Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kristus Yang Penuh Belas Kasihan

Markus 8:1-10

Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh.

- Markus 8:2-3

Kita yang aktif berjemaat di gereja pasti mengenal atau minimal pernah mendengar tentang pelayanan diakonia. Pelayanan diakonia adalah tugas panggilan gereja untuk memperhatikan orang-orang yang berkekurangan secara materi berdasarkan rasa belas kasihan. Mengapa gereja perlu melakukan pelayanan diakonia? Karena Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk melakukannya. Karena itu, gereja mula-mula mengikuti teladan Kristus memulai pelayanan diakonia (lih. Kis. 6:1-7). Perikop bacaan hari ini mencontohkan bagaimana Kristus yang penuh belas kasihan memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh orang banyak.

Yesus masih berada di daerah Dekapolis dan mengajar sejumlah besar orang banyak (ay. 1). Mereka telah mengikuti Yesus selama tiga hari dan saat itu sudah tidak mempunyai makanan. Yesus tergerak melihat kondisi lapar orang banyak tersebut dan jika disuruh pulang dengan perut kosong mereka akan rebah (pingsan di terjemahan Alkitab lain) di jalan (ay. 2-3). Seperti kejadian sebelumnya, murid-murid meresponi keprihatinan Yesus dengan ketidakberdayaan. Namun, Yesus mengetahui apa yang harus dilakukan-Nya. Dia akan berbuat mukjizat dengan tujuh roti yang tersisa (ay. 5). Setelah menyuruh orang banyak duduk, Dia mengambil tujuh roti tersebut, mengucap syukur, memecah-mecahkan, dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan (ay. 6). Demikian juga diperbuat-Nya dengan beberapa ikan yang mereka punyai (ay. 7). Pada hari itu, ada kira-kira empat ribu orang makan dengan kenyang dan bahkan masih tersisa tujuh bakul! (ay. 8). Setelah orang banyak itu kenyang, baru Yesus menyuruh mereka pulang (ay. 9).

Jika memperhatikan sekeliling kita, ada banyak orang yang memerlukan bantuan, entah pangan, pakaian maupun papan. Sebagai orang-orang beriman, kita perlu meneladani Kristus Yesus dengan membuka mata dan hati yang penuh belas kasihan saat melihat kondisi mereka. Mari bergerak melakukan tindakan nyata untuk menolong mereka. Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa iman tanpa perbuatan yang nyata, pada dasarnya mati (Yak. 2:17). Bantuan kita akan meringankan beban mereka. Kita bisa melakukannya secara pribadi ataupun berkelompok melalui pelayanan diakonia gereja.


Refleksi Diri:

Bagaimana Anda bisa terlibat dalam pelayanan menolong mereka yang membutuhkan, baik secara pribadi ataupun melalui pelayanan diakonia gereja?

Apakah Anda sudah membuka mata dan memberikan hati yang berbelas kasihan kepada mereka yang membutuhkan bantuan Anda?"

Share:

Diamnya Sang Pembebas

Markus 15:1-15 

Memasuki Minggu Palma, umat Tuhan secara khusus menghayati perjalanan Yesus sebagai Sang Pembebas dari Betania ke Yerusalem. Kisah ini diawali dengan gelora antusiasme komunal atas datangnya Sang Mesias. Tidak heran bila pekik "Hosana!" pun membahana. Orang-orang saat itu rela menghamparkan pakaiannya untuk memberikan alas bagi jalan Sang Pembebas (lih. Mrk 11:8-10).

Kisah-Nya dilanjutkan hari ini. Dia yang dielu-elukan sebagai Mesias ternyata memilih berdiam saat banyak tuduhan dialamatkan kepada-Nya. Hal ini membuat Pilatus heran (4-5).

Bukankah ketika banyak tuduhan muncul, itu adalah kesempatan untuk unjuk kehebatan sebagai Mesias? Bukannya unjuk argumentasi dan bukti, Yesus justru memilih untuk bungkam saja. Mengapa?

Berdiam dalam hening adalah momen sakral bagi diwujudkannya iman. Itulah kekuatan dalam wujud iman yang fokus karena tidak dikuasai aneka gerak. Dalam diam, Yesus dapat mengendalikan emosinya. Sikap yang melukiskan bagaimana iman bekerja. Ini bisa dirasakan ketika orang mampu berdiam tanpa tergoda gerak energi dalam wujud emosi. Sikap tenang Yesus melukiskan kontras tajam dengan teriakan tak terkendali dari imam-imam kepala yang dengki dan orang banyak yang telah dihasut (3, 10-11, 13-14).

