Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Nama Baik

Amsal 22:1-9
Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.
- Amsal 22:1

Saya pernah bertemu dengan orang yang berkata demikian, “Bapak itu lho orangnya baik, sederhana tetapi suka bantu orang lain,” tetapi saya juga ingat ada orang berkata tentang seorang ibu, “Wah ibu itu sih memang kaya, tetapi pelit banget lho orangnya.” Seseorang dikenal baik atau tidak bukan karena namanya bagus atau tidak, tetapi karena perilakunya. Apa yang dilakukan orang tersebut, itulah yang biasanya melekat pada dirinya. Ketika namanya disebut, orang lain punya pandangan seperti apa tentang dirinya.
Perbandingan nama baik dan kekayaan besar pada ayat di atas sangatlah menarik. Disebutkan kekayaan besar atau sangat kaya, bukan kekayaan yang biasa-biasa saja, kekayaan yang sepertinya bisa membeli apa pun. Namun, harta sebanyak apa pun tidak lebih berharga dibandingkan dengan nama baik. Apa yang menjadikan nama baik (bukan nama tenar) begitu berharga? Nama baik mempunyai nilai yang melampaui hidup. Nama baik tetap hidup, meskipun orang yang memiliki nama itu sudah tiada di dunia. Sebaliknya, kekayaan sebesar apa pun, tidak ada yang bisa dibawa saat meninggalkan dunia. Dalam kematian kekayaan seseorang tidak akan bisa dinikmatinya. Nama baik didapatkan secara alami, bukan sesuatu yang dibuat-buat. Nama baik ada karena kehidupan yang baik. Nama baik bukan dicanangkan oleh orang itu sendiri, melainkan hasil dari caranya hidup. Kekayaan bisa membeli banyak hal, tetapi kekayaan tidak pernah bisa membeli nama baik.
Lagu KPPK 319 berjudul, Kupuji Dia, mengatakan di bagian reffrain: Yesus.. Yesus.. nama terindah, menghibur hatiku tak henti kupuji Dia. Iya, Tuhan Yesus adalah nama terindah. Karena itu, kita berdoa di dalam nama Yesus, sebagai sebuah pengakuan bahwa kepada-Nya kita bergantung. Yesus-lah yang berkuasa karena Dia yang menyelamatkan kita. Nama kita yang tadinya buruk karena dosa-dosa kita di hadapan Allah, dipulihkan oleh Tuhan Yesus melalui pengorbanan-Nya dalam anugerah-Nya. Biarlah kita hidup bukan demi nama kita sendiri, tetapi sebagai anak-anak Tuhan mewakili nama Allah. Hidup bukan supaya nama kita masyhur di mana-mana, tetapi supaya kita memasyhurkan Tuhan. Marilah hidup dengan benar dan menjadi berkat, supaya nama baik kita menjadi kesaksian bahwa kita adalah anak- anak Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah nama Anda dikenal baik atau buruk oleh lingkungan? Apakah saat mendengar nama Anda, orang lain melihat nama Tuhan di dalam diri Anda?
Apa yang mau Anda lakukan agar sebagai anak-anak Tuhan mempunyai nama yang baik?
Share:

Tawar Hati

2 Korintus 4:1-6

Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.

