Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Bagaikan Mimpi

Mazmur 90:3-6

Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.
- Mazmur 90:5-6

Saya bisa menyebut diri saya adalah seorang pemimpi karena entah kenapa, hampir setiap tidur malam saya akan bermimpi. Namun, saat bangun hanya secuil mimpi yang saya ingat. Saya terkadang gemas ingin memutar ulang mimpi saya, apalagi mimpi yang menyenangkan, tetapi ketika mata terbuka semua itu sirna. Saya sulit mengingat ceritanya dan di waktu tidur selanjutnya juga tidak ada sambungan episodenya.
Hidup kita juga seperti mimpi, itulah yang digambarkan oleh Musa. “Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.” Waktu kita bagaikan mimpi yang kemarin ada dan berlalu begitu saja. Waktu hidup seseorang hanya satu kali saja, tidak bisa diulang lagi, betapa pun inginnya kita. Jalan hidup seseorang itu linear bukan berputar, kita tidak akan datang lagi ke dalam dunia ini.
Andaikan saya ditanya, “Kalau ada kesempatan mengulang waktu lagi, apakah Anda mau?” Saya akan menjawab, “Mau!” Saya tahu banyak kegagalan, kesalahan, keputusan yang ingin saya perbaiki di masa lalu. Sayangnya, itu tidak bisa. Banyak orang bisa menyesal dengan keputusan di masa lampau seumur hidupnya. Memang masa lalu tidak bisa diperbaiki, tetapi ingatlah Tuhan Yesus yang mati untuk orang berdosa, supaya hidup kita tidak ada penyesalan lagi. Semuanya sudah ditanggung di dalam Kristus, kita akan menyesal jika tidak percaya Tuhan Yesus.
Kita memang tidak bisa mengulang waktu, tetapi di dalam Kristus hari-hari hidup kita akan bermakna dan kita akan memasuki hidup yang sempurna bersama Tuhan di surga. Pakailah hari-hari kita untuk bisa semakin mengenal Tuhan, jangan malas untuk membaca firman dan merenungkannya. Pakailah waktu hari ini untuk meninggalkan dosa-dosa yang selama ini dinikmati, jangan bilang nanti-nanti. Gunakan waktu untuk hidup mengasihi orang lain, jangan malah berselisih terus. Manfaatkan waktu untuk mendidik anak-anak di dalam Tuhan. Ingat hidup kita seperti mimpi, hari ini ada, esok tidak ada yang tahu.
Refleksi Diri:
Apakah ada kegagalan di masa lalu yang masih membayangi Anda sampai saat ini?
Karena hidup seperti mimpi, hanya sekejap, apakah yang mau Anda lakukan agar hidup bisa memberkati orang lain?
Share:

TEGURAN DI ANTARA ORANG PERCAYA

Galatia 2:11-21
Koreksi dan teguran adalah hal yang sulit dilakukan sekaligus diterima bagi kebanyakan orang. Namun, sebagai umat Kristen, kita harus mampu melakukannya ketika diperlukan, dan juga menerimanya saat ada kesalahan. Di dalam kehidupan sesama orang percaya, koreksi dan teguran diperlukan untuk membantu kita bertumbuh dalam iman dan hidup yang lebih baik. Seperti Petrus yang ditegur oleh Paulus karena perilaku yang tidak benar. Oleh karena Petrus yang semula makan bersama dengan orang-orang non-Yahudi, tiba-tiba mengundurkan diri dan menjauhi mereka ketika beberapa orang Yahudi datang. Perilaku Petrus ini membuat orang-orang non-Yahudi merasa diabaikan dan dianggap rendah. Sehingga membuat Paulus dengan tegas menegur Petrus di hadapan semua orang yang hadir karena perilaku diskriminatifnya yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kebenaran Injil.
Teguran seperti ini mungkin cukup keras, tetapi jika kita dapat mempertimbangkan dengan kerendahan hati dan pikiran yang terbuka, kita dapat belajar dari kesalahan kita dan tumbuh menjadi lebih baik. Sangat penting untuk diingat, bahwa teguran yang dilakukan dengan kasih dan niat yang baik akan membantu kita bertumbuh dalam iman dan membawa kebaikan dalam hidup kita. Namun, koreksi dan teguran juga harus dilakukan dengan bijaksana dan penuh kasih. Saat hendak menegur, kita harus menghindari sikap yang otoriter atau menghakimi secara tidak adil. Sebaliknya, kita harus dengan sabar menggunakan kata-kata yang lemah lembut. Kita pun harus betul-betul mengetahui akar kesalahannya dan memberikan dukungan serta bantuan untuk membantu orang yang dikoreksi bertumbuh dalam iman dan kebenaran. 

