Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Karena Kuasa-Mu lah!

Mazmur 21 

Pada saat kita melihat dan merenungkan kehidupan kita ke belakang, kira-kira perasaan apa yang muncul dan apa yang akan kita katakan? Apakah kita bersyukur karena mengakui bahwa semua yang telah kita lalui adalah karena kuasa Tuhan? Atau, apakah kita mengeluh, menyesal, serta menyalahkan diri dan Tuhan atas apa yang kita alami?

Raja Daud, dalam perikop ini, ketika ia merenungkan kemenangan yang Tuhan berikan sebagai jawaban dari doanya, bersyukur dan bersukacita. Inti dari rasa syukur dan sukacita Daud adalah semua yang ia alami terjadi karena kuasa Tuhan.

Dalam ayat 3-7, Daud memaparkan bahwa semua yang ada padanya saat itu merupakan pemberian Tuhan. Keinginan hatinya, berkat yang melimpah, mahkota emas, umur panjang, kemuliaan, dan keagungan, Tuhanlah yang memberikan semua ini. Dialah yang membuat Daud menjadi berkat dan penuh sukacita. Daud tidak mengucap syukur semata-mata karena kemenangannya, tetapi ia juga merefleksikan seluruh keberadaan dirinya dan mengakui itu semua sebagai pemberian Tuhan.

Menariknya, atas semua pemberian dan kuasa Tuhan dalam hidupnya, Daud tidak berhenti pada pengucapan syukur dan sukacita, tetapi ia juga menyertakan komitmennya untuk percaya kepada Tuhan (8a). Ini adalah salah satu keteladanan Daud sebagai seorang pemimpin, bahwa di atas segalanya Tuhanlah yang dipercaya, bukan kuasa dan kehebatan seorang raja. Atas kepercayaan dan kesetiaannya kepada Tuhan, sebagai balasannya Tuhan meneguhkan takhtanya (8b).

Bagaimana kita melihat semua yang kita miliki saat ini? Bagaimana kita melihat posisi, jabatan, keluarga, talenta, materi, dan kesehatan kita? Apakah kita menganggap itu semua sudah sewajarnya kita terima dan miliki sebagai hasil jerih lelah kita? Atau, apakah kita sama seperti Daud, yaitu melihatnya sebagai anugerah Tuhan dan mengakui karena kuasa Tuhanlah kita bisa ada sebagaimana kita ada saat ini?

Kiranya rasa syukur dan sukacita melimpah dalam hidup kita. 

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 

Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 

Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu. 
Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu
Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. 

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati

Share:

Kejatuhan Orang Benar

Kejadian 9:18-29

Alkitab tidak hanya mencatat keberhasilan tokoh-tokoh, tetapi juga menggambarkan kegagalan mereka. Pada masa tua Nuh, ia mengalami periode tragis dalam hidupnya. Ia terjerumus dalam minuman anggur dan menjadi mabuk (20-21). Selama periode ini, anaknya, Ham, melihat aurat Nuh dan memberitahukannya kepada saudara-saudaranya (22), sebuah tindakan yang tidak pantas. Di sisi lain, Sem dan Yafet menutupi aurat ayah mereka dengan hormat (23). Akibat dari peristiwa ini, Ham dan keturunannya diberi kutukan oleh Nuh (25-27).

Kisah terakhir Nuh menegaskan bahwa semua manusia rentan terhadap dosa (lihat Kejadian 8:21). Meskipun diselamatkan dari banjir besar, Nuh tidak menjadi sempurna. Hidupnya masih terjebak dalam kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia.

Sebagai orang percaya, kita harus waspada terhadap godaan dosa. Tidak ada yang kebal terhadap jatuh ke dalam dosa. Bahkan, berkat yang diberikan Allah bisa berubah menjadi kutukan karena kecenderungan jahat dalam diri manusia.

Kerohanian kita bisa merosot jika tidak dijaga. Pada awal pertobatan, kita mungkin bersemangat dalam mengejar keserupaan dengan Kristus: rajin membaca Alkitab, berdoa, bersekutu, menyesali dosa-dosa, dan melayani Tuhan. Namun, kelalaian satu kali saja dapat merusak kerohanian kita, mengarah pada kesalahan yang memalukan di hadapan Tuhan dan orang lain.

