Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Yuk, Hidup Damai!

Filipi 4:4-7

Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.
- Filipi 4:7

Tanggal 10 Oktober adalah tanggal yang ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Hari yang dirayakan secara internasional ini ditujukan agar masyarakat di dunia mempunyai edukasi yang baik terhadap kesehatan mental. Banyak orang mungkin masih mengabaikan kesehatan mental diri mereka. Tak heran, masih cukup banyak orang yang mengalami depresi.

Rasa khawatir adalah akar dari depresi dan kecemasan. Terlalu banyak memelihara rasa khawatir tentu akan menimbulkan kecemasan yang besar. Namun sayangnya, perasaan khawatir sering kali muncul dalam diri tanpa kita ingini.
Apakah wajar memiliki rasa khawatir? Sebagai manusia, ya wajar-wajar saja. Namun, menjadi tidak wajar apabila memelihara kekhawatiran yang berlebihan. Rasul Paulus memberitahukan jemaat Filipi bahwa manusia cenderung khawatir. Paulus menasihati para pembacanya untuk tidak khawatir (ay. 6a), bukan karena tidak ada masalah atau semuanya baik-baik saja, tetapi karena ada Allah! Kita dapat menyampaikan doa dan permohonan atas kekhawatiran kita kepada Allah (ay. 6b). Percayalah, Allah akan memberikan kita damai sejahtera di dalam Kristus Yesus. Paulus juga mengatakan bahwa damai sejahtera yang Allah berikan adalah damai yang jauh melampaui segala akal, yang tidak dapat kita bayangkan (ay. 7a). Damai dari Allah akan memelihara hati dan pikiran kita. Ketika masalah dan kesulitan hidup datang menghampiri kita, janganlah memfokuskan diri pada respons atas kekhawatiran kita, melainkan tetaplah berdoa dan memohon penyertaan serta kekuatan di dalam Tuhan.
Tentu tidak mudah untuk mengabaikan masalah yang ada dan rasa khawatir dalam diri kita. Ketika kita mulai merasa khawatir, yuk sama-sama ingat ayat di atas. Ingat dan percayalah bahwa ada Allah yang sanggup memelihara kita. Mintalah kepada Allah, damai sejahtera yang melampaui akal pikiran sehingga kita tetap dimampukan berjalan bersama Yesus Kristus dalam kondisi apa pun. Baik suka maupun duka, susah maupun mudah, tidak akan menghambat Allah memberikan damai-Nya dalam setiap diri kita.
Mari datang kepada-Nya. Bersukacita dan nikmatilah anugerah damai yang Allah berikan bagi setiap kita. Tidak perlu khawatir. Yuk, belajar hidup damai.

Refleksi Diri:
Apa saja hal-hal yang paling membuat Anda khawatir? Bagaimana respons Anda selama ini?
Bagaimana Anda mengatasi kekhawatiran? Apakah Anda sudah meminta damai sejahtera kepada Yesus?
"
Selamat Hari Minggu dan selamat menghadap Kristus Dengan Hati Yang Kudus
Share:

Mengatakan Kebenaran

Matius 5:33-37
Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
- Matius 5:37

