Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Sekerat Roti Kering

Amsal 17:1-6

Lebih baik sekerat roti yang kering disertai dengan ketenteraman, dari pada makanan daging serumah disertai dengan perbantahan.

- Amsal 17:1

Dongeng Aladin dan lampu ajaibnya akrab kita dengar. Lampu ajaib yang kalau diusap akan mengeluarkan sesosok jin yang akan menawarkan tiga permintaan. Apa saja yang diminta sang tuan lampu ajaib pasti dikabulkannya. Akibat dongeng ini, sewaktu kecil, saya sering membayangkan apa saja yang kira-kira akan saya minta. Mungkin banyak anak- anak lain yang mendengar dongeng ini berpikir serupa. Jika punya kesempatan seperti itu, apa yang akan Anda minta? Sebagian besar orang langsung terbersit dalam pikirannya adalah soal harta. Harta harus ada dalam salah satu permintaan tersebut karena mereka berpikir, memiliki banyak harta adalah salah satu sumber kenyamanan dan ketenangan dalam hidup. Apakah pemikiran ini benar?

Ayat emas di atas membentangkan sebuah pelajaran berharga. “Makanan daging serumah” menggambarkan sebuah keluarga yang berkelimpahan secara materi, bahkan bukan cuma itu, keluarga ini juga dikenal sebagai keluarga religius. Daging biasanya dikonsumsi dari korban persembahan yang diberikan, ini menunjukkan adanya kegiatan agamawi yang mereka lakukan. Perhatikan bahwa yang mereka miliki adalah daging serumah, makanan yang berlimpah. Namun, yang menyedihkan adalah relasi di dalam rumah itu berantakan, materi berlimpah tetapi relasi tanpa kasih. Relasi yang indah tidak bisa dibeli dengan materi yang berlimpah. Apakah relasi indah yang paling Anda harapkan?

Perbandingan yang juga disampaikan adalah “lebih baik sekerat roti yang kering disertai ketenteraman”. Sekerat roti atau sepotong roti kecil menunjukkan kondisi yang secara materi kurang. Bukan hanya sedikit, rotinya juga kering karena tidak mampu membeli minyak zaitun untuk mencelupkannya. Apakah makanan ini enak? Tentu tidak, tetapi rasa roti itu tidak menjadi masalah ketika relasi di dalamnya penuh kasih. Punya harta banyak tentu tidak masalah, tetapi ingat harta tidak menentukan indahnya relasi. Sekalipun mengalami kesulitan dalam ekonomi, tetap dapat merasakan ketenteraman.

Tuhan Yesus datang ke dunia dengan cara yang paling sederhana, bahkan kematian-Nya dengan cara yang paling buruk. Namun, jalan kemiskinan yang dijalani-Nya bertujuan supaya kita beroleh kekayaan relasi dengan Bapa. Biarlah kita juga mementingkan relasi yang baik dalam hidup berkeluarga, sambil terus berusaha mengasihi anggota keluarga kita dengan kasih Kristus.

Refleksi Diri:

Bagaimana relasi di dalam keluarga Anda? Apakah ada yang masih belum beres?

Apa komitmen Anda untuk menghadirkan ketenteraman di dalam kehidupan berkeluarga Anda?"

Share:

Buka Dulu Topengmu!

Matius 23:1-36

Jawab-Nya kepada mereka: ”Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.

- Markus 7:6

Secara sederhana, kemunafikan mempunyai pengertian berpura-pura percaya atau setia tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak. Kemunafikan selalu berbicara tentang menghidupi hidup yang berbeda antara perbuatan dan perkataan. Orang yang munafik juga sering disebut orang yang bermuka dua atau orang yang suka memakai topeng untuk menutupi keaslian diri.

