Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Jangan Tertipu “FLEXING”

1 Samuel 16:1-13

Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”
- 1 Samuel 16:7

Ketika Jokowi dicalonkan sebagai presiden Indonesia pada tahun 2014, banyak orang nyinyir. Mereka meragukan kemampuannya karena dianggap “wong deso”. Apalagi penampilan fisiknya biasa-biasa saja, kalah dari saingannya atau presiden pendahulunya. Waktu membuktikan, seseorang yang tadinya dirundung karena penampilan fisiknya ternyata menjadi pemimpin yang baik.
Setelah kegagalan Raja Saul maka Tuhan memerintahkan Nabi Samuel mencari raja baru. Kali ini, Tuhan memerintahkan Samuel mencarinya dari antara anak-anak Isai. Ketika melihat Eliab, Samuel langsung kesengsem. Sosok Eliab mengingatkan Samuel pada sosok Saul yang ganteng dan tinggi. “Ia pasti cocok menggantikan Saul.” Tidak! Kata Tuhan. Demikian pula enam anak lainnya. Tak ada satu pun dari ketujuh anak Isai yang lolos audisi pemilihan raja. Standar penilaian Tuhan memang berbeda sekali dengan standar penilaian manusia. Tuhan menolak penampilan fisik sebagai acuan dalam menilai kelayakan seseorang (ay. 7). Penampilan fisik hanyalah bungkus luar semata. Bungkus luar tidak mencerminkan isi yang sesungguhnya. Orang ganteng atau cantik hanya tampilan luarnya, tetapi isi hatinya tidak ada yang tahu. Bisa saja ia hanya flexing, pamer kecantikan/ketampanan atau kekayaan, tetapi sesungguhnya penuh tipu daya.
Lalu, apa yang Tuhan lihat? Tuhan menilai dan memilih seseorang mengacu pada hatinya. Hati manusia tidak bisa berdusta. Hati manusia mencerminkan diri manusia yang sejati. Ucapan, penampilan, dan perbuatan bisa menipu, tetapi hati tidak. Masalahnya, siapa yang tahu isi hati manusia? Itu tersembunyi. Karena itu, agar tidak terjebak dusta atau flexing orang lain, mintalah Tuhan memberi kita hikmat. Mintalah Tuhan mengungkapkan kebenaran yang sebenar-benarnya. Tuhan Yesus bisa memberi hikmat dengan berbagai cara. Misalnya, Anda bisa meneliti latar belakangnya. Anda bisa mencari informasi dari orang-orang terdekat atau meminta pendapat dari orang lain yang objektif.
Tuhan Yesus memberi akal budi dan perasaan untuk kita gunakan sebaik-baiknya. Jangan hanya karena “saya suka” dia, tiba-tiba semuanya tampak sempurna dan kita tertipu flexing.

Refleksi Diri:
Apa hal yang seringkali menjadi dasar Anda dalam menilai seseorang?
Bagaimana cara Anda menilai seseorang dengan lebih objektif? Apakah Anda sudah memintakan hikmat kepada Tuhan dalam hal tersebut?
"
Share:

Disertai Atau Ditinggalkan Tuhan?

