Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pengharapan Dalam Penderitaan

Wahyu 1:1-8

dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya
- Wahyu 1:5

Magda Herzberger, penulis dan penyintas kamp konsentrasi Nazi, sangat menderita selama berada di dalam kamp. Ia menyaksikan kekejaman luar biasa tentara Nazi terhadap orang-orang Yahudi. Magda bersaksi bahwa yang memampukan ia tetap bertahan dan tidak bunuh diri adalah pengharapannya di dalam Allah. Ada relasi erat antara pengharapan dan kemampuan bertahan hidup.
Kitab Wahyu adalah kitab tentang pengharapan akan kemenangan Yesus Kristus. Pengharapan ini disampaikan kepada Rasul Yohanes untuk dituliskan kepada gereja-gereja yang sedang menderita. Saat itu Yohanes sudah tua dan dibuang ke pulau Patmos. Tuhan Yesus menguatkannya melalui penglihatan. Dia memerintahkan Yohanes untuk menuliskan berita pengharapan kemenangan Kristus kepada gereja-gereja di Asia Kecil yang menderita akibat penganiayaan dari kaisar-kaisar Romawi (khususnya Kaisar Domitian di akhir abad ke-1). Mereka butuh pengharapan agar mampu bertahan dan meraih kemenangan.
Wahyu 1:5 memuat beberapa kebenaran untuk orang-orang percaya yang sedang menderita. Pertama, Tuhan kita Yesus Kristus mengerti akan penderitaan kita sebab Dia juga telah menderita dan bahkan mati bagi kita. Kedua, Tuhan Yesus bangkit dan hidup. Dia yang telah mengalahkan maut, mengampuni dosa kita dan akan memberikan kemenangan kepada orang-orang percaya. Ketiga, Dia juga Tuhan yang berkuasa atas raja-raja bumi. Maka tanpa izin dari-Nya, penguasa dunia tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap kita.
Hari ini, orang-orang percaya juga mengalami berbagai penderitaan, entah karena penganiayaan, sakit penyakit, kesulitan ekonomi, dsb. Jika kita terpana pada diri sendiri dan kondisi sekeliling, kita akan berputus asa dan menyerah. Namun, jika kita mengarahkan mata pada pengharapan di dalam Yesus Kristus, Dia yang telah menderita, mati, dan bangkit serta berkuasa atas dunia ini, maka kita akan memperoleh kekuatan untuk bertahan dan menang atas penderitaan.
Refleksi Diri:
Apa pergumulan atau penderitaan yang sedang Anda hadapi? Adakah Anda tergoda untuk menyerah?
Apakah Anda sudah mengarahkan mata hati pada pengharapan di dalam Yesus Kristus agar tidak perlu berputus asa dalam penderitaan? Berdoalah kepada-Nya meminta kekuatan dan pengharapan.
"
Share:

Menghadapi Situasi Tidak Kondusif

Yeremia 1:14-19

Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka!
- Yeremia 1:17

Pada tahun 2021, Taliban menguasai Afganistan. Di tengah pemberitaan ini, seorang reporter wanita datang meliput berita di sana. Meskipun situasi sedang tidak kondusif, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai reporter. Inilah yang juga Tuhan kehendaki dari anak-anak-Nya, tidak berputus asa dan menyerah akan panggilan-Nya meski di tengah situasi yang tidak kondusif.

Yeremia dipanggil bukan untuk situasi yang mudah, melainkan situasi yang jauh dari kondusif. Ia diutus Tuhan untuk memberitakan firman bukan kepada orang-orang yang mau mendengarkan firman dan melakukannya, melainkan mereka yang mau jalan sendiri, yang suka memberontak. Situasinya tidak mendukung, sebagian besar dari orang-orang tersebut berada di titik terendah kerohanian mereka. Hal lainnya dari panggilan atas Yeremia adalah tidak ada jaminan ia bakalan tidak terluka saat menjalankannya, sangat mungkin ia bisa cedera. Namun, kalau kita perhatikan, tidak ada situasi yang benar-benar kondusif saat melayani Tuhan. Pergumulan selalu silih berganti datang, tidak akan pernah berhenti masalah menghampiri hidup kita. Jikalau pelayanan hanya ditentukan oleh situasi, kita akan mudah sekali berubah arah dalam pelayanan.