Tuhan Yesus mengecam orang-orang Farisi yang hidup dalam kemunafikan. Mereka adalah kelompok orang-orang beragama yang dihormati oleh masyarakat Yahudi. Mereka sangat mengerti tentang kebenaran Taurat. Namun, yang menarik adalah justru kepada kelompok inilah Tuhan mengecam dan menegur keras karena perkataan dan cara hidup mereka bertentangan dan berbeda dengan apa yang diajarkan firman Tuhan. Orang-orang Farisi menetapkan peraturan-peraturan agama yang berat, tetapi tidak menolong umat untuk menjalankannya (ay. 4). Mereka melakukan kegiatan dan mengenakan jubah-jubah agamawi agar dipandang umat (ay. 5). Mereka juga suka duduk di tempat terhormat di rumah-rumah ibadat atau tempat terbaik di acara-acara perjamuan (ay. 6). Dan masih banyak lagi teguran yang Tuhan Yesus sampaikan mengenai mereka.


Orang-orang Farisi suka memakai “topeng” untuk menyelubungi kelicikan, ketidaktulusan, dan kejahatan hati mereka. Mereka tidak menghidupi kehidupan yang jujur dan otentik di hadapan Tuhan. Mereka menipu orang lain dan bahkan diri mereka sendiri dengan memakai “topeng” agamawi. Orang-orang Farisi merasa sebagai orang yang paling benar di hadapan Allah. Mereka melupakan satu hal bahwa Tuhan tidak bisa ditipu dengan “topeng” yang mereka pakai. Tuhan mengetahui kedalaman hati mereka. Tuhan menuntut supaya mereka “beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita.” (1Taw. 28:9b).


Saudaraku yang kekasih, kemunafikan selalu membuat orang tidak dapat hidup secara jujur di hadapan Tuhan. Kemunafikan bagaikan sebuah penyakit “kanker” yang jika tidak dihancurkan akan merusak keotentikan hidup kita di hadapan Tuhan. Tuhan Yesus suka dengan orang-orang yang jujur dengan keberadaannya dan itu adalah titik awal yang mengubahkan kita menjadi pengikut-pengikut Kristus yang sejati. Bukalah “topeng” Anda dan jadilah diri Anda sendiri maka Yesus akan mengubahkan kita semakin serupa dengan-Nya.

Refleksi Diri:

Apa hal-hal yang membuat Anda susah untuk terbuka dan otentik? Apakah Anda sudah meminta Tuhan Yesus menyelidiki dan mengubahkan hati Anda?

Apa komitmen yang ingin Anda ambil agar bisa hidup tanpa mengenakan “topeng” di hadapan Tuhan?"

Share:

Senantiasa Bersyukur

1 Tesalonika 5:12-22

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

- 1 Tesalonika 5:18

Matthew Henry, seorang penafsir Alkitab, suatu kali menjadi korban perampokan. Responsnya terhadap kejadian tersebut sangat mengejutkan. Ia menulis, “Aku bersyukur tidak sering dirampok, dan ini adalah pertama kalinya aku dirampok. Bersyukur aku dirampok dan bukan perampok. Aku bersyukur yang dirampok hanya barang bukan nyawa.”

Pada umumnya, orang akan lebih mudah untuk bersyukur dalam kondisi semuanya lancar dibandingkan dalam kesusahan. Kenyataannya tidaklah demikian. Manusia sangat mahir untuk menemukan hal-hal yang tidak memuaskan dirinya dalam setiap berkat yang diterimanya. Misalnya, seorang anak ketika lapar membayangkan makanan enak. Ketika mendapatkan makanan, ia sangat berterima kasih. Namun, setelah mencicipi sedikit makanannya ia mulai mengeluh, “Makanan apa ini? Tidak enak, aku tidak suka. Aku tidak mau makan!”

