Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Tidak Balas Dendam

1 Samuel 11:1-15

Tetapi kata Saul: “Pada hari ini seorangpun tidak boleh dibunuh, sebab pada hari ini TUHAN telah mewujudkan keselamatan kepada Israel.”

-1 Samuel 11:13

Jadi Saul tidak mudah. Sangat sulit. Bagaimana tidak, ia menghadapi musuh dari dalam dan luar. Dari dalam dirinya sendiri, musuhnya adalah keminderan. Dari luar, musuhnya adalah bangsa Filistin, bangsa asing lain, dan bangsanya sendiri. Mereka meragukan kesanggupannya menjadi raja meskipun penampilan fisiknya lebih dari memadai. 

Ujian terhadap kepemimpinan Saul terdapat pada pasal ini.

Adalah orang Amon yang mencari gara-gara. Mereka mengepung dan mengultimatum Yabesh-Gilead agar menyerah. Tadinya penduduk kota itu mau menyerah saja (ay. 1b), tetapi ketika mendengar syarat yang diajukan benar-benar “kelewatan”, yaitu mata kanan mereka harus dicungkil (ay. 2), mereka pun mengadu kepada para tetua Israel (ay. 4). Keluhan itu sampai kepada Saul dan ia pun menyiapkan pasukan melawan Amon. 

Singkat cerita, Israel menang. Kemenangan tersebut mengukuhkan posisi Saul sebagai raja. 

Tidak ada lagi yang meragukan kredibilitasnya sebagai raja. Namun, kisah tidak selesai di situ. 

Ada pihak yang tiba-tiba tampil sebagai pembela Saul, mau cari muka (ay. 12). Dalam suasana sukacita setelah menang perang, mereka justru “mengompori” Saul, ingin membunuh orang-orang yang meremehkan Saul. Respons Saul sangat bijaksana sebagaimana tercantum pada ayat emas di atas. 

Saul mengajari kita untuk tidak membalas yang jahat dengan yang jahat meskipun ada kesempatan. Mungkin Anda pernah direndahkan, diremehkan, dilecehkan. Anda merasa sangat terluka. Akan tetapi, kepahitan masa lalu biarlah berlalu. Janganlah mencari kesempatan untuk membalas dendam. Jangan berpikir demikian, sekarang saya berhasil, saya menang. Sekarang saatnya saya balas dendam kepada orang-orang yang menghina saya. 

Sebaliknya, fokuslah pada kebaikan Tuhan yang telah dialami sebagaimana dikatakan dan dilakukan Saul, “TUHAN telah mewujudkan keselamatan kepada Israel.” Kalau Tuhan sudah mewujudkan yang baik atas kita, masakan kita ingin mewujudkan kembali kepahitan masa lalu? Sikap Saul sejalan dengan ungkapan Jawa: menang tanpa ngasorake, artinya jika kita sudah mencapai keberhasilan atau kemenangan, janganlah kita merendahkan orang lain yang kalah.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah disakiti orang lain? Apakah doa Anda bagi mereka?
Bagaimana seharusnya sikap Anda kepada orang yang menyakiti Anda, mengetahui bahwa Tuhan sudah berbuat baik terlebih dahulu kepada Anda?
Share:

Kadang Perlu Pura-pura Tuli

1 Samuel 10:17-27

Tetapi orang-orang dursila berkata: “Masakan orang ini dapat menyelamatkan kita!” Mereka menghina dia dan tidak membawa persembahan kepadanya. Tetapi ia pura-pura tuli. 

- 1 Samuel 10:27

Cuek. Kata ini sering dipakai untuk menggambarkan sikap masa bodoh. Sikap masa bodoh kadang-kadang diperlukan dalam menjalani hidup, terutama ketika menghadapi orang nyinyir.

Rupanya Saul juga bisa cuek. Seperti saya sebutkan dalam renungan sebelumnya, Saul minder padahal potensinya besar. Bahkan ketika sudah diurapi sebagai raja pun, ia masih menyembunyikan fakta tersebut bahkan menyembunyikan diri (1Sam. 10:16, 22). Badannya tinggi, tetapi kepercayaan dirinya rendah. Persoalan minder inilah yang kelak menghambat kehidupannya di masa yang akan datang.