Meskipun Nuh mengalami kegagalan, ada kabar baik. Kisah ini ditempatkan setelah perjanjian Allah yang kekal dengan Nuh dan segala makhluk hidup (Kejadian 9:8-17). Ini menunjukkan bahwa kejatuhan orang benar tidak menghentikan Allah untuk meneruskan berkat-Nya.

Allah pasti menghukum dosa karena keadilan-Nya, tetapi Ia juga memberi pengampunan kepada setiap orang yang bertobat. Mari kita tetap menjaga kerohanian kita agar kita bisa berkata: "...meskipun lahiriah kami semakin merosot, tetapi batiniah kami diperbarui dari hari ke hari" (2 Korintus 4:16).

Share:

Perintah Baru tetapi Lama

Kejadian 9:1-17

Narasi ini menggambarkan sebuah kesinambungan dengan kisah penciptaan. Meskipun telah terjadi banjir besar, prinsip-prinsip dasar penciptaan tetap berlaku dalam hubungan manusia dengan Allah dan alam semesta.

Manusia masih membawa citra Allah (6b; Kej 1:26-27), sehingga Allah memerintahkan agar tidak membunuh sesama manusia (5b-6a). Ini adalah perlindungan yang diberikan Allah kepada seluruh umat manusia.

Larangan untuk menumpahkan darah manusia ini adalah pengingat terhadap dosa Kain dan Lamekh (lihat Kej 4:9). Sebaliknya, manusia diperintahkan untuk berkembang biak dan memenuhi bumi (1, 7), serta diberikan tanggung jawab untuk mengelola makhluk-makhluk lain dan alam semesta (2-4). Ini merupakan kesempatan kedua bagi manusia untuk menjalankan peran mereka sebagai imam-imam Allah di bumi.

Allah juga membuat perjanjian dengan manusia dan seluruh ciptaan bahwa Ia tidak akan membinasakan bumi melalui banjir lagi (8-11). Allah menandai janji-Nya dengan "busur-Ku" yang "Kutaruh di awan" (13), menegaskan bahwa bumi akan tetap dipelihara dan tidak dimusnahkan.

Dari teks ini, kita memahami bahwa Allah memanggil kita untuk menjalankan perintah-perintah lama dengan sudut pandang baru. Sebagai gambar Allah, kita ditugaskan untuk tidak hanya menjaga sesama manusia, tetapi juga alam semesta. Kita hidup dalam komunitas ciptaan bersama hewan dan tumbuhan, dan kita semua menantikan pembebasan akhir dari kebinasaan menuju kehidupan yang baru dalam Kristus (Roma 8:19-22).

Karena itu, mari kita mengelola alam semesta ini dengan bijaksana, sehingga kita mencerminkan kemuliaan Allah melalui keindahan dan kelangsungan hidup ciptaan-Nya.

Share:

Hukuman atau Keselamatan ?

Kejadian 7  

Allah selalu serius dalam memenuhi janji-Nya. Ia akan menegakkannya, baik melalui hukuman maupun melalui keselamatan.

Allah telah menyatakan bahwa Dia akan mengirimkan banjir untuk memusnahkan segala makhluk hidup (Kej 6:17). Dan janji-Nya digenapi: banjir itu menutupi bumi selama 150 hari (24), mengakibatkan kematian bagi semua makhluk hidup di darat (21-23a).

Tetapi Allah juga berjanji untuk menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sepasang dari setiap makhluk hidup untuk memelihara kehidupan (Kej 6:18-21). Dan janji-Nya juga digenapi: Allah mempersiapkan Nuh, keluarganya, dan semua binatang untuk masuk ke dalam bahtera (1-9, 11-16), dan mereka semua tetap hidup (23b).

Meskipun peristiwa itu hanya satu, yaitu banjir, implikasinya sangatlah banyak. Kedatangan banjir tidak diinformasikan kepada orang-orang yang akan dihukum, tetapi hanya kepada mereka yang akan diselamatkan.

Di satu sisi, banjir mengingatkan kita akan kekerasan hukuman atas dosa. Allah tidak menganggap enteng dosa. Konsekuensi dari dosa adalah kehancuran. Karena itu, mari tinggalkan dan hindari dosa sekarang juga! Kesabaran Allah memberikan kita kesempatan untuk kembali dari kesesatan dan kejahatan kita.

