Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pengikut Tuhan yang Sesungguhnya

"Tetapi, layangkanlah tangan-Mu dan hancurkan segala yang dimilikinya. Ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu." (Ayub 1:11)
Di sebuah ruang tamu mewah, terdapat 10 pot berisi berbagai jenis bunga. Bunga-bunga ini sangatlah indah karena terbuat dari kain sutra. Namun, tidak ada serangga yang mendekatinya. Mengapa? Karena semua bunga itu hanyalah tiruan. Serangga hanya tertarik pada bunga yang asli.Bunga bisa diibaratkan sebagai pengikut Tuhan, sedangkan serangga sebagai Iblis. Di dunia ini, ada dua jenis pengikut Tuhan: yang sejati dan yang palsu. Pengikut yang sejati adalah orang-orang yang benar-benar hidup dalam ketakutan dan hormat kepada Tuhan. Sementara itu, yang palsu hanya berpura-pura mengikuti Tuhan tetapi tidak sungguh-sungguh menjalankan kehendak-Nya. Siapa yang menarik perhatian Iblis? Jawabannya adalah pengikut yang sejati! Iblis sangat tertarik untuk menggoda pengikut Tuhan yang sesungguhnya. Itulah sebabnya mengapa Ayub mengalami banyak kesusahan. Seluruh hartanya habis dan sepuluh anaknya meninggal. Iblis melihat Ayub sebagai pengikut Tuhan yang sejati. Dia bukan pengikut yang palsu, tetapi yang asli. Ayub hidup dengan saleh dan jujur. Dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan (Ayub 1). Karena itu, Iblis datang kepada Tuhan dan meminta izin untuk mencobai Ayub.Sekarang kita tahu mengapa meskipun kita setia kepada Tuhan, kita masih bisa mengalami kesulitan. Janganlah kita kecewa kepada Tuhan, sebaliknya, kita harus bangga dianggap sebagai pengikut Tuhan yang sejati. Kita bukan pengikut palsu, tetapi yang asli, sehingga menarik perhatian Iblis untuk mencobai kita. Seperti Ayub, kita harus tetap beriman kepada Tuhan. Pada akhirnya, Tuhan memulihkan keadaan Ayub. Menakjubkan, Ayub menerima dua kali lipat dari semua yang dia miliki sebelumnya (Ayub 42:10). Demikian pula dengan kita, kita percaya bahwa kesulitan yang kita alami akan Tuhan ubah menjadi keberuntungan.
Share:

Tugas yang Berbeda dari Allah

Pencatatan silsilah dalam Alkitab tidak selalu seragam; masing-masing silsilah ditulis dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada fokus dan tujuan yang ingin disampaikan. Silsilah ini memberikan kita wawasan mendalam tentang peran dan pentingnya tokoh-tokoh tertentu dalam rencana Allah.

1. Formula Silsilah Sem:

Dalam Kejadian 11:10-26, kita melihat bahwa silsilah Sem diberikan dalam tiga formula penting:

- Umur ketika seseorang mempunyai anak yang penting: Hanya anak ini yang disebutkan namanya, dan silsilah berikutnya adalah keturunan dari anak tersebut. Contohnya adalah Sem yang hidup sampai 100 tahun sebelum memiliki Arpakhsad.

- Lama hidup seseorang setelah melahirkan anak yang penting: Seperti Sem yang hidup 500 tahun setelah melahirkan Arpakhsad.

- Penyebutan anak-anak laki-laki dan perempuan lainnya: Meskipun mereka tidak menjadi fokus utama dalam silsilah, mereka tetap dicatat sebagai bagian dari keluarga tersebut.

2. Perubahan dalam Catatan Terah:

Ketika sampai pada catatan Terah, ada perubahan signifikan dalam formula ini:

- Penekanan pada tiga anak Terah: "Setelah hidup tujuh puluh tahun, Terah mempunyai anak: Abram, Nahor, dan Haran" (Kejadian 11:26). Tidak hanya satu anak yang dicatat, tetapi tiga, menunjukkan bahwa Terah adalah tokoh penting dalam silsilah ini.