Pada setiap Hari Raya Paskah ada tradisi untuk Pilatus membebaskan satu orang tahanan atas permintaan orang banyak. Inilah yang hendak dipakai Pilatus untuk melepaskan Yesus, tetapi yang malah dimanfaatkan orang banyak untuk meneriakkan penyaliban-Nya. Inilah pula yang membukakan jalan pembebasan bagi Barabas, si pemberontak dan pembunuh. Kebebasan didapatkannya berkat diamnya Sang Pembebas, yakni Yesus.

Bukan pahlawan yang berperang dengan teriakan yang menyelamatkan kita, melainkan Pembebas yang diam di tengah tuduhan palsu. Dan bukan terdakwa yang kelu lidah yang menjadi Juru Selamat kita, melainkan Raja yang penuh kuasa dan kasih karunia. Tidak melulu iman dibuktikan dengan keributan, tetapi juga dengan ketenangan dan diam. [SET]

Share:

Cari Aman

Markus 14:66-72 

Istilah cari aman ditujukan kepada orang-orang yang tidak berani mengambil risiko dengan sesuatu yang dirasa nantinya akan membahayakan atau merugikan dirinya. Tindakan cari aman sebenarnya bisa dikatakan sebagai naluri alamiah manusia. Jika ada bahaya, orang tentu akan mengamankan diri.

Demikianlah Petrus tiga kali menyangkali bahwa dia bersama-sama dengan Yesus, yang saat itu sedang dihadapkan kepada imam besar (68, 70-71), di hadapan seorang hamba perempuan imam besar satu kali, dan di hadapan banyak orang dua kali.

Secara manusiawi, yang dilakukan Petrus adalah sesuatu yang wajar. Tidak ada seorang pun yang mau turut terlibat dalam masalah orang lain, apalagi kalau masalah itu melibatkan nyawa. Lebih baik berpura-pura tidak tahu daripada ikut celaka. Kalau Petrus mengakui dirinya sebagai murid Yesus, bukan tidak mungkin orang banyak mencemooh dia dan membuatnya turut menanggung penganiayaan.

Namun, yang membuat Petrus sangat kecewa tentu bukan sekadar penyangkalan yang dia lakukan, melainkan fakta bahwa hanya beberapa jam sebelumnya dia baru saja sesumbar kepada Yesus bahwa dia tidak akan pernah menyangkal Yesus, bahkan siap mati untuk-Nya (Mrk 14:29, 31). Kenyataannya, dia ketakutan untuk mengakui keterkaitan dirinya dengan Yesus.

Kiranya kita bijak dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dengan demikian, kita bisa memilih dengan tepat, kapan cari aman dan kapan harus mengambil risiko. Ada hal-hal yang memang perlu dibiarkan terjadi tanpa kita turut campur atau terlibat. Namun, ada hal-hal yang mengharuskan kita untuk melibatkan diri dan mengambil risiko.

Kita perlu memilah dan memilih supaya tidak keliru bertindak. Kita perlu cermat dalam mengamati dan menganalisis situasi. Kita perlu mempertimbangkan akibat bagi diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Jangan sampai kita menyesal dengan keputusan kita. Sebab, jika sudah terjadi, kita harus menanggung konsekuensi apa pun yang timbul dan bertanggung jawab dengan pilihan kita. [KRS]

Share:

Berlakulah Adil!

Markus 14:53-65 

Lirik salah satu lagu almarhum penyanyi Gombloh menyebut: "Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat". Ungkapan ini menunjukkan bahwa cinta bisa menutupi pandangan kita terhadap orang yang kita cintai, sehingga yang terlihat hanya kebaikannya. Sebaliknya, ketika kita sudah benci kepada seseorang, yang terlihat hanya keburukannya. Kebaikan sekecil apa pun dari orang itu, tetap saja dia dianggap buruk.

Tampaknya itulah isi hati imam kepala, tua-tua, dan ahli Taurat saat itu terhadap Yesus. Setelah Yesus ditangkap dan dihadapkan kepada imam besar, mereka mendatangkan saksi-saksi dusta untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus (53, 55). Kesaksian orang-orang itu tidak saling bersesuaian, tetapi mereka tidak berhenti memberi kesaksian palsu (56-59). Saksi-saksi terus didatangkan sampai akhirnya mereka menanyai Yesus secara langsung dan mendapat alasan untuk menjatuhi-Nya hukuman mati (60-64).