1 Samuel 18:5-16

Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai dia.
- 1 Samuel 18:14

Sirik tanda tak mampu. Pepatah ini sangat populer sekian puluh tahun silam. Sirik yang dimaksud adalah iri hati atau dengki. Ini pas sekali dengan yang dialami Raja Saul. Ia sirik kepada Daud yang lebih muda dan lebih berprestasi. Alasan paling utama adalah karena Daud disertai Tuhan sedangkan Saul tidak, malahan Roh Tuhan sudah undur darinya.
Perikop 1 Samuel 18 mencatat kunci keberhasilan hidup Daud, yaitu Tuhan menyertainya (ay. 12, 14, 28). Kebalikannya, dikatakan Roh Tuhan meninggalkan Saul (ay. 12), bahkan hatinya dikuasai roh jahat (ay. 10). Ketika Roh Tuhan meninggalkan seseorang maka roh jahat akan masuk segera ke dalam hatinya dan menguasainya. Tidak ada posisi netral. Yang terjadi pada Saul selanjutnya adalah ia marah ketika sanjungan kepada Daud lebih tinggi daripada kepada dirinya. Ia dengki. Saul takut kepada Daud, dalam arti takut Daud akan merebut kedudukannya. Ia bahkan membuat strategi jahat untuk melenyapkan Daud. Intensitas dosanya bertambah buruk.
Tuhan Yesus mengatakan, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan” (Mat. 12:30). Ayat ini di dalam terjemahan Alkitab versi NLT berbunyi demikian, “Anyone who isn’t with me opposes me, and anyone who isn’t working with me is actually working against me.” Dengan kata lain, Tuhan menyertai orang yang bekerja bersama-Nya dan sebaliknya, orang yang tidak bekerja bersama Tuhan adalah orang yang menentang Tuhan. Kita bisa memperluas makna “mengumpulkan” atau “working with me” sebagai segala aktivitas yang seturut kehendak Tuhan. Jadi, jika kita hidup seturut kehendak Tuhan, Dia pasti menyertai kita (Mzm. 23:4). Di dalam menjalani hidup, kita tidak perlu takut atau parno seperti Saul. Yang harus kita takuti hanyalah satu Pribadi: Tuhan.
Dua keadaan terbentang di hadapan kita: disertai Tuhan atau ditinggalkan Tuhan. Tidak ada pilihan ketiga. Jika kita ingin menjadi orang yang disertai Tuhan maka berjalanlah di jalan Tuhan. Ikutilah jalan ke mana Tuhan melangkah. Percayalah, jalan Tuhan adalah jalan terbaik. Jalan menuju kehidupan.

Refleksi Diri:
Apa hal-hal yang membuat kita pasti disertai Tuhan?
Apa pula hal-hal yang membuat kita ditinggalkan Tuhan?
Share:

Andalkan Tuhan Ya, Kreatif Juga Ya!

1 Samuel 17:38-50

Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.
- Pengkhotbah 7:19

Mengandalkan Tuhan dan menggunakan akal budi. Itulah strategi Daud mengalahkan Goliat. Di satu sisi, ia maju membawa nama Tuhan. Di sisi lain, ia maju dengan strategi yang tepat untuk menang. Daud mengandalkan Allah, tetapi sekaligus menggunakan akal cerdasnya.

Mari kita dalami. Pertama, Daud menolak pertempuran jarak dekat. Secara fisik, ia kalah besar, kalah kuat, dan kalah jangkauan tangan. Ibarat Mike Tyson melawan Manny Pacquiao. Beda kelas. Itu juga sebabnya Daud tidak mau memakai baju zirah yang beratnya minta ampun. Ia tidak akan bisa bergerak lincah.

Kedua, Daud tahu kelemahan Goliat. Goliat berkata, “Hadapilah aku” (ay. 44 terjemahan versi NIV: come to me). Mengapa ia meminta Daud datang kepadanya? Jangan-jangan Goliat tidak bisa melihat dengan jelas di mana Daud sampai jaraknya sudah dekat. “Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat? (ay. 43, terjemahan versi NIV: kata “tongkat” berbentuk jamak bukan tunggal). Mengapa Goliat melihat Daud membawa lebih dari satu tongkat? Ilmu medis modern mengatakan bahwa Goliat sebenarnya menderita penyakit yang disebut acromegaly, yaitu kelainan hormon akibat tumor di otak yang menyebabkan badannya tumbuh besar. Kelainan ini menyebabkan gangguan penglihatan. Ternyata, Goliat rabun. Daud tahu, strategi paling tepat adalah pertarungan jarak jauh, yaitu menggunakan umban. Cerdas! Di tangan seorang ahli, umban adalah senjata mematikan. Batu yang dilontarkan dapat bergerak pada kecepatan 34 meter/detik dan bisa menghancurkan tengkorak kepala. Daud jagonya memainkan umban.

