Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pujian Untuk Ibadah 16 Juni 2024

Share:

Kesabaran dalam Menunggu

Menunggu sering kali menjadi sebuah proses yang tidak menyenangkan bagi banyak orang karena menunggu itu membawa ketidakpastian dan kehilangan kendali atas waktu. Dalam keadaan menunggu, banyak orang cenderung mencari jalan pintas, seperti menyerobot antrian atau mengambil langkah-langkah yang terburu-buru. Kisah Sarai dan Hagar dalam Alkitab memberikan kita pelajaran penting tentang bagaimana kita harus menghadapi ketidakpastian dengan kesabaran dan kepercayaan penuh kepada Allah.

    1. Ketidaksabaran Sarai dan Tradisi Timur Dekat Kuno:

Kisah ini dimulai dengan kerinduan Sarai untuk memberikan keturunan kepada Abram. Namun, ketidaksabarannya dalam menanti penggenapan janji Tuhan membuatnya mencari alternatif yang lebih cepat melalui tradisi yang umum pada masa itu. Sarai menawarkan Hagar, budaknya yang berasal dari Mesir, untuk melahirkan anak baginya (Kejadian 16:1-3).

- Penggunaan Tradisi untuk Mempercepat Janji: Tradisi ini memungkinkan seorang istri yang mandul untuk memberikan budaknya kepada suaminya agar budak tersebut melahirkan anak yang kemudian diakui sebagai anak istri sah. Sarai memilih jalan ini dengan harapan dapat segera memperoleh keturunan untuk Abram.

- Konsekuensi dari Ketidaksabaran: Keputusan Sarai ini menyebabkan gesekan dan konflik antara dirinya dan Hagar. Hagar merasa dirinya layak untuk naik status karena telah mengandung anak Abram, sedangkan Sarai menjadi cemburu dan merasa terancam oleh Hagar (Kejadian 16:4-5). Ketidaksabaran Sarai membawa dampak negatif yang menyebabkan penderitaan dan ketegangan dalam keluarga mereka.

    2. Konflik dan Penindasan:

Ketika Hagar menyadari posisinya yang lebih penting karena mengandung anak Abram, ia mulai merasa bahwa dirinya layak untuk mendapatkan status yang lebih tinggi. Sarai, di sisi lain, merasa terancam oleh Hagar dan menjadi cemburu, yang mengarah pada penindasan terhadap Hagar (Kejadian 16:4-6).

- Penindasan dan Pelarian Hagar: Penindasan yang dilakukan Sarai memaksa Hagar untuk melarikan diri. Ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil dalam ketidaksabaran tidak hanya membawa masalah bagi diri sendiri tetapi juga berdampak negatif pada orang lain di sekitar kita.

    3. Pertemuan Hagar dengan Malaikat Tuhan:

Dalam pelariannya, Hagar bertemu dengan malaikat Tuhan di sebuah mata air di padang gurun. Malaikat Tuhan memberikan pesan penting kepada Hagar (Kejadian 16:7-16):

- Pengakuan Identitas Hagar: Malaikat meminta Hagar untuk menerima identitasnya sebagai hamba atau budak dan kembali kepada tuannya. Ini menunjukkan bahwa Allah ingin Hagar memahami dan menerima perannya dalam rencana-Nya yang lebih besar.

- Penguatan dari Tuhan: Tuhan tidak hanya meminta Hagar untuk kembali, tetapi juga menguatkan dia dengan janji bahwa dia akan menjadi ibu dari bangsa yang besar. Allah memberikan harapan dan kekuatan bagi Hagar untuk menghadapi kesulitan yang ada di depannya.

- Janji tentang Masa Depan Ismael: Tuhan menjanjikan bahwa Ismael, anak yang akan dilahirkan Hagar, akan menjadi seorang tokoh besar dan bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar (Kejadian 16:10-12). Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana yang lebih besar dan lebih baik, meskipun jalan menuju rencana itu mungkin penuh dengan kesulitan dan tantangan.

    4. Pengendalian Allah atas Waktu dan Masa Depan:

Kisah Hagar dan Ismael menunjukkan bahwa dalam kedaulatan-Nya, tidak ada rencana manusia yang dapat menggagalkan rencana Allah. Tiga kali disebutkan bahwa Hagar melahirkan Ismael bagi Abram (Kejadian 16:11, 15-16), menegaskan bahwa Allah mengatur segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.

- Kedaulatan Allah atas Waktu:Allah adalah penguasa waktu dan masa depan. Dia yang memegang kendali atas segala sesuatu dan dapat membukakan masa depan yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan, meskipun jalan menuju masa depan itu mungkin tidak seperti yang kita harapkan atau bayangkan.