Orang minder sensitif perasaannya. Tak mudah terima pendapat orang lain tentang dirinya. Ia cepat naik darah ketika dikritik. Ya, bagaimana mau terima kritikan orang lain kalau menerima diri sendiri pun tidak sanggup. Kritikan ibarat mengorek luka yang tidak pernah sembuh. Lukanya masih basah, dikorek-korek lagi. Akan tetapi, pada ayat emas di atas, kita menemukan sikap Saul yang berbeda. Terjemahan baru LAI memakai istilah “pura-pura tuli”. Dalam bahasa aslinya, kata yang digunakan berarti diam diri, tidak membuka mulut, masa bodoh. Rupanya Saul bisa juga cuek padahal ia dihina dan diremehkan.

Pura-pura tuli berarti tidak tuli. Hanya berpura-pura. Tetap mendengar, tetapi bersikap tenang, tidak cepat berespons, hanya mendengarkan saja. Tidak semua isu tentang kita perlu ditanggapi. Ada yang cukup didengarkan saja karena tidak semua itu benar. Seperti pepatah, emas tetap emas, meskipun dibuang ke dalam got. Jika Anda emas, mau disebut besi rongsok pun oleh orang sekampung tidak akan mengubah Anda jadi besi rongsok.

Apa kunci untuk bisa pura-pura tuli? Jawabannya ada pada 1 Samuel 10:6, “Maka Roh TUHAN akan berkuasa atasmu; engkau akan kepenuhan bersama-sama dengan mereka dan berubah menjadi manusia lain.” Perhatikan: “Roh TUHAN” berkuasa atas Saul. Ketika Roh Tuhan atau Roh Kudus memenuhi hati seseorang maka perubahan akan terjadi. Isi hati, sikap, dan perbuatan akan berubah. Jadi, bagaimana respons terhadap orang-orang yang mengata-ngatai kita? Pura-pura tuli dan berdoalah agar Roh Kudus menguasai hati dan pikiran kita.

Refleksi Diri:

Apakah Anda merasa mudah “terpancing” oleh perkataan orang? Mengapa?
Apakah Anda sudah meminta Roh kudus menolong Anda untuk bersikap pura-pura tuli dalam menghadapi perkataan negatif orang lain?
Share:

Tugu Peringatan Virtual

1 Samuel 7:1-17

Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”
- 1 Samuel 7:12

Bangsa Israel kuno sering membuat tugu peringatan. Anda bisa menemukan dalam Alkitab beberapa peristiwa penting yang dibuatkan tugu peringatannya. Dalam peristiwa Israel menang perang melawan Filistin, Samuel membuat tugu yang dinamai Eben-Haezer. Eben artinya batu. Ezer artinya penolong. Samuel ingin bangsanya selalu mengingat Tuhan sebagai Penolong mereka dalam kesesakan. Bahwa kemenangan mereka dalam perang bukan karena kesanggupan atau kehebatan mereka, tetapi karena pertolongan Tuhan semata. Selain mengingatkan untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, tugu juga berfungsi untuk mengingatkan mereka agar setia beribadah dan menyembah Tuhan.
Zaman sekarang kita jarang membuat tugu peringatan lagi. Boleh-boleh saja kalau Anda ingin melakukannya. Saya pernah mengunjungi rumah jemaat yang memajang alat penggiling terbuat dari batu di ruang tamunya yang mewah. Ia mengatakan alat tersebut digunakan mamanya mencari nafkah dengan menggiling kacang kedelai menjadi susu. Memajang ikon/ benda tertentu bisa menolong kita untuk mengingat jasa orangtua dan kebaikan Tuhan.
Berkaitan dengan tugu peringatan, saya ingin mengajak Anda merenung, mengapa ada orang yang susah sekali mengingat apalagi memeringati keba-ikan Tuhan? Kalau bertemu dengannya, selalu yang keluar keluhan. Ada lagi orang yang di depan kita mengucap syukur, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya penuh ketamakan, iri hati, dan kecemasan. Yang lain mengatakan, “Hidup saya susah.” Ya, hidup di dunia ini memang susah. Sesenang-senangnya hidup seseorang, pasti ada susahnya juga. Sebaliknya, sesusah-susahnya hidup seseorang, pasti ada senangnya juga. Jadi, jangan tunggu segalanya menjadi baik baru mengucap syukur.
Temukan, ya, coba temukan hal-hal yang bisa membuat Anda bersyukur. Mungkin hal “sepele” seperti bisa makan es krim yang enak. Semakin sering Anda mengingat hal-hal tersebut, semakin Anda bahagia. Anda mungkin tidak membangun tugu seperti Samuel, tetapi Anda bisa membangun tugu peringatan “virtual” di dalam pikiran Anda untuk memeringati kebaikan-kebaikan Tuhan Yesus di dalam hidup Anda. Salam Eben-Haezer!