Dalam buku berjudul, To Kill a Mockingbird, dikisahkan seorang pria bernama Atticus Finch, pengacara yang sangat disegani di kota kecil tempatnya tinggal. Suatu kali Finch menangani kasus yang memperhadapkan seorang kulit hitam yang tidak bersalah dengan dua orang kulit putih yang tidak jujur. Finch tahu bahwa ia akan menghadapi praduga yang sangat buruk dari para juri. Namun, Finch tidak gentar, ia tidak mau terjebak dengan stereotip yang melemahkan orang kulit hitam. Finch dengan berani mengatakan kebenaran di hadapan para juri dan lawannya.
Di era modern ini, begitu mudah dan bebasnya seseorang dapat menyampaikan pendapat. Hal ini didukung dengan berkembangnya media sosial yang memungkinkan seseorang berbicara ke publik kapan saja. Sayangnya, kebebasan ini tidak disertai dengan pertanggungjawaban untuk menyampaikan kebenaran. Beberapa orang tanpa pikir panjang dan tidak bijaksana memberikan komentar. Mereka tidak melihat berdasar fakta dan informasi yang benar. Bahkan, ada juga orang yang menyebarkan berita bohong (hoaks) untuk mendiskreditkan orang lain.
Khotbah di bukit merupakan pengajaran-pengajaran awal yang disampaikan Tuhan Yesus. Salah satu pengajaran-Nya menekankan pentingnya memperkatakan kebenaran. Jika ya katakanlah ya, jika tidak katakanlah tidak. Perkataan ini disampaikan Tuhan Yesus terkait hukum bersumpah. Sumpah disampaikan untuk mendukung perkataan yang sebenarnya tidak memiliki kekuatan pada dirinya sendiri. Berbeda jika seseorang memperkatakan suatu kebenaran, kebenaran tidak memerlukan sumpah untuk memperkuatnya. Kebenaran tetaplah kebenaran. Dengan kata lain, Kristus ingin pendengarnya memahami, adalah lebih baik senantiasa memperkatakan kebenaran daripada perkataan kosong dengan sumpah. Bagaimana dengan kita hari ini? Masihkah kita sering menyampaikan kata-kata yang kosong. Kata-kata yang tidak mengandung kebenaran di dalamnya. Firman Tuhan jelas bagi kita, jika ya katakanlah ya, jika tidak katakanlah tidak. Mari kita menjaga setiap perkataan yang keluar dari mulut kita. Pastikan bahwa semua yang kita katakan adalah kebenaran. Di tengah situasi yang tidak mudah, berkata bohong hanya akan menghindarkan kita dari masalah. Namun, dengan berkata benar kita akan menyelesaikan masalah.
Refleksi Diri:
Apakah Anda memiliki kebiasaan berkata tidak benar, bahkan ditambahi kata sumpah? Segera bertobat dan minta Tuhan menjaga perkataan Anda.
Apakah Anda sering menghindari masalah dengan berbohong? Apa yang seharusnya Anda lakukan berdasar firman Tuhan hari ini?
"
Share:

Sepi Ku Sendiri

Mazmur 142
Ketika semangatku lemah lesu di dalam diriku, Engkaulah yang mengetahui jalanku. Di jalan yang harus kutempuh, dengan sembunyi mereka memasang jerat terhadap aku.
- Mazmur 142:4

Beberapa orang pernah mengungkapkan perasaannya bahwa dirinya merasa kesepian meskipun berada di tengah keramaian. Begitu banyak orang yang ada di sekelilingnya tetapi entah mengapa perasaan sepi tetap dirasakannya, meskipun faktanya ia tidak sedang sendirian. Ada juga yang pernah bercerita saat sendiri dirinya merasa sepi, saat ada orang lain menemani pun perasaan kesepian itu tak hilang. Perasaan kesepian umumnya terjadi pada mereka yang sudah lanjut usia, namun hari-hari ini pun banyak dirasakan oleh anak-anak muda.
Mazmur 142 menceritakan tentang perasaan kesepian yang dirasakan oleh Daud. Pada saat itu Daud sedang bersembunyi di gua Adulam karena dikejar-kejar oleh Raja Saul yang iri terhadapnya (1Sam. 22). Daud merasa tidak punya teman, tidak ada yang peduli kepadanya. Ia merasa sendirian dan kesepian. Ayat 5 menyatakan dengan jelas apa yang Daud rasakan, ketika “tidak ada seorang pun yang menghiraukan aku, … tidak ada seorang pun yang mencari aku.” Padahal jelas dituliskan bahwa Daud tidak sendirian di dalam gua Adulam, ada kira-kira empat ratus orang bersama dengannya (lih. 1Sam. 22:2). Faktanya, Daud ada bersama banyak orang di dalam gua, namun Daud tetap merasa “sepi ku sendiri”. Menarik respons Daud bagaimana mengatasi kesepiannya, yaitu ia mencari Tuhan. Daud tahu ada Pribadi yang memiliki relasi yang begitu dekat dengannya. Di saat perasaan kesepian itu datang, Daud mencari Allah, ia berseru kepada Tuhan, “Engkaulah tempat perlindunganku!” (ay. 6).
Perasaan kesepian tidak hanya terjadi karena kita sedang sendirian. Kesepian lebih berkaitan erat dengan “relasi yang dalam” daripada sekadar “kehadiran” orang lain di sekitar kita. Banyak orang merasa kesepian justru di tengah keramaian. Kita membutuhkan sahabat yang dekat secara emosi, yang kenal dan memiliki relasi dengan kita. Kehadiran sesama manusia memang penting, namun memiliki relasi yang intim dengan Tuhan jauh lebih penting. Oleh karena itu, mari kita datang kepada Tuhan Yesus Kristus. Hanya dari Tuhan-lah kita mendapat pemulihan sempurna dari perasaan kesepian. Ungkapkanlah kepada Tuhan isi hati dan kegelisahan kita dengan bebas. Dia pasti mendengarkan, mengerti, dan peduli.
Refleksi Diri:
Kapan Anda pernah merasa kesepian? Apakah Anda sudah datang kepada Yesus?
Apakah ada orang-orang terdekat yang Anda ketahui sedang merasa kesepian? Datang dan bangun relasi dengan mereka sehingga mereka merasa mendapatkan dukungan.
"
Share:

Tema Kerja Sepenuh Hati

Kolose 3:22-24
Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
- Kolose 3:23

Istilah budak korporat (asal kata dari corporate) merupakan istilah yang populer digunakan para kawula muda yang bekerja sebagai bawahan dalam suatu perkantoran ataupun perusahaan. Disebut sebagai budak korporat karena harus bekerja hari Senin sampai Jumat, dengan jam kantor dari pagi hingga malam. Hidup sebagai budak korporat dikatakan melelahkan, tapi juga menguntungkan. Lelah karena fisik yang harus terus bekerja dengan jam kerja yang ada, tapi untung karena mempunyai pendapatan yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi. Setiap kita yang saat ini sedang bekerja atau berusaha dapat dikatakan sebagai budak korporat. Kita bekerja di bawah pimpinan orang lain ataupun berusaha atas pimpinan diri sendiri
Kata “budak” bukan kata yang asing bagi kita. Menariknya, di dalam Alkitab pun seringkali disebutkan mengenai budak. Di surat Kolose, kita dapat menemukan nasihat yang Rasul Paulus berikan kepada orang-orang yang hidupnya sebagai budak atau hamba. Paulus mengingatkan para hamba yang merupakan orang Kristen untuk menjadi hamba yang berbeda dengan dunia. Sebagai hamba yang telah ditebus dalam Kristus, ia mengingatkan bahwa pekerjaan yang dilakukan bukan lagi pekerjaan yang berfokus kepada manusia. Segala pekerjaan yang dilakukan seharusnya dilakukan dengan sepenuh hati dan berfokus kepada Allah. Para hamba diingatkan untuk tidak bekerja semata-mata demi tuan mereka di dunia, melainkan bekerja dengan sungguh demi Tuhan yang telah menyelamatkan mereka. Saya yakin ayat emas yang kita baca adalah ayat familier yang sering kita dengar. Bekerja sepenuh hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Namun, marilah kita juga ingat bahwa pekerjaan yang kita lakukan saat ini, merupakan pekerjaan yang Tuhan berikan bagi setiap kita. Oleh karena pekerjaan ini adalah pemberian dari Tuhan maka marilah kita berusaha kerja dengan sepenuh hati dan berfokus hanya kepada Allah.
Yuk kita sama-sama belajar jadi budak korporat yang memuliakan Tuhan. Bukan lagi budak korporat yang bekerja demi atasan maupun pendapatan yang memuaskan, tapi menjadi budak korporat yang bekerja dengan sungguh demi kemuliaan nama Tuhan. Pekerjaan kita adalah dari Tuhan. Bekerjalah sepenuh hati bagi Tuhan

Refleksi Diri:
Apakah Anda melakukan pekerjaan Anda dengan sepenuh hati bagi Tuhan?
Bagaimana Anda akan membuat pekerjaan Anda menjadi pekerjaan yang memuliakan nama Tuhan?
"
Share:

MENUNJUKKAN JALAN

Mazmur 25:1-9

TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan
jalan kepada orang yang sesat.
(Mzm. 25:8)