Di sisi lain, banjir juga menunjukkan betapa indahnya keselamatan dari Allah. Kuasa penyelamatan-Nya bukan hanya tentang kebebasan dari hukuman dosa. Lebih dari itu, keselamatan berarti hidup bersama Allah dalam kemuliaan yang baru.

Keselamatan itu telah disediakan melalui Tuhan Yesus Kristus. Dalam kematian-Nya, Dia menanggung hukuman dosa sehingga orang percaya tidak dihukum lagi. Dalam kebangkitan-Nya, Dia menjamin kebangkitan tubuh yang kekal. Dalam kenaikan-Nya, Dia mempersiapkan tempat bagi kita di surga yang baru dan bumi yang baru.

Di sinilah kehidupan yang sempurna bersama Allah tersedia bagi orang percaya. Indah sekali, bukan? Apakah Anda ingin menjadi bagian dari itu?

Share:

Kesalehan Hidup

Kejadian 6:9-22

Sejak jatuhnya manusia, Kitab Kejadian menunjukkan bagaimana dosa memiliki kekuatan untuk menyimpangkan hidup manusia. Kejahatan merajalela, bahkan dalam konteks ibadah (Kej 4:1-15).

Namun, ada pengecualian yang terjadi. Nuh hidup dalam persekutuan dengan Allah (9). Ini tidak berarti Nuh tanpa dosa, tetapi ia hidup dengan integritas dan kesalehan. Tidak seperti orang-orang sekitarnya, Nuh berusaha menjaga integritas dan tetap hidup benar di mata Allah. Nuh memilih hidup yang beriman di tengah kegelapan iman, dan ia memilih kebenaran daripada kefasikan. Sebagai hasilnya, Allah mengasihi Nuh (Kej 6:8) dan mengungkapkan rencana-Nya mengenai dunia (13).

Allah berencana untuk menghapus kejahatan dengan banjir (17), tetapi Ia akan menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sepasang dari setiap makhluk untuk mempertahankan kehidupan (18-21). Karena itu, Nuh diperintahkan untuk membuat bahtera besar (14-16). Nuh mematuhi perintah Allah dengan setia (22).

Kesalehan Nuh bukan hanya tentang hidup yang benar dan menjauhi kejahatan, tetapi juga mengenai partisipasinya dalam rencana Allah untuk menghapus kejahatan dari bumi.

Demikian pula, orang percaya saat ini. Di tengah dunia yang penuh dengan keegoisan, cinta uang, dan hawa nafsu (lihat 2Tim 3:1-5), kita dipanggil untuk mencintai Allah di atas segalanya. Meskipun kita hidup di dunia yang penuh kefasikan, kita dipanggil untuk berjalan dengan Allah dan menjadi gambaran Kristus.

Selain itu, kita juga dipanggil untuk aktif dalam misi Allah di dunia. Sepanjang sejarah, Allah terus bekerja untuk memperbarui dunia ini. Semua kejahatan akan digantikan oleh keindahan, keadilan, dan kebenaran Allah. Orang percaya diutus untuk terlibat dalam misi ini dan menyatakan keselamatan melalui kuasa kebangkitan Yesus Kristus.

Kesalehan hidup bukan berarti hidup sesuai dengan standar dunia atau menghindari dunia, tetapi hadir di dunia untuk membawa perubahan dan menjadi terang dalam kegelapan.

Share:

Jangan Melewati Batas

Kejadian 6:1-8

Bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bagaimana dosa di seluruh dunia telah melewati batas yang ditetapkan.

Narasi dalam Kejadian 6:1-8 menunjukkan betapa mengerikannya dosa dan konsekuensinya. Alkitab merangkumnya dengan mengatakan: " ... betapa besar dosa manusia di bumi, dan setiap pikiran dan kecenderungan hatinya selalu berorientasi pada kejahatan" (5).

