Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Hukuman atau Keselamatan ?

Kejadian 7  

Allah selalu serius dalam memenuhi janji-Nya. Ia akan menegakkannya, baik melalui hukuman maupun melalui keselamatan.

Allah telah menyatakan bahwa Dia akan mengirimkan banjir untuk memusnahkan segala makhluk hidup (Kej 6:17). Dan janji-Nya digenapi: banjir itu menutupi bumi selama 150 hari (24), mengakibatkan kematian bagi semua makhluk hidup di darat (21-23a).

Tetapi Allah juga berjanji untuk menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sepasang dari setiap makhluk hidup untuk memelihara kehidupan (Kej 6:18-21). Dan janji-Nya juga digenapi: Allah mempersiapkan Nuh, keluarganya, dan semua binatang untuk masuk ke dalam bahtera (1-9, 11-16), dan mereka semua tetap hidup (23b).

Meskipun peristiwa itu hanya satu, yaitu banjir, implikasinya sangatlah banyak. Kedatangan banjir tidak diinformasikan kepada orang-orang yang akan dihukum, tetapi hanya kepada mereka yang akan diselamatkan.

Di satu sisi, banjir mengingatkan kita akan kekerasan hukuman atas dosa. Allah tidak menganggap enteng dosa. Konsekuensi dari dosa adalah kehancuran. Karena itu, mari tinggalkan dan hindari dosa sekarang juga! Kesabaran Allah memberikan kita kesempatan untuk kembali dari kesesatan dan kejahatan kita.

Di sisi lain, banjir juga menunjukkan betapa indahnya keselamatan dari Allah. Kuasa penyelamatan-Nya bukan hanya tentang kebebasan dari hukuman dosa. Lebih dari itu, keselamatan berarti hidup bersama Allah dalam kemuliaan yang baru.

Keselamatan itu telah disediakan melalui Tuhan Yesus Kristus. Dalam kematian-Nya, Dia menanggung hukuman dosa sehingga orang percaya tidak dihukum lagi. Dalam kebangkitan-Nya, Dia menjamin kebangkitan tubuh yang kekal. Dalam kenaikan-Nya, Dia mempersiapkan tempat bagi kita di surga yang baru dan bumi yang baru.

Di sinilah kehidupan yang sempurna bersama Allah tersedia bagi orang percaya. Indah sekali, bukan? Apakah Anda ingin menjadi bagian dari itu?

Share:

Kesalehan Hidup

Kejadian 6:9-22

Sejak jatuhnya manusia, Kitab Kejadian menunjukkan bagaimana dosa memiliki kekuatan untuk menyimpangkan hidup manusia. Kejahatan merajalela, bahkan dalam konteks ibadah (Kej 4:1-15).

Namun, ada pengecualian yang terjadi. Nuh hidup dalam persekutuan dengan Allah (9). Ini tidak berarti Nuh tanpa dosa, tetapi ia hidup dengan integritas dan kesalehan. Tidak seperti orang-orang sekitarnya, Nuh berusaha menjaga integritas dan tetap hidup benar di mata Allah. Nuh memilih hidup yang beriman di tengah kegelapan iman, dan ia memilih kebenaran daripada kefasikan. Sebagai hasilnya, Allah mengasihi Nuh (Kej 6:8) dan mengungkapkan rencana-Nya mengenai dunia (13).

Allah berencana untuk menghapus kejahatan dengan banjir (17), tetapi Ia akan menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sepasang dari setiap makhluk untuk mempertahankan kehidupan (18-21). Karena itu, Nuh diperintahkan untuk membuat bahtera besar (14-16). Nuh mematuhi perintah Allah dengan setia (22).

Kesalehan Nuh bukan hanya tentang hidup yang benar dan menjauhi kejahatan, tetapi juga mengenai partisipasinya dalam rencana Allah untuk menghapus kejahatan dari bumi.

Demikian pula, orang percaya saat ini. Di tengah dunia yang penuh dengan keegoisan, cinta uang, dan hawa nafsu (lihat 2Tim 3:1-5), kita dipanggil untuk mencintai Allah di atas segalanya. Meskipun kita hidup di dunia yang penuh kefasikan, kita dipanggil untuk berjalan dengan Allah dan menjadi gambaran Kristus.