Rasul Paulus mengajarkan bahwa bersyukur merupakan kehendak Tuhan bagi anak-anak-Nya. Kebenaran ini sangatlah penting, mengingat biasanya orang memahami bersyukur sebagai sebuah respons terhadap keadaan positif yang terjadi di dalam hidup. Firman Tuhan jelas mengatakan bahwa bersyukur bukan hanya sebuah tindakan yang kita lakukan, tetapi merupakan pernyataan siapa diri kita di hadapan Tuhan. Positif atau negatif keadaan yang sedang kita alami, bersyukur merupakan respons yang harus keluar dari dalam diri kita, para murid Kristus. Bukan karena kita mampu dan mau, melainkan karena bersyukur adalah kehendak Tuhan bagi kita. Tuhan ingin anak-anak-Nya dikenal melalui hidup yang senantiasa bersyukur di dalam semua keadaan.

Bersyukur harus dipelajari dan diusahakan. Ini bukanlah kecenderungan alami manusia. Kita harus melatih kepekaan melihat rencana baik Tuhan dalam keadaan lancar maupun tidak. Kita harus bersyukur tanpa melihat ke bawah sambil tertunduk lesu, tetapi lihatlah ke atas sambil mengucapkan puji syukur ke takhta Allah di surga. Renungkanlah setiap pemberian ajaib-Nya di masa lalu dalam kehidupan kita. Dalam keadaan paling kurang sekalipun, kita tetap melimpah karena telah memiliki Kristus Yesus, berkat terbesar dari kasih Allah. Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya (Mzm. 136:1).

Refleksi Diri:

Apakah ada hal-hal yang membuat Anda sulit bersyukur kepada Tuhan?

Apa karya-karya Allah dalam hidup Anda semenjak kecil hingga saat ini? Bagaimana Anda dapat mengucap syukur atas karya-karya tersebut?"

Share:

Sukacita Mendekat Tuhan

Mazmur 122:1-9

Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: “Mari kita pergi ke rumah TUHAN.”
- Mazmur 122:1

Pada dasarnya, manusia pasti membutuhkan pribadi lain di luar dirinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini benar adanya karena manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang harus berelasi. Manusia diciptakan oleh Tuhan maka dalam menjalani kehidupannya ia pasti harus berelasi dengan Tuhan dan dengan sesama manusia yang diciptakan juga oleh-Nya. Namun, acapkali kita menemukan orang-orang yang dengan sombongnya menyatakan bahwa ia tidak membutuhkan orang lain, bahkan terlebih parah menganggap dirinya tidak membutuhkan Tuhan dalam kehidupannya.

Mazmur 122 adalah ungkapan isi hati seorang anak Tuhan, bernama Daud. Sebagian besar kita tentu sangat mengenal profil Daud. Ia seorang raja yang sangat berpengaruh dan terkenal di sepanjang sejarah bangsa Israel. Bukan hanya berpengaruh di dalam sejarah kehidupan orang Israel, bahkan pengaruh Daud menjalar sampai ke peradaban dunia hingga saat ini. Daud sesungguhnya memiliki ratusan alasan untuk bersukacita karena segala yang dimilikinya. Ia mampu mendapatkan semua yang dibutuhkan dan diinginkannya setiap saat.

Daud memiliki harta, tahta, wanita, popularitas dan semua hal lainnya yang sangat diingini oleh setiap manusia di muka bumi. Namun, yang sangat menarik adalah Daud justru bersukacita bukan karena semua yang dimilikinya, melainkan karena bisa dan boleh mendekat kepada Tuhan, di dalam rumah Tuhan. Bagi Daud, mendekat kepada Sang Pencipta menjadi sumber sukacitanya yang tidak dapat tergantikan oleh apa pun. Daud sadar sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan maka ia tidak bisa lepas dari kekuasaan Tuhan. Daud paham bahwa di tengah kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya, ia memerlukan relasi yang dekat dengan Tuhan yang memberikannya hikmat, kebijaksana, kekuatan dan anugerah untuk menjalani kehidupannya.