Tuhan memahami situasi yang tidak kondusif tersebut sehingga Dia berkata, “Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.” (ay.8). Panggilan Tuhan selalu dibarengi pemenuhan janji Tuhan, yaitu “Aku menyertai engkau”. Kata-kata ini terkesan klasik bagi orang Kristen, tetapi sering diabaikan. Kebangkitan Kristus menegaskan penyertaan yang tidak pernah luntur dan surut, bahwa Dia berjanji akan menyertai kita sampai akhir zaman.

Setiap anak Tuhan pasti akan selalu berhadapan dengan situasi yang tidak kondusif, apalagi kalau mengingat masa-masa pandemi. Tetap ingatlah selalu akan janji penyertaan Tuhan yang membuat ketakutan menjadi sirna. Tuhan memanggil kita untuk tetap berkarya dalam berbagai bidang kehidupan untuk kemuliaan-Nya dan supaya orang-orang mengenal Dia. Pelayanan bagi Tuhan begitu luas. Tuhan memanggil setiap kita secara unik dan Dia tidak mau kita menyerah pada keadaan. Tuhan menempatkan kita di zaman ini, di waktu ini, di situasi yang tidak kondusif, tetapi justru di tengah kondisi seperti inilah kita dipanggil.
Refleksi Diri:
Mengapa dalam situasi sulit sekalipun kita masih bisa tetap berkarya bagi Tuhan?
Apa yang akan tetap Anda lakukan bagi Tuhan meski situasi pelayanan Anda tidak kondusif?
"
Share:

Menembus Keterbatasan

Yeremia 1:6-10 Lalu TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: “Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu. —Yeremia 1:9 P ernahkah Anda berpikir bagaimana perasaan orangtua saat melahirkan anak tanpa tangan dan kaki? Kenyataan ini dialami orangtua Nick Vujicic dan mereka berkata, “Anak saya tidak ada masa depan, ia tidak akan hidup seperti orang normal.” Inilah yang diceritakan Nick dalam bukunya, Life Without Limits, mengenai kondisi orangtuanya saat melihat keterbatasan fisiknya. Kita mungkin beruntung tidak punya keterbatasan fisik, tetapi kita seringkali memandang keterbatasan diri sebagai alasan untuk tidak melayani T uhan.
 Ketika T uhan menunjuk Yeremia menjadi nabi, ia langsung mengajukan keberatan, “Ah, T uhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” (ay.6). Ini bukan alasan yang dibuat-buat, masuk akal. Yeremia memang masih muda, minim pengalaman, tetapi dipercayakan tugas yang berat. Mungkin Yeremia juga tidak punya kemampuan berbicara di depan umum, sedangkan ia harus menjadi juru bicara T uhan kepada bangsa Israel. Ia mungkin berpikir, bagaimana harus merangkai kata? Bagaimana kalau salah kata? Kita juga bisa mengajukan banyak keberatan yang cukup masuk akal di hadapan T uhan untuk melayani: Aduh Tuhan, aku di masa Covid ini banyak pergumulan; Tuhan usahaku juga lagi naik turun; Tuhan orang-orang yang dilayani tidak mudah juga.
 Jawaban T uhan atas keberatan Yeremia ada pada ayat emas di atas. T uhan menyentuh bagian yang Yeremia anggap paling lemah, yaitu kemampuan berbicaranya. Yeremia pasti dapat menjadi jubirnya T uhan, karena T uhan sendiri yang menaruh perkataan-Nya pada Yeremia. Melalui keterbatasan yang dipandang oleh Yeremia, justru dari situlah ia melihat kekuatan T uhan. T uhan juga berkata kepada Paulus, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2Kor. 12:9). Kasih karunia di dalam T uhan Yesus itu cukup buat anak-anak-Nya.
 T uhan tahu sekali setiap keterbatasan yang kita hadapi saat ini, baik di dalam kehidupan pribadi, keluarga, pekerjaan, termasuk pelayanan. Dia mau setiap kita bersandar pada kekuatan-Nya. Nick Vujicic dalam keterbatasan fisiknya mampu memberkati banyak orang lain. Hendaklah kita berkata seperti yang Nick ucapkan, “Karena saya ini ciptaan T uhan, didesain oleh T uhan, T uhan bisa memakai saya untuk melayani Dia.” T uhan Yesus mau kita menembus keterbatasan bersama-Nya, untuk menyaksikan kebesaran-Nya.
Refleksi Diri:
• Apa keterbatasan yang seringkali menjadi penghalang Anda untuk melayani T uhan?
• Apakah Anda sudah mendoakan agar dimampukan di tengah keterbatasan untuk melayani-Nya dengan maksimal?