Selain itu, kita juga dipanggil untuk aktif dalam misi Allah di dunia. Sepanjang sejarah, Allah terus bekerja untuk memperbarui dunia ini. Semua kejahatan akan digantikan oleh keindahan, keadilan, dan kebenaran Allah. Orang percaya diutus untuk terlibat dalam misi ini dan menyatakan keselamatan melalui kuasa kebangkitan Yesus Kristus.

Kesalehan hidup bukan berarti hidup sesuai dengan standar dunia atau menghindari dunia, tetapi hadir di dunia untuk membawa perubahan dan menjadi terang dalam kegelapan.

Share:

Jangan Melewati Batas

Kejadian 6:1-8

Bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bagaimana dosa di seluruh dunia telah melewati batas yang ditetapkan.

Narasi dalam Kejadian 6:1-8 menunjukkan betapa mengerikannya dosa dan konsekuensinya. Alkitab merangkumnya dengan mengatakan: " ... betapa besar dosa manusia di bumi, dan setiap pikiran dan kecenderungan hatinya selalu berorientasi pada kejahatan" (5).

Kalimat ini diucapkan setelah pelanggaran yang dilakukan oleh "anak-anak Allah" (2). Meskipun ada berbagai penafsiran tentang siapa "anak-anak Allah" ini (apakah keturunan Set yang hidup benar, malaikat, atau lainnya), yang pasti adalah mereka "melihat ... memilih sebagai istri, siapa saja yang mereka suka" (2), mirip dengan Hawa yang "melihat ... mengambil buahnya dan memakannya" (Kej 3:6). Dengan mengambil pasangan berdasarkan keinginan mata dan hati mereka, mereka telah melewati batas yang ditetapkan oleh Allah. Akibatnya, mereka menghasilkan keturunan yang "gagah perkasa" dan "ternama", tetapi hidup dalam kejahatan (4-5).

Dosa adalah sesuatu yang menggoda. Sejak kejatuhan manusia, dosa selalu menggoda untuk melewati batas yang Allah tetapkan. Meskipun Allah telah menetapkan batas untuk hubungan yang baik antara manusia dan Dia, dosa menggoda manusia untuk mengabaikan peringatan Tuhan dan melewati batas tersebut. Dosa telah membingungkan manusia dan menyimpang dari jalan yang benar.

Dalam hal ini, kita dapat memahami mengapa hati manusia sering kali menghasilkan kejahatan. Ketika manusia melanggar perintah Allah, ia menjadi terjebak dalam keinginan tersebut. Meskipun ia berharap untuk berbuat baik, ia malah melakukan hal yang sebaliknya (lihat Rom 7:15-23). Dosa membelenggu manusia, membuatnya terus-menerus mengikuti keinginan dan tindakan dosa.

Jika kita masih terikat oleh dosa saat ini, mari datang kepada Yesus Kristus, yang telah bangkit untuk kita. Hanya Dia yang dapat membebaskan kita sepenuhnya dari belenggu dosa dan kuasa maut.

Share:

Legasi

Kejadian 5 

Kejadian pasal 5 ini menginformasikan realita kehidupan manusia.

Pertama, manusia diciptakan menurut rupa Allah (1-2). Semua manusia menyandang kemuliaan-Nya.

Kedua, manusia hidup dalam waktu yang terbatas. Kata-kata "mencapai umur" dan "lalu ia mati" ditulis berulang kali (5, 8, 11, 14, 17, 20, 27, 31). Ini menggemakan konsekuensi ketidaktaatan (bdk. Kej 2:17; 3:6, 19). Kematian adalah tanda hukuman Allah atas dosa.