REFLEKSI DIRI
1. Bagaimana Anda meresponi koreksi dan teguran dari orang lain?
2. Apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu orang lain bertumbuh dalam iman dan hidup yang benar?
YANG HARUS DILAKUKAN
Di satu sisi, jadilah orang yang terbuka untuk menerima koreksi dan teguran dari orang lain. Di sisi lain, mintalah Tuhan kebijaksanaan dan kasih dalam memberikan koreksi dan teguran kepada sesama. Bersedia menjadi saudara seiman yang membantu satu sama lain untuk bertumbuh dalam iman dan hidup yang lebih baik.
POKOK DOA
Tuhan, tolong aku untuk memiliki kerendahan hati dan pikiran terbuka untuk menerima koreksi dan teguran dari orang lain. Berikanlah juga aku kebijaksanaan dan kasih dalam memberikan koreksi dan teguran kepada sesama. Di dalam nama Yesus. Amin.
HIKMAT HARI INI
"Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi." - Raja Salomo

 
Share:

Ambasador

Yoel 2:28-29
“Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia.
- Yoel 2:28a

Menjadi seorang ambasador atau duta besar tidaklah mudah. Ia harus bisa menyampaikan maksud orang yang mengutusnya, dalam hal ini seorang kepala negara, dengan baik. Tak hanya ucapan, setiap tingkah lakunya pun mewakili sang kepala negara. Bahkan, jika kita sering menonton film-film kerajaan masa lampau, tak jarang seorang ambasador dibunuh di tempat ke mana ia diutus. Tidak heran hanya orang-orang terpilihlah yang dapat menjadi ambasador.

Inilah alasan mengapa tidak semua orang di Perjanjian Lama adalah nabi. Kelihatannya mudah, hanya bermodalkan lidah. Namun, jika mewakili seorang raja saja sudah susah bukan main, apalagi mewakili Raja di atas segala raja. Di Perjanjian Lama, hanya orang-orang tertentu yang diberi kuasa Roh Kudus untuk menjadi nabi dan bernubuat.

Jadi, bayangkan betapa terkejutnya orang-orang Yehuda ketika Nabi Yoel datang dan bernubuat bahwa akan tiba waktunya Tuhan mencurahkan Roh Kudus-Nya ke atas seluruh orang percaya dan membuat mereka semua menjadi nabi. Besar kecil, tua muda, bahkan hamba-hamba sekalipun akan bernubuat!

Beberapa ratus tahun kemudian, nubuatan ini digenapi lima puluh hari sesudah Tuhan Yesus naik ke surga. Di hari Pentakosta, Roh Kudus dicurahkan sehingga para murid yang awalnya pengecut, kini dengan berani keluar dan memberitakan kebenaran. Tak hanya itu, kini nubuatan tidak hanya dikabarkan kepada orang-orang Israel saja. Kini, semua bangsa dapat mendengarkan Injil keselamatan tersebut (Kis. 2:7-11).
Tak hanya para murid. Sebagaimana janji Tuhan dinyatakan melalui nubuatan Nabi Yoel, semua orang kini menjadi nabi, termasuk kita! Berbeda dengan pandangan populer, bernubuat dan menjadi nabi tidak selalu berarti memberitahukan apa yang akan terjadi di masa depan. Menjadi nabi berarti menjadi ambasador Tuhan, penyambung lidah-Nya! “Ah, itu kan pekerjaan hamba Tuhan yang berkhotbah setiap minggu?” Siapa bilang? Suka tidak suka, mau tidak mau, kita semua adalah ambasador Tuhan, entahkah dalam tutur kata maupun perbuatan kita. Itulah arti dari nubuat bahwa Tuhan akan mencurahkan Roh-Nya ke atas semua manusia.
Tidak hanya sekedar penginjilan. Ketika memberitahukan kebenaran, seperti misalnya menegur kesalahan, mengajar, atau menghibur seseorang, Anda telah melakukan tugas seorang nabi. Tidakkah ini sebuah kehormatan besar?