Google Maps atau Peta Google adalah salah satu aplikasi petunjuk jalan. Peta tersebut cukup mutakhir dan dapat digunakan dengan mudah saat kita bepergian. Dapat dipasang di telepon genggam atau kendaraan, menjadikan peta tersebut sebagai teman dalam perjalanan. Peta tersebut dapat menunjukkan arah, jarak tempuh, belokan yang perlu diambil, situasi jalanan apakah macet atau lancar, bahkan memberikan patokan yang kita lalui. Kita tinggal mengetik alamat tujuan, lalu peta akan menunjukkan arahnya.
Meminta Tuhan menunjukkan jalan, itulah permohonan Daud dalam Mazmur 25. Daud menghadapi musuh dan ia sadar dengan kesalahan masa lalunya. Ia merasa tersesat. Dalam keadaan itu, Daud percaya bahwa Tuhan akan memberitahu jalan-jalan- Nya yang menyelamatkan. Tuhan tidak akan mengingat-ingat kesalahan masa lalu. Tuhan akan menunjukkan jalan karena ia baik dan benar.
Dalam perjalanan hidup yang kita lalui, kita bisa tersesat. Tersesat karena tidak mengenali jalan ke arah tujuan kita sebagai akibat mengikuti petunjuk yang salah ataupun terbawa oleh situasi yang menjauhkan kita dari tujuan. Saat itu terjadi, kita perlu segera mencari petunjuk yang benar. Untuk itu, berserulah kepada Tuhan dalam kerendahan hati. Sadari bahwa kita tersesat dan memerlukan petunjuk-Nya. Kemudian, dalam kerendahan hati kita kembali mengikuti petunjuk Tuhan dan berjalan di jalan-Nya yang benar.
REFLEKSI:
Ikuti petunjuk Tuhan dengan rendah hati dan
kita tidak akan tersesat dalam kehidupan ini.

 
Share:

Testimoni Kasih Allah

Yunus 4:1-11.

Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
- Galatia 2:20

Secara antropologi budaya, bangsa Indonesia merupakan masyarakat dengan budaya malu (shame culture). Masyarakat yang demikian sangat mencari dan menjunjung tinggi rasa hormat, sedangkan rasa malu atau aib menjadi sebuah momok yang menakutkan. Hal-hal yang memalukan bagi seseorang tentu tidak akan dipublikasikan agar tidak membawa aib bagi pribadi atau keluarga. Uniknya, kisah Yunus yang tercatat dalam kitab ini berisi cerita-cerita yang “memalukan” bagi seorang nabi. Lantas mengapa kisah ini dituliskan?
Kisah Yunus merupakan testimoni atas kasih Allah bagi orang tak sempurna. Pembaca kitab Yunus melihat beragam orang yang tak sempurna tetapi mengalami kasih Allah. Para pelaut dan orang Niniwe, mereka adalah penyembah berhala yang seharusnya tak mendapat kasih Allah, tetapi ternyata Allah menunjukkan kasih-Nya bagi para penyembah berhala tersebut. Lebih ironis lagi, Yunus yang merupakan nabi Allah menunjukkan beragam tindakan yang tidak seharusnya ia lakukan, tetapi Allah juga menunjukkan kasih-Nya baik dengan cara yang keras maupun lembut. Pada akhirnya, Yunus menuliskan kisah ini sebagai teguran bagi Israel agar tidak sombong dengan status “umat pilihan”, tetapi tidak mengenal Allah yang memilih-Nya. Kasih Allah tercurah juga bagi semua orang yang tidak sempurna yang datang kepada-Nya.
Kisah rasul-rasul Yesus Kristus juga merupakan testimoni terhadap kasih-Nya yang menyelamatkan orang berdosa. Mereka bukanlah orang-orang yang sempurna dan memiliki kekurangan. Petrus mengkhianati Yesus, Matius seorang pemungut cukai yang dibenci masyarakat, dan Paulus adalah penyiksa jemaat mula-mula. Namun, mereka dengan berani menuliskan kisah hidupnya karena sudah ditebus oleh Yesus. Penebusan Yesus membuat aib mereka menjadi testimoni kasih Allah yang nyata.
Kisah hidup kita sebagai orang Kristen juga dapat menjadi testimoni kasih Allah. Kita tentu pernah melakukan dosa atau kesalahan dalam hidup, tetapi jangan biarkan kesalahan kita menghambat kasih Allah untuk merubah kita. Yesus justru datang untuk orang-orang yang berdosa seperti kita. Setelah kita diubah oleh kasih-Nya, mari kita juga mengabarkan kasih tersebut kepada orang-orang tidak sempurna di sekitar kita.
Refleksi Diri:
Apa kesalahan Anda dalam kehidupan yang dapat menjadi testimoni kasih Allah?
Siapa orang-orang di sekitar Anda yang butuh untuk mendengar kasih Allah? Bagaimana Anda akan menyampaikan kasih Allah kepada mereka?
Share:

BERSUNGUT-SUNGUT

Filipi 2:14-18; 3:1-4a
Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan
berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda ….(Flp. 2:14-15a)

Salah satu penyebab umat Israel generasi pertama tidak dapat masuk ke Tanah Kanaan adalah karena mereka sering bersungut-sungut kepada Tuhan. Setiap muncul kesulitan, mereka selalu menggerutu dan marah kepada Musa. Mereka mencomel dengan mengatakan bahwa kehidupan di Mesir lebih baik walau menjadi budak.

Sikap bersungut-sungut secara rohani bukan hanya sikap yang tidak mampu bersyukur, melainkan juga sikap melawan Allah. Mereka tidak mampu menghitung berkat-berkat yang Tuhan curahkan. Akibatnya, mereka selalu merasa tidak puas, malang, dan mengasihani diri sendiri. Mereka tidak mampu melihat pemeliharaan dan perlindungan Tuhan yang ajaib. Walaupun umat Israel berulang kali mengalami mukjizat, mereka tidak percaya. Dengan sikap menggerutu, mereka telah mencobai Tuhan selama 40 tahun di padang gurun.
Apabila kita telusuri lebih dalam ternyata sikap bersungutsungut didasari oleh sikap serakah. Mereka senantiasa tidak puas dengan berkat Tuhan yang tersedia; mereka menuntut secara ekstra. Tipe orang yang bersungut-sungut cenderung membandingkan kondisi diri dengan keadaan orang lain atau situasi lain. Akibatnya orang yang bersungut-sungut terjebak pada konflik dengan sesamanya. Buah dari sikap bersungutsungut adalah perbantahan dan perseteruan. Sebaliknya pola dan karakter hidup umat percaya adalah bersukacita dengan mengucap syukur. Karena itu bagi umat percaya, sikap bersungut sungut merupakan aib.
DOA:
Roh Kudus, perbaruilah hati kami agar mampu selalu bersyukur. Bebaskanlah
kami dari sikap bersungut-sungut dari setiap situasi. Amin.

 
Share:

Sekarang Masa Penampian

Matius 3:1-12

Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.”
- Matius 3:12

Ayat di atas diucapkan oleh Yohanes Pembaptis tentang Tuhan Yesus. Ia bernubuat tentang apa yang akan dilakukan oleh Yesus. Pertama-tama, saya harus jelaskan dulu apa yang dimaksud dengan alat penampi. Alat penampi adalah alat seperti garpu besar untuk memisahkan bulir gandum dari jerami atau sekam gandum. Yohanes sedang mengumpamakan pekerjaan Tuhan Yesus seperti pekerjaan seorang petani yang menampi gandum. Ia sedang memisahkan dan membersihkan gandum dari materi-materi yang tidak berguna. Yang bagus dikumpulkan-Nya, sedangkan sekam yang tidak berguna dibakar dalam api. Dibakar dalam api merujuk pada penghukuman dari Allah.
Apa yang dimaksudkan Yohanes Pembaptis jelas: Tuhan Yesus datang membawa keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Inilah intisari berita Injil (kabar baik). Akan tetapi, ada konsekuensi bagi orang yang tidak percaya kepada Yesus, yaitu penghukuman. Masa kedatangan Tuhan Yesus yang pertama sampai kedatangan-Nya nanti kedua kalinya adalah masa penampian. Artinya, sejak hari Natal pertama sampai hari kedatangan-Nya yang kedua kali, Tuhan memberi kesempatan kepada orang-orang untuk percaya kepada-Nya. Kelak waktunya akan habis, entah karena Tuhan Yesus datang kembali atau karena manusia meninggal dunia. Ketika hari itu datang, setiap orang harus menghadap takhta pengadilan Tuhan dan ditentukan nasibnya.
Tidak semua orang yang mengaku Kristen pasti diselamatkan (Mat. 7:21-23). Masa sekarang adalah masa penampian. Tuhan sedang memisahkan orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada-Nya dari orang-orang yang mengaku-ngaku percaya saja kepada-Nya. Tuhan sedang menguji, apakah kita orang Kristen sejati yang menghasilkan “buah yang sesuai dengan pertobatan” (ay. 8) atau sebaliknya, kita ternyata seperti “pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik” dan akhirnya “ditebang dan dibuang ke dalam api.” (ay. 10). Ketika pandemi Covid-19 melanda, ada banyak orang Kristen yang semakin dekat dengan Tuhan, semakin maju rohaninya. Di sisi lain, ada banyak orang Kristen yang semakin jauh dari Tuhan dengan melalaikan ibadah dan persekutuan dengan-Nya. Saya berdoa dan berharap Anda termasuk gandum yang berisi dan berbulir lebat.
Refleksi Diri:
Apakah Anda yakin termasuk “gandum” dan bukan “sekam” di masa-masa penampian sekarang ini?
Bagaimana respons Anda terhadap kebenaran bahwa sekarang adalah masa penampian?
Share:

Memilih Untuk Menghormati

Keluaran 20:1-17

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN Allahmu, kepadamu

— Keluaran 20:12

Kita sering mendengar pernyataan bahwa orangtua adalah wakil T uhan di dunia. 

Orangtua merupakan perpanjangan tangan T uhan untuk mendidik dan mengajari anak-anak dalam mengenal Allah. Pernyataan ini tepat untuk menggambarkan peran orangtua di tengah dunia. Meskipun tidak semua orangtua menjalankan perannya dengan benar dan baik, tetapi T uhan tetap menekankan agar kita semua senantiasa menghormati mereka. Seburuk apa pun perlakuan orangtua terhadap kita, mereka tetap otoritas langsung yang T uhan tetapkan bagi kita selama di dunia. Taat kepada orangtua merupakan perwujudan ketaatan kepada T uhan.

 Salah satu hukum yang diberikan T uhan Allah kepada umat Israel ketika keluar dari perbudakan bangsa Mesir adalah menghormati orangtua. Yang menarik jika kita perhatikan, hukum menghormati orangtua ini ditempatkan T uhan di urutan kelima setelah hukum kesatu sampai keempat berkaitan dengan hukum terhadap T uhan. Jadi, relasi dengan orangtua merupakan hal yang T uhan prioritaskan pertama kali setelah relasi dengan T uhan. Hukum menghormati orangtua menjadi yang utama dalam kaitan relasi dengan sesama manusia.

 T uhan tidak sekadar memberi peringatan. Hukumnya juga berlanjut dengan janji penyertaan T uhan bagi orang-orang yang melakukannya. Hukum ini disertai dengan sebuah janji yang sangat indah, yaitu umur yang panjang. T uhan Allah sangat menekankan pentingnya menghormati orangtua, tetapi juga menjamin berkat yang besar bagi kita yang menaatinya. 

Siapa di antara kita yang tidak ingin memiliki umur panjang?

 Tidak semua orangtua memberikan teladan yang baik dan benar bagi anak-anaknya. 

Menghormati orangtua di dalam ketidaksempurnaan mereka sebagai wakil T uhan tetap menjadi sebuah pilihan mutlak yang harus diambil dalam kehidupan kekristenan. Sekali lagi, bukan karena mereka baik dan benar, tapi karena otoritas untuk dihormati yang diberikan T uhan kepada orangtua. Ketika kita mencoba belajar menghormati orang tua dengan lebih baik maka berkat T uhan akan tercurah kepada kita yang taat melakukannya. Hormatilah orangtua kita bukan karena kelebihan mereka, tapi karena mereka adalah orangtua yang diberikan oleh T uhan Yesus di dalam hidup kita.

Refleksi Diri:

• Apakah Anda sudah memandang orangtua sebagai perwakilan T uhan di dunia?  Bagaimana selama ini sikap Anda terhadap mereka?

• Apa wujud penghormatan yang bisa Anda lakukan kepada orangtua sebagai perwujudan penghormatan Anda kepada Allah?


"

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.