—2 Korintus 4:1

Tawar hati adalah sebuah istilah yang tepat untuk menggambarkan keadaan hati yang sudah tidak lagi merasakan antusias, gairah atau semangat akan sesuatu. Dalam istilah psikologi, tawar hati adalah kondisi yang sering diselaraskan dengan mati rasa atau kondisi yang mana seseorang merasa hampa dan kesulitan dalam mengungkapkan emosi yang dirasakan. Tawar hati pada manusia dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor terbesarnya adalah tidak mendapatkan apa yang diharapkan atau dengan kata lain apa yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan.
 Jika melihat perjalanan pelayanan Rasul Paulus, sangat mungkin ia mengalami tawar hati dalam menunaikan panggilan pelayanan-Nya. Segala penderitaan dan lika-liku pelayanan yang sulit harus dipikul Paulus ketika menjalani tugasnya sebagai seorang murid Kristus. Ia pernah disiksa, dipenjara, difitnah, dipukul, dan mendapat banyak perlakuan diskriminatif lainnya ketika memperkenalkan Pribadi yang mengubahkan jalan hidupnya, yaitu Kristus Yesus. Namun, kepada jemaat Korintus dengan yakin ia menyatakan perasaannya pada ayat emas di atas bahwa semua yang dialaminya adalah sebuah kemurahan dan anugerah dari T uhan Yesus. Paulus menegaskan bahwa dalam mengikut Yesus dan melayani-Nya, memang sangat mungkin dirinya mengalami tawar hati, tetapi ia memilih untuk tidak tawar hati. Menjadi tawar hati adalah sebuah pilihan yang tidak Paulus ambil, walaupun ia melihat banyak hal yang tidak sesuai dengan harapannya terjadi di dalam hidupnya.
 Mari kita melihat kembali perjalanan kehidupan pelayanan kita dalam mengikut Kristus selama ini. Saya tidak tahu sudah berapa lama Anda menjadi seorang Kristen, tetapi yang menjadi pertanyaan penting untuk direnungkan: apakah ada tawar hati Anda rasakan saat ini? 
Bagaimana sikap hati Anda saat perjalanan mengikut Kristus tidak sesuai dengan ekspektasi Anda? Apa yang Anda lakukan pada saat melayani T uhan dan ternyata pelayanan Anda tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi? Apakah Anda menjadi tawar hati? Menjadi tawar hati adalah sebuah pilihan yang bisa tidak kita ambil ketika kita mengarahkan kembali perspektif kita kepada T uhan yang memercayakan anugerah dan kemurahan-Nya dalam kehidupan kita.
Refleksi Diri:
• Apa hal-hal yang membuat Anda mudah untuk tawar hati ketika melayani T uhan Yesus?
• Mengapa Anda bersedia menanggung harga saat mengikuti dan melayani T uhan Yesus walaupun tidak sesuai dengan harapan Anda?
dan bukan menimbulkan rasa takut terhakimi. Perempuan ini akhirnya menerima anugerah Allah, kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan jalan keluar dari kegagalan hidupnya.
Share:

Gotong Royong Dalam Kristus

Galatia 6:1-10

Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.
- Galatia 6:2

Indonesia merupakan negara dengan nilai gotong royong yang tinggi. Saya ingat sewaktu SD, sering kali diajarkan mengenai semangat gotong royong di tengah masyarakat. Awalnya saya mengira itu hanya pelajaran semata. Tak lama setelah pelajaran tersebut, saya melihat fakta yang terjadi di lingkungan tempat tinggal saya saat itu. Tenyata benar, gotong royong sudah mengakar di tengah masyarakat Indonesia. Selepas masa pandemi, semakin banyak kegiatan gotong royong dilakukan oleh masyarakat. Pandemi yang melanda dan menghancurkan perekonomian yang berjalan, membuat banyak masyarakat Indonesia bergotong royong untuk membangun dan membantu satu sama lain. Beberapa program galang dana yang diadakan secara daring pun semakin marak terjadi di negara kita. Sungguh
suatu nilai dan sikap yang sangat indah untuk dipertahankan.
Sikap gotong royong ternyata bukan hanya ajaran tradisi masyarakat di negara kita. Gotong royong juga merupakan suatu nilai yang Alkitab ajarkan. Rasul Paulus menyampaikannya melalui surat Galatia. Sebelum menutup suratnya, Paulus memberikan nasihat agar jemaat Galatia dapat saling membantu sama lain. Menariknya, Paulus bukan hanya menekankan sikap membantu secara materi, tetapi juga saling membantu dalam hal kerohanian. Pada saat itu banyak pengajaran sesat bermunculkan dan Paulus tahu, situasi tersebut mempersulit mereka yang belum dewasa secara rohani. Oleh karena itu, Paulus memerintahkan jemaat yang lebih dewasa secara rohani untuk membantu rekan-rekan yang belum bertumbuh kerohaniannya. Membantu bukan untuk pamer seorang lebih hebat daripada yang lain, melainkan untuk menabur apa yang baik, yang sesuai dengan kehendak Allah. Paulus menasihatkan jemaat untuk banyak menabur dalam Roh dan jangan menabur dalam daging (ay. 8) sebab apa yang ditabur, itulah yang akan mereka tuai.
Dalam komunitas rohani kita, tentu tidak semua orang berada dalam tingkat kerohanian yang sama. Ada yang sudah matang secara rohani, tetapi ada juga yang masih baru. Janganlah perbedaan kerohanian yang ada menjadi pemicu terjadinya konflik di tengah komunitas kita. Biarlah perbedaan tersebut membuat kita lebih semangat gotong royong bertumbuh dalam Kristus. Bukan masalah siapa lebih benar dan siapa yang salah, melainkan siapa yang terus menabur hal yang baik. Yuk, kita bergotong royong dalam Kristus!
Refleksi Diri:
Apakah selama ini Anda sudah turut berbagian gotong royong dalam komunitas rohani Anda?
Apa yang dapat Anda lakukan untuk saling membantu rekan rohani Anda bertumbuh?"
Share:

KEHIDUPAN YANG BARU

Kisah Para Rasul 13:32-41
Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan
kepada kamu pengampunan dosa.
(Kis. 13:38)

29 September adalah tanggal yang dikhususkan memperingati Hari Jantung Sedunia, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan jantung. Tahukah Anda bahwa cangkok jantung di dunia pertama kali dilakukan tahun 1967? Penerimanya bernama Philip Blaiberg. Ia memperoleh donor dari seorang perempuan yang meninggal karena kecelakaan. Dokter yang melakukan operasi adalah Dr. Christiaan Barnard. Peristiwa itu mengubah sejarah pengobatan jantung di dunia. Serta tentu saja, memberikan kehidupan yang baru kepada Philip dengan jantung barunya.
Mengenal Yesus Kristus adalah sebuah kehidupan yang baru bagi Paulus. Kehidupan yang berbeda dari kehidupan nenek moyang Israel di masa lalu (lih. Kis. 13:16-31). Bahwa di dalam Kristus, janji keselamatan yang dinanti-nantikan oleh umat telah digenapi. Penggenapannya terjadi melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus yang membawa pengampunan bagi dosa-dosa umat-Nya. Karena itu, Paulus memperingatkan agar orang-orang di Antiokhia saat itu waspada dan jangan menjadi penghina firman.
Kehidupan dalam Yesus Kristus setiap hari adalah kehidupan yang baru. Kehidupan yang diselamatkan. Tuhan mengampuni dosa-dosa kita dan memberikan kesempatan hidup yang baru. Mungkin dalam masa lalu, kita menjadi orang-orang yang tidak percaya. Atau percaya, tetapi masih melakukan dosa. Sekarang, jalanilah setiap hari sebagai hari baru bersama Tuhan.
REFLEKSI:
Bersyukur atas pengampunan dosa dan
kesempatan hidup baru di dalam Tuhan.

 


 
YKB MEDIA
The stream could not be loaded, either because the server or network failed or because the format is not supported.

"
Share:

Teladan Iman

Ibrani 13:7-9

Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.
- Ibrani 13:7

Mereka yang telah menjadi orangtua menyadari benar bahwa anak-anak belajar lebih cepat dengan mengobservasi serta meniru tingkah laku orang dewasa, bukan dengan mendengarkan perintah atau nasihat mereka. Begitu pula dengan kehidupan orang Kristen. Pertumbuhan iman dan karakter orang Kristen sangat dipengaruhi oleh teladan iman di dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, penulis kitab Ibrani menasihatkan orang-orang Kristen untuk mengingat pemimpin-pemimpin mereka, yakni orang-orang yang telah mengabarkan Injil, mengajarkan kebenaran firman, serta membentuk jemaat gereja. Orang Kristen diundang untuk memerhatikan hidup dan mencontoh iman mereka.
Apa yang perlu diingat, diperhatikan, dan dicontoh dari para pemimpin rohani seperti ini? Kita perlu mengingat kesetiaan mereka dalam memberitakan Injil serta firman. Firman Tuhan yang mereka beritakan, berbuah dalam gaya hidup mereka. Bukan hanya pemikiran, tetapi sikap hidup mereka juga patut menjadi perhatian. Penulis kitab Ibrani meminta jemaat untuk mengobservasi dengan seksama serta merenungkan teladan para pemimpin tersebut.
Ayat emas di atas mengundang kita untuk mencontoh sesuatu yang baik. Kata “contohlah” pada ayat tersebut dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “emulate”. Kata “emulate” lebih daripada sekadar meng-copy. Secara definisi, “to emulate” berarti to match or surpass (a person or achievement), typically by imitation, ini bisa berarti meniru, menyamai, bahkan menandingi atau melebihi pencapaian mereka. Jika memungkinkan, saat mencontoh teladan kehidupan para pemimpin rohani kita, jadilah lebih daripada mereka yang telah mendahului memberikan teladan kepada kita. Ini dimungkinkan karena kita memiliki iman kepada Tuhan yang sama dengan mereka, yaitu iman kepada Kristus Yesus. Ingatlah bahwa Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini, dan sampai selama-lamanya (ay. 8).
Jadi, sangat mungkin bagi kita untuk mencontoh iman para pemimpin rohani, para penginjil atau pahlawan iman. Yesus yang kita sembah yang akan memampukan dan memberi hikmat serta kekuatan bagi kita untuk menyampaikan firman dan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal-Nya. Biarlah suatu hari nanti kita pun menjadi contoh bagi generasi-generasi selanjutnya.
Refleksi Diri:
Siapa pemimpin-pemimpin rohani yang kehidupan imannya bisa Anda teladani?
Apa hal-hal yang bisa Anda contoh dari kehidupan mereka? Apa yang telah Anda lakukan untuk meneladani kehidupan mereka kepada generasi selanjutnya?"
Share:

Bahaya Kesombongan Diri

Yunus 4:1-4

Maka manusia akan ditundukkan, dan orang akan direndahkan, ya, orang-orang sombong akan direndahkan.
- Yesaya 5:15

Kapal Titanic merupakan salah satu hasil karya teknologi perkapalan yang paling dibanggakan pada zamannya. Ketika seorang awak kapal Titanic ditanya mengenai kekuatan dari kapal tersebut, ia menjawab dengan tinggi hati, “Bahkan Tuhan pun tidak dapat menenggelamkan kapal ini.” Namun, seperti yang dicatat di dalam sejarah, hanya empat hari setelah pelayaran perdananya kapal Titanic menabrak bongkahan gunung es dan karam. Kisah ini menunjukkan betapa bahayanya kesombongan dalam hidup manusia dan jika tidak berhati-hati kesombongan tersebut juga dapat memengaruhi hubungan kita dengan Tuhan.

Seorang nabi Tuhan, seperti Yunus pun tidak terlepas dari jerat kesombongan diri. Kesombongannya terlihat dalam komplainnya terhadap Tuhan di ayat 2 dan 3. Ia melihat Tuhan berbuat kesalahan dengan tidak jadi menghukum orang Niniwe yang bertobat. Menariknya, ia seperti sudah memperkirakan hal tersebut sehingga lebih memilih untuk lari dari Tuhan daripada melakukan sesuatu hal yang “salah”. Sungguh ironis, mengingat di pasal 2 Yunus pernah mengatakan bahwa ia telah memilih Tuhan yang benar, tidak seperti penyembah berhala (termasuk juga orang Niniwe yang tidak menyembah Tuhan). Yunus merasa dirinya lebih benar daripada orang Niniwe, tetapi ternyata orang Niniwe memberikan respons yang lebih benar terhadap teguran Tuhan daripada nabi-Nya yang sombong.
Kesombongan Yunus ternyata juga berlanjut sampai kepada orang Israel di zaman Yesus. Mereka memiliki semangat yang berapi-api untuk mengikuti hukum Taurat, tetapi tanpa memiliki relasi yang dekat dengan Tuhan. Ketaatan tersebut membuat mereka menjadi legalistik. Contohnya ketika mereka akan merajam di hadapan Yesus perempuan yang berbuat zinah, mereka terdiam ketika Yesus mengingatkan bahwa mereka juga berdosa (Yoh. 8:1-11). Kesombongan juga yang menyelubungi diri mereka untuk bisa melihat Sang Mesias dalam diri Tuhan Yesus.
Kesombongan juga dapat masuk dalam kehidupan orang Kristen. Kesombongan dapat membuat kita menghakimi orang di sekitar kita tanpa menyadari kita juga orang berdosa yang menerima anugerah. Kesombongan juga dapat membuat kita merasa lebih tahu yang terbaik dalam kehidupan kita (Yak. 4:13-16). Mari kita berhati-hati dengan kesombongan diri dan belajar hidup dengan rendah hati di hadapan Tuhan.
Refleksi Diri:

Apa bentuk kesombongan diri yang mungkin ada di dalam kehidupan orang Kristen?
Bagaimana Anda menjaga diri dari sikap menyombongkan diri?
"
Share:

Utang Injil

Roma 1:1-17
Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.
- Roma 1:14-15