"
Share:

Mimpi Yang Berubah

Yeremia 1:1-8 “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” —Yeremia 1:5 S atu kutipan dari penulis, Andrea Hirata, berbunyi, “Bermimpilah, karena T uhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” Indah sekali yah, bahwa ketika kita memiliki mimpi di masa depan, dikatakan T uhan memeluknya, mungkin Dia tidak mengabaikannya.

 Banyak orang mencapai apa yang diimpikan, tetapi tidak sedikit yang gagal meraih mimpinya. Mempunyai mimpi itu sah-sah saja, tetapi ingatlah T uhan tidak selalu menyetujui mimpi-mimpi kita. Dia punya cara membawa kita pada jalan yang tepat, untuk lebih efektif bagi-Nya. Mimpi yang tidak kesampaian juga dialami oleh Yeremia ketika T uhan memanggilnya.

 T uhan memanggil Yeremia sebagai nabi, padahal ia berasal dari keluarga imam. Ayahnya seorang imam, bahkan Anatot tempat kelahirannya adalah desa para imam (ay.1). Yeremia mungkin sudah punya impian untuk mengikuti jejak keluarganya. Imam dan nabi punya peran yang berbeda. Imam mewakili umat di hadapan Allah, berdoa untuk umat kepada Allah, dan mempersembahkan korban. Sedangkan nabi menyuarakan suara T uhan kepada umat. Berita baik atau buruk harus disampaikan secara tepat seperti yang dikatakan T uhan. 
Yeremia mengerti sekali panggilannya. Kalau boleh memilih, ia lebih nyaman menjadi imam daripada nabi.
  Namun, T uhan menjawabnya, “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.” (ay.7). T uhan tidak berkata, “Iya yah, mimpimu bukan jadi nabi. Yowes-lah saya cari orang lain.” T uhan tahu siapa yang dipilih-Nya, Dia tidak pernah salah. Panggilan T uhan mengajarkan Yeremia, sikap tunduk kepada T uhan. Sama seperti Kristus mengatakan diri-Nya adalah utusan Bapa, Dia datang dan taat kepada Bapa untuk menyelamatkan kita.
 Di masa pandemi yang lalu, mimpi-mimpi kita sepertinya berubah. Banyak hal di kehidupan yang tidak sesuai ekspektasi. Namun, ingatlah T uhan jauh lebih baik merancang hidup kita daripada kita yang merancangnya. Marilah tetap melayani-Nya. Jika T uhan berkata, “T etaplah di pekerjaanmu sekarang,” janganlah pindah, tetaplah di sana bekerja sebaik mungkin. Mungkin saat ini juga T uhan berkata, “Belum saatnya engkau sekolah ke luar negeri,” tetaplah percaya pada jalan-Nya.
Refleksi Diri:
• Mengapa Anda perlu tetap taat pada jalan-Nya T uhan?
• Apa mimpi Anda yang mau dibawa ke hadapan T uhan pada saat ini? Apakah mimpi Anda sejalan dengan kehendak-Nya? Bawalah dalam doa.

"
Share:

MENGAMBIL RUPA SEORANG HAMBA

Filipi 2:1-11 Filipi 2:6-7

RENUNGAN INSPIRASI
Tak dipungkiri bahwa setiap manusia memiliki hasrat dalam dirinya untuk mendapatkan atau mencapai sesuatu. Inilah faktor pendorong yang membuat manusia terus berjuang dalam hidupnya. Bagi kita orang-orang percaya, pada dasarnya hasrat kita harus dibentuk oleh hal-hal yang bersifat kekal. Memang bukan hal yang mudah untuk menyerahkan kehendak kita dengan rela hati kepada Tuhan oleh karena kita masih hidup dalam daging. Namun sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Yesus, sudah seharusnya kita memiliki sikap sadar dan selalu berusaha mengutamakan kehendak Bapa dibandingkan kehendak kita. 
Yesus sendiri telah memilih untuk mengosongkan diri-Nya agar bisa menjadi serupa dengan manusia. Kata “mengosongkan” yang dipakai disini berasal dari kata Yunani “kenoo” yang artinya mengosongkan atau menghampakan diri. Artinya, ketika Yesus berada di dunia, Ia bukan melepaskan sifat keilahian-Nya, namun Ia memilih untuk menyelubungi kemuliaan ilahi-Nya, membatasi kuasa-Nya dan juga reputasi-Nya untuk mengambil rupa seorang hamba dan turut merasakan kelemahan manusia. Ia menjadi seorang bayi yang lahir dari seorang wanita, dengan tubuh manusia yang permanen dan sepenuhnya, Ia merendahkan diri-Nya dan menjalankan peran yang dipilih oleh Allah Bapa bagi-Nya. Ketaatan Yesus hingga mati di kayu salib bagi kita merupakan bukti bahwa Ia mengutamakan kehendak Bapa di atas segala atribut-Nya yang ilahi. Melalui realitas kehidupan Yesus, perikop bacaan Alkitab hari ini menasihatkan kita untuk turut merendahkan diri seperti Dia, menaruh pikiran dan perasaan yang juga terdapat dalam Kristus Yesus. Tujuan kita terdiri dari tujuan akhir Allah untuk menampilkan kemuliaan-Nya. Kitalah alat kemuliaan Tuhan, kita telah ditebus dari segala tujuan hidup yang sia-sia dan tidak berarti kepada tujuan hidup yang jauh lebih besar dengan konsekuensi kekal. Semoga keindahan karakter Kristus terpancar dalam segala hal yang kita katakan dan lakukan. Sekali pun itu artinya mengorbankan kepentingan kita, melepas posisi atau jabatan, mengubur agenda duniawi kita, supaya Bapa bisa lebih leluasa bekerja di dalam dan melalui hidup kita. [KH, LS]
REFLEKSI DIRI 
1. Apakah hidup Anda saat ini sudah fokus pada kehendak Bapa daripada kepentingan Anda pribadi?
2. Adakah hal-hal yang perlu Anda korbankan untuk menjalankan kehendak-Nya?
YANG HARUS DILAKUKAN
Selalu sadar dan berusaha merendahkan diri di hadapan Bapa, melepas seluruh agenda pribadi kita. Biarlah kehendak Bapa yang menjadi motivasi kita dalam melakukan segala sesuatu.
POKOK DOA
Tuhan Yesus, aku bersyukur mempunyai teladan seperti-Mu, yang rela merendahkan diri bahkan taat sampai mati untuk menebus dosa-dosaku. Ajar aku untuk mempunyai hati seperti-Mu yang rindu untuk melakukan kehendak Bapa melebihi kehendak pribadiku. Dalam nama Yesus. Amin.

HIKMAT HARI INI
Tidak ada kegagalan dalam kehendak Tuhan dan tidak ada kesuksesan di luar kehendak Tuhan.
– George W. Truett
Share:

“Kuatkanlah Hatimu”?

Zakharia 8:9-13

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, ...
- Filipi 2:12
Entah berapa kali Tuhan memerintahkan “kuatkanlah hatimu”. Sesudah Tuhan menghukum orang-orang Israel yang mencobai-Nya ketika keluar dari Mesir dengan cara memutar-mutar mereka di padang gurun selama empat puluh tahun, Tuhan memberikan perintah ini sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian (Yos. 1:9). Kini, sesudah Tuhan menghukum umat-Nya di dalam pembuangan di Babel, Dia sekali lagi memberikan perintah ini ketika mereka baru saja kembali ke Tanah Perjanjian.

Meski terlihat sama dalam terjemahan LAI, di dalam bahasa aslinya perintah pada bagian ini agak berbeda. Perintah “kuatkanlah hatimu” dalam bahasa Ibrani berbunyi, “kuatkanlah tanganmu” (teḥĕzaqnāh yəḏêḵem). Jadi, bagian ini sebenarnya bukan membicarakan hati, tetapi membicarakan tangan. Apa maksudnya?