    5. Pelajaran tentang Kesabaran dan Kepercayaan:

Dari kisah ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting tentang kesabaran dan kepercayaan kepada Allah:

- Menunggu dengan Kesabaran: Ketidaksabaran sering kali membawa kita pada keputusan yang salah dan berdampak negatif. Kita diajarkan untuk menunggu dengan sabar dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, terutama ketika menyangkut rencana Allah bagi hidup kita.

- Kepercayaan pada Janji Allah: Meskipun kita mungkin tidak melihat hasilnya secara langsung, kita harus percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik bagi kita. Kepercayaan kepada Allah adalah kunci untuk menghadapi ketidakpastian dengan ketenangan dan keyakinan.

- Tidak Mencari Jalan Pintas: Mencari jalan pintas untuk menghindari ketidakpastian atau mempercepat proses sering kali membawa kita pada masalah yang lebih besar. Kita harus belajar untuk menunggu dengan sabar dan mengikuti rencana Allah, yang selalu lebih baik daripada rencana kita sendiri.

- Mengandalkan Allah di Tengah Ketidakpastian: Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, kita diajak untuk menyandarkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah. Dia adalah satu-satunya yang dapat memberikan kita kepastian dan harapan di tengah-tengah ketidakpastian.

Kisah Sarai dan Hagar mengajarkan kita tentang pentingnya menunggu dengan sabar dan percaya pada rencana Allah. Ketidaksabaran dan mencari jalan pintas sering kali membawa kita pada masalah yang lebih besar dan merugikan orang lain. Allah adalah penguasa waktu dan masa depan, dan hanya Dia yang dapat memberikan kita kepastian dan harapan. Marilah kita belajar untuk menyandarkan hidup kita kepada-Nya dan menunggu dengan sabar, percaya bahwa rencana-Nya selalu yang terbaik bagi kita.

Share:

Allah Mengerti Kelemahan Hamba

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali merasa bahwa Allah tidak memahami kita sepenuhnya karena Dia adalah Allah yang sempurna. Namun, dalam nas yang kita baca hari ini, kita melihat bahwa Allah adalah Tuhan yang penuh pengertian terhadap kelemahan dan keraguan hamba-Nya.

    1. Janji Keturunan:

Kisah pertemuan Allah dengan Abram dalam Kejadian 15 dibagi menjadi dua bagian yang penting: janji keturunan (ayat 1-6) dan janji tanah (ayat 7-21).

- Keraguan Abram tentang Keturunan: Setelah sekian lama menunggu, Abram belum juga mendapatkan anak. Ia merasa putus asa dan mulai berpikir bahwa Eliezer, hamba dari Damsyik, akan menjadi ahli warisnya (Kejadian 15:2). Ini menunjukkan bahwa Abram mulai meragukan janji Allah tentang keturunan.

- Keyakinan dari Allah: Allah meyakinkan Abram bahwa dia akan memiliki keturunan sebanyak bintang di langit (Kejadian 15:5). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Abram meragukan janji Allah, Allah tetap berkomitmen untuk memenuhi janji-Nya dan memberikan kepastian kepada Abram.

- Iman Abram dan Kebenaran: Ketika Abram percaya kepada Tuhan, imannya diperhitungkan sebagai kebenaran (Kejadian 15:6). Ini menunjukkan bahwa Allah menganggap iman Abram sebagai sesuatu yang benar, meskipun iman tersebut tidak sempurna. Allah memahami kelemahan iman manusia dan memperhitungkan iman yang ada sebagai kebenaran.

    2. Janji Tanah:

Setelah berbicara tentang keturunan, Tuhan memberikan janji tentang tanah kepada Abram (Kejadian 15:7-21).

- Keraguan Abram tentang Tanah: Meskipun Abram percaya akan janji keturunan, ia kembali meragukan janji Allah mengenai tanah yang akan diberikan kepada keturunannya (Kejadian 15:7-8). Ini menunjukkan bahwa manusia sering kali mengalami keraguan, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa dilihat secara langsung atau dalam waktu dekat.

- Kesabaran Allah: Allah tidak marah terhadap keraguan Abram. Sebaliknya, Allah bersedia mengadakan perjanjian dengan Abram melalui upacara yang melibatkan potongan-potongan daging kurban, cara yang umum digunakan untuk membuat perjanjian pada waktu itu (Kejadian 15:9-21). Ini menunjukkan bahwa Allah sangat memahami dan bersedia meyakinkan Abram dengan cara yang bisa dimengerti oleh Abram.

    3. Pengertian Allah terhadap Kelemahan Manusia:

Dari kisah ini, kita dapat memahami beberapa hal penting tentang bagaimana Allah memperlakukan kelemahan manusia:

- Memperhitungkan Iman yang Tidak Sempurna: Allah memperhitungkan iman Abram sebagai kebenaran, meskipun iman tersebut tidak sempurna. Ini menunjukkan bahwa Allah menghargai iman manusia dan menganggapnya berharga, bahkan jika iman tersebut penuh dengan keraguan dan ketidaksempurnaan.