Kalimat ini diucapkan setelah pelanggaran yang dilakukan oleh "anak-anak Allah" (2). Meskipun ada berbagai penafsiran tentang siapa "anak-anak Allah" ini (apakah keturunan Set yang hidup benar, malaikat, atau lainnya), yang pasti adalah mereka "melihat ... memilih sebagai istri, siapa saja yang mereka suka" (2), mirip dengan Hawa yang "melihat ... mengambil buahnya dan memakannya" (Kej 3:6). Dengan mengambil pasangan berdasarkan keinginan mata dan hati mereka, mereka telah melewati batas yang ditetapkan oleh Allah. Akibatnya, mereka menghasilkan keturunan yang "gagah perkasa" dan "ternama", tetapi hidup dalam kejahatan (4-5).

Dosa adalah sesuatu yang menggoda. Sejak kejatuhan manusia, dosa selalu menggoda untuk melewati batas yang Allah tetapkan. Meskipun Allah telah menetapkan batas untuk hubungan yang baik antara manusia dan Dia, dosa menggoda manusia untuk mengabaikan peringatan Tuhan dan melewati batas tersebut. Dosa telah membingungkan manusia dan menyimpang dari jalan yang benar.

Dalam hal ini, kita dapat memahami mengapa hati manusia sering kali menghasilkan kejahatan. Ketika manusia melanggar perintah Allah, ia menjadi terjebak dalam keinginan tersebut. Meskipun ia berharap untuk berbuat baik, ia malah melakukan hal yang sebaliknya (lihat Rom 7:15-23). Dosa membelenggu manusia, membuatnya terus-menerus mengikuti keinginan dan tindakan dosa.

Jika kita masih terikat oleh dosa saat ini, mari datang kepada Yesus Kristus, yang telah bangkit untuk kita. Hanya Dia yang dapat membebaskan kita sepenuhnya dari belenggu dosa dan kuasa maut.

Share:

Legasi

Kejadian 5 

Kejadian pasal 5 ini menginformasikan realita kehidupan manusia.

Pertama, manusia diciptakan menurut rupa Allah (1-2). Semua manusia menyandang kemuliaan-Nya.

Kedua, manusia hidup dalam waktu yang terbatas. Kata-kata "mencapai umur" dan "lalu ia mati" ditulis berulang kali (5, 8, 11, 14, 17, 20, 27, 31). Ini menggemakan konsekuensi ketidaktaatan (bdk. Kej 2:17; 3:6, 19). Kematian adalah tanda hukuman Allah atas dosa.

Ketiga, sekalipun demikian, ada manusia yang tidak mengalami kematian fisik. "Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah" (24). Henokh dikatakan "mencapai umur" lanjut seperti yang lainnya, tetapi dengan hidup taat dan setia kepada Allah, ia diperkenan oleh-Nya (bdk. Ibr 11:5).
Namun, pada sisi lain, ini bukan soal apa yang dilakukan Henokh saja. Ini pada utamanya merupakan tindakan Allah. Dikatakan: "ia telah diangkat oleh Allah" (24), yang artinya kuasa Allah yang memberikan kehidupan kepada Henokh. Jika kematian dimaknai sebagai hukuman, kehidupan dimaknai sebagai pemulihan atas hidup yang dikerjakan Allah sendiri.
Tentang singkatnya hidup manusia dikatakan: " ... di pagi hari mereka seperti rumput yang akan binasa, di waktu pagi bersemi dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:5-6). Bagaimana kita menjalani kehidupan yang terbatas ini? Legasi seperti apa yang ingin kita tinggalkan?
Ada dua pilihan. Pertama, kita hidup dengan melakukan berbagai pelanggaran dan dosa, mengikuti jalan dunia, menaati penguasa kerajaan angkasa, serta hidup dalam hawa nafsu daging dan pikiran jahat (Ef 2:1-3). Kedua, kita hidup bergaul dengan Allah seperti Henokh. Allah telah menganugerahkan kehidupan kepada kita melalui pribadi Yesus Kristus (Ef 2:4-7). Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah melepaskan manusia dari cengkeraman maut. Melalui kemenangan-Nya, kuasa maut itu sendiri telah dilenyapkan.