Refleksi Diri:
Apa kebaikan-kebaikan Tuhan di masa lalu yang bisa Anda ingat dan syukuri?
Bagaimana Anda akan menyatakan syukur sebagai ucapan terima kasih Anda kepada Tuhan Yesus atas kebaikan-kebaikan-Nya?
Share:

Jimat Membawa Kiamat

1 Samuel 4:1-11

Ketika tentara itu kembali ke perkemahan, berkatalah para tua-tua Israel: “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita.”
- 1 Samuel 4:3

Kepercayaan takhayul ada dalam setiap suku dan budaya. Banyak sekali. Di kalangan orang Tionghoa misalnya, ada kepercayaan angka tertentu membawa hoki (keberuntungan) dan kesialan. Angka 8 dan 9 dianggap angka keberuntungan. Sebaliknya, angka 4 dianggap membawa kesialan.

Orang Israel juga percaya hal-hal takhayul. Ketika kalah perang, mereka mengeluarkan senjata “pamungkas”, yaitu tabut perjanjian Tuhan. Mereka berpikir tabut perjanjian akan membawa kemenangan. Orang Filistin pun percaya hal itu sehingga mereka juga ketakutan. Faktanya, Israel tetap kalah perang, bahkan tabut perjanjian berhasil direbut orang Filistin. Kedua anak imam Eli yang ikut mengawal tabut perjanjian juga ikut tewas. Sudah kalah perang, tabut direbut, para imam pun tewas. Kekalahan total!

Mengapa bisa kalah padahal sudah membawa tabut? Bukankah tabut perjanjian identik dengan kehadiran Allah? Di sinilah masalahnya. Memang benar, Allah menyatakan bahwa tabut perjanjian adalah simbol kehadiran-Nya. Akan tetapi, ada faktor lain yang lebih penting, yaitu sikap hati manusia. Orang Israel sebenarnya tidak percaya kepada Allah, tetapi pada tabut. Mereka percaya takhayul dan menjadikan tabut sebagai jimat. Tak penting bagi mereka Allah hadir atau tidak, yang penting tabut-Nya hadir. Selain itu, orang Israel hidup dalam dosa. Para imam saja, yaitu kedua anak imam anak Eli, berkanjang dalam dosa. Bagaimana Allah mau menyertai umat yang berdosa dan tidak bertobat?

Seperti orang Israel yang menggotong tabut perjanjian sebagai jimat, demikian pula ada orang-orang Kristen memakai perhiasan atau aksesoris tertentu dengan tujuan “menarik” berkat Tuhan. Sejatinya, sumber berkat adalah Tuhan sendiri. Berkat tidak berkaitan dengan kehadiran benda-benda “suci”. Berkat berkaitan dengan kehidupan kita (coram Deo) di hadapan Tuhan. Tuhan menghendaki kita hidup di hadapan-Nya sebagai hamba yang taat dan setia. Jika kita hidup benar, kudus, taat, dan setia di hadapan Tuhan maka Tuhan Yesus tidak akan menahan berkat-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah berpikir bahwa benda-benda tertentu, seperti salib membawa keberuntungan bagi Anda?
Siapa atau apa yang Anda andalkan dalam upaya meraih keberhasilan? Apakah Yesus sudah menjadi andalan Anda?
Share:

Tetaplah Menebarkan Kebaikan

Matius 5:16,”Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”.