Kisah ini mengajari kita tentang cara mengatasi masalah. Seperti Daud, Anda harus mengandalkan kekuatan dan pertolongan Tuhan. Itu keniscayaan. Akan tetapi, mengandalkan Tuhan tidak berarti rebah-rebahan saja dan tidak berbuat apa-apa. Anda harus menggunakan akal budi dan kecerdasan untuk menghadapi masalah atau musuh Anda. Mintakan hikmat dari Tuhan Yesus untuk menemukan cara yang tepat. Allah akan membekali Anda dengan akal budi dan kreativitas untuk menemukan solusi dan kemenangan. Kalau kekurangan hikmat, mintalah kepada Tuhan (Yak. 1:5).

Refleksi Diri:

Apa makna ungkapan: Ora et Labora (berdoa dan bekerja) bagi Anda?
Apakah Anda setuju dengan pernyataan: Berserah kepada Yesus tidak berarti berdiam diri, tanpa berusaha apa-apa? Mengapa?
"
Share:

Goliat Itu Masalah Kecil

1 Samuel 17:31-47

Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu.
- 1 Samuel 17:45

Kisah Daud dan Goliat sangat populer. Paling sering diceritakan di kelas-kelas sekolah Minggu. Ceritanya memang keren. Dalam renungan ini, saya ingin mengajak Anda memfokuskan diri pada dua tokoh. Bukan Daud dan Goliat, melainkan Saul dan Daud dalam hal bagaimana mereka memandang masalah dan cara menghadapinya.

Pertama, perspektif terhadap masalah. Saul memandang masalah dari perspektif aku—masalahku. Aku dan masalahku berhadapan langsung. Masalah dilihat apa adanya. Besar-kecilnya masalah sepenuhnya menjadi masalahku. Aku harus menghadapi sendirian masalahku. Tak heran Saul merasa ketakutan. Baginya, masa depan gelap, tak ada jalan keluar, dan nasib buruk tak terhindarkan. Berbeda dengan Daud, perspektifnya adalah aku—Allah—masalahku. “Aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam.” Antara aku dan masalahku ada Allah. Dalam kacamata Daud, masalah itu bukan apa adanya, tetapi siapa yang ada bersamanya menghadapi masalah. Ada Pribadi lain yang terlibat dalam masalah yang dihadapinya. Bagaimana cara Anda memandang suatu masalah? Seperti Saul atau Daud?

Kedua, perspektif tentang kekuatan. Bagi Saul, kehebatan seseorang ada pada kekuatan fisik, penampilan, “bungkus luar”. Ia memandang Goliat sebagai sosok monster yang menakutkan, tak terkalahkan, prajurit kawakan. Tak heran ia meragukan Daud, seorang bocah dan gembala yang sehari-harinya memegang tongkat. Memegang pedang pun mungkin ia tidak pernah apalagi berduel dengan prajurit kawakan. Bagi Saul, kekuatan atau kuasa itu identik dengan kekuatan atau kuasa lahiriah. Bagi Daud, kekuatan sejati tidak terletak pada kekuatan fisik, tetapi pada Allah. Meskipun secara fisik Daud tidak sebesar atau sekuat Goliat, ia tidak kehilangan kepercayaan diri sebab Daud percaya Tuhan yang menyertainya. Pada masa lampau Tuhan telah menyertai, pasti Dia akan menyertainya juga pada masa kini dan yang akan datang (ay. 37). Immanuel! Allah beserta kita.

Dari Daud, kita belajar tentang bagaimana menghadapi masalah dengan perspektif yang benar dan mengandalkan kekuatan dan penyertaan Tuhan. Tiada masalah yang tidak bisa diselesaikan, asalkan kita mengandalkan Tuhan Yesus, Dia pasti akan menyertai.