-Detail yang lebih mendalam: Silsilah Terah mencakup informasi lebih lanjut, seperti umur Terah saat kematiannya (205 tahun) dan fakta bahwa ia meninggal di Haran (Kejadian 11:32). Ini menunjukkan pentingnya Terah dalam sejarah keselamatan.

3. Tokoh yang Lebih Penting:

Urutan nama anak-anak Terah tidak berdasarkan urutan kelahiran, melainkan menekankan pentingnya Abram, yang kemudian dikenal sebagai Abraham. Penekanan ini jelas ketika Terah hanya membawa Abram, Sarai, dan Lot ke Haran, menandakan Abram sebagai tokoh utama dalam rencana Allah.

4. Pembelajaran dari Silsilah:

Silsilah yang mencatat lebih mendetail atau memberikan penekanan pada tokoh tertentu mengajarkan kita beberapa hal:

- Pentingnya peran tertentu: Ada tokoh-tokoh yang diberi anugerah dan tanggung jawab lebih besar karena mereka memainkan peran penting dalam rencana keselamatan Allah. Seperti Abraham, yang kemudian menjadi bapa bangsa-bangsa dan menjadi tokoh sentral dalam sejarah iman.

- Peran berbeda-beda: Allah memiliki rencana yang unik untuk setiap orang. Ada yang diberi tugas besar, ada yang diberi tugas yang lebih kecil. Semua ini bergantung pada apa yang Allah ingin kita kerjakan. Tidak semua orang dicatat dalam sejarah besar, tetapi setiap orang memiliki peran yang berharga di mata Allah.

5. Menerima Tugas dengan Bersyukur:

Dalam kehidupan kita, Allah memberikan berbagai macam tugas yang berbeda-beda. Ada yang dipanggil untuk menjadi pemimpin besar, ada yang dipanggil untuk melayani dalam kapasitas yang lebih kecil. Penting bagi kita untuk:

- Menerima dengan syukur: Apa pun tugas yang Allah berikan kepada kita, kita harus menerimanya dengan hati yang bersyukur dan menjalankannya dengan sebaik mungkin.

- Tidak membandingkan: Kita tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain atau merasa iri dengan peran mereka. Setiap orang dipanggil untuk menjalankan tugas yang unik sesuai dengan rencana Allah.

Pencatatan silsilah dalam Alkitab, terutama yang menunjukkan perbedaan penting dalam detail dan penekanan, mengajarkan kita bahwa Allah memberikan tugas yang berbeda-beda kepada setiap orang. Sebagai umat percaya, kita harus menerima dan menjalankan tugas kita dengan penuh syukur, tanpa membandingkan diri kita dengan orang lain. Setiap peran, besar atau kecil, adalah bagian penting dalam rencana besar Allah, dan kita dipanggil untuk menjalankannya dengan setia dan rendah hati.

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mari kita ingat bahwa Allah telah menempatkan kita di posisi kita saat ini dengan tujuan dan rencana yang khusus. Kita harus setia dalam tugas kita, tidak peduli besar atau kecil, karena dalam segala hal, kita melayani Allah yang memegang kendali penuh atas sejarah dan masa depan kita.

Share:

Ketika Manusia Melawan Allah

Kesatuan Manusia dan Permusuhan Antar Keturunan

Dalam Kejadian 3:15, Allah mengadakan permusuhan antara keturunan ular (keturunan orang tidak percaya) dan keturunan perempuan (keturunan orang percaya). Ini menunjukkan bahwa kesatuan manusia tidak selalu merupakan hal yang positif. Kesatuan dapat menjadi alat bagi kejahatan jika tidak diarahkan oleh kehendak Allah.