Memang, kalau sudah benci, ada saja yang dilakukan untuk menyudutkan atau bahkan mencelakai orang yang dibenci.

Mari kita menjaga hati kita. Setiap perasaan yang ada, kita barengi dengan logika. Ketika kita mencintai seseorang, kita tetap harus memandangnya secara sadar dan bijak. Dengan demikian, kita bisa melihat kelemahan, kesalahan, dan keburukan orang itu, bukan untuk menjelekkannya, tetapi memberi penilaian yang tepat.

Sebaliknya, ketika kita merasa tidak suka kepada seseorang, kita juga perlu bersikap objektif. Tak ada seorang pun yang seluruh diri atau hidupnya buruk. Tentu, orang itu pun memiliki kekuatan dan kebaikan. Jangan sampai kita menilai dan memperlakukan seseorang hanya berdasarkan rasa suka atau tidak suka kita kepadanya. Perlakuan yang demikian tidaklah adil.

Yesus diperlakukan secara tidak adil. Kita geram membaca pengalaman Yesus yang seperti itu. Maka, kita perlu menjaga diri supaya kita tidak melakukan hal yang sama. Pandanglah orang secara jujur dan objektif. Berlakulah adil kepadanya; tiap orang punya kebaikan maupun keburukan yang patut diakui. [KRS]

Share:

Pengecut

Markus 14:43-52 

Pengecut adalah kata lain dari penakut atau munafik. Itu berarti seorang pengecut adalah orang yang tidak memiliki keberanian. Pengecut adalah orang yang berpura-pura percaya atau setia, tetapi sebenarnya tidak.

Dalam kisah penangkapan Yesus, kita melihat dua sosok pengecut. Yudas bersama dengan serombongan orang suruhan datang dengan pedang dan pentung untuk menangkap Yesus (43). Kalau ada banyak orang membawa pedang dan pentung, yang ada dalam pikiran kita tentunya mereka hendak menghadapi sekelompok orang bersenjata atau menangani kerusuhan besar. Namun, saat itu mereka hanya akan menangkap Yesus seorang yang ditemani segelintir murid-Nya di tempat sepi pada malam gelap.

Mengapa mereka harus membawa pedang dan pentung? Sebegitu takutkah mereka kepada Yesus? Atau, apakah mereka sekadar memanfaatkan dan memamerkan kekuatan mereka supaya Yesus dan murid-murid-Nya tunduk? Sungguh pengecut!

Pengecut yang kedua adalah Yudas. Dia adalah salah satu dari kedua belas murid, tetapi dialah yang menyerahkan Yesus. Ia melakukannya dengan memberi ciuman kepada Yesus, bahkan ia pun masih menyapa-Nya sebagai Rabi (44-45). Ciuman dan sapaannya bisa dikira orang sebagai bentuk kesetiaan kepada Gurunya. Namun, ternyata, dia mengkhianati Yesus dengan gestur keramahannya. Lain di bibir, lain pula di hati; tampaknya setia, tetapi ternyata tidak. Dia telah menjadi seorang pengecut.

Sungguh tak terpuji tindakan pengecut. Jangan sampai kita menjadi seperti itu. Ketakutan yang berlebihan bisa mendorong kita untuk melakukan upaya dan tindakan yang berlebihan pula. Mari kita menata dan mengelola ketakutan kita, sehingga kita tidak menjadi pengecut.

Marilah kita juga menjaga supaya bibir kita selaras dengan hati dan pikiran kita. Jangan menjadi orang munafik yang berkata setia, tetapi hati dan pikiran mengkhianati. Jangan sampai kita tampak baik karena rajin beribadah dan memuji Tuhan, namun tindakan dan sikap hidup kita lebih banyak menodai nama Tuhan.

Share:

Temani Aku

Markus 14:32-42 

Umumnya, ketika kita mengalami pergumulan, kita mencari teman yang mau ada bersama kita. Dia tidak perlu banyak berbicara karena yang kita butuhkan bukan ceramah, melainkan afirmasi bahwa kita diterima dan dihargai.

Mungkin itulah yang dirasakan oleh Yesus. Di puncak beban berat karena penganiayaan yang akan diderita, Yesus membutuhkan teman. Ia hendak berdoa dan mencurahkan isi hati-Nya kepada Sang Bapa (32). Namun, Ia juga membutuhkan kehadiran murid-murid-Nya. Kehadiran para murid terdekat-Nya untuk turut berjaga dan berdoa menjadi sangat berarti bagi Yesus saat itu. Itulah sebabnya, Dia mengajak Petrus, Yakobus, dan Yohanes untuk menemani-Nya (33-34).