- Mendukung dengan Kesabaran: Allah sangat sabar dan pengertian terhadap kelemahan iman Abram. Dia tidak menghukum atau memarahi Abram karena keraguannya, melainkan memberikan kepastian dan jaminan melalui perjanjian yang formal dan penuh makna.

- Mengenal Kerapuhan Kita: Allah mengenal dan memahami kelemahan iman serta kecenderungan kita untuk berbuat salah. Seperti Abram, kita juga sering kali merasa ragu dan tidak yakin akan janji-janji Allah. Namun, Allah tetap setia dan penuh pengertian.

    4. Menghadap Allah dengan Kelemahan Kita:

Kisah ini mengajarkan kita untuk datang kepada Allah dengan segala kelemahan dan keraguan yang kita miliki. Allah adalah Tuhan yang penuh kasih dan pengertian, yang mengerti bahwa kita, sebagai manusia, tidak sempurna dan sering kali goyah dalam iman kita.

- Tanpa Ragu Menghadap Allah: Kita tidak perlu merasa takut atau malu untuk datang kepada Allah dengan segala keraguan dan kelemahan kita. Allah mengerti kondisi kita dan siap untuk memberikan dukungan dan jaminan yang kita butuhkan.

- Percaya akan Kesetiaan Allah: Meskipun iman kita tidak selalu kuat, kita bisa yakin bahwa Allah setia dan berkomitmen untuk menggenapi janji-Nya kepada kita. Seperti Abram, kita diajak untuk mempercayai Allah dan percaya bahwa Dia akan melakukan apa yang Dia janjikan, meskipun kita tidak selalu melihat hasilnya secara langsung.

    5. Menjadikan Allah sebagai Sumber Kekuatan:

Marilah kita belajar untuk menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan dan penopang iman kita. Dengan demikian, kita bisa menjalani hidup ini dengan keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita, memahami kelemahan kita, dan setia untuk menepati janji-janji-Nya.

Kisah pertemuan Allah dengan Abram dalam Kejadian 15 menunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan yang penuh pengertian dan kesabaran terhadap kelemahan iman manusia. Allah memperhitungkan iman Abram sebagai kebenaran meskipun tidak sempurna dan memberikan jaminan yang penuh kasih untuk meyakinkan Abram. Sebagai orang percaya, kita diajak untuk datang kepada Allah dengan segala keraguan dan kelemahan kita, percaya bahwa Dia mengerti dan siap untuk memberikan dukungan yang kita butuhkan. Marilah kita menjalani hidup ini dengan keyakinan bahwa Allah adalah penopang dan sumber kekuatan kita, yang setia dalam setiap janji-Nya.

Share:

Allah sebagai Penulis Utama Alkitab

Banyak orang Kristen saat ini mungkin meragukan bahwa Allah adalah penulis utama Alkitab, yang mengilhamkan manusia untuk menuliskan firman-Nya. Namun, firman Allah dalam 2 Timotius 3:16 dengan tegas menyatakan bahwa, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." Nas bacaan kita hari ini menunjukkan dengan jelas bahwa Allah memang menjadi penulis utama Alkitab.

    1. Melkisedek dalam Alkitab:

Kisah tentang Melkisedek muncul di dalam tiga kitab berbeda: Kitab Kejadian, Kitab Mazmur, dan Kitab Ibrani. 

- Kitab Kejadian: Melkisedek muncul sebagai raja Salem dan imam Allah yang Maha Tinggi yang membawa roti dan anggur serta memberkati Abram. Sebagai balasannya, Abram memberikan sepersepuluh dari hasil rampasannya (Kejadian 14:18-20). 

- Kitab Mazmur: Dalam Mazmur 110:4, Tuhan bersumpah bahwa Mesias akan menjadi imam untuk selama-lamanya menurut aturan Melkisedek. Mazmur ini merupakan nubuatan tentang Mesias yang akan datang, yang juga memiliki peran sebagai imam.

- Kitab Ibrani: Penulis Surat Ibrani mengutip Mazmur 110:4 beberapa kali untuk menegaskan bahwa Yesus adalah Imam Besar yang berbeda dari aturan imamat Harun, tetapi menurut aturan Melkisedek (Ibrani 5:6; 6:20; 7:17, 21). Yesus diakui sebagai Imam Besar yang kekal, yang mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban untuk menebus dosa umat manusia.

    2. Signifikansi Melkisedek:

Munculnya Melkisedek dalam Alkitab adalah bukti nyata bahwa Allah memiliki rencana yang menyeluruh dan terpadu. Kisah Melkisedek yang tampaknya sederhana sebenarnya mengandung signifikansi teologis yang mendalam:

- Peran sebagai Imam: Yesus tidak bisa menjadi imam menurut aturan Taurat Musa karena Dia bukan keturunan Harun. Dengan memunculkan Melkisedek, Allah telah merancang jalan bagi Yesus untuk menjadi Imam Besar menurut aturan yang berbeda, yaitu aturan Melkisedek.