Dalam bagian ini, Tuhan berjanji bahwa Dia akan membawa pemulihan kepada umat-Nya. Tuhan akan memberi mereka damai sejahtera, melimpahi mereka dengan anugerah-Nya (ay. 12), dan yang paling penting menjadikan mereka berkat bagi segala bangsa (ay. 13). Jadi, secara logika manusia, apa yang mereka pikirkan dan akan lakukan? Ahh.. santai-santai saja lah. Toh, Tuhan sudah berjanji dan pasti akan menggenapinya. Jadi, nggak masalah kalau saya tidak melakukan apa-apa, bukan?

Ini adalah logika manusia. Seolah mengantisipasi pikiran ini, dua kali Tuhan mengingatkan mereka, “kuatkan tanganmu!” baik sesudah dan sebelum janji diberikan. Dengan kata lain, fakta bahwa Tuhan beranugerah tidak lantas menghilangkan mereka dari tanggung jawab!

Inilah sebabnya, meski kita telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus, Rasul Paulus tetap mengingatkan, “Kerjakan keselamatanmu!” Memang kita diselamatkan oleh anugerah, bukan perbuatan, tetapi ini tidak seharusnya membuat kita malas. Kita harus bekerja dengan giat, bukan untuk memperoleh keselamatan, tetapi justru karena kita telah diselamatkan!

Apa yang telah kita kerjakan bagi-Nya? Yang paling minimal, apakah kita menjadi kutuk atau berkat bagi orang-orang di sekeliling kita (ay. 13)? Menjadi berkat bukan hanya sekedar melakukan kewajiban kita sesuai peran kita di dalam lingkungan sosial tertentu. Menjadi berkat berarti melakukan lebih dari kewajiban kita, guna melayani sesama kita. Dan tentu saja, untuk melayani membutuhkan tangan yang kuat.
Refleksi Diri:
Apakah kehidupan Anda sebagai orang Kristen membuat Anda makin rajin melakukan kebaikan atau justru makin malas?
Apa hal-hal yang telah Anda lakukan, yang melebihi kewajiban Anda, untuk melayani sesama?
Share:

RASA SAKIT MENDORONG PERUBAHAN

BACA Rut 1:1-6;Rut 4:14-15
AYAT HAFALAN
Rut 4:14
RENUNGAN 
Dalam bukunya, Geri Scazzero menjelaskan bagaimana rasa sakit menjadi salah satu motivasi yang secara khas mendorong seseorang untuk berubah. “Rasa sakit dari situasi Anda saat ini begitu hebat sehingga Anda harus membuat perubahan. Beberapa dari kita memiliki toleransi yang besar terhadap rasa sakit sehingga butuh ledakan yang kuat untuk membuat kita bergerak”, ucapnya. 
Pandangan ini membuka pemahaman bagaimana rasa sakit itu sendiri membuka peluang besar bagi sebuah perubahan dalam hidup kita. Tak ada yang menyukai rasa sakit, namun kita harus merubah paradigma kita dalam memandang rasa sakit. Ada saat-saat ketika kita tak lagi tahan akan rasa sakit tersebut, itu justru mendorong kita untuk membuat perubahan. Bukan tidak mungkin Tuhan mengizinkan kita menderita sedemikian rupa agar kita berubah. Kisah Naomi menjadi contoh nyata bagi kita. Bagaimana Naomi akhirnya mengambil langkah perubahan untuk kembali lagi ke Betlehem, tempat asalnya, setelah ia ditinggal mati oleh suami dan kedua anaknya. Yang pada akhirnya keputusan itu membuat Rut, menantunya, memilih untuk ikut bersamanya. Seiring berjalannya waktu, di Betlehem, Rut akhirnya menikah dengan Boas dan melalui mereka lahirlah generasi yang kelak menjadi penerus garis keturunan Tuhan Yesus (Rut 4:14-15). Segala kesakitan Naomi selama itu, Tuhan gantikan dengan kehadiran cucunya melalui Rut dan Boas. Tak ada yang tahu cerita utuh dari kehidupan kita, selain daripada Tuhan. Ia adalah Penulis hidup kita, yang tahu semua cerita hidup kita baik dari awal, pertengahan, sampai akhir. Yang perlu kita lakukan adalah berserah penuh pada tuntunan tangan Tuhan yang kuat. Manakala ada hal-hal yang begitu menyakitkan, berdoalah secara khusus dan tekun kepada Tuhan. Mohonkanlah petunjuk dari-Nya atas perubahan-perubahan apa yang perlu kita lakukan. Jika sudah mantap, ambilah langkah perubahan sebagai sikap kita atas rasa sakit tersebut. Percayalah Tuhan belum selesai dengan hidup kita. Selalu ingat janji firman-Nya bahwa semua akan indah pada waktu-Nya. [RS]