Kita sebagai manusia biasa juga senantiasa membutuhkan teman. Ada waktu-waktu tertentu dalam hidup yang tak dapat kita jalani sendirian. Ada kalanya hidup terasa berat dan kita ingin berhenti saja. Pada saat seperti itu, kehadiran teman menjadi sangat penting. Kita memerlukan seseorang berada di dekat kita atau bersama kita, sehingga kita tidak merasa sendirian. Jangan ragu mencari teman. Jangan ragu meminta pertolongan seseorang untuk menemani. Tak perlu kita takut terlihat lemah karena mencari pertolongan. Manusia tak selamanya kuat.

Pada saat yang sama, tak perlu kita ragu untuk menjadi teman bagi sesama. Ada waktunya kehadiran kita dibutuhkan oleh orang lain. Jangan sampai kita menjadi egois dengan enggan menemani sesama. Tak perlu kita pandai menasihati, sebab sering kali yang lebih dibutuhkan adalah kehadiran dan doa kita bersamanya.

Dalam puncak pergumulan berat-Nya, Yesus tak ragu meminta murid-murid-Nya untuk menemani Dia. Betapa berharganya kehadiran seorang teman untuk bertahan di tengah masa penderitaan berat.

Jangan abaikan kebutuhan kita untuk ditemani. Juga janganlah kita menghindari permintaan sesama kita ketika orang itu membutuhkan kita untuk menemaninya. Tuhan hadir melalui seseorang yang bersedia menjadi teman bagi sesamanya. Kiranya orang itu adalah kita semua.

Share:

Benci Jadi Cinta

Markus 14:26-31 

Kata orang, jangan terlalu cinta, jangan terlalu benci. Itu karena nanti cinta kita malah bisa berubah menjadi kebencian. Perubahan perasaan ini bisa terjadi bila kita mengalami peristiwa yang mengecewakan.

Tampaknya demikianlah yang diperingatkan oleh Yesus kepada Petrus. Murid ini terlalu berkobar-kobar menyatakan cintanya kepada Yesus, hingga menyangkal bahwa imannya akan terguncang (29). Bahkan, Petrus menganggap dirinya lebih kuat daripada yang lain, sehingga dirinya satu-satunya yang akan tetap teguh. Petrus dibutakan oleh cintanya sehingga menganggap bahwa ia akan kuat menanggung segala sesuatu, khususnya dalam mengikut Yesus. Bahkan, katanya, dia pun siap mati bagi Yesus (31).

Tentu saja, militansi seperti Petrus ini dibutuhkan. Kalau tidak ada orang yang militan dalam beriman kepada Yesus, tidak akan ada yang bertahan di tengah berbagai tekanan dan tantangan iman Kristen. Kita harus penuh semangat dan tangguh dalam iman kita. Namun, setiap orang percaya tetap harus menyadari keterbatasan dirinya, tidak menjadi jemawa dan merasa diri senantiasa kuat dengan kekuatan sendiri. Jangan pula kita merasa diri lebih kuat, apalagi paling kuat, dibandingkan orang lain.

Setiap orang harus sadar bahwa di dalam dirinya selalu ada kelemahan manusiawi. Kesadaran ini bukan untuk menjadikan kita rendah diri atau minder, juga bukan untuk menjadi alasan atau pemakluman untuk melakukan kesalahan atau ketidaksetiaan. Kesadaran ini menolong supaya kita tidak sombong dan bisa selalu mewaspadai diri sendiri.

Selain itu, dengan kesadaran yang demikian, kita tidak akan terpuruk berkepanjangan atau kecewa berlebihan terhadap diri sendiri hingga tidak bisa bangkit lagi ketika kita melakukan kesalahan. Sebaliknya, kita bisa mengakui kelemahan kita, lalu berusaha untuk menjadi lebih setia dan lebih kuat lagi. Namun, hal yang lebih utama daripada itu semua adalah kita selalu ingat bahwa Tuhanlah sumber kekuatan kita. Dialah yang memampukan kita untuk beriman dengan setia sampai akhir. [KRS]

Share:

Pista

Markus 14:22-25 

Dalam bahasa Jawa, pista berarti pesta yang menggambarkan perayaan besar. Namun, pista juga sering dijadikan akronim dari "tipis rata". Maksudnya, di dalam sebuah pesta, makanan yang ada mungkin tidak selalu berlimpah, tetapi semua orang mendapat makanan walau hanya sedikit.