Ketiga, sekalipun demikian, ada manusia yang tidak mengalami kematian fisik. "Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah" (24). Henokh dikatakan "mencapai umur" lanjut seperti yang lainnya, tetapi dengan hidup taat dan setia kepada Allah, ia diperkenan oleh-Nya (bdk. Ibr 11:5).
Namun, pada sisi lain, ini bukan soal apa yang dilakukan Henokh saja. Ini pada utamanya merupakan tindakan Allah. Dikatakan: "ia telah diangkat oleh Allah" (24), yang artinya kuasa Allah yang memberikan kehidupan kepada Henokh. Jika kematian dimaknai sebagai hukuman, kehidupan dimaknai sebagai pemulihan atas hidup yang dikerjakan Allah sendiri.
Tentang singkatnya hidup manusia dikatakan: " ... di pagi hari mereka seperti rumput yang akan binasa, di waktu pagi bersemi dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:5-6). Bagaimana kita menjalani kehidupan yang terbatas ini? Legasi seperti apa yang ingin kita tinggalkan?
Ada dua pilihan. Pertama, kita hidup dengan melakukan berbagai pelanggaran dan dosa, mengikuti jalan dunia, menaati penguasa kerajaan angkasa, serta hidup dalam hawa nafsu daging dan pikiran jahat (Ef 2:1-3). Kedua, kita hidup bergaul dengan Allah seperti Henokh. Allah telah menganugerahkan kehidupan kepada kita melalui pribadi Yesus Kristus (Ef 2:4-7). Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah melepaskan manusia dari cengkeraman maut. Melalui kemenangan-Nya, kuasa maut itu sendiri telah dilenyapkan.

Seperti Henokh, apakah Anda mau meninggalkan legasi sebagai orang yang berjalan bersama Allah?
Share:

Merespons Teguran dengan Benar

Kejadian 4:1-16 

Dosa Adam dan Hawa tidak berhenti pada diri mereka, tetapi berlanjut kepada keturunannya, bahkan menjadi makin parah.
Kain, anak sulung mereka, bukan hanya melawan perintah Tuhan dengan memberikan persembahan yang tidak diperkenan Tuhan, tetapi juga membunuh adiknya (5a, 8).
Apa yang tidak diperkenan Tuhan bukan hanya soal apa yang dipersembahkan, tetapi juga bagaimana hati orang yang mempersembahkannya. Sekalipun persembahan yang diberikan kepada Tuhan sempurna dan berlimpah, jika hati si pemberi tidak tulus dan tanpa kasih kepada Tuhan, sia-sialah persembahannya itu (lih. Ams 21:27).
Kitab Kejadian memang tidak menjelaskan secara terperinci mengapa persembahan Kain ditolak. Mungkin yang ia berikan bukan yang terbaik atau mungkin ia tidak memberi dengan tulus hati. Namun, yang jelas respons Kain adalah hati panas dan muka muram (5b). Karena itu, Tuhan mengingatkan sang anak sulung untuk mengevaluasi diri, apakah yang dirasakan dan dipikirkan sudah benar (6). Tuhan juga mengingatkan Kain untuk berbuat baik dan berhati-hati supaya dia tidak jatuh ke dalam dosa (7). Sayangnya, Kain bukannya melakukan introspeksi; sebaliknya, ia malah membunuh adiknya dan bahkan menyangkali perbuatannya (9).
Menerima peringatan dan teguran dari orang lain sering kali tidak mudah. Banyak orang merespons dengan marah karena merasa bahwa teguran itu merendahkan atau mempermalukannya. Padahal, jika teguran direspons dengan benar, kata-kata itu dapat menolong kita supaya kita tetap berada di jalan yang benar.
Bagaimana respons kita selama ini atas peringatan atau teguran yang datang? Adakah kita menjadi marah atau tersinggung? Atau, adakah kita menenangkan diri, menerima teguran itu, dan mau mengevaluasi isi hati kita?
Bersyukurlah jika masih ada orang-orang yang mau mengingatkan kita ketika jalan kita mulai serong. Responslah teguran itu dengan evaluasi diri dan upaya perbaikan diri supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa, melainkan tetap hidup dalam kebenaran.
Share:

Pernikahan yang Dikehendaki Allah

Kejadian 2:8-25

Pernikahan bukan hanya sekedar ikatan komitmen, tetapi merupakan bagian dari inisiatif Allah sejak awal penciptaan manusia.