Utang tidak selalu dalam wujud uang. Utang bisa dalam wujud non materi. Itulah utang Rasul Paulus. Sejak bertobat, ia terpanggil untuk memberitakan Injil. Panggilan itu bukan hanya kewajiban biasa, tetapi sebuah utang baginya. Utang adalah suatu kewajiban yang tidak bisa tidak, harus ditunaikan. Jika tidak dibayar, utang itu akan menjadi tanggung jawab seumur hidup. Jika tidak dilunasi, ia akan dianggap wanprestasi. Seperti itulah Paulus menganggap utang Injil.
Mengapa Paulus sampai pada anggapan seperti itu? Mengapa ia sangat terobsesi untuk memberitakan Injil sampai menganggapnya utang? Karena Paulus sudah mengalami betapa buruknya hidup di luar Injil. Sebelum bertemu Kristus, ia hidup dalam ambisi jahat, kebencian, kebengisan yang berlindung di balik fanatisme agama. Setelah berjumpa Kristus secara ajaib, ia mengalami kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Ia merasa seperti orang yang diselamatkan dari lumpur hisap. Pengalaman penuh sukacita inilah yang mendorongnya membagikan Injil pada orang lain. Mungkin jika diminta menyampaikan pendapatnya mengenai utang Injil, Paulus akan berkata berdasar pengalaman kehidupan rohaninya demikian, “Karena aku sudah diselamatkan, maka aku ingin orang lain juga diselamatkan. Aku tidak ingin orang lain mengalami nasib yang sama seperti aku pernah alami: hidup sia-sia di luar Injil. Aku ingin mereka mengalami hidup yang berkelimpahan di dalam kasih karunia Allah.”
Jika Saudara merasa Injil itu berharga, jika Saudara merasa sangat bersukacita karena sudah mengalami keselamatan dalam Kristus Yesus, jika Saudara ingin orang lain mengalami hidup kepenuhan dalam Kristus, maka memberitakan Injil tidak hanya menjadi panggilan tetapi menjadi utang yang harus dilunasi. Sebuat amanat besar yang Kristus telah sampaikan dan tidak bisa dielakkan oleh setiap pengikut Tuhan. Sukacita yang berlimpah ruah hanya akan kita dapatkan dengan memberitakan Injil dan melihat orang-orang percaya Tuhan Yesus. Mari, selagi masih ada kesempatan, beritakanlah Injil!
Refleksi Diri:
Bagaimana pandangan Anda selama ini tentang pemberitaan Injil?
Bagaimana respons Anda mengetahui bahwa pemberitaan Injil adalah utang?
Share:

Bukan Cari Selamat

Kisah Para Rasul 7:51-60

Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.”
- Kisah Para Rasul 7:59

David Platt dalam bukunya berjudul Radical, mengatakan, “Kenyataannya adalah bahwa jika kita benar-benar menjadi seperti Yesus, dunia ini akan membenci kita. Mengapa? Karena dunia membenci Dia.” Inilah yang dialami Stefanus. Ia hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Ia memberitakan kebenaran di dalam Tuhan Yesus, tetapi dunia menolaknya. Stefanus jadi sasaran untuk dihakimi. Tidak ada satu pun dari orang-orang yang mendengar khotbah Stefanus mau bertobat. Stefanus bukan cari selamat, tetapi menyatakan keselamatan, walaupun itu yang membawa nyawanya tidak selamat. Kebenaran yang kita nyatakan tidak selalu diterima. Itulah kenyataan dunia ini. Jika seseorang ingin selalu diterima dunia maka hidupnya akan semakin jauh dari Kristus.
Waktu Stefanus melihat penglihatan surga, ia berbicara apa adanya bahwa dirinya benar-benar melihatnya. Mungkin ia bisa berpikir, kalau saya melihat dan tidak bicara juga, tidak akan ada yang tahu dan saya tidak akan kehilangan nyawa. Namun, ia mengatakannya dengan jelas bahwa Tuhan Yesus adalah benar Juruselamat yang bangkit. Yesus adalah Allah dan Dia bertakhta. Ini adalah klimaksnya. Kali ini bukan didebat, difitnah atau ditolak, melainkan langsung mendapat serbuan brutal dengan lemparan-lemparan batu menghujam dirinya. Kita mungkin bukan hanya ditentang, difitnah, ditolak, tetapi harus kehilangan hal yang berharga karena iman kita, entah pekerjaan, teman-teman, dll.
Perhatikan, ketika tubuh Stefanus dihancurkan oleh batu-batu, prosesnya pasti sangat menyakitkan. Namun, di saat itu ia menaikkan dua doa di hadapan Tuhan, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Ia sudah sangat siap untuk menghadap Tuhan. Doa kedua, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Ia memohonkan pengampunan untuk orang-orang tersebut. Kisah Stefanus ditutup dengan kalimat “meninggallah ia”. Jelas sekali iman Stefanus ditaruh kepada siapa, siapa yang dipercayanya, apa yang harus dikatakannya, apa risiko dari semuanya itu. Ia jelas menyatakan bahwa hidup bagi Kristus adalah hidup sepenuhnya milik Kristus.
Kita perlu jelas akan hidup kita. Siapa yang kita percaya dalam hidup ini? Siapa yang memimpin kita? Roh Kuduskah? Risiko apa yang akan kita tanggung ketika mengikut Tuhan? Jadilah orang Kristen yang bukan cari selamat, tetapi nyatakanlah keselamatan di dalam Tuhan Yesus itu apa adanya, sekalipun ada risikonya.
Refleksi Diri:

Apa yang seringkali menjadi halangan terbesar Anda untuk menyaksikan tentang Kristus?
Bagaimana cara Anda mulai membagikan tentang Tuhan Yesus di tengah dunia digital saat ini?"
Share:

Perjumpaan Dengan Yesus

Lukas 19:1-10

Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”
- Lukas 19:10

Kita pasti mengalami perjumpaan dengan banyak orang. Setiap perjumpaan memiliki kesan tersendiri. Jika mengingat momen-momen perjumpaan dengan orang-orang yang hari ini kita kenal, bisa jadi perjumpaan tersebut merupakan hal yang indah.
Sebaliknya, mungkin juga merupakan hal yang buruk karena perjumpaan yang terjadi kurang menyenangkan.
Lukas 19 mencatat perjumpaan indah antara Yesus dengan Zakheus, si pemungut cukai. Rasa penasaran Zakheus terhadap Yesus begitu besar, tetapi banyak orang yang menghalanginya untuk melihat Yesus dari dekat. Zakheus akhirnya memanjat pohon dan Yesus melihatnya berada di atas pohon. Yesus yang mengenal Zakheus, lalu memanggil namanya dan memintanya turun. Mendengar namanya dipanggil, Zakheus tertegun karena profesinya sebagai pemungut cukai pada waktu itu banyak dibenci dan dimusuhi masyarakat. Orang-orang bahkan menganggap dirinya orang berdosa. Namun, hari itu Yesus memanggilnya dan meminta untuk menumpang di rumahnya.
Perjumpaan dengan Yesus tidak hanya memberikan kesan baik atau perasaan haru bagi Zakheus. Perjumpaan ini ternyata membawa perubahan besar dalam hidupnya. Zakheus lalu berniat memberikan setengah dari hartanya kepada orang miskin dan mengembalikan empat kali lipat dari apa yang pernah ia peras dari masyarakat. Perjumpaan Yesus dengan Zakheus bukan hanya perjumpaan dua sosok pribadi, melainkan sebuah pertemuan antara Allah dengan manusia yang terhilang.
Zakheus bertahun-tahun hidup dalam kenyamanan dengan posisinya sebagai pemungut cukai dan seorang kaya, tetapi di sisi lain ia juga mengalami kehilangan. Zakheus mengalami kekosongan hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Juruselamat yang melihat dan memanggilnya turun. Perjumpaan itu tidak hanya membawa Zakheus mampu melihat, tetapi juga merasakan siapa Yesus di dalam hidupnya. Ia tidak hanya mendengar Yesus sebagai Seorang hebat, tetapi merasakan Yesus sebagai Allah yang penuh kasih.
Banyak orang menjadi Kristen tanpa pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus. Sebagian lagi mengenal Yesus tanpa pernah mengalami kasih Kristus di dalam hidup mereka. Jangan hanya melihat Yesus dari kejauhan. Yesus memanggil Anda, mendekatlah kepada-Nya dan rasakan bagaimana relasi yang indah bersama-Nya akan menggubahkan hidup Anda.
Refleksi Diri:

Kapan Anda mengalami perjumpaan yang indah dengan Yesus? Apa perubahan yang terjadi dalam diri Anda sejak perjumpaan tersebut?
Bagaimana pengenalan Anda selama ini terhadap Yesus? Apakah Anda merasakan kasih Allah melalui diri-Nya?"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.