Bagaimanakah dengan kita? Apakah kita masih merasa memerlukan Tuhan dalam menjalani kehidupan? Atau justru kita merasa tidak memerlukan Tuhan lagi dan tidak memiliki keinginan untuk mendekat kepada Tuhan Yesus? Sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan, kita tidak mungkin bisa mengerti apa arti hidup tanpa menemukannya di dalam Tuhan yang menciptakan kita dan memberikan kekuatan dalam menjalani hidup.

Refleksi Diri:

Bagaimana Anda menjalani hidup sebagai makhluk sosial selama ini?
Bagaimana relasi Anda selama ini dengan Tuhan? Apakah Anda masih bersukacita jika bisa dan boleh mendekat kepada-Nya?"
Share:

Pentingnya Mengenal Dosa

Yunus 4:5-11

supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
- Roma 5:21

Paham dosa di dunia sekuler mengalami pemudaran dan hal ini menimbulkan berbagai masalah. Seperti yang dikatakan mendiang Pdt. Daniel Lucas Lukito dalam bukunya Pudarnya Konsep Dosa (2021), “Jadi situasi dunia kekinian yang secara diam-diam atau terang-terangan menolak konsep dosa yang biblikal justru menjadi akar dari segala persoalan yang meluas dalam lingkup mental, moral, dan sosial.” Pudarnya konsep dosa juga menimbulkan masalah kepada orang-orang dalam kisah Yunus ini.

Pudarnya konsep dosa membuat orang Niniwe terus melakukan kejahatan. Sejarah mencatat Kerajaan Asyur (Niniwe adalah ibukota Asyur) sebagai salah satu kerajaan yang kejam. Mereka tega melakukan berbagai hal mengerikan terhadap tahanan perangnya. Ternyata, masalah mendasar mereka adalah tidak memiliki kompas moral, seperti yang dikatakan oleh Allah, “… kota yang besar itu, … yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri …” (ay. 11). Mereka seperti orang yang tersesat dan tidak memiliki kebenaran untuk dipegang. Karena itu, ketika Yunus memberitakan penghakiman mereka langsung bertobat (lih. Yun. 3:4).

Pudarnya konsep dosa juga membuat Yunus ingin melihat kehancuran Niniwe. Hal ini merupakan masalah karena keinginan tersebut muncul dari hati Yunus yang sombong. Ia merasa lebih benar dari “para penyembah berhala” (termasuk orang Niniwe, lih. Yun. 2:8-9), bahkan lebih benar dari keputusan Allah (Yun. 4:2-3). Yunus sebagai sorang nabi, gagal mengenal hati Allah dan sepenuh hati melakukan kehendak-Nya. Jika masalah orang Niniwe tidak memiliki kompas moral maka masalah Yunus adalah gagal mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang berdosa.

Pudarnya konsep dosa juga dapat membuat orang Kristen kehilangan arah hidup dan sukacita mengikut Tuhan Yesus. Identitas mendasar orang Kristen adalah orang berdosa yang tidak layak menerima anugerah keselamatan tetapi diselamatkan oleh Tuhan. Jika dosa sudah menjadi hal yang tidak serius bagi kita maka keselamatan dari Tuhan Yesus juga tidak akan dibutuhkan. Mari menjalani hidup dengan tetap awas terhadap dosa-dosa yang ada, sebelum dosa-dosa tersebut merenggut sukacita dan tenaga kita untuk hidup bagi Tuhan Yesus.

Refleksi Diri:

Bagaimana Anda memandang persoalan dosa di dalam diri atau keluarga Anda? Apakah Anda memandangnya dengan serius?
Apakah ada dosa-dosa tertentu yang masih Anda susah untuk lepaskan?"
Share:

Menanti Janji Yang Pasti

2 Petrus 3:8-16

Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
- 2 Petrus 3:9

PHP atau Pemberi Harapan Palsu, sebuah istilah yang digunakan oleh orang-orang ketika merasa mendapatkan janji palsu dari orang lain. Manusia sering kali memberikan janji dan salah satu kebiasaan manusia lainnya adalah melupakan atau mengingkari janji tersebut. Jika seseorang memberikan janji, tetapi di kemudian hari ia melupakan atau mengingkarinya maka orang yang diberikan janji akan merespons dengan geram, “Jangan PHP ya!”
Bersyukur Allah yang kita sembah bukanlah Allah yang PHP. Kita dapat membaca di sepanjang Alkitab, tidak ada satu janji pun yang Allah ingkari. Semua janji yang telah Allah sampaikan, sungguh nyata terjadi. Fakta ini juga disampaikan oleh Rasul Petrus di dalam suratnya yang kedua. Petrus telah melihat bahwa Allah “tidak lalai menepati janji-Nya”. Petrus ingin mengingatkan kepada para pembacanya bahwa Allah tidak pernah lupa terhadap janji-janji-Nya. Allah tidak sedang PHP. Janji Allah selalu dipenuhi-Nya, termasuk mengenai janji di hari kedatangan Tuhan Yesus untuk kedua kalinya.
Saat ini, mulai banyak kaum muda yang tidak mau percaya hidupnya diatur oleh Tuhan. Mereka mulai tidak percaya akan akhir zaman karena banyaknya bukti ilmiah yang lebih masuk akal, maupun berbagai alasan pergumulan lainnya. Dalam menanti janji Allah, khususnya Hari Tuhan, kita tentu tidak pernah tahu kapan hari itu akan terjadi. Namun, satu hal yang perlu diingat, janji Allah akan hari di mana Tuhan Yesus datang kembali adalah janji yang pasti. Jangan sampai karena kenyamanan saat ini, membuat kita ragu akan janji kedatangan Allah. Kita perlu terus berfokus kepada Allah agar tidak tergoda untuk meragukan janji-janji Tuhan.
Kiranya setiap kita dapat terus menanti janji-janji Tuhan yang pasti dengan penuh pengharapan. Mungkin saat ini kita sedang bergumul, ingin menyerah, melupakan siapa pemegang kendali hidup kita, tetapi ingat dan percayalah akan janji-janji Tuhan. Biarlah janji Allah akan hari kedatangan-Nya, memberikan kita pengharapan untuk terus berjuang. Tidak hanya sekadar berjuang, tetapi juga dengan sungguh menjadikan hari akhir kita bersama Tuhan sebagai tujuan utama yang akan kita capai.
Refleksi Diri:
Apa janji-janji Tuhan yang sudah Dia penuhi selama ini? Bagaimana pemenuhan janji tersebut bisa menguatkan Anda?
Apa yang akan Anda persiapkan dan lakukan untuk menyambut Hari Tuhan?"

selamat pagi dan selamat beraktifitas dan selalu andalkan Tuhan
Share:

Pentingnya Mengenal Dosa

Yunus 4:5-11

supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
- Roma 5:21

Paham dosa di dunia sekuler mengalami pemudaran dan hal ini menimbulkan berbagai masalah. Seperti yang dikatakan mendiang Pdt. Daniel Lucas Lukito dalam bukunya Pudarnya Konsep Dosa (2021), “Jadi situasi dunia kekinian yang secara diam-diam atau terang-terangan menolak konsep dosa yang biblikal justru menjadi akar dari segala persoalan yang meluas dalam lingkup mental, moral, dan sosial.” Pudarnya konsep dosa juga menimbulkan masalah kepada orang-orang dalam kisah Yunus ini.

Pudarnya konsep dosa membuat orang Niniwe terus melakukan kejahatan. Sejarah mencatat Kerajaan Asyur (Niniwe adalah ibukota Asyur) sebagai salah satu kerajaan yang kejam. Mereka tega melakukan berbagai hal mengerikan terhadap tahanan perangnya. Ternyata, masalah mendasar mereka adalah tidak memiliki kompas moral, seperti yang dikatakan oleh Allah, “… kota yang besar itu, … yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri …” (ay. 11). Mereka seperti orang yang tersesat dan tidak memiliki kebenaran untuk dipegang. Karena itu, ketika Yunus memberitakan penghakiman mereka langsung bertobat (lih. Yun. 3:4).