Hal senada ditunjukkan oleh Yesus saat mengadakan perjamuan. Roti dipecahkan dan dibagikan (22). Anggur dalam cawan diminum secara bergantian (23). Itu berarti semua orang mendapat bagian dari roti dan cawan yang sama.

Sampai sekarang perjamuan kudus yang dilakukan oleh gereja pun menunjukkan hal yang sama. Setiap orang hanya mendapat sekeping roti dan seseloki anggur. Memang jumlah sesedikit itu tidak akan menghilangkan lapar dan dahaga. Namun, semua menerima dan turut menikmati perjamuan secara rata.

Hal seperti itu terjadi dan tidak pernah menjadi masalah karena orang paham bahwa tujuan utamanya bukanlah untuk menjadi kenyang dan puas. Yang menjadi pusat perhatian adalah apa yang dilambangkan oleh perjamuan itu, yaitu keselamatan yang dianugerahkan oleh Tuhan. Roti melambangkan tubuh Yesus, anggur melambangkan darah Yesus. Keduanya dikurbankan untuk menyelamatkan manusia. Dengan roti dan anggur yang dibagikan kepada semua orang secara rata, dinyatakan bahwa keselamatan dianugerahkan kepada semua orang tanpa terkecuali. Tuhan menghendaki supaya semua orang selamat.

Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa tinggi hati karena kita telah diselamatkan. Orang yang Tuhan ingin selamatkan bukan hanya diri kita. Demikian pula, kita tak perlu merasa iri atau kesal karena orang lain juga Tuhan selamatkan, padahal menurut kita, dia tidak pantas untuk diselamatkan. Tuhan mau agar semua orang selamat.

Yang perlu kita lakukan bukan menilai orang lain, tetapi menerima keselamatan yang menjadi bagian kita. Lalu, turutlah bersukacita bersama semua orang lain yang juga diselamatkan oleh Tuhan. Pista, demikianlah keselamatan dianugerahkan bagi semua orang. [KRS]

Share:

Harus Terjadi!


Markus 14:12-21 

Sesuai tradisi, orang Yahudi akan mengadakan perjamuan makan Paskah. Demikian pula Yesus dan murid-murid-Nya.

Yesus memberi perintah kepada dua orang murid-Nya supaya pergi ke kota untuk mempersiapkan perjamuan Paskah (13-15). Mereka pun pergi sesuai yang diperintahkan Yesus, dan benarlah, semua sudah tersedia persis seperti yang Yesus katakan (16).

Tiba saatnya Yesus dengan kedua belas murid-Nya makan bersama (17). Di tengah suasana perjamuan makan, Yesus mengungkapkan bahwa ada salah seorang di antara mereka yang akan menyerahkan Dia (18). Suasana menjadi sedih dan satu per satu murid-murid itu mulai menyangkalnya (19). Yesus hanya memberi tanda bahwa orang itu ada di antara mereka dan begitu dekat dengan-Nya (20).

Tidak disebutkan siapa murid yang akan mengkhianati Yesus. Meski demikian, perkataan Yesus yang begitu lugas menjadi tanda bagi murid-murid bahwa ini bukanlah hal main-main. Nada kekecewaan dan kesedihan tersirat dari setiap kata yang keluar dari mulut Yesus, "celakalah orang yang membuat Anak Manusia itu diserahkan" (21). Seorang dari murid-murid yang dipanggil dan dikasihi-Nya, yang begitu dekat dengan Gurunya, akan menyerahkan Dia.

Yesus tahu betul bahwa semua itu memang harus terjadi sesuai kehendak dan rencana Allah Bapa. Ia harus menanggung semua itu. Sudah waktunya Ia menggenapi janji Allah kepada umat-Nya. Mesias harus diserahkan dan mati untuk menebus manusia yang berdosa. Ia menerima semua itu karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita.

Namun ironisnya, kita masih sering kali mengeluh atas ketidaknyamanan atau kesulitan yang kita alami. Padahal, pergumulan kita sebagai orang Kristen tidak akan sebanding dengan penderitaan Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kita.

Berbagai macam hal bisa terjadi dalam hidup kita, baik hal yang menyenangkan maupun yang mengecewakan. Namun, di balik semua itu, percayalah ada rencana Allah yang indah. Sekarang sama seperti Yesus, bagian kita adalah taat dan setia. [MAR]

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.