- Kesesuaian Kitab: Jika salah satu dari ketiga kitab ini tidak mencatat kisah Melkisedek, maka secara logis konsep Yesus sebagai Imam Besar dalam aturan Melkisedek tidak akan ada. Ini berarti Yesus tidak bisa mempersembahkan diri-Nya sebagai korban untuk menebus dosa manusia, dan keselamatan kita akan menjadi tidak mungkin.

    3. Kesatuan dan Inspirasi Alkitab:

Ketiga kitab yang membahas Melkisedek ditulis dalam kurun waktu yang sangat berbeda: Kitab Kejadian ditulis oleh Musa sekitar tahun 1400 SM, Kitab Mazmur oleh Daud sekitar tahun 1000 SM, dan Kitab Ibrani ditulis pada abad pertama Masehi. Ketiga penulis ini tidak mungkin bertemu atau bekerja sama untuk menyusun narasi yang saling terkait ini. 

- Rencana Ilahi: Fakta bahwa tiga kitab ini memiliki kesatuan tema dan rencana yang jelas menunjukkan bahwa penulisan Alkitab adalah hasil dari inspirasi ilahi. Allah sebagai penulis utama mengatur setiap detail dan peristiwa dengan tujuan yang jelas.

- Otoritas dan Relevansi Alkitab: Kesatuan Alkitab menegaskan bahwa setiap bagian dari Alkitab saling terkait dan memiliki otoritas yang sama atas kehidupan kita. Ini memperlihatkan bahwa Alkitab bukan hanya kumpulan tulisan manusia, tetapi firman Allah yang hidup dan berkuasa.

    4. Kepercayaan kepada Alkitab:

Sebagai orang percaya, penting untuk memahami bahwa Alkitab adalah firman Allah yang diilhamkan dan memiliki otoritas mutlak atas hidup kita. Tidak ada bagian dari Alkitab yang ditulis tanpa maksud dan tujuan ilahi. 

- Percaya kepada Inspirasi Alkitab: Kita harus percaya bahwa setiap bagian dari Alkitab diilhamkan oleh Allah dan oleh karena itu berharga untuk mengajar, membimbing, dan menuntun kita dalam hidup kita sehari-hari.

- Menyelidiki dan Menghidupi Firman: Dengan memahami bahwa Allah adalah penulis utama Alkitab, kita dipanggil untuk menyelidiki dan menghidupi firman-Nya dengan setia. Ini berarti menerima otoritas Alkitab dan membiarkan firman Tuhan mempengaruhi setiap aspek kehidupan kita.

    5. Berdoa untuk Pemahaman yang Lebih Mendalam:

Marilah kita berdoa kepada Allah agar Dia membuka mata rohani kita untuk memahami firman-Nya dengan lebih mendalam. Mintalah supaya Allah memberikan kita iman untuk menerima Alkitab sebagai firman-Nya yang diilhamkan, dan kekuatan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Kisah tentang Melkisedek dan kesatuan tema dalam tiga kitab yang sangat berbeda ini menunjukkan bahwa Allah adalah penulis utama Alkitab. Allah telah mengilhamkan setiap penulis Alkitab untuk mencatat firman-Nya dengan tujuan dan rencana yang jelas. Sebagai orang percaya, kita harus menerima Alkitab sebagai firman Allah yang diilhamkan, berotoritas atas hidup kita, dan menjadikannya panduan utama dalam setiap aspek kehidupan kita. Marilah kita selalu hidup dalam keyakinan dan penghargaan terhadap firman Tuhan, karena melalui Alkitab, Allah berbicara kepada kita dan menuntun kita menuju keselamatan yang kekal.

Share:

Ketika Anda Butuh Dukungan

Setiap orang punya masalah, dan hal-hal yang kita alami membentuk cara kita memandang dunia, dan diri kita sendiri. Tapi kita tidak diciptakan untuk memikul beban sendirian.

Dalam Matius 11:28-30, Yesus berkata kepada orang-orang yang mengikuti Dia—

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah gandar yang Kupasang … Sebab gandar yang Kupasang itu menyenangkan dan beban-Ku pun ringan (PBTB2)

Gandar adalah balok kayu berat yang diikat di atas sepasang lembu, membagi berat beban yang mereka bawa secara merata. Tetapi istilah itu juga digunakan oleh para rabi Yahudi. “Gandar hukum” melambangkan ketaatan penuh pada hukum Tuhan, dan para rabi mengajarkan bahwa dengan menjadi satu dengan kuk itu akan membebaskan orang Yahudi dari perbudakan dunia.