Pudarnya konsep dosa juga membuat Yunus ingin melihat kehancuran Niniwe. Hal ini merupakan masalah karena keinginan tersebut muncul dari hati Yunus yang sombong. Ia merasa lebih benar dari “para penyembah berhala” (termasuk orang Niniwe, lih. Yun. 2:8-9), bahkan lebih benar dari keputusan Allah (Yun. 4:2-3). Yunus sebagai sorang nabi, gagal mengenal hati Allah dan sepenuh hati melakukan kehendak-Nya. Jika masalah orang Niniwe tidak memiliki kompas moral maka masalah Yunus adalah gagal mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang berdosa.

Pudarnya konsep dosa juga dapat membuat orang Kristen kehilangan arah hidup dan sukacita mengikut Tuhan Yesus. Identitas mendasar orang Kristen adalah orang berdosa yang tidak layak menerima anugerah keselamatan tetapi diselamatkan oleh Tuhan. Jika dosa sudah menjadi hal yang tidak serius bagi kita maka keselamatan dari Tuhan Yesus juga tidak akan dibutuhkan. Mari menjalani hidup dengan tetap awas terhadap dosa-dosa yang ada, sebelum dosa-dosa tersebut merenggut sukacita dan tenaga kita untuk hidup bagi Tuhan Yesus.

Refleksi Diri:

Bagaimana Anda memandang persoalan dosa di dalam diri atau keluarga Anda? Apakah Anda memandangnya dengan serius?
Apakah ada dosa-dosa tertentu yang masih Anda susah untuk lepaskan?"

selamat pagi selamat berkarya demi Kristus.
Share:

Kristus Hidup Di Dalam Aku

Galatia 2:16-21

namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
- Galatia 2:20

Film-film bertema zombie menggambarkan tentang manusia yang tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Zombie-zombie itu melakukan segala sesuatu menurut kehendak “roh” yang menguasai atau tinggal di dalam tubuh mereka. Mereka sesungguhnya mati meskipun tampak hidup.

Rasul Paulus tidak menyatakan bahwa ia seperti zombie ketika mengatakan bahwa hidupnya dikuasai Kristus: “Kristus hidup di dalam aku”. Ia tidak kehilangan kepribadiannya. Yang dimaksud Paulus adalah bahwa sejak ia percaya kepada Kristus, ia bersatu dengan-Nya. Persatuan dalam hal apa? Dalam kematian Kristus. “Aku telah disalibkan dengan Kristus” (ay. 19). Kristus disalibkan untuk menanggung dosa kita. Oleh iman, kita percaya bahwa kematian-Nya telah melunasi dosa kita. Persatuan dengan Kristus menjadikan kita manusia yang baru dalam arti terjadi tranformasi hidup. Sejak itu, kita memulai kehidupan yang baru. Apa ciri kehidupan baru? Kehidupan yang mati terhadap dosa. Tidak lagi dikuasai dosa. Seorang yang bersatu dengan Kristus tidak lagi suka berbuat dosa. Kecenderungan hatinya berubah. Hatinya sekarang seperti hati Kristus, menyenangi yang benar dan melakukan yang benar.

Kembali kepada ilustrasi di awal, bahwa Kristus hidup di dalam kita tidak sama dengan keadaan zombie. Zombie kehilangan kebebasannya sehingga sebenarnya tidak lagi patut disebut manusia. Orang percaya berbeda. Kita hidup dalam kebebasan, tetapi keinginan hati dan kehendak kita adalah keinginan dan kehendak yang tidak lagi menurut natur atau sifat kita yang lama, melainkan menurut Kristus. Kita menjadi ciptaan baru di dalam Kristus (2Kor 5:17). Kita suka melakukan hal-hal yang baik dan benar sebagaimana yang dikehendaki Kristus.