Allah melihat bahwa Adam membutuhkan seorang penolong yang sesuai untuknya (18). Allah melihat kebutuhan Adam setelah ia berinteraksi dengan semua ciptaan yang Allah bawa kepadanya (19-20). Oleh karena itu, Allah menciptakan seorang wanita yang sepadan dengan Adam, yang diberi nama Hawa.

Allah menciptakan wanita dari Adam, menjadikannya berbeda dari ciptaan lain (21-22). Mereka sesungguhnya adalah satu kesatuan. Ada aspek dari Adam yang hanya dapat ditemukan dalam Hawa, sehingga mereka menjadi satu dalam kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Alkitab mengatakan bahwa keduanya berdua telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu (25). Ini menunjukkan keterbukaan dan kejujuran di antara mereka, tanpa rasa malu atau perlu menyembunyikan apapun. Mereka saling menerima dan mengasihi apa adanya.

Hal ini mencerminkan pernikahan Kristen yang ideal. Ketika seorang pria dan wanita bersatu dalam pernikahan yang kudus, mereka menjadi satu. Kesatuan ini tidak hanya fisik, tetapi juga rohani. Mereka menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Namun, setelah jatuh ke dalam dosa, pernikahan seringkali kehilangan esensinya. Keterbukaan menjadi sesuatu yang dihindari, mungkin karena takut ditolak atau dihakimi. Akibatnya, pasangan saling mencurigai, menyalahkan, dan bahkan membenci. Intimasi dan keutuhan hilang, serta kegembiraan yang seharusnya ada dalam pernikahan menghilang.

Pernikahan seperti apa yang Anda jalani atau akan Anda jalani? Mari kita kembali ke esensi pernikahan yang dikehendaki Allah. Belajarlah untuk terbuka, menerima, dan membangun satu sama lain, sehingga pernikahan yang Anda bangun dapat memuliakan Tuhan dan membawa sukacita ilahi bagi semua yang melihatnya.

Share:

Kacamata Iman

Kejadian 1:1-2:7

Kitab Kejadian dengan jelas menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Tidak ada yang ada dan berbentuk jika bukan Allah yang menciptakannya.

Allah melakukan pekerjaan yang luar biasa yang melebihi pemikiran manusia. Sebagai contoh, bagaimana kita bisa menjelaskan keberadaan samudera kosmos dan Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air, jika lautan dan atmosfer diciptakan pada hari kedua dan ketiga? (1:2, 6-10). Atau, bagaimana kita bisa menjelaskan terang pada hari pertama jika benda penerang diciptakan pada hari keempat (1:3, 14-16).

Meskipun manusia terus mencari penjelasan dan mengajukan berbagai teori tentang asal-usul alam semesta, belum ada teori yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan sepenuhnya.

Kitab Kejadian bukanlah buku sains, tetapi apa yang ditulis di dalamnya mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Allah menciptakan manusia dengan akal budi, memberikan kekuasaan atas ciptaan lain, dan tugas untuk merawat bumi (1:26, 28; 2:5). Ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan juga berasal dari Allah. Oleh karena itu, dalam memahami asal-usul dunia dan isinya, kita tidak hanya bergantung pada akal manusia, tetapi juga memerlukan perspektif iman.

Misteri-misteri dalam penciptaan alam mengingatkan kita tentang pentingnya iman dalam hidup. Iman melampaui pengetahuan empiris. Apa yang kita lihat mungkin tidak lengkap atau benar karena keterbatasan penglihatan kita.

Demikian pula, dalam banyak peristiwa hidup yang penuh misteri, jika kita hanya mengandalkan akal budi kita, kita tidak akan pernah puas. Sebaliknya, iman akan membantu kita melihat bahwa Tuhan hadir, bekerja, dan merawat kita.

Mari kita terus memandang kehidupan dengan kacamata iman, dan percayakan hidup kita kepada Tuhan, Pencipta yang berdaulat.

Share:

Kemenangan di dalam Tuhan

Mazmur 20

Dalam mazmur ini, Daud mengungkapkan imannya bahwa hanya Tuhan yang dapat menyelamatkannya dari musuh dan kesulitan.