Refleksi Diri:

Bagaimana perspektif dan cara Anda menghadapi masalah selama ini?
Apa hal yang Anda pelajari dari perbedaan sikap Saul dan Daud dalam menghadapi masalah?
"
Share:

Beriman Dengan Akal Sehat

1 Samuel 14:24-30

Ketika orang-orang Israel terdesak pada hari itu, Saul menyuruh rakyat mengucapkan kutuk, katanya: “Terkutuklah orang yang memakan sesuatu sebelum matahari terbenam dan sebelum aku membalas dendam terhadap musuhku.” Sebab itu tidak ada seorang pun dari rakyat yang memakan sesuatu.
- 1 Samuel 14:24

Beriman dengan akal sehat, seharusnya ini berlaku bagi semua orang beragama. Agama atau iman dan akal sehat tidak berhadap-hadapan, melainkan berdampingan. Orang yang beriman tidak semestinya menghilangkan atau menolak akal sehat.
Raja Saul rupanya belum sampai pada tahap ini. Ia masih menjalankan kehidupan agama atau iman dengan emosi semata. Ketika pasukannya berada dalam posisi terpojok dalam peperangan melawan Filistin, sekonyong-konyong ia membuat sumpah tanpa berpikir panjang. Terjemahan Alkitab Inggris versi NLT memberi judul perikop bacaan: Sumpah Konyol Saul. Dalam peperangan, prajurit butuh stamina yang kuat. Untuk itu, mereka butuh makan-minum. Namun, Saul malah membuat sumpah mengutuk orang yang makan (ay. 24).
Ia berpikir kalau mereka berpuasa akan membuat Allah berbelas kasihan. Berpuasa adalah disiplin rohani yang baik, kalau dijalankan pada saat dan untuk tujuan yang tepat. Keputusan Saul dilandasi motif berbau kepentingan pribadi, “… sebelum aku membalas dendam terhadap musuhku.” Ia bersumpah atas nama Tuhan dan meminta pertolongan Tuhan bukan untuk kepentingan atau kemuliaan-Nya, melainkan motif balas dendam pribadi. Saul adalahtipe orang yang beragama minus akal sehat.
Dalam pengalaman pelayanan, saya pernah menghadapi orang yang berpindah mengikuti ajaran yang menyimpang bahkan sesat, hanya karena tertarik dengan pendeta dan pengajar yang pandai mengolah kata atau mendemonstrasikan mukjizat. Mengapa mereka “nurut” saja? Di mana akal sehat? Kadang kebohongan itu begitu jelas, tetapi tetap saja orang ini tidak mau mengerti atau sadar. Inilah yang disebut beriman fanatik atau fanatisme beragama. Iman yang semata-mata dilandasi emosi dan semangat membabi-buta tanpa menggunakan akal sehat. Ia “nurut” saja apa kata pemimpinnya tanpa mengerti apa yang dipercayai dan dilakukan.
Belajar dari Saul, jangan beriman secara emosional. Gunakanlah akal sehat. Akal sehat bukan musuh iman. Akal sehat adalah karunia Tuhan. Orang beriman menggunakan akal sehat untuk memperdalam imannya. Ayo, berimanlah dengan akal sehat.

Refleksi Diri:
Apakah hubungan antara akal budi dengan iman menurut pendapat Anda?
Bagaimana Anda menjadi orang Kristen yang beriman dan berakal budi?
Share:

Yang Penting Manfaatnya?

1 Samuel 13:1-14

maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan TUHAN; sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran.”
- 1 Samuel 13:12