Saudara-saudaraku, sebagai orang-orang yang sudah percaya Kristus, marilah kita menunjukkan sifat dan perilaku yang berkarakter Kristus di dalam kehidupan keseharian kita. Kiranya orang lain yang belum percaya bisa melihat Kristus di dalam diri kita melalui perbuatan baik dan benar yang kita lakukan.

Refleksi Diri:

Mengapa orang percaya seharusnya gemar akan hal-hal yang baik dan benar berdasarkan Galatia 2:20?
Bagaimana membangun kecondongan hati agar gemar melakukan hal-hal yang baik dan benar?"

selamat beraktifitas dan selamat. berkarya di dalam Kristus gbu
Share:

Segenap, Segenap, Segenap

Ulangan 6:1-9

Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
- Ulangan 6:5

Sebuah berita sempat gempar mengenai seorang atlet renang nasional dari Jepang yang diskors karena ketahuan berselingkuh, padahal ia sudah mempunyai istri dan dua orang putri. Atlet ini sebetulnya punya prestasi tidak main-main. Ia kapten tim renang Jepang untuk Olimpiade, juga pernah meraih beberapa medali emas dalam berbagai kejuaraan. Ternyata, ini bukan pertama kali atlet Jepang dihukum seperti ini, ada beberapa kasus lainnya yang serupa. Jadi, bagi orang Jepang bukan hanya prestasi yang penting, tetapi kehidupannya juga harus sama baiknya di dalam maupun di luar lapangan. Pandangan seperti ini sebenarnya juga Tuhan inginkan terhadap orang percaya, bahwa hidupnya tidak boleh dibagi-bagi. Hidup buat Tuhan haruslah sama ketika melakukan kegiatan agama maupun keseharian.
Tuhan mau orang Israel mengasihi Tuhan dengan memberikan seluruh kehidupan mereka kepada Tuhan. Namun, umat-Nya berulang kali gagal untuk mengasihi Tuhan. Mereka lebih mengasihi hidup mereka sendiri, hanya mencari kebahagiaannya pribadi bukan kehendak Tuhan. Perintah yang diberikan Tuhan pada ayat di atas berbicara tentang relasi. Tuhan sudah mengasihi umat Israel, membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Tuhan tidak setengah-setengah mengasihi mereka maka Dia mau umat membalas kasih-Nya dengan segenap hati.
Coba renungkan sejenak pertanyaan-pertanyaan berikut: apakah Anda mengasihi Tuhan? Seberapa sungguh Anda mengasihi-Nya? Apakah Anda mengasihi-Nya dengan setengah atau segenap hati, menyatakannya dalam ibadah saja atau di setiap saat? Mengasihi dengan sisa-sisa atau seluruh kekuatan?
Jika kita adalah orang-orang yang sudah menerima kasih Allah, seharusnya kita mengasihi Allah dengan segenap hidup kita, tanpa membaginya dengan apa pun atau siapa pun. Perintah yang sama juga Tuhan inginkan dari kita untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap kekuatan. Artinya, Dia mau kita mempersembahkan hidup seluruhnya ke hadapan Tuhan, apa pun yang kita lakukan hari demi hari. Persembahan yang banyak, kesibukan pelayanan, tanpa memberikan seluruh hidup, bukanlah persembahan yang berkenan kepada Tuhan. Hidup kita tidak bisa dibagi-bagi antara yang rohani dan bukan.
Dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan, bahkan saat jalan-jalan, bermain, dll. kita harus hidup sama untuk Kristus. Hidup yang terbagi-bagi sama saja tidak mempersembahkan yang utuh kepada Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah mengasihi Tuhan dengan segenap hidup Anda?
Apa hal-hal di dalam hidup yang biasanya tidak sepenuhnya Anda berikan untuk Tuhan? Bagaimana Anda akan memperbaikinya?"

selamat beribadah di baitnya yang Kudus, MET berkarya dan bersamanya dalam anugerahnya di tiap pagi hari ini.
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.