Yesus menggunakan ungkapan yang akan mudah dipahami oleh para pengikut-Nya dari kalangan Yahudi, tetapi Dia membalik ilustrasinya. Dia mengatakan kepada orang banyak itu bahwa mereka harus menaruh gandar hidup mereka kepada-Nya—karena Dialah yang menggenapi hukum mereka.

Jika mereka melakukan itu, beban yang mereka pikul tidak akan berat sama sekali—karena Dia akan menanggung beban mereka.

Paulus merujuk pada ajaran ini dalam suratnya kepada orang-orang Kristen Galatia:

“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”

Galatia 6:2 PBTB2

Hukum Kristus adalah mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita, dan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri (Matius 22:37-40). Tetapi satu-satunya cara agar kita dapat menggenapi hukum Kristus adalah jika kita mengikatkan diri kita kepada-Nya. Ketika kita menaruh gandar kepada Yesus, Dia yang menjadi sumber kekuatan kita.

Dia membantu kita bertahan dalam situasi sulit dan memungkinkan kita untuk meghindari keputusan yang buruk. Dia memenuhi kita dengan kasih-Nya sehingga kita dapat mengalirkan kasih-Nya kepada orang lain. Dia memberi kita kemampuan untuk menolong pengikut Kristus lainnya sebagaimana Dia menolong kita.

Sama seperti Yesus menanggung dosa dan penderitaan kita, kita dipanggil untuk menanggung penderitaan orang lain. Dengan cara ini, kita menunjukkan kasih Kristus kepada mereka dan menuntun mereka kepada Yesus.

Saat ini, luangkan beberapa menit untuk berbicara kepada Tuhan tentang beban Anda yang memerlukan pertolongan-Nya, kemudian izinkan Dia menunjukkan siapa yang Dia ingin untuk Anda tolong.


Share:

Kebesaran yang Allah Berikan

Pasal ini mengisahkan perang antara berbagai kerajaan yang membentuk dua kelompok besar. Dalam perang tersebut, kelompok raja Sodom, Gomora, Adma, Zeboim, dan Bela mengalami kekalahan. Musuh berhasil menjarah kota-kota yang kalah dan menawan penduduknya beserta harta benda mereka, termasuk Lot, keponakan Abram, yang pada saat itu tinggal di Sodom (Kejadian 14:12).

1. Abram Bertindak Menyelamatkan Lot

Ketika Abram mendengar kabar bahwa Lot ditawan, ia segera bertindak. Abram mengerahkan 318 budaknya yang terlatih dan mengejar musuh hingga ke Dan (Kejadian 14:13-14). Dengan strategi yang baik, ia membagi orang-orangnya ke dalam beberapa kelompok dan berhasil mengalahkan musuh, serta membebaskan para tawanan dan mengembalikan harta yang dijarah (Kejadian 14:15-16).

- Keberanian dan Kepemimpinan Abram: Abram menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa dengan berani menghadapi pasukan gabungan dari beberapa kota kerajaan dengan jumlah tentara yang mungkin lebih besar. Tindakan ini menunjukkan kebesaran Abram tidak hanya dalam hal kekayaan, tetapi juga dalam hal keberanian dan kepemimpinan.

2. Signifikansi Kemenangan Abram

Pada zaman itu, banyak kota besar adalah kota kerajaan dengan rajanya masing-masing. Tentara setiap kota mungkin berjumlah ratusan orang saja, atau bahkan kurang. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Abram dengan 318 budaknya dapat mengalahkan pasukan gabungan dari beberapa kota kerajaan tersebut. 

- Kebesaran yang Diberikan Allah: Kisah ini menekankan bahwa Allah mulai menggenapi janji-Nya kepada Abram, bahwa ia akan menjadi termasyhur dan menjadi berkat (Kejadian 12:2). Kemenangan ini menunjukkan bahwa Abram sudah menjadi besar, bahkan lebih besar daripada banyak raja pada masa itu. Allah menggunakan Abram untuk menjadi saluran berkat, khususnya bagi penduduk Sodom di mana Lot tinggal.

3. Pelajaran tentang Kebesaran

Kisah ini mengajarkan bahwa kebesaran sejati tidak terletak pada jabatan atau status yang diberikan oleh masyarakat, tetapi pada apa yang Allah berikan dan bagaimana kita digunakan sebagai saluran berkat bagi orang lain.

- Bukan Kebesaran yang Diberikan Manusia: Kebesaran yang paling penting bagi kita seharusnya bukan jabatan atau status yang diberikan oleh masyarakat. Jabatan dan status duniawi bersifat sementara dan dapat berubah seiring waktu.

- Kebesaran yang Allah Berikan: Yang lebih penting adalah kebesaran yang datang dari Allah. Allah memberikan kebesaran yang sejati sesuai dengan rencana-Nya dan bagaimana kita dapat menjadi alat-Nya untuk membawa berkat bagi orang lain.