Daud yakin bahwa Tuhan dapat menyelamatkan Israel dari kesulitan, melindungi mereka, memberikan bantuan yang diperlukan, dan memberikan kemenangan (2-3). Oleh karena itu, Daud menyarankan agar umat Tuhan tidak bergantung pada kekuatan militer seperti kereta dan kuda yang digunakan oleh bangsa lain. Mereka yang bergantung pada kekuatan manusia tidak akan dapat mengalahkan kekuatan Tuhan. Kemenangan hanya akan diberikan kepada mereka yang diperkenan Tuhan (7-9).

Di akhir mazmur, Daud kembali memohon kemenangan kepada Tuhan (10). Ini menunjukkan bahwa peperangan belum dimulai dan kemenangan belum diraih. Namun, Daud berkomitmen untuk bergantung sepenuhnya pada Tuhan dan mengajak Israel untuk melakukan hal yang sama.

Hari ini, kita mungkin tidak menghadapi perang fisik seperti yang dihadapi Israel pada masa Daud. Namun, kita sering kali mengalami pergumulan dalam kehidupan yang menekan kita seperti perang. Dalam situasi seperti itu, apakah kita akan bergantung pada kekuatan dan keahlian kita? Atau apakah kita akan mencari pertolongan dari orang lain? Atau, apakah kita akan berseru kepada Tuhan seperti Daud?

Berusaha sebaik mungkin dan meminta bantuan orang lain adalah hal yang baik. Namun, kita sebaiknya tidak menggantungkan harapan kita pada manusia. Sebaiknya, kita serahkan diri dan situasi kita sepenuhnya kepada Tuhan. Dia akan bekerja, memberikan hikmat, dan menyediakan pertolongan yang kita butuhkan.

Meskipun saat ini kemenangan belum terlihat, kita tidak boleh berhenti berdoa dan berharap kepada Tuhan. Karena kemenangan sejati dalam pergumulan hidup kita hanya dapat ditemukan di dalam Tuhan.

Share:

Mencintai Firman-Mu

Mazmur 19

Mazmur ini dibuat oleh Daud saat ia merenungkan keajaiban karya Tuhan, baik melalui ciptaan-Nya (wahyu umum) maupun melalui firman-Nya (wahyu khusus).

Daud menyatakan bahwa meskipun langit tidak berbicara, keindahannya menyampaikan kemuliaan Tuhan (2-5a). Demikian pula matahari yang selalu naik dan terbenam pada waktu dan tempat yang tepat (5b-7).

Kemuliaan Tuhan juga tercermin dalam firman-Nya, yaitu Alkitab. Firman Tuhan adalah sempurna, teguh, benar, murni, suci, kekal, dan adil (8-10). Daud menggunakan berbagai istilah seperti Taurat, peraturan, titah, perintah, dan hukum untuk menunjukkan nilai dan kepentingan firman tersebut.

Daud menyadari bahwa tanpa firman Tuhan, ia akan tersesat. Hanya firman Tuhan yang memberikan hikmat dan peringatan saat hidupnya menyimpang (8, 12). Ketika orang jahat berusaha mempengaruhinya untuk berbuat dosa, firman Tuhan menguatkan dan meneguhkannya agar tetap hidup dalam kekudusan (14). Daud percaya bahwa mereka yang berpegang pada firman Tuhan dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya akan mendapatkan upah besar.

Upah yang dimaksud bukanlah kekayaan atau kebebasan dari kesulitan. Upah besar adalah menjadi orang yang diperkenan dan dikasihi oleh Allah. Orang yang benar-benar mencintai Tuhan dan firman-Nya, taat kepada-Nya, dan mengutamakan-Nya dalam segala situasi akan menjadi sahabat Allah.

Bagaimana dengan kita sekarang? Seberapa besar cinta kita kepada Tuhan dan firman-Nya? Seberapa keras kita berusaha untuk taat kepada firman-Nya di tengah keterbatasan dan kesulitan yang kita hadapi? Sudahkah kita menjadi sahabat Allah?

Semoga kita semua ditemukan oleh Allah sebagai anak-anak yang mencintai firman-Nya.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.