Pada zaman Tuhan Yesus orang memakai pelita untuk penerangan. Tuhan yesus sendiripun menggambarkan orang Kristen sebagai terang dunia dan sebagai murid Kristus, kitapun diperintahkan untuk bercahaya.
Orang lain akan melihat terang Tuhan dalam hidup kita lewat perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan. Ada 4 hal dalam berbuat baik yang harus kita perhatikan yaitu:
1. Berbuat baik harus dengan ketulusan
Mazmur 73:1, Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya.
Firman Tuhan memberikan pemahaman kepada kita bahwa berbuat baik harus disertai ketulusan hati. Yakni hati yang dipenuhi rasa kasih tidak hanya kepada sesama, tapi juga diri sendiri, terlebih lagi kepada Tuhan. ketika berbuat baik, kita tidak boleh hitung-hitung untung ruginya dan jangan mengharapkan pujian atau imbalan. Berbuat baiklah dengan ketulusan.
Amsal 11:17a mengatakan, orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri.

2. Berbuat baik kepada semua orang
Amsal 3:27, Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.
Ketika kita berbuat baik, hendaklah kita berbuat baik kepada semua orang. Perkataan Yesus sendiri dalam Injil Lukas 6:33-35 mengajarkan kita, berbuat baik bukan hanya kepada orang yang baik sama kita. Tetapi Tuhan mengajarkan lebih lagi, yaitu mengasihi musuh dan berbuat baiklah kepada musuh-musuh kita, berdoa untuk mereka, tidak membalas jahat dengan jahat.

3. berbuat baiklah selagi ada kesempatan
Galatia 6:10, Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
Kesempatan tidak datang dua kali dalam kita berbuat baik kepada orang lain. oleh sebab itu, selagi ada kesempatan, mari kita berbuat baik. Tidak selamanya kita mempu, kita kuat, sehat untuk hidup menjadi berkat. “selama masih ada’ berarti kesempatan berbuat baik itu adalah anugrah dari Tuhan. Jangan sampai kita melewatkan kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita dan berakhir dengan penyesalan. Jangan sia=siakan kesempatan yang ada untuk berbuat baik.

4. Berbuat baik itu ada balasannya
Galatia 6:9, Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Firman Tuhan mengajar kita agar kita jangan bosan atau jemu-jemu untuk berbuat baik. Karena satu kali waktu perbuatan baik yang kita tabur pasti akan kita tuai. Perbuatan baik apapun yang kita kerjakan dalam Tuhan pasti ada balasannya.
Terkadang, hasil baik dari perbuatan kita tidak langsung terlihat. Namun, Allah menjanjikan bahwa jika kita tidak menyerah, kita akan menuai hasilnya pada waktunya. Oleh karena itu, jangan biarkan kelelahan atau keraguan merampas semangat kita.
Kebaikan dapat membawa harapan, mengubah hidup, dan menyinari kegelapan. Mungkin tindakan kecil kita memiliki dampak besar pada seseorang yang membutuhkan dukungan atau semangat. Seiring waktu, benih kebaikan yang kita tanam akan tumbuh dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Hari ini, saat kita melangkah keluar, mari kita niatkan hati kita untuk terus berbuat baik tanpa mengharapkan penghargaan atau hasil instan. Ingatlah bahwa setiap tindakan kebaikan kita membentuk cerita yang lebih besar, dan Allah melihat hati yang tulus.
Berbuat baik adalah suatu tindakan terpuji yang bukan hanya menyenangkan hati orang lain, tetapi juga menyenangkan hati Tuhan. tanpa kita sadari perbuatan baik yang kita lakukan terhadap orang lain, dapat berbalik menjadi suatu kesempatan yang baik bagi kita. Jangan menahan diri untuk berbuat baik kepada sesama kita. Berbuat baik merupaakan gaya hidup Yesus sendiri.
Lakukanlah kebaikan dimana saja dan kapan saja dengan tidak jemu-jemu, karena suatu hari kelak kita akan menuai perbuatan baik tersebut. Dengan demikian kita sudah menjadi terang dan m
Share:

Tidak Selalu Berkat

1 Samuel 5:1-12

Tangan TUHAN menekan orang-orang Asdod itu dengan berat dan Ia membingungkan mereka: Ia menghajar mereka dengan borok-borok, baik Asdod maupun daerahnya.
 -1 Samuel 5:6

Pada hari peringatan kenaikan Tuhan Yesus, muncul grafiti di salah satu tiang jalan layang/tol di Jakarta, tertulis “Turunkan Nabi Isa”. Rupanya orang yang membuat corat-coret itu tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kenaikan Tuhan Yesus. Tanggapan orang terhadap grafiti itu sangat tepat, “Baru naik, disuruh turun. Apa lu siap (kalau Dia turun lagi)?”

Sama seperti orang Israel, orang Filistin juga percaya takhayul. Itu sebabnya, ketika mereka berhasil merebut tabut perjanjian, mereka berpikir itu kemenangan besar. Mereka berhasil menjadikan Allah Israel sebagai salah satu allah mereka. Oleh sebab itu, mereka menempatkannya di kuil Dagon, kuil ilah mereka. Cara pikirnya sama dengan sebagian orang masa kini: semakin banyak allah semakin baik, semakin banyak berkat. Namun, yang terjadi justru kebalikannya. Mereka mengalami kemalangan. Kehadiran tabut perjanjian (baca: Allah) justru membawa kemalangan atas hidup mereka. Kematian dan sakit-penyakit menimpa. Yang diharapkan membawa berkat justru membawa kutuk.

Boleh-boleh saja berdoa meminta Tuhan datang kepada kita. Namun, apakah kita siap jika Tuhan datang? Apakah kita kedapatan layak menerima Tuhan? Kedatangan Tuhan bisa membawa berkat dan kebalikannya, hukuman. Bagi orang yang hidupnya berkenan kepada Tuhan, Dia datang membawa berkat. Sebaliknya, kutukan bagi orang yang mengharapkan berkat tetapi melawan kehendak-Nya. Itulah yang terjadi pada orang Filistin.

Saya perhatikan, ada beberapa jemaat yang menadahkan tangan ketika pendeta memberikan doa berkat pada akhir kebaktian. Tidak masalah dengan postur tersebut sejauh kita menjadi orang yang layak menerima berkat. Saya tidak bicara tentang syarat kesempurnaan tanpa cacat cela untuk menerima berkat Tuhan. Saya bicara tentang kerinduan kita hidup berkenan di hadapan-Nya. Ini merupakan usaha berkesinambungan kita di dalam pertolongan Roh Kudus untuk semakin menjadi serupa Kristus. Niscaya, Tuhan Yesus akan memberkati kita.

Refleksi Diri:

Bagaimana pandangan Anda selama ini mengenai berkat?
Apa upaya yang Anda lakukan agar hidup Anda berkenan di hadapan Tuhan?
"
Share:

Jimat Membawa Kiamat

1 Samuel 4:1-11

Ketika tentara itu kembali ke perkemahan, berkatalah para tua-tua Israel: “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita.”
- 1 Samuel 4:3