Kesombongan dan Ketidaktaatan Manusia

Nas bacaan kita hari ini (Kejadian 11:1-9) dimulai dengan menekankan kesatuan manusia di tanah Sinear, yang sepertinya dipimpin oleh Nimrod, seorang keturunan Ham yang dianggap sebagai keturunan ular. Mereka mendirikan menara Babel dengan tujuan untuk menyatukan diri dan tidak tersebar ke seluruh bumi, yang jelas melawan perintah Allah untuk memenuhi bumi (Kejadian 9:1). Mereka berkata, "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi" (Kejadian 11:4).

Penulis Alkitab dengan sindiran menyampaikan betapa sombong dan tidak tahu dirinya manusia yang berpikir bahwa mereka dapat melawan Allah. Manusia berpikir bahwa mereka mendirikan menara yang puncaknya sampai ke langit, tetapi ternyata Tuhan perlu "turun" untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu (Kejadian 11:5). Hal ini menekankan betapa jauh menara tersebut dari pencapaian yang mereka bayangkan.

Kejahatan yang Berlipat Ganda dan Intervensi Allah

Kesatuan manusia dapat membuat kejahatan menjadi berlipat ganda. Allah mengacaukan bahasa mereka untuk mencegah kejahatan mereka menjadi sejahat-jahatnya (Kejadian 11:6-7). Ketika bahasa mereka dikacaukan, mereka tidak dapat saling mengerti, sehingga mereka memisahkan diri dan tersebar ke seluruh bumi (Kejadian 11:8). Ini adalah bentuk intervensi Allah untuk membatasi kejahatan manusia dan mengarahkan mereka kepada rencana-Nya yang lebih besar.

Pelajaran dari Kesombongan dan Ketidaktaatan

Sebagai manusia, kita sering bersikap tidak tahu diri dan berpikir bahwa kita dapat melawan Allah. Nas ini mengingatkan kita bahwa tidak mungkin manusia dapat melawan Allah. Pada akhirnya, dengan rela atau tidak, kita pasti melakukan apa yang Allah kehendaki. Daripada harus dipaksa untuk berubah, jauh lebih baik bila kita belajar untuk mengenal kehendak Allah dan taat kepada-Nya.

Ketika Allah "memaksa" kita untuk melakukan apa yang benar, ini juga perlu kita lihat sebagai berkat pimpinan-Nya. Allah tahu apa yang terbaik bagi kita, dan ketaatan kepada-Nya akan membawa kita kepada kebaikan yang sejati. Oleh karena itu, mintalah kepada Tuhan ketaatan dan kerendahan hati untuk mengerti betapa berharganya kehendak-Nya.

Penutup: Mengandalkan Kehendak Allah

Dalam kehidupan sehari-hari, mari kita renungkan betapa berharganya kehendak Allah. Marilah kita berdoa meminta ketaatan dan kerendahan hati untuk mengikuti kehendak-Nya. Ketika kita menghadapi tantangan dan godaan untuk melawan atau menyimpang dari jalan-Nya, ingatlah bahwa kesombongan dan ketidaktaatan hanya akan membawa kita kepada kehancuran. Namun, dengan mengikuti pimpinan Allah, kita akan menemukan jalan yang benar dan penuh berkat.

Share:

Dunia yang Dipimpin oleh Si Jahat

Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, dunia ini dikuasai oleh si jahat, sebagaimana disebutkan dalam 1 Yohanes 5:19, "Kita tahu bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat." Dalam Efesus 2:1-2, Paulus menegaskan bahwa semua orang berdosa menaati penguasa kerajaan angkasa, roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.