Refleksi Diri:
Bagaimana Anda mengeluarkan kata-kata Anda selama ini? Apakah lebih banyak yang memberkati atau menjadi batu sandungan bagi orang yang mendengarnya?
Bagaimana fakta bahwa Anda adalah ambasador Tuhan memotivasi Anda untuk memperbaiki tutur kata dan tindak tanduk Anda?
Share:

Hamba Allah, Bukan Hamba Dosa

Roma 7:13-26
Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.
- Roma 7:22-23

Dosa adalah masalah besar manusia, termasuk orang Kristen. Kebenarannya adalah bahwa kita sudah dimerdekakan dari perbudakan dosa (Rm. 6:7). Kuasa dosa telah dipatahkan oleh Kristus yang mati disalibkan. Persoalannya, mengapa orang Kristen masih berbuat dosa?
Dalam Roma 7, Rasul Paulus membahas tentang pertentangan antara hidup yang lama dan yang baru. Jelas kita bukan lagi hamba dosa. Kita sudah bebas melalui persekutuan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rm. 6:1-10). Akan tetapi tubuh kita belum mendapat bagian sepenuhnya dalam kehidupan Kristus yang sudah bangkit. Itu sebabnya masih terjadi perhambaan atas anggota tubuh kita (Rm. 7:23) sampai suatu saat kita mengalami penebusan tubuh (Rm. 8:23). Tubuh lama kita inilah yang disebut kedagingan. Kita sudah punya identitas baru, status baru sebagai orang yang sudah ditebus Kristus, tetapi kapasitas untuk hidup sebagai ciptaan baru masih terhambat oleh tubuh yang lama. Kehendak dosa masih memengaruhi kita sampai kita mati.
Sebagai ilustrasi, bangsa Israel pada zaman Yosua sudah berhasil menaklukkan tanah Kanaan. Yosua sudah membagi-bagi tanah itu untuk dua belas suku. Apakah seluruh tanah Kanaan itu benar-benar sudah ditaklukkan? Belum. Masih butuh waktu bertahun-tahun sebelum bangsa Israel berhasil mengusir bangsa Kanaan dan menduduki tanah itu sepenuhnya.
Demikianlah kehidupan kita di dalam Kristus. Kita adalah umat tebusan. Kita sudah dibebaskan dari kuasa dosa yang membawa kematian dan hukuman kekal. Akan tetapi, tubuh kita masih tubuh yang lama. Tubuh lama ini masih bisa dipengaruhi dosa. Pertentangan ini terus terjadi seumur hidup kita (Rm. 7:22-23). Namun, itu tidak menjadi alasan kita untuk terus-menerus berdosa. Dalam Roma 8, Rasul Paulus memberikan caranya kita bisa menang atas godaan dosa, yaitu hidup di dalam pimpinan Roh kudus. Oleh karena itu, berdoalah agar Roh kudus memenuhi kita sehingga kita bisa menang melawan godaan dosa.
Refleksi Diri:
Mengapa ada orang Kristen masih terikat dosa?
Bagaimana cara kita bisa menang atas dosa, meskipun kita masih hidup di dalam tubuh yang lama?
Share:

Anugerah Mendahului Iman

Roma 5:1-11
Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.
- Roma 5:8

Gereja reformasi mengenal lima Sola. Sola fide (hanya oleh iman kepada Yesus Kristus), sola gracia (hanya oleh anugerah atau kasih karunia Allah), sola scriptura (hanya Alkitab yang menjadi dasar iman), solus Christus (hanya oleh Kristus) dan Soli Deo Gloria (kemuliaan hanya bagi Allah). Kelima Sola ini merupakan rangkuman pengakuan iman yang menjadi dasar iman kekristenan semenjak masa reformasi.
Roma 5:2 menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh anugerah Allah yang diterima dengan iman. “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa. Ketika kita masih berdosa, kita tidak sanggup beriman kepada-Nya (Rm 3:23). Dalam keadaan sebagai orang berdosa, kita mati dalam dosa. Orang mati tidak bisa berespons apa-apa. Anugerah Allahlah yang membangkitkan iman dalam hati kita sehingga kita sanggup percaya. Jadi, anugerah mendahului iman. Tanpa anugerah, kita tidak mungkin bisa beriman. Dengan kata lain, kita bisa beriman bukan karena kesanggupan kita tetapi karena kesanggupan dari Allah. Iman dan anugerah adalah pekerjaan Allah semata-mata.
Jika kebenarannya demikian, tak seorang pun dapat membanggakan diri bahwa ia selamat karena kesanggupannya sendiri. Segala perbuatan baik dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman dosa tidaklah cukup dan mampu untuk menyelamatkannya. Tak ada andil atau bagian kita di dalam keselamatan. Semuanya berasal dari Allah dan oleh Allah. Allah dengan anugerah-Nya, merelakan Anak-Nya tunggal, yaitu Kristus Yesus turun ke dunia dan mati di atas kayu salib supaya kita semua, manusia berdosa, bisa diselamatkan. Itulah anugerah terbesar yang bisa diterima di dalam hidup kita.

Karena itu, bersikaplah rendah hati dan syukurilah keselamatan kita. Semua hanya karena anugerah-Nya. Hargailah keselamatan kita dengan hidup bertanggung jawab di hadapan-Nya. Hiduplah berkenan kepada Allah (Rm. 12:1,2). Jangan sia-siakan kasih karunia-Nya. Keselamatan itu cuma-cuma tetapi jangan anggap percuma (tidak ada gunanya atau tidak berharga).
Refleksi Diri:
Apa perasaan Anda mendapatkan keselamatan yang merupakan anugerah Allah?
Bagaimana Anda mengungkapkan rasa syukur atas keselamatan itu?
Share:

Waktu Anda Ada Batasnya

Mazmur 90:10-12

Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
- Mazmur 90:10

Film-film seringkali membawa penontonnya berimajinasi luar biasa. Salah satunya saat menciptakan tokoh-tokoh yang bisa mengendalikan waktu. Mereka bisa memperlambat jalannya waktu, menyetel segala kejadian semaunya. Rasanya menyenangkan bukan, kalau waktu bisa kita atur sedemikian rupa? Ketika mengalami kesenangan, kita atur waktu lebih lambat jalannya supaya bisa menikmatinya lebih lama. Sebaliknya saat dalam kesulitan, kita atur waktu lebih cepat agar penderitaan segera berlalu.
Kenyataannya, waktu berjalan konsisten. Tidak bisa kita perlambat atau percepat. Hal yang lebih penting adalah bagaimana sebenarnya kita memandang dan menggunakan waktu. Setiap kita diberi waktu yang sama, 24 jam, tidak lebih, juga tidak kurang. Jatah kita setiap harinya selalu sama. Namun, batas hidup kita berbeda-beda. Ayat emas menuliskan angka tujuh puluh atau delapan puluh, menunjukkan adanya satu batas dalam hidup yang tidak bisa dipungkiri. Sejak ribuan tahun silam, Musa menyadari betapa terbatasnya waktu manusia di dalam hidup.
Daud juga berkata, “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.” (Mzm.103:15-16). Hidup manusia singkat. Siapa pun orangnya, terkenal atau awam, para penguasa atau rakyat biasa, para profesor atau putus sekolah, dan golongan lainnya, semuanya punya waktu terbatas selama di dunia. Sayang sekali kalau kita hanya menggunakan waktu yang terbatas tanpa tujuan. Satu saat nanti, semua manusia akan menjalani hidup yang tidak ada batasnya alias kekal, dan pilihannya hanya dua: hidup kekal atau mati kekal. Hanya di dalam Kristus saja kita akan menjalani hidup kekal. Di luar Dia akan mati kekal.
Tuhan memberikan kita waktu hidup selama di dunia ini. Kita tentu sudah tahu akan hal ini, tetapi seringkali lupa, seolah-olah kita akan hidup selamanya. Apakah Anda sudah sungguh percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan Anda? Sudahkah hidup Anda dipakai dengan maksimal seperti yang Tuhan kehendaki? Janganlah kita hanya merenungkan akan terbatasnya waktu hidup, tetapi marilah menggunakan kesempatan yang terbatas ini dengan sungguh-sungguh di dalam Tuhan.
Refleksi Diri:
Mengapa waktu Anda begitu berharga untuk dijalani? Apa hal yang mau Anda ubah, supaya memakai waktu hidup lebih bermakna?
Apakah Anda yakin akan menjalani hidup kekal bersama Yesus satu saat nanti?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.
Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.

Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Rencana Tuhan Di Balik Kejadian Buruk

1 Raja-raja 19:1-8

maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”
- 1 Raja-raja 19:2

Siapa yang mau tersambar petir? Membayangkannya saja sudah buat bulu kuduk berdiri. Tentang sambaran petir, pria bernama Walter Summerford adalah yang paling apes. Semasa hidupnya Summerford tiga kali terkena sambaran petir. Ini membuatnya harus menderita kelumpuhan total. Apakah berhenti sampai di situ? Ternyata tidak. Setelah meninggal, kuburannya juga tersambar petir yang menyebabkan batu nisannya pecah. Alhasil, Summerfold total tersambar petir empat kali semasa hidup dan mati. Apes betul orang ini. Umumnya orang-orang akan berpikir demikian. Seseorang bisa mengalami kejadian buruk dalam hidup mungkin karena sedang tidak beruntung. Oleh karena itu, orang-orang berlomba mencari keberuntungan supaya terhindar dari hal-hal buruk yang merugikan. Namun, jika melihat Alkitab, mengalami kejadian baik atau buruk tidak sesederhana beruntung atau sial. Setiap kejadian hidup yang dialami manusia, ada campur tangan dan rencana Tuhan di dalamnya.
Nabi Elia sebagai contoh. Betapa mengejutkan bagi Elia, meskipun sudah berhasil menunjukkan bahwa kuasa Tuhan ada atas dirinya di gunung Karmel, Raja Ahab dan Izebel tidak juga gentar terhadap kuasa Tuhan. Izebel bahkan berketetapan akan membunuh Elia sesegera mungkin, seperti Elia telah membunuh nabi-nabi Baal dan Asyera kesayangan Izebel. Mendengar berita ini, Elia sangat gentar. Ia segera melakukan pelarian agar terlepas dari rencana jahat Izebel. Namun, pelarian tidak cukup untuk menolongnya. Elia begitu terpuruk karena kejadian buruk yang menimpanya. Ia merasa gagal menjalankan tugas sebagai seorang nabi dan tidak pantas untuk hidup. Tuhan tidak tinggal diam. Dia hadir menolong Elia di tengah pelariannya. Tuhan bahkan memakai kejadian buruk agar Elia lebih memahami rencana Tuhan atas hidupnya.
Tidak ada manusia yang imun dari hal-hal buruk. Kapan pun bisa terjadi dalam kehidupan. Mari belajar dari kisah Elia, bahwa kejadian buruk bukanlah fakta akhir dari kehidupan. Tuhan Yesus tidak meninggalkan anak-anak-Nya di saat kejadian-kejadian buruk menimpa kita. Yesus akan menopang bahkan memakai setiap kejadian buruk untuk menguatkan kita, bahkan membuat kita mengerti rencana Tuhan.
Refleksi Diri:
Bagaimana selama ini respons Anda ketika mengalami kejadian buruk?
Apa rencana Tuhan di balik kejadian buruk yang Anda alami setelah merenungkan dan membaca bagian Alkitab hari ini?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.