4. Menjaga Fokus pada Allah

Sebagai orang percaya, kita harus menjaga fokus kita pada Allah dan kehendak-Nya. Kebesaran yang Allah berikan sering kali tidak sesuai dengan standar dunia, tetapi memiliki nilai yang kekal.

- Tidak Terpaku pada Status Dunia: Kita tidak boleh terlalu terpaku pada status atau nama yang mungkin orang lain berikan kepada kita. Status ini bisa berubah dan tidak selalu mencerminkan nilai sejati kita di hadapan Allah.

- Mencari Kebesaran dari Allah: Kita harus berdoa agar Allah memberi kita kebesaran yang sejati, sesuai dengan apa yang Dia ingin kita lakukan. Kebesaran yang datang dari Allah membawa berkat bagi kita dan orang-orang di sekitar kita.

5. Doa untuk Kebesaran yang Sejati

Berdoalah agar Allah memberikan kita kebesaran yang sejati, yang bukan berdasarkan penilaian manusia tetapi sesuai dengan kehendak-Nya. Mintalah kekuatan dan kebijaksanaan untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain, sebagaimana Abram menjadi berkat bagi banyak orang melalui tindakan dan keimanannya.

Kisah Abram dan kemenangan melawan pasukan gabungan dari beberapa kota mengajarkan kita tentang pentingnya kebesaran yang datang dari Allah. Kebesaran sejati bukanlah tentang status atau jabatan yang diberikan oleh manusia, tetapi tentang bagaimana Allah menggenapi rencana-Nya melalui kita. Sebagai orang percaya, kita harus fokus pada Allah dan berusaha untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain, sambil menerima kebesaran yang diberikan Allah dengan penuh syukur dan kerendahan hati.


Share:

Jangan Selalu Ikuti Apa yang Kita Lihat


Kisah Abram (kemudian dikenal sebagai Abraham) dan Lot memberikan pelajaran penting tentang bahaya hidup berdasarkan apa yang kita lihat daripada berdasarkan iman dan petunjuk dari Allah. Kisah ini menyoroti bahwa keputusan yang diambil berdasarkan penampilan luar sering kali bisa menuntun pada konsekuensi yang menghancurkan. 

    1. Keadaan yang Mendorong Pilihan Lot

Allah memberkati Abram dan Lot dengan kekayaan yang besar, terutama dalam bentuk ternak yang berlimpah. Namun, berkah ini juga menimbulkan masalah baru: persaingan untuk lahan penggembalaan. Karena sumber daya yang terbatas, konflik mulai muncul antara para gembala Abram dan Lot (Kejadian 13:1-7). Untuk menghindari perselisihan, Abram dengan murah hati memberikan pilihan pertama kepada Lot mengenai wilayah yang ingin ditempati.

- Keputusan Lot Berdasarkan Penglihatan: Lot memilih lembah Yordan yang subur setelah melihatnya dengan mata kepala sendiri, sebuah daerah yang tampaknya lebih menguntungkan secara ekonomi (Kejadian 13:10-11). Dia tidak memikirkan kemungkinan moral dan spiritual dari pilihannya ini, hanya berfokus pada potensi kesuburan tanah tersebut.

    2. Konsekuensi dari Pilihan Lot

Setelah memilih lembah Yordan, Lot kemudian berkemah di dekat kota Sodom, yang terkenal dengan kejahatannya (Kejadian 13:12-13). Keputusan ini ternyata menjadi awal dari berbagai kesulitan yang harus dihadapinya:

- Pindah ke Sodom: Awalnya Lot tinggal di "dekat" Sodom, tetapi kemudian dia pindah untuk "tinggal" di dalam kota yang penuh dosa ini (Kejadian 14:12). Keputusan ini memperlihatkan kecenderungan Lot untuk mengabaikan tanda-tanda peringatan demi keuntungan material.  

- Kehancuran Sodom: Pada akhirnya, Sodom dihancurkan oleh Allah karena kejahatan penduduknya (Kejadian 19:24-25). Lot harus melarikan diri dan kehilangan segala miliknya. Dia hanya bisa menyelamatkan dirinya dan kedua putrinya (Kejadian 19:30). 

    3. Perbedaan Antara Hidup Berdasarkan Iman dan Penglihatan

- Hidup Berdasarkan Penglihatan: Lot mewakili seseorang yang membuat keputusan hidup berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata, mengejar keuntungan materi tanpa mempertimbangkan dampak moral dan spiritual. Keputusan ini sering kali membawa pada kesulitan dan penyesalan jangka panjang.

- Hidup Berdasarkan Iman: Sebaliknya, hidup berdasarkan iman berarti mempercayakan diri pada petunjuk Allah, bahkan ketika hasilnya tidak terlihat jelas atau langsung. Iman adalah "bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat" (Ibrani 11:1). Ini berarti kita harus percaya pada Allah dan petunjuk-Nya, bukan hanya pada apa yang tampak menguntungkan atau mudah di mata kita.