Sejak awal sejarah manusia, kejahatan sudah merajalela. Kain membunuh Habel, dan dunia menjadi begitu jahat sehingga Allah menurunkan air bah untuk menghukum manusia. Dalam nas bacaan kita hari ini, Nimrod, seorang keturunan Ham, tampil sebagai sosok yang berkuasa dan mendirikan kerajaan-kerajaan besar seperti Babel, Erekh, dan Akad di tanah Sinear, serta Niniwe, Rehobot-Ir, Kalah, dan Resen (Kejadian 10:6-12). Nimrod digambarkan sebagai "pemburu yang gagah perkasa di hadapan Tuhan" (Kejadian 10:9), tetapi kekuasaannya mencerminkan penentangan terhadap Allah, sebagaimana terlihat dalam peristiwa menara Babel (Kejadian 11:1-9).

Setelah kejatuhan manusia, Allah membuat permusuhan antara keturunan ular (keturunan orang tidak percaya, keturunan Kain) dengan keturunan perempuan (keturunan orang percaya, keturunan Set) (Kejadian 3:15). Keturunan yang dimaksudkan adalah keturunan rohani, bukan fisik, karena secara fisik semua manusia adalah keturunan Adam dan Hawa, dan setelah air bah, semua manusia adalah keturunan Nuh, yang menjadi 70 bangsa. Angka 70 melambangkan kepenuhan, menekankan bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Nuh.

Kita mungkin berpikir bahwa tidak ada lagi keturunan ular setelah keturunan Kain musnah. Namun, Alkitab menunjukkan bahwa keturunan Ham adalah keturunan ular. Hal ini terlihat dari kutukan terhadap ular, Kain, dan Kanaan karena dosa Ham (Kejadian 3:14, 4:11, 9:25). Nimrod, sebagai keturunan Ham, mendirikan kerajaan-kerajaan besar yang menentang Allah, dan dalam peristiwa menara Babel, semua orang dipimpin untuk menentang Allah.

Setelah menipu Adam dan Hawa, Iblis memegang kuasa atas dunia ini. Meski Iblis berada di bawah kendali Allah, ia tetap memegang pengaruh besar di dunia, sehingga dunia penuh dengan ketidakadilan dan kejahatan serta perlawanan terhadap orang benar. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk melakukan apa yang diperkenan oleh Allah dengan dipimpin oleh Roh Kudus, karena musuh kita adalah penguasa kerajaan angkasa.

Peperangan Rohani dan Ketaatan pada Roh Kudus

Sebagai orang percaya, kita hidup di tengah dunia yang dikuasai oleh si jahat. Oleh karena itu, kita harus selalu siap untuk menghadapi peperangan rohani setiap hari. Kita harus berdoa kepada Bapa dan bersandar pada Roh Kudus untuk mendapatkan kekuatan dan hikmat dalam menghadapi tantangan yang ada. Dalam Efesus 6:10-18, Paulus memberikan panduan tentang perlengkapan rohani yang harus kita kenakan untuk melawan tipu muslihat Iblis.

Peperangan rohani ini bukanlah peperangan fisik, melainkan peperangan melawan penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, dan roh-roh jahat di udara. Kita harus menguatkan diri dengan kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman Allah, dan doa. Hanya dengan bersandar sepenuhnya pada Allah dan memohon pertolongan-Nya, kita dapat bertahan dalam menghadapi serangan-serangan si jahat.

Doa dan Ketergantungan pada Allah

Dalam kehidupan sehari-hari, marilah kita selalu berdoa kepada Bapa dan memohon bimbingan Roh Kudus. Dengan bersandar pada Allah, kita dapat menghadapi setiap tantangan dengan keberanian dan hikmat yang datang dari-Nya. Janganlah kita berjuang dengan kekuatan kita sendiri, tetapi mari kita serahkan segala kekhawatiran dan ketakutan kita kepada Tuhan. Dengan demikian, kita dapat menjadi saksi yang setia dalam dunia yang penuh dengan kejahatan ini, membawa terang Injil kepada setiap orang yang kita temui.

Semoga kita selalu siap dalam peperangan rohani ini, mengenakan seluruh perlengkapan Allah, dan dengan demikian menjadi alat yang efektif dalam tangan-Nya untuk menyebarkan kasih dan kebenaran-Nya di dunia yang gelap ini.