Saya yakin Anda pasti kenal Robin Hood. Robin Hood dianggap maling yang baik bahkan pahlawan karena berjuang melawan kaum bangsawan yang menindas rakyat. Pola pikir Robin Hood sederhana saja, yaitu apa yang benar harus bermanfaat nyata. Inilah yang disebut pragmatisme. Pragmatisme menganggap bahwa kebenaran bukan hanya di pikiran dan ucapan, tetapi dapat diwujudkan dan mendatangkan manfaat yang nyata atau langsung dirasakan. Seorang pragmatis akan menangani masalah dengan berfokus pada pendekatan dan solusi praktis. Bagi Robin Hood, mencuri dari orang kaya dan membagikannya kepada orang miskin adalah solusi praktis atas persoalan ketidakadilan. Dia tidak mau ambil pusing apakah itu benar secara moral atau tidak.
Raja Saul adalah seorang pragmatis. Saat itu, ia memang menghadapi situasi kritis. Tentaranya terkepung dan ketakutan. Nabi Samuel yang berjanji menemuinya tak datang-datang juga setelah ditunggu selama tujuh hari. Cukup lama. Ia harus mengambil keputusan sebelum keadaan semakin gawat. Ia tahu solusinya, yaitu memberi korban persembahan kepada Tuhan dengan maksud meminta perlindungan dan penyertaan Tuhan dalam peperangan tersebut. Niat yang baik, bukan? Lagipula, persembahannya diberikan kepada Tuhan Allah, bukan kepada berhala. Dari segi pragmatisme, tidak ada yang salah.
Tanggapan Samuel singkat dan jelas, seolah ia berkata, “Engkau bodoh dan tidak taat, Saul!” Ketaatan adalah prinsip dasar dalam hubungan dengan Tuhan yang tidak bisa diubah. Jawaban Saul tidak menunjukkan kerendahan hati. Tertulis “sebab itu aku memberanikan diri…” Dalam terjemahan bahasa Inggris NIV menggunakan kalimat: So I felt compelled (aku merasa wajib atau mewajibkan diri). Saul merasa dirinya wajib memberi korban persembahan. Dengan kata lain, Saul berpikir bahwa ia juga bisa berperan menggantikan Samuel dalam keadaan darurat. Siapa yang mewajibkannya? Siapa yang memberinya hak tersebut?
Atas alasan keuntungan dan manfaat praktis, orang bisa menjadi pragmatis dan melakukan apa saja. Dengan mudah mereka mengatakan, “Udah, jangan terlalu idealis. Kita masih hidup di bumi. Realistislah!” Apakah alasan manfaat bisa mengesahkan segala cara sehingga yang salah pun dibenarkan?

Refleksi Diri:
Apakah Anda setuju atau tidak dengan perbuatan Robin Hood? Mengapa?
Apa yang seharusnya menjadi pedoman orang Kristen dalam menilai suatu perbuatan?
Share:

Tidak Balas Dendam

1 Samuel 11:1-15

Tetapi kata Saul: “Pada hari ini seorangpun tidak boleh dibunuh, sebab pada hari ini TUHAN telah mewujudkan keselamatan kepada Israel.”

-1 Samuel 11:13

Jadi Saul tidak mudah. Sangat sulit. Bagaimana tidak, ia menghadapi musuh dari dalam dan luar. Dari dalam dirinya sendiri, musuhnya adalah keminderan. Dari luar, musuhnya adalah bangsa Filistin, bangsa asing lain, dan bangsanya sendiri. Mereka meragukan kesanggupannya menjadi raja meskipun penampilan fisiknya lebih dari memadai. 

Ujian terhadap kepemimpinan Saul terdapat pada pasal ini.

Adalah orang Amon yang mencari gara-gara. Mereka mengepung dan mengultimatum Yabesh-Gilead agar menyerah. Tadinya penduduk kota itu mau menyerah saja (ay. 1b), tetapi ketika mendengar syarat yang diajukan benar-benar “kelewatan”, yaitu mata kanan mereka harus dicungkil (ay. 2), mereka pun mengadu kepada para tetua Israel (ay. 4). Keluhan itu sampai kepada Saul dan ia pun menyiapkan pasukan melawan Amon. 

Singkat cerita, Israel menang. Kemenangan tersebut mengukuhkan posisi Saul sebagai raja. 

Tidak ada lagi yang meragukan kredibilitasnya sebagai raja. Namun, kisah tidak selesai di situ. 