    4. Pelajaran untuk Hidup Kita

- Tidak Terjebak Penampilan: Kisah Lot adalah peringatan untuk tidak selalu mengikuti apa yang terlihat baik di permukaan. Apa yang tampaknya menguntungkan bisa jadi menuntun pada kehancuran. Kita harus berhati-hati agar tidak tergoda oleh penampilan luar atau keuntungan sementara.

- Meminta Bimbingan Allah: Sebagai orang percaya, kita harus selalu mencari bimbingan dari Allah dalam membuat keputusan, terutama keputusan besar yang akan mempengaruhi masa depan kita. Ini berarti melibatkan doa dan pencarian kehendak Allah, serta tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan berdasarkan penampilan luar saja.

- Memprioritaskan Kehidupan Spiritual: Keputusan yang didasarkan pada pertimbangan spiritual dan moral, meskipun mungkin tidak selalu tampak menguntungkan secara materi, akan membawa berkat dan kedamaian yang sejati. Kehidupan spiritual harus menjadi prioritas utama dalam setiap keputusan kita.

    5. Doa dan Kesimpulan

Mari kita berdoa agar Bapa di Surga memampukan kita untuk hidup berdasarkan iman, bukan hanya berdasarkan apa yang terlihat saja. Semoga kita selalu diberikan kebijaksanaan untuk memahami dan memilih jalan yang sesuai dengan kehendak-Nya, meskipun jalan itu mungkin tidak selalu tampak menguntungkan atau mudah di mata dunia. 

Kisah Lot adalah peringatan penting bagi kita untuk tidak selalu mengikuti apa yang terlihat menguntungkan di mata kita. Sebagai orang percaya, kita harus hidup berdasarkan iman, mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, dan memilih jalan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, kita akan menghindari kesalahan yang dapat menghancurkan dan menjalani kehidupan yang diberkati oleh Tuhan.

Share:

Keyakinan pada Pemeliharaan Allah

Musa memasukkan kisah Abram untuk menyoroti relevansi pemeliharaan Allah bagi Abram dengan pemeliharaan Allah bagi umat yang keluar dari Mesir.

Terlihat paralel antara kondisi Abram dan umat di Mesir. Pertama, seperti Abram pergi ke Mesir karena kelaparan (10), keturunan Yakub juga berada di Mesir karena kelaparan pada zaman Yusuf. Kedua,Allah mengirimkan tulah kepada Firaun dan keluarganya (17), sebagaimana juga Allah mengirimkan sepuluh tulah kepada Mesir pada zaman Musa. Ketiga, karena tulah yang Allah berikan, Firaun melepaskan Sarai dan Abram pergi dengan banyak kekayaan (20), sebagaimana karena sepuluh tulah, Firaun melepaskan Israel (keturunan Sarai) dengan kekayaan (Kel. 12:35).

Musa mencantumkan kisah ini untuk menyatakan bahwa sebagaimana Allah menuntun Abram dari Mesir ke Kanaan, demikian juga Allah yang telah membawa umat keluar dari Mesir pasti akan menuntun mereka ke Kanaan.

Mengapa Musa menekankan pemeliharaan Allah? Umat merasa telah melakukan kesalahan dengan keluar dari Mesir. Berulang kali mereka berkata: "Apakah tidak ada kuburan di Mesir sehingga engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini?" (Kel. 14:11). Melalui apa yang sudah Allah lakukan kepada Abram, Musa ingin meyakinkan umat untuk percaya kepada pemeliharaan Allah dan mengikuti tuntunan-Nya sampai mereka tiba di Kanaan.

Ketika membaca suatu bagian dalam Alkitab, penting untuk memahami tujuan penulisnya. Jika tidak, kita mungkin fokus pada tema yang salah. Penekanan dalam bagian ini bukanlah tentang kebohongan Abram, melainkan pemeliharaan Allah bahkan saat Abram berbohong. Abram belum lama mengenal Allah, dan karena itu, Allah ingin menunjukkan kepada Abram bahwa Ia mampu memelihara Abram dalam situasi apa pun.

Share:

Nama Masyhur dari Allah

 Kejadian 12:1-9  memberikan kita wawasan mendalam tentang bagaimana Allah berinteraksi dengan Abram (kemudian dikenal sebagai Abraham), dan bagaimana Allah berjanji untuk membuat namanya masyhur. Ini memberikan kontras yang tajam dengan tindakan manusia di masa sebelumnya yang mencari nama besar melalui cara-cara yang tidak dikehendaki Allah.