Share:

Pujian Untuk Ibadah Minggu 9 Juni 2024

 


Share:

Tiga Prinsip Penginjilan

Filipus adalah seorang penginjil yang sangat dihormati dan dikenal karena keberhasilannya dalam mempertobatkan banyak orang di kota Samaria. Namun, Allah tidak selalu menugaskan Filipus untuk pekerjaan besar. Allah juga memanggil Filipus untuk pekerjaan yang tampaknya lebih kecil, seperti ketika Ia mengutusnya untuk bertemu dengan seorang sida-sida dari Etiopia di jalan yang sunyi. Dari perikop ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting.

1. Kesiapan untuk Diutus Ke Mana Saja

Filipus menunjukkan kesiapannya untuk diutus ke mana saja oleh Allah. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di Samaria, Allah langsung mengutusnya untuk menginjili seorang sida-sida dari Etiopia. Setelah sida-sida tersebut percaya dan dibaptis, Filipus kemudian dituntun ke kota Asdod untuk memberitakan Injil lagi (Kisah Para Rasul 8:40). Kesediaan Filipus untuk taat pada panggilan Allah tanpa memandang tempat atau keadaan menunjukkan ketulusan dan dedikasi dalam pelayanannya.

2. Allah yang Menuntun Pemberitaan Injil

Keberhasilan penginjilan Filipus bergantung sepenuhnya pada kehendak Allah. Dalam perikop ini, kita melihat bahwa sida-sida yang bertobat dan dibaptis tampaknya sudah disediakan oleh Allah untuk diinjili oleh Filipus. Allah memimpin setiap langkah Filipus, memastikan bahwa pekerjaannya berbuah hasil. Ini mengingatkan kita bahwa dalam pelayanan pekabaran Injil, Allah adalah yang memimpin dan menentukan keberhasilan, bukan usaha manusia semata.

3. Tidak Ada Jiwa yang Lebih Tinggi Prioritasnya

Allah mengajarkan bahwa setiap jiwa berharga, tidak peduli seberapa besar atau kecil tugas itu terlihat. Filipus yang telah berhasil mempertobatkan kota Samaria kemudian diutus untuk melayani hanya satu orang saja. Ini menunjukkan bahwa dalam pelayanan pekabaran Injil, satu jiwa pun sangat berharga di hadapan Allah. Semua orang, tanpa memandang status sosial atau latar belakang, memiliki hak untuk mendengar Injil.

Implementasi Prinsip-Prinsip Ini dalam Kehidupan Kita

Ketiga prinsip di atas dapat kita implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari:

1. Siap Diutus Ke Mana Saja: Sebagai pemberita Injil, kita harus siap diutus ke mana saja oleh Allah, tanpa memandang tempat atau kondisi. Kesediaan untuk taat pada panggilan Allah adalah kunci dalam pelayanan kita.

2. Mengakui Kedaulatan Allah: Tidak ada ruang bagi kesombongan jika kita berhasil dalam pekabaran Injil. Keberhasilan kita murni karena Allah yang menjadikannya berhasil. Oleh karena itu, kita harus selalu rendah hati dan mengakui kedaulatan Allah dalam setiap aspek pelayanan kita.

3. Menghargai Setiap Jiwa: Kita tidak boleh membeda-bedakan orang dalam aktivitas pekabaran Injil. Setiap orang, tanpa memandang status sosial atau latar belakang, berhak mendengar Injil. Kita harus memastikan bahwa pesan keselamatan ini sampai kepada semua orang, baik kaya maupun miskin, penting maupun sederhana, baik maupun jahat.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat menjalani pelayanan pekabaran Injil dengan lebih efektif dan sesuai dengan kehendak Allah. Filipus menjadi teladan bagi kita tentang bagaimana seharusnya kita menjalani panggilan kita sebagai pemberita Injil, dengan kesediaan, kerendahan hati, dan kasih yang tulus bagi setiap jiwa.