Ada pihak yang tiba-tiba tampil sebagai pembela Saul, mau cari muka (ay. 12). Dalam suasana sukacita setelah menang perang, mereka justru “mengompori” Saul, ingin membunuh orang-orang yang meremehkan Saul. Respons Saul sangat bijaksana sebagaimana tercantum pada ayat emas di atas. 

Saul mengajari kita untuk tidak membalas yang jahat dengan yang jahat meskipun ada kesempatan. Mungkin Anda pernah direndahkan, diremehkan, dilecehkan. Anda merasa sangat terluka. Akan tetapi, kepahitan masa lalu biarlah berlalu. Janganlah mencari kesempatan untuk membalas dendam. Jangan berpikir demikian, sekarang saya berhasil, saya menang. Sekarang saatnya saya balas dendam kepada orang-orang yang menghina saya. 

Sebaliknya, fokuslah pada kebaikan Tuhan yang telah dialami sebagaimana dikatakan dan dilakukan Saul, “TUHAN telah mewujudkan keselamatan kepada Israel.” Kalau Tuhan sudah mewujudkan yang baik atas kita, masakan kita ingin mewujudkan kembali kepahitan masa lalu? Sikap Saul sejalan dengan ungkapan Jawa: menang tanpa ngasorake, artinya jika kita sudah mencapai keberhasilan atau kemenangan, janganlah kita merendahkan orang lain yang kalah.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah disakiti orang lain? Apakah doa Anda bagi mereka?
Bagaimana seharusnya sikap Anda kepada orang yang menyakiti Anda, mengetahui bahwa Tuhan sudah berbuat baik terlebih dahulu kepada Anda?
Share:

Kadang Perlu Pura-pura Tuli

1 Samuel 10:17-27

Tetapi orang-orang dursila berkata: “Masakan orang ini dapat menyelamatkan kita!” Mereka menghina dia dan tidak membawa persembahan kepadanya. Tetapi ia pura-pura tuli. 

- 1 Samuel 10:27

Cuek. Kata ini sering dipakai untuk menggambarkan sikap masa bodoh. Sikap masa bodoh kadang-kadang diperlukan dalam menjalani hidup, terutama ketika menghadapi orang nyinyir.

Rupanya Saul juga bisa cuek. Seperti saya sebutkan dalam renungan sebelumnya, Saul minder padahal potensinya besar. Bahkan ketika sudah diurapi sebagai raja pun, ia masih menyembunyikan fakta tersebut bahkan menyembunyikan diri (1Sam. 10:16, 22). Badannya tinggi, tetapi kepercayaan dirinya rendah. Persoalan minder inilah yang kelak menghambat kehidupannya di masa yang akan datang.

Orang minder sensitif perasaannya. Tak mudah terima pendapat orang lain tentang dirinya. Ia cepat naik darah ketika dikritik. Ya, bagaimana mau terima kritikan orang lain kalau menerima diri sendiri pun tidak sanggup. Kritikan ibarat mengorek luka yang tidak pernah sembuh. Lukanya masih basah, dikorek-korek lagi. Akan tetapi, pada ayat emas di atas, kita menemukan sikap Saul yang berbeda. Terjemahan baru LAI memakai istilah “pura-pura tuli”. Dalam bahasa aslinya, kata yang digunakan berarti diam diri, tidak membuka mulut, masa bodoh. Rupanya Saul bisa juga cuek padahal ia dihina dan diremehkan.

Pura-pura tuli berarti tidak tuli. Hanya berpura-pura. Tetap mendengar, tetapi bersikap tenang, tidak cepat berespons, hanya mendengarkan saja. Tidak semua isu tentang kita perlu ditanggapi. Ada yang cukup didengarkan saja karena tidak semua itu benar. Seperti pepatah, emas tetap emas, meskipun dibuang ke dalam got. Jika Anda emas, mau disebut besi rongsok pun oleh orang sekampung tidak akan mengubah Anda jadi besi rongsok.