1.  Keturunan Ular dan Pencarian Nama 

Keturunan ular, seperti yang dijelaskan dalam kehidupan Kain, memiliki beberapa karakteristik utama:

-  Kekerasan dan Pembunuhan:  Kain membunuh saudaranya Habel, menunjukkan permusuhan yang mendalam terhadap keturunan perempuan (Kejadian 4:8).

-  Mendirikan Kota:  Kain mendirikan kota dan menamainya dengan nama anaknya, menunjukkan kecenderungan untuk menciptakan warisan yang berpusat pada diri sendiri (Kejadian 4:17).

-  Mencari Nama:  Dalam Kejadian 11:4, manusia di Menara Babel ingin membangun sebuah kota dengan menara yang puncaknya mencapai langit untuk membuat nama mereka terkenal. Ini menunjukkan upaya manusia untuk mencari kemuliaan sendiri dan menentang perintah Allah untuk tersebar dan memenuhi bumi.

2.  Allah Membuat Nama Abram Masyhur 

Dalam Kejadian 12:2, Allah berjanji kepada Abram bahwa Ia akan membuat namanya masyhur:

-  Janji yang Berasal dari Allah:  Berbeda dengan usaha manusia di Menara Babel yang ingin mencari kemuliaan sendiri, janji untuk membuat nama masyhur datang langsung dari Allah. Ini menunjukkan bahwa kehormatan dan kemuliaan yang sejati datang dari Tuhan, bukan dari upaya manusia sendiri.

-  Konteks yang Kudus:  Setelah menerima panggilan dari Tuhan, Abram mematuhi perintah-Nya dan pergi ke tanah Kanaan. Di sana, ia membangun mezbah bagi Tuhan dan “memanggil nama TUHAN” (Kejadian 12:8). Tindakan ini menunjukkan fokus Abram pada penyembahan dan ketundukan kepada Allah, bukan pada pencarian kemuliaan pribadi.

3.  Memanggil Nama TUHAN vs. Mencari Nama Sendiri 

-  Keturunan Ular:  Keturunan ular, seperti Kain dan pembangun Menara Babel, berusaha mencari nama mereka sendiri dan mendirikan kota sebagai simbol kekuasaan dan ketenaran mereka.

-  Keturunan Perempuan:  Sebaliknya, keturunan perempuan, yang diwakili oleh Abram dan keturunan Set, memanggil nama TUHAN. Mereka fokus pada hubungan yang benar dengan Tuhan dan mencari kehormatan yang berasal dari-Nya, bukan dari upaya mereka sendiri (Kejadian 4:26).

4.  Nama dan Kehendak Allah 

-  Tidak Menentang Nama yang Masyhur:  Allah tidak menentang manusia memiliki nama yang masyhur, tetapi cara dan alasan di balik pencapaian nama itulah yang penting. Kehormatan yang sejati diberikan oleh Allah kepada mereka yang setia kepada-Nya dan yang memanggil nama-Nya dengan benar.

-  Fokus pada Memuliakan Allah:  Sebagai orang percaya, tugas utama kita adalah memuliakan Bapa di Surga (Matius 5:16). Kehidupan kita seharusnya mencerminkan kemuliaan Tuhan dan kita harus berusaha untuk memanggil nama-Nya dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Kehormatan dan nama besar akan diberikan oleh Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya, bukan karena kita mencarinya dengan ambisi pribadi.

5.  Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari 

-  Mengutamakan Kehendak Allah:  Kita harus fokus pada kehendak Allah dalam hidup kita, bukan pada mencari kemuliaan atau nama besar bagi diri kita sendiri. Hal ini berarti kita harus berusaha untuk taat kepada Tuhan dan mengikuti jalan-Nya, seperti yang dilakukan oleh Abram.

-  Menjaga Kerendahan Hati:  Kita harus tetap rendah hati dan menyadari bahwa segala kehormatan yang kita terima datang dari Allah. Oleh karena itu, kita harus bersyukur atas segala yang telah diberikan-Nya dan menggunakan setiap kesempatan untuk memuliakan nama-Nya.

-  Memuliakan Tuhan dalam Segala Hal:  Setiap aspek hidup kita harus diarahkan untuk memuliakan Tuhan. Ini termasuk pekerjaan kita, hubungan kita, dan bagaimana kita melayani orang lain. Dengan fokus ini, kita dapat hidup dengan penuh integritas dan kesetiaan, mengetahui bahwa Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu akan memberikan kita nama yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Kejadian 12:1-9  mengajarkan kita bahwa kehormatan dan kemuliaan yang sejati datang dari Allah. Sebagai orang percaya, kita harus fokus pada memuliakan nama Tuhan, bukan mencari nama besar bagi diri kita sendiri. Melalui ketundukan dan kesetiaan kepada Tuhan, kita dapat menjalani kehidupan yang berkenan kepada-Nya dan menerima nama yang sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, hidup kita akan menjadi kesaksian bagi dunia tentang kuasa dan kasih Tuhan yang besar.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.