Share:

Semangat Tak Terpadamkan dalam Penyebaran Injil


Kita sering mendengar bahwa penyebaran Injil mengalami stagnansi dalam kenyamanan, sementara penganiayaan justru memicu pertumbuhan yang luar biasa. Ungkapan "makin dibabat makin merambat" dengan tepat menggambarkan fenomena ini.

Penganiayaan Awal dan Penyebaran Injil

Ketika Stefanus mati sebagai martir, jemaat berada dalam suasana duka yang mendalam (Kisah Para Rasul 8:2). Namun, penganiayaan hebat yang dimulai oleh Saulus (Kisah Para Rasul 8:1b) menjadi titik balik bagi penyebaran Injil. Saulus menyeret orang-orang Kristen dari rumah ke rumah untuk dimasukkan ke dalam penjara (Kisah Para Rasul 8:3). Namun, tindakan keras ini tidak menghentikan semangat jemaat; sebaliknya, mereka menyebar ke berbagai tempat sambil memberitakan Injil (Kisah Para Rasul 8:4).

Tantangan dan Mukjizat dalam Pekabaran Injil

Dalam perjalanan pekabaran Injil, jemaat menghadapi berbagai tantangan, termasuk bertemu dengan orang yang mengaku sebagai kuasa Allah (Kisah Para Rasul 8:9-11). Namun, Allah menyertai mereka dengan tanda dan mukjizat yang nyata, sehingga pesan Injil tersebar secara efektif (Kisah Para Rasul 8:12-13). Ketika rasul-rasul mendengar tentang pertobatan di Samaria, mereka segera mengutus Petrus dan Yohanes untuk melengkapi pelayanan Filipus (Kisah Para Rasul 8:14).

Penyertaan Allah dalam Penyebaran Injil

Allah dengan jelas menyertai pekabaran Injil-Nya. Penderitaan yang berat, bahkan kematian para murid, tidak pernah dapat menghentikan kuasa Injil. Dari zaman para rasul hingga sekarang, Injil telah tersebar ke seluruh dunia, mengubah peradaban, dan menyelamatkan jutaan jiwa.

Yesus Kristus memberikan amanat agung sebelum naik ke surga, memerintahkan untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk (Matius 28:19-20). Bersamaan dengan perintah itu, Yesus juga memberi janji penyertaan dan kuasa-Nya sampai akhir zaman.

Dahulu, para rasul dan bapa gereja berkobar-kobar dalam memberitakan Injil meskipun nyawa mereka adalah taruhannya. Kini, kita hidup di era yang berbeda, tetapi tantangan dalam memberitakan Injil tetap ada. Era postmodern membawa berbagai tantangan baru, seperti relativisme kebenaran dan materialisme yang dapat menghalangi penyebaran Injil. Namun, semangat para rasul menjadi teladan bagi kita untuk tetap bersemangat dalam menjalankan amanat agung ini.

Meskipun kita mungkin tidak menghadapi penganiayaan fisik yang sama seperti para rasul, tantangan dan hambatan yang kita hadapi tetap nyata. Namun, dengan keyakinan bahwa Allah menyertai dan memberikan kuasa-Nya, kita dapat terus memberitakan Injil dengan semangat yang berkobar-kobar, seperti halnya para rasul dan bapa gereja dulu.

Penganiayaan tidak menghentikan penyebaran Injil, tetapi justru memicunya untuk semakin meluas. Dengan keyakinan dan semangat yang sama, kita harus terus berkomitmen untuk memberitakan Injil, terlepas dari tantangan yang kita hadapi. Ingatlah bahwa dalam segala situasi, Allah menyertai kita dan memberikan kuasa-Nya untuk menjalankan amanat agung-Nya.

