul, tidak menuliskan Amanat Agung Tuhan Yesus dalam Injilnya melainkan dalam Kisah Para Rasul. Namun, Lukas memberikan sebuah detail menarik yang tidak dituliskan oleh penulis-penulis Injil lainnya, yakni bahwa murid-murid “senantiasa berada di dalam bait Allah dan memuliakan Allah” (ay. 53).
Berani benar mereka melakukan hal demikian?! Tidak tahukah mereka bahwa musuh-musuh Guru mereka, yakni imam-imam kepala yang menyalibkan-Nya, berada di bait Allah? Tidakkah tragedi ini membuat mereka berpikir, ah, sistem keimaman di dalam hukum Taurat pasti sudah ditiadakan karena semua imam ini orang-orang jahat?
Mereka tentunya ingat ketika Sang Guru berkata bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan Taurat melainkan untuk menggenapinya (Mat. 5:17). Jadi, peduli amat kalau imam-imam itu jahat. Tuhan Yesus yang sudah naik ke surga telah menjadi Imam Besar Agung mereka, yang melayani di kemah yang sejati, yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa (Ibr. 8:1-2) untuk bersyafaat bagi mereka. Sistem keimaman masih ada dan Tuhan Yesus-lah Imam Besar kita.
Kenaikan Tuhan Yesus ke surga bukan berarti Dia ongkang-ongkang kaki saja di takhta-Nya sehabis menyelesaikan pekerjaan-Nya di dunia. Sebagaimana kita juga tidak ongkang-ongkang kaki saja sesudah percaya kepada-Nya, melainkan giat bekerja bagi-Nya, demikian pula Yesus di surga menjadi Imam Besar yang tak jemu-jemu membawa doa-doa kita ke hadapan Bapa. Itulah sebabnya kita berdoa di dalam nama Tuhan Yesus.
Sayangnya, “dalam nama Tuhan Yesus” sekadar menjadi embel-embel supaya permintaan-permintaan kita dikabulkan. Ingat, Tuhan Yesus naik ke surga menjadi Imam Besar, bukan masuk ke dalam botol untuk menjadi jin yang mengabulkan semua keinginan kita.
Refleksi Diri:
Bagaimana cara Anda mengisi hidup saat ini? Apakah Anda sudah mengisinya dengan pekerjaan Tuhan?
Apakah doa Anda diisi dengan puji syukur dan kemuliaan bagi Tuhan, serta pengakuan dosa? Atau hanya berisi permintaan-permintaan saja?
Share:

Mengenal Allah Dengan Benar

Efesus 1:15-23

Dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.
- Efesus 1:17

Siapa yang kita sering doakan di dalam syafaat kita? Apa yang kita mintakan kepada Allah bagi mereka? Umumnya kita mendoakan orang-orang yang punya hubungan dekat dengan kita dan yang dimintakan adalah agar mereka diberi perlindungan, kekuatan, dan berkat. Tentu permohonan ini tidak salah, tetapi belumlah lengkap. Masih ada hal penting lainnya yang perlu kita doakan, yakni memohon mereka mengenal Allah dengan benar dan hidup memuliakan Dia.
Rasul Paulus mendoakan jemaat di Efesus supaya mereka makin mengenal Allah dan kuasa-Nya. Mengenal di sini bukan saja mengetahui tentang Allah secara rasio, misalnya Allah itu Mahabaik, Mahakuasa dan Mahakasih, melainkan juga untuk mengalami Allah dan kuasa-Nya secara pribadi. Karena itu, mengenal Allah memiliki dua aspek: pertama, aspek hubungan. Kita perlu menyediakan waktu khusus dan rutin untuk menjalin hubungan dekat dengan Tuhan melalui saat teduh, waktu memuji Dia, membaca Akitab, merenungkan firman Tuhan, dan berdoa secara pribadi (ay. 17). Kedua, pengenalan Allah juga berkaitan dengan aspek pengharapan yang terkandung dalam panggilan kita sebagai anak-anak Allah (ay. 18). Kita dipanggil untuk mengambil bagian dalam kodrat Ilahi dan memerintah bersama Kristus dalam kerajaan-Nya (2Ptr. 1:4; 2Tim. 2:12). Kita juga harus menyadari bahwa kita memiliki kuasa untuk hidup bagi Tuhan dan melayani Dia (ay. 19). Kuasa Allah tersebut telah nampak ketika Dia membangkitkan Yesus dari kematian, mendudukkan Yesus di sebelah kanan Bapa (ay. 20) dan dalam melantik Yesus sebagai kepala gereja (ay. 22). Pengenalan akan Allah datang melalui firman Tuhan dan Roh Kudus yang membukakan mata rohani kita  untuk memahami dan menerima kebenaran Allah.
Mari kita saling mendoakan dan meminta Allah untuk menolong supaya kita makin bertumbuh di dalam pengenalan akan Dia, panggilan-Nya, kekayaan-Nya dan kuasa-Nya melalui pengalaman hidup serta memiliki hubungan pribadi yang akrab dengan-Nya. Biarlah mata hati kita dapat melihat demonstrasi kuasa Allah, yang memberi kita keteguhan untuk hidup sebagai pengikut Yesus dan keberanian untuk menjadi saksi-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah bertumbuh dalam pengenalan akan Allah? Apa aspek yang perlu Anda kembangkan untuk semakin mengenal Dia?
Apa langkah konkret yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengenalan Anda akan Tuhan?
Share:

Anti Ragu-ragu Club

Roma 8:31-39
Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak
kita, siapakah yang akan melawan kita?
- Roma 8:31

Neek Lurk, seorang seniman yang berhasil menciptakan brand fashion terkenal, yaitu Anti Social Social Club. Asal mula Lurk memakai nama tersebut adalah sebagai bentuk curahan emosi. Lurk seorang introver yang sulit untuk bersosialisasi sehingga akhirnya mengalami depresi. Setelah melalui berbagai masalah, ia mencoba untuk menuangkan ungkapan emosinya melalui fashion. Bagi Lurk, istilah anti sosial cocok untuk orang-orang seperti dirinya yang mengalami depresi, kesepian, dan tidak punya tujuan hidup.
Dalam menjalani kehidupan di dunia, tak jarang kita menemukan orang yang mengalami depresi maupun tidak mempunyai tujuan hidup. Cukup banyak orang yang merasa dirinya telah gagal menjalani hidup di dunia karena melihat berbagai kesulitan hidup yang dihadapinya. Apakah Anda pernah mengalaminya?
Rasul Paulus dalam surat Roma mengingatkan para jemaat untuk memiliki keyakinan iman dan pengharapan kepada Kristus. Di tengah permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan jemaat, Paulus memberikan penguatan agar jemaat tetap menjalani hidup dengan beriman teguh. Ia juga mengingatkan betapa besarnya kuasa Allah. Tidak ada kuasa apa pun di muka bumi yang dapat menjatuhkan-Nya. Paulus dengan yakin mengatakan tidak ada yang dapat melawan jika ada Allah di pihak umat-Nya, bahkan tidak ada seorang pun yang sanggup memisahkan umat percaya dari kasih Allah yang begitu besar (ay. 39). Kuasa dan kasih Allah begitu besar bagi umat manusia dan tidak ada apa pun yang sanggup menghalanginya. Keyakinan inilah yang seharusnya menjadi dasar kekuatan iman umat percaya dalam menjalani kesulitan hidup.
Kita mungkin sedang mengalami berbagai masalah dan kelihatannya tidak ada jalan keluar. Namun, firman Tuhan hari ini mengingatkan bahwa tidak ada yang perlu diragukan di dalam Kristus. Bukti kasih dan kuasa Kristus yang begitu hebat seharusnya terus menjadi fondasi iman kita untuk berharap. Ketika kita hidup sebagai anak Allah maka tidak ada lagi kata ragu dalam hidup kita. Yang ada hanyalah anti ragu dan yakin secara penuh pada pekerjaan Allah. Yuk kita bergabung di anti ragu-ragu club! Kita jalani hidup dengan penuh keyakinan iman kepada Allah Sang Mahakuasa.
Refleksi Diri:
Apa bentuk keraguan terhadap Allah yang kerap kali muncul dalam diri Anda saat menghadapi permasalahan hidup?
Bagaiamana firman hari ini meyakinkan Anda agar tidak lagi ragu pada kuasa dan kasih Allah?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.