REFLEKSI DIRI 
1. Bagaimana selama ini Anda memandang rasa sakit?
2. Adakah hal yang membuat Anda merasa begitu sakit? Perubahan apa yang hendak Anda ambil atasnya?

YANG HARUS DILAKUKAN
Ketika ada hal-hal yang begitu menyakitkan terjadi, berdoalah secara khusus dan tekun kepada Tuhan. Mohonkan petunjuk dari-Nya untuk perubahan-perubahan yang perlu Anda ambil.

POKOK DOA
Bapa, di tengah situasi menyakitkan yang kualami, mungkin saja Engkau menghendaki sebuah perubahan dalam hidupku. Berikanku kepekaan dan pengertian untuk mengambil langkah perubahan seturut kehendak-Mu. Dengarlah doaku ini ya Tuhan Yesus. Amin.
HIKMAT HARI INI
“Pikiran tentang mengubah situasi bisa dengan mudah membuat kita kewalahan. Namun, ada satu titik tertentu, di mana pemikiran untuk tetap berada di keadaan tertentu lebih lagi menakutkan daripada mengambil risiko karena membuat perubahan.” – Geri Scazzero
Share:

Allah Menyertai Kamu

Zakharia 8:18-23

Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!
- Kolose 1:27

Amanat Agung tidak hanya berisi perintah, tetapi juga janji penyertaan. Mengapa Tuhan Yesus perlu menyertai kita? Tentu saja karena kita membutuhkan penyertaan-Nya. Ini benar. Namun, bagian yang kita baca hari ini melengkapi jawaban ini.

Sesudah berjanji bahwa Dia akan membawa mereka pulang, diam di tengah-tengah mereka (Zak. 8:7-8), dan memulihkan mereka (Zak. 8:12-13), Tuhan berjanji bahwa bangsa-bangsa lain akan datang mencari mereka. Mengapa? “Sebab telah kami dengar, bahwa Allah menyertai kamu!” (ay. 23). Jadi, mengapa bangsa-bangsa mencari umat Tuhan? Karena di dalam diri umat Tuhan-lah mereka melihat Tuhan yang benar dan penuh kasih, yang tetap menyertai umat-Nya meski mereka telah berdosa terhadap-Nya.

Jadi, kembali ke Amanat Agung. mengapa Tuhan Yesus menyertai kita melaksanakan Amanat-Nya, selain karena kita membutuhkan-Nya? Supaya orang lain pun dapat melihat Tuhan Yesus di dalam kita! Hal ini pula yang dikatakan Paulus di dalam Kolose 1:27. Kita tidak hanya sekedar dipanggil untuk berkata-kata layaknya radio, tetapi juga menunjukkan Kristus sendiri yang selalu beserta dengan kita.

Sayangnya, entah berapa kali kita enggan mengabarkan Injil karena berpikir aku tidak pandai bicara, aku takut ditolak atau aku takut merusak persahabatan. Sebaliknya, kita yang lebih percaya diri menganggap bahwa mengkomunikasikan Injil adalah yang terpenting. Masalahnya, komunikasi verbal saja tidak cukup. Orang lain harus melihat bagaimana Tuhan Yesus menyertai kita, barulah mereka akan datang kepada-Nya.