Share:

 Lagu Ibadah Minggu 26 Mei 2024

Share:

Rahasia Tuhan

“TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia” (NKJV menerjemahkannya: Rahasia Tuhan diberitahukan-Nya kepada mereka yang takut akan Dia). (Mazmur 25:14)

Seorang sahabat sejati tidak hanya berbagi dukacita, tetapi lebih dari itu, mereka berbagi rahasia sukacita mereka. Ini adalah tanda keakraban dan kedalaman hubungan yang melebihi sekadar berbagi kesedihan. Ketika seseorang memilih untuk berbagi kebahagiaan dan sukacita terdalam mereka dengan kita, itu menunjukkan tingkat kepercayaan dan keintiman yang tinggi. Mereka tidak hanya melihat kita sebagai tempat untuk meluapkan keluh kesah, tetapi sebagai bagian dari kebahagiaan mereka.

 Hubungan dengan Allah

Sama halnya dengan hubungan kita dengan sahabat, hubungan kita dengan Allah juga diharapkan memiliki tingkat keakraban dan kedalaman yang serupa. Pada awal perjalanan iman kita, mungkin kita lebih sering datang kepada Allah dengan berbagai permohonan dan keluhan. Namun, seiring dengan pertumbuhan rohani, kita diajak untuk semakin mengenal kehendak Allah dan hidup dalam keintiman dengan-Nya.

1. Mendengarkan Sukacita Allah:

Kita sering sibuk menceritakan rahasia kita kepada Allah, tetapi pernahkah kita memberi ruang bagi Allah untuk berbagi sukacita-Nya dengan kita? Seperti halnya sahabat sejati yang berbagi sukacita, Allah juga ingin kita mengenal sukacita-Nya. Dalam Mazmur 25:12, dikatakan, "Kepadanya Tuhan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya." Hal ini menunjukkan bahwa Allah ingin kita tahu dan mengikuti kehendak-Nya.

2. Menjalin Hubungan Akrab:

Hubungan yang akrab dengan Allah tercermin dalam doa yang menyatu dengan kehendak-Nya, seperti yang diajarkan Yesus dalam Matius 6:10, "Jadilah kehendak-Mu." Ketika kita semakin dekat dengan Allah, kita belajar untuk mengenali suara-Nya dan memahami kehendak-Nya tanpa harus terus-menerus bertanya. Kita menjadi begitu erat dipersatukan dengan Allah sehingga mengikuti kehendak-Nya menjadi sesuatu yang alami bagi kita.

3. Petunjuk dalam Pilihan Sehari-hari:

Ketika kita sudah diselamatkan dan dikuduskan, Allah membimbing kita melalui setiap pilihan yang kita buat. Allah sering memberi kita keragu-raguan atau dorongan hati sebagai petunjuk. Bila kita merasakan keraguan, kita diajak untuk berhenti sejenak dan mempertimbangkan kembali langkah kita. Ini adalah cara Allah menunjukkan jalan-Nya kepada kita. 

4. Mengandalkan Akal Sehat yang Dituntun oleh Allah:

Allah menuntun kita melalui akal sehat yang telah dipenuhi oleh Roh Kudus. Ketika kita hidup dekat dengan Allah dan menyerahkan diri kepada ajaran dan tuntunan-Nya, kita akan semakin jarang merintangi Roh-Nya dengan keraguan yang berulang-ulang. Kita akan lebih intuitif dalam merasakan kehendak Allah dalam setiap langkah kehidupan kita.

Menjadi sahabat sejati berarti berbagi sukacita, bukan hanya dukacita. Demikian pula, menjadi dekat dengan Allah berarti mendengarkan dan memahami sukacita serta kehendak-Nya, bukan hanya menyampaikan permohonan kita. Dalam perjalanan iman kita, mari kita berusaha untuk hidup dalam keintiman dengan Allah, sehingga kita dapat mengenali dan mengikuti kehendak-Nya dengan penuh sukacita dan ketulusan hati.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.