Kepercayaan takhayul ada dalam setiap suku dan budaya. Banyak sekali. Di kalangan orang Tionghoa misalnya, ada kepercayaan angka tertentu membawa hoki (keberuntungan) dan kesialan. Angka 8 dan 9 dianggap angka keberuntungan. Sebaliknya, angka 4 dianggap membawa kesialan.
Orang Israel juga percaya hal-hal takhayul. Ketika kalah perang, mereka mengeluarkan senjata “pamungkas”, yaitu tabut perjanjian Tuhan. Mereka berpikir tabut perjanjian akan membawa kemenangan. Orang Filistin pun percaya hal itu sehingga mereka juga ketakutan. Faktanya, Israel tetap kalah perang, bahkan tabut perjanjian berhasil direbut orang Filistin. Kedua anak imam Eli yang ikut mengawal tabut perjanjian juga ikut tewas. Sudah kalah perang, tabut direbut, para imam pun tewas. Kekalahan total!
Mengapa bisa kalah padahal sudah membawa tabut? Bukankah tabut perjanjian identik dengan kehadiran Allah? Di sinilah masalahnya. Memang benar, Allah menyatakan bahwa tabut perjanjian adalah simbol kehadiran-Nya. Akan tetapi, ada faktor lain yang lebih penting, yaitu sikap hati manusia. Orang Israel sebenarnya tidak percaya kepada Allah, tetapi pada tabut. Mereka percaya takhayul dan menjadikan tabut sebagai jimat. Tak penting bagi mereka Allah hadir atau tidak, yang penting tabut-Nya hadir. Selain itu, orang Israel hidup dalam dosa. Para imam saja, yaitu kedua anak imam anak Eli, berkanjang dalam dosa. Bagaimana Allah mau menyertai umat yang berdosa dan tidak bertobat?
Seperti orang Israel yang menggotong tabut perjanjian sebagai jimat, demikian pula ada orang-orang Kristen memakai perhiasan atau aksesoris tertentu dengan tujuan “menarik” berkat Tuhan. Sejatinya, sumber berkat adalah Tuhan sendiri. Berkat tidak berkaitan dengan kehadiran benda-benda “suci”. Berkat berkaitan dengan kehidupan kita (coram Deo) di hadapan Tuhan. Tuhan menghendaki kita hidup di hadapan-Nya sebagai hamba yang taat dan setia. Jika kita hidup benar, kudus, taat, dan setia di hadapan Tuhan maka Tuhan Yesus tidak akan menahan berkat-Nya.
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah berpikir bahwa benda-benda tertentu, seperti salib membawa keberuntungan bagi Anda?
Siapa atau apa yang Anda andalkan dalam upaya meraih keberhasilan? Apakah Yesus sudah menjadi andalan Anda?
"
Share:

Berani Berjanji, Berani Menepati

1 Samuel 1:20-28

Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN.” Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN.
- 1 Samuel 1:28

Sebut saja Bapak A. Ia sakit keras. Tak ada obatnya. Dalam keadaan seperti itu, harapannya tinggal satu: mukjizat Tuhan. Ia berdoa agar disembuhkan, disertai janji jika sembuh ia akan mengikut Tuhan dengan setia. Ia berjanji akan percaya Tuhan Yesus, dibaptis, dan rajin beribadah. Terjadilah mukjizat itu. Ia sembuh. Ke mana Bapak A setelah itu? Tak ada satu pun dari janji-janji tersebut ditepatinya. Lupa? Pura-pura lupa? Tidak peduli? Ingkar janji? Apa pun alasannya, Bapak A berani mem-PHP Tuhan.
Hana bukan tipe orang seperti Bapak A. Ia berdoa sungguh-sungguh meminta anak, padahal penulis kitab Samuel saja sudah memberikan vonis, “Tuhan telah menutup kandungannya.” Hana meminta sambil bernazar. Ternyata mukjizat terjadi. Tuhan berbelaskasihan kepadanya. Hana hamil dan melahirkan Samuel. Hana pernah berjanji untuk mempersembahkan Samuel kepada Tuhan dan ia menepatinya setelah anak itu disapih. Anak yang dinanti-nantikan, disayang-sayang, dengan rela hati Hana serahkan kepada Tuhan sebagai penggenapan janjinya. Tiada niatan untuk mem-PHP Tuhan. Tiada perasaan tidak rela, tiada perasaan menyesal. Tuhan sudah memberi yang terbaik kepada Hana maka ia pun meresponinya dengan memberikan yang terbaik kepada Tuhan.
Jika Tuhan Yesus sudah memberi yang terbaik kepada kita, apakah kita berani menahan diri untuk memberi yang terbaik kepada-Nya? Apalagi jika kita pernah berjanji atau bernazar, apakah kita berani bersikap seperti Bapak A? Belajar dari Hana, silakan berdoa meminta apa yang Anda anggap baik untuk hidup Anda: anak, rezeki, kemajuan usaha, dan sebagainya. Namun, saat Tuhan mengabulkan doa Anda, ketika hidup Anda diberkati, janganlah melupakan kebaikan-Nya. Janganlah menganggap segala pencapaian, semua keberhasilan adalah hasil jerih lelah Anda. Ingatlah kebaikan Tuhan. Ucapkanlah syukur, berikanlah persembahan kepada-Nya. Anda tidak mungkin membalas segala kebaikan-Nya, tetapi Anda bisa mengucap syukur atas kebaikan-Nya dengan menepati janji-janji yang pernah Anda ucapkan di hadapan-Nya.