Seperti Henokh, apakah Anda mau meninggalkan legasi sebagai orang yang berjalan bersama Allah?
Share:

Merespons Teguran dengan Benar

Kejadian 4:1-16 

Dosa Adam dan Hawa tidak berhenti pada diri mereka, tetapi berlanjut kepada keturunannya, bahkan menjadi makin parah.
Kain, anak sulung mereka, bukan hanya melawan perintah Tuhan dengan memberikan persembahan yang tidak diperkenan Tuhan, tetapi juga membunuh adiknya (5a, 8).
Apa yang tidak diperkenan Tuhan bukan hanya soal apa yang dipersembahkan, tetapi juga bagaimana hati orang yang mempersembahkannya. Sekalipun persembahan yang diberikan kepada Tuhan sempurna dan berlimpah, jika hati si pemberi tidak tulus dan tanpa kasih kepada Tuhan, sia-sialah persembahannya itu (lih. Ams 21:27).
Kitab Kejadian memang tidak menjelaskan secara terperinci mengapa persembahan Kain ditolak. Mungkin yang ia berikan bukan yang terbaik atau mungkin ia tidak memberi dengan tulus hati. Namun, yang jelas respons Kain adalah hati panas dan muka muram (5b). Karena itu, Tuhan mengingatkan sang anak sulung untuk mengevaluasi diri, apakah yang dirasakan dan dipikirkan sudah benar (6). Tuhan juga mengingatkan Kain untuk berbuat baik dan berhati-hati supaya dia tidak jatuh ke dalam dosa (7). Sayangnya, Kain bukannya melakukan introspeksi; sebaliknya, ia malah membunuh adiknya dan bahkan menyangkali perbuatannya (9).
Menerima peringatan dan teguran dari orang lain sering kali tidak mudah. Banyak orang merespons dengan marah karena merasa bahwa teguran itu merendahkan atau mempermalukannya. Padahal, jika teguran direspons dengan benar, kata-kata itu dapat menolong kita supaya kita tetap berada di jalan yang benar.
Bagaimana respons kita selama ini atas peringatan atau teguran yang datang? Adakah kita menjadi marah atau tersinggung? Atau, adakah kita menenangkan diri, menerima teguran itu, dan mau mengevaluasi isi hati kita?
Bersyukurlah jika masih ada orang-orang yang mau mengingatkan kita ketika jalan kita mulai serong. Responslah teguran itu dengan evaluasi diri dan upaya perbaikan diri supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa, melainkan tetap hidup dalam kebenaran.
Share:

Pernikahan yang Dikehendaki Allah

Kejadian 2:8-25

Pernikahan bukan hanya sekedar ikatan komitmen, tetapi merupakan bagian dari inisiatif Allah sejak awal penciptaan manusia.

Allah melihat bahwa Adam membutuhkan seorang penolong yang sesuai untuknya (18). Allah melihat kebutuhan Adam setelah ia berinteraksi dengan semua ciptaan yang Allah bawa kepadanya (19-20). Oleh karena itu, Allah menciptakan seorang wanita yang sepadan dengan Adam, yang diberi nama Hawa.

Allah menciptakan wanita dari Adam, menjadikannya berbeda dari ciptaan lain (21-22). Mereka sesungguhnya adalah satu kesatuan. Ada aspek dari Adam yang hanya dapat ditemukan dalam Hawa, sehingga mereka menjadi satu dalam kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Alkitab mengatakan bahwa keduanya berdua telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu (25). Ini menunjukkan keterbukaan dan kejujuran di antara mereka, tanpa rasa malu atau perlu menyembunyikan apapun. Mereka saling menerima dan mengasihi apa adanya.

Hal ini mencerminkan pernikahan Kristen yang ideal. Ketika seorang pria dan wanita bersatu dalam pernikahan yang kudus, mereka menjadi satu. Kesatuan ini tidak hanya fisik, tetapi juga rohani. Mereka menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Namun, setelah jatuh ke dalam dosa, pernikahan seringkali kehilangan esensinya. Keterbukaan menjadi sesuatu yang dihindari, mungkin karena takut ditolak atau dihakimi. Akibatnya, pasangan saling mencurigai, menyalahkan, dan bahkan membenci. Intimasi dan keutuhan hilang, serta kegembiraan yang seharusnya ada dalam pernikahan menghilang.

Pernikahan seperti apa yang Anda jalani atau akan Anda jalani? Mari kita kembali ke esensi pernikahan yang dikehendaki Allah. Belajarlah untuk terbuka, menerima, dan membangun satu sama lain, sehingga pernikahan yang Anda bangun dapat memuliakan Tuhan dan membawa sukacita ilahi bagi semua yang melihatnya.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.