Apa kunci untuk bisa pura-pura tuli? Jawabannya ada pada 1 Samuel 10:6, “Maka Roh TUHAN akan berkuasa atasmu; engkau akan kepenuhan bersama-sama dengan mereka dan berubah menjadi manusia lain.” Perhatikan: “Roh TUHAN” berkuasa atas Saul. Ketika Roh Tuhan atau Roh Kudus memenuhi hati seseorang maka perubahan akan terjadi. Isi hati, sikap, dan perbuatan akan berubah. Jadi, bagaimana respons terhadap orang-orang yang mengata-ngatai kita? Pura-pura tuli dan berdoalah agar Roh Kudus menguasai hati dan pikiran kita.

Refleksi Diri:

Apakah Anda merasa mudah “terpancing” oleh perkataan orang? Mengapa?
Apakah Anda sudah meminta Roh kudus menolong Anda untuk bersikap pura-pura tuli dalam menghadapi perkataan negatif orang lain?
Share:

Tugu Peringatan Virtual

1 Samuel 7:1-17

Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”
- 1 Samuel 7:12

Bangsa Israel kuno sering membuat tugu peringatan. Anda bisa menemukan dalam Alkitab beberapa peristiwa penting yang dibuatkan tugu peringatannya. Dalam peristiwa Israel menang perang melawan Filistin, Samuel membuat tugu yang dinamai Eben-Haezer. Eben artinya batu. Ezer artinya penolong. Samuel ingin bangsanya selalu mengingat Tuhan sebagai Penolong mereka dalam kesesakan. Bahwa kemenangan mereka dalam perang bukan karena kesanggupan atau kehebatan mereka, tetapi karena pertolongan Tuhan semata. Selain mengingatkan untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, tugu juga berfungsi untuk mengingatkan mereka agar setia beribadah dan menyembah Tuhan.
Zaman sekarang kita jarang membuat tugu peringatan lagi. Boleh-boleh saja kalau Anda ingin melakukannya. Saya pernah mengunjungi rumah jemaat yang memajang alat penggiling terbuat dari batu di ruang tamunya yang mewah. Ia mengatakan alat tersebut digunakan mamanya mencari nafkah dengan menggiling kacang kedelai menjadi susu. Memajang ikon/ benda tertentu bisa menolong kita untuk mengingat jasa orangtua dan kebaikan Tuhan.
Berkaitan dengan tugu peringatan, saya ingin mengajak Anda merenung, mengapa ada orang yang susah sekali mengingat apalagi memeringati keba-ikan Tuhan? Kalau bertemu dengannya, selalu yang keluar keluhan. Ada lagi orang yang di depan kita mengucap syukur, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya penuh ketamakan, iri hati, dan kecemasan. Yang lain mengatakan, “Hidup saya susah.” Ya, hidup di dunia ini memang susah. Sesenang-senangnya hidup seseorang, pasti ada susahnya juga. Sebaliknya, sesusah-susahnya hidup seseorang, pasti ada senangnya juga. Jadi, jangan tunggu segalanya menjadi baik baru mengucap syukur.
Temukan, ya, coba temukan hal-hal yang bisa membuat Anda bersyukur. Mungkin hal “sepele” seperti bisa makan es krim yang enak. Semakin sering Anda mengingat hal-hal tersebut, semakin Anda bahagia. Anda mungkin tidak membangun tugu seperti Samuel, tetapi Anda bisa membangun tugu peringatan “virtual” di dalam pikiran Anda untuk memeringati kebaikan-kebaikan Tuhan Yesus di dalam hidup Anda. Salam Eben-Haezer!

Refleksi Diri:
Apa kebaikan-kebaikan Tuhan di masa lalu yang bisa Anda ingat dan syukuri?
Bagaimana Anda akan menyatakan syukur sebagai ucapan terima kasih Anda kepada Tuhan Yesus atas kebaikan-kebaikan-Nya?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.