Refleksi Diri:
Apakah ada janji yang pernah Anda ucapkan kepada Tuhan? Apakah Anda sudah menepati janji tersebut?
Apa wujud syukur yang bisa Anda nyatakan sebagai respons kebaikan Tuhan Yesus selama ini?
Share:

Tuhan Yang Tutup, Tuhan Juga Yang Buka

1 Samuel 1:1-19

Dia yang mengingat kita dalam kerendahan kita; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.
- Mazmur 136:23

Hana, dalam bahasa Ibrani berarti anugerah. Nama yang indah. Namun, nasib Hana dalam 1 Samuel tidaklah indah. Nama itu tidak sepadan dengan nasibnya. Betapa tidak, ia tidak punya anak. Hana mandul. Keadaan yang hina sekali pada masa itu. Ia sering dirundung oleh Penina, istri Elkana yang lain. Rundungan yang terjadi bertahun-tahun. Suaminya mencoba menghibur, tetapi tidak menyembuhkan luka hatinya. Elkana tidak mengerti luka hati Hana dan hanya memberi penghiburan logis. Penulis kitab Samuel bahkan memberi keterangan, “sebab TUHAN telah menutup kandungannya.” Pernyataan itu diulang sampai dua kali (ay. 5, 6). Kalau Tuhan saja sudah menutup kandungannya, siapa lagi harapannya? Sungguh malang nasib Hana. Ia hanya bisa berdoa dan menangis. Berulang-ulang. Lama sekali. Air matanya pun sudah kering karena menangis. Kesedihannya bertambah lagi ketika Imam Eli, sosok rohaniwan yang mestinya bersimpati kepadanya malah menganggapnya mabuk anggur. Ia dituduh bukan wanita baik-baik. Tuduhan yang tambah melukai hatinya. Hana benar-benar terpuruk.
Manusia boleh menghina, menista, merendahkan kita, tetapi nasib kita tidaklah ditentukan oleh manusia. Nasib manusia ditentukan sepenuhnya oleh Tuhan. Itulah yang terjadi pada Hana. “Ketika Elkana bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya” (ay. 19b). Ketika Tuhan mengingat manusia maka nasibnya berubah. Tuhan mengingat artinya Dia bertindak. Tuhan datang kepada Hana yang terpuruk dan mengangkatnya. Tuhan mengubah nasibnya dari seorang perempuan mandul menjadi seorang ibu yang melahirkan anak.
Apakah Anda merasa nasib Anda sedang tidak baik-baik saja, seakan Tuhan tidak peduli dengan nasib Anda? Anda bahkan merasa Tuhan “memusuhi” Anda? Anda berdoa sekian lama sambil menangis, rajin ke rumah ibadah seperti Hana, tetapi belum juga melihat titik terang? Belum tampak juga jawaban dan pengabulan doa dari Tuhan? Ingatlah, Tuhan Yesus tidak pernah melupakan Anda. Akan tiba waktunya Tuhan “mengingat” Anda seperti Dia mengingat Hana. Anda percaya?

Refleksi Diri:
Apakah saat ini Anda sedang merasa Tuhan begitu jauh?
Apa dampak renungan hari ini bagi iman Anda? Berdoalah supaya Tuhan meneguhkan iman Anda.
"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.