Jadi, bagaimana caranya menunjukkan penyertaan Tuhan? Jawabannya ada di ayat 18. Yerusalem jatuh ke tangan Babel pada bulan keempat. Bait Allah dibakar pada bulan kelima. Gedalya, gubernur yang diangkat raja Babel atas Israel, dibunuh pada bulan kesembilan. Yerusalem di kepung pada bulan kesepuluh. Semua ini adalah bulan-bulan yang penuh duka.  Namun, Tuhan mengatakan bahwa bulan-bulan ini akan menjadi sukacita.
Bagaimana kita berespons terhadap kesulitan hidup? Jika kita melaluinya dengan bersungut-sungut, bagaimana orang bisa merasakan bahwa kita disertai Tuhan? Sebaliknya, ketika kita dapat tetap bersukacita dalam tiap keadaan, orang dapat melihat Tuhan menyertai kita.
Refleksi Diri:
Apakah Anda merasakan penyertaan Tuhan? Apakah orang yang tidak percaya dapat melihat hal ini?
Apakah Anda merasakan Tuhan memberi sukacita, bahkan di dalam kondisi-kondisi sukar? Jika belum, berdoalah kepada-Nya.
"
Share:

MENGUSAHAKAN KEDAMAIAN HATI

Kolose 3:15-17 Kolose 3:15

Kita semua pasti tak asing dengan sesama kita yang mengatakan, “butuh healing nih”. Belakangan terakhir, istilah “healing” sering digaungkan dan dikaitkan dengan liburan ke tempat-tempat sunyi, sejuk, dan jauh dari hiruk pikuk kota untuk bisa memperoleh kedamaian. Banyak orang yang mendambakan kedamaian dan memaknai kedamaian sebatas ketenangan di tempat-tempat tertentu. Tak salah memang, namun anggapan sebatas tak jarang mendegradasi makna dari kedamaian yang sesungguhnya. Lebih dari sekadar situasi, kedamaian adalah ketenangan hati dan jiwa walau berada di tengah badai sekalipun. 
Tuhan Yesus memandang betapa pentingnya kedamaian. Salah satu tujuan kedatangan-Nya ke dunia ialah hendak melawat kita dan mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera (Lukas 1:78-79). Sebelum naik ke Surga, kedamaianlah yang Ia wariskan, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” (Yohanes 14:27). Itu sebabnya kita harus terus memelihara dan mengusahakan hati kita tetap memiliki damai sejahtera, karena demikianlah diperintahkan di dalam firman-Nya, “Usahakanlah agar kedamaian hati yang berasal dari Kristus selalu ada dalam hidup dan hati Saudara, karena inilah tanggung jawab dan hak Saudara sebagai anggota tubuh-Nya. Dan bersyukurlah senantiasa.” (Kolose 3:15 FAYH). Dunia hanya mengerti dan menetapkan kedamaian berdasarkan keadaan yang nyaman, namun tidak dengan damai yang diberikan Kristus. Kedamaian dimiliki oleh orang percaya, “Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” (Yesaya 26:3). Kedamaian dikehendaki oleh Tuhan, dan merupakan buah roh dari hidup orang percaya. Kedamaian ialah kunci kebahagiaan dalam hidup yang tidak terpengaruh oleh keadaan. Sebagai orang-orang yang hidup di dalam Kristus, adakah alasan bagi kita untuk kehilangan damai sejahtera? Kita harus berjanji bahwa serumit apa pun kehidupan, tetapi kita harus menjalaninya dengan hati yang penuh damai, karena inilah tanggung jawab dan hak kita. [RS]
REFLEKSI DIRI 
1. Apakah Anda sudah menjaga kedamaian hati yang berasal dari Kristus selalu ada dalam hidup dan hati Anda? Dengan cara bagaimana?
2. Mengapa kita harus mengusahakan agar kedamaian hati yang berasal dari Kristus selalu ada dalam hidup dan hati kita?
YANG HARUS DILAKUKAN
Usahakanlah kedamaian hati yang berasal dari Kristus agar selalu ada dalam hidup dan hati kita dengan memiliki hati yang teguh, yang tetap percaya penuh pada Tuhan apa pun keadaan yang menimpa kita.
POKOK DOA
Tuhan Yesus, aku bersyukur karena damai-Mu dicurahkan di hatiku, tidak seperti damai yang diberi oleh dunia ini, yang tak dipengaruhi oleh keadaan terkacau sekalipun. Sungguh itu adalah anugerah. Beri hamba kedamaian di mana pun. Dalam nama Yesus. Amin.
HIKMAT HARI INI
Damai sejahtera yang diberikan Yesus tidak sama seperti damai yang diberikan oleh dunia ini, kedamaian hati dan jiwa walau berada di tengah badai sekalipun.

 
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.