Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Menuding ke Sebelah

Peribahasa "Buruk Muka, Cermin Dibelah"

Peribahasa ini mengandung makna menyalahkan pihak lain atas kesalahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pribadi. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita melihat orang lebih cepat menuding kesalahan orang lain daripada mengakui kesalahan sendiri. Hal ini bukan hanya kebiasaan buruk tetapi juga menghambat pertumbuhan pribadi dan tanggung jawab moral. Kisah Abraham di Gerar merupakan contoh nyata bagaimana tindakan ini dapat membawa konsekuensi yang kompleks.

Keputusan Abraham dan Ketakutannya

Abraham memutuskan untuk tinggal di Gerar bersama keluarganya. Ia merasa daerah itu tidak mengenal Allah dan takut bahwa kecantikan istrinya, Sara, akan membahayakan hidupnya. Ketakutannya mendorong Abraham untuk berbohong, menyebut Sara sebagai saudara perempuannya. Ini adalah kali kedua Abraham melakukan hal ini, sebelumnya ia juga menyebut Sara sebagai saudaranya di Mesir (Kejadian 12:10-20).

Tindakan Abimelekh dan Intervensi Tuhan

Raja Abimelekh, tanpa mengetahui kebenaran, mengambil Sara sebagai istri. Namun, Tuhan memperingatkan Abimelekh melalui mimpi bahwa tindakannya berdosa dan dapat membawa maut, karena Sara adalah istri Abraham. Dengan segera, Abimelekh memanggil Abraham untuk meminta penjelasan dan mengembalikan Sara, bahkan memberikan berbagai harta sebagai kompensasi.

Pembelajaran dari Narasi Ini

  1. Kesetiaan Tuhan pada Janji-Nya:

Tuhan tetap setia pada janji-Nya kepada Abraham, meskipun Abraham membuat keputusan yang kurang bijaksana dan tidak jujur. Ini menunjukkan bahwa janji Tuhan tidak bergantung pada kesempurnaan kita, tetapi pada kesetiaan-Nya yang tak tergoyahkan.

  2. Pentingnya Kejujuran dan Pengakuan Kesalahan:

Kisah ini menyoroti pentingnya bersikap jujur dan tidak takut mengakui kesalahan. Abraham mengakui tindakannya di hadapan Abimelekh dan menjelaskan alasan di balik kebohongannya. Ini merupakan langkah penting dalam memperbaiki kesalahan dan menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain.

  3. Doa Syafaat untuk Semua Orang:

Abraham tidak hanya berdoa untuk dirinya sendiri atau untuk orang-orang seiman, tetapi juga untuk Abimelekh dan keluarganya yang bukan bagian dari umat Allah. Ini mengajarkan kita untuk mendoakan semua orang, tanpa memandang keyakinan atau latar belakang mereka. Tuhan mendengar dan mengabulkan doa Abraham, menunjukkan bahwa belas kasihan-Nya melampaui batasan manusia.

Refleksi dan Penerapan dalam Hidup

  1. Menghadapi Kesalahan dengan Bertanggung Jawab:

Ketika kita dihadapkan pada situasi sulit atau berpotensi bahaya, adalah penting untuk tidak menuding orang lain atau menyalahkan keadaan. Sebaliknya, kita harus berani mengakui kesalahan kita dan mencari solusi yang tepat. Tindakan Abraham yang jujur akhirnya membawa pemulihan dan berkat bagi semua pihak yang terlibat.

  2. Kesetiaan Tuhan sebagai Landasan Hidup:

Mengetahui bahwa Tuhan setia pada janji-Nya memberikan kita keberanian untuk hidup dalam kebenaran dan kejujuran. Kita bisa mempercayai Tuhan dalam segala situasi, bahkan ketika kita merasa takut atau tidak yakin dengan hasilnya.

  3. Mendoakan Orang Lain dengan Kasih:

Sebagaimana Abraham berdoa untuk Abimelekh, kita juga diajak untuk mendoakan orang lain, termasuk mereka yang mungkin berbeda keyakinan atau pandangan dengan kita. Ini adalah wujud nyata dari kasih dan kemurahan hati yang diajarkan oleh Tuhan.

Kisah Abraham di Gerar mengajarkan kita banyak hal tentang kesetiaan Tuhan, pentingnya kejujuran, dan nilai doa syafaat. Di tengah-tengah kehidupan kita yang penuh dengan tantangan dan godaan untuk menyalahkan orang lain, mari kita belajar untuk bertanggung jawab atas tindakan kita, mempercayai kesetiaan Tuhan, dan mendoakan semua orang dengan kasih yang tulus. Seperti Abraham, kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran dan menjaga nilai-nilai ilahi dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

Share:

Keaiban

Kisah Lot dan kedua anak perempuannya setelah kehancuran Sodom dan Gomora memberikan gambaran yang mendalam tentang kasih karunia Tuhan, kesalahan manusia, dan pentingnya belas kasihan di hadapan keadilan Tuhan.

Kemurkaan Tuhan dan Keselamatan Lot

Setelah Lot dan keluarganya melarikan diri dari Sodom yang hancur, mereka menetap di pegunungan. Namun, kehidupan mereka tidak berakhir dengan damai. Kedua anak perempuan Lot, dalam keadaan putus asa dan mungkin terpengaruh oleh moral yang rusak di Sodom, membuat keputusan yang membingungkan: mereka merencanakan untuk tidur dengan ayah mereka (Kejadian 19:30-38).

Penafsiran dan Pembelajaran

  1. Kondisi Hidup di Sodom dan Gomora: Lot dan keluarganya terpengaruh oleh lingkungan moral yang rusak di Sodom. Meskipun Lot dianggap sebagai orang yang saleh, pengaruh negatif dari lingkungan sekitarnya tetap mempengaruhi keluarganya. Ini mengingatkan kita akan pentingnya lingkungan dan pengaruh yang kita pilih dalam hidup kita.

  2. Keputusan Tragis dari Kedua Anak Perempuan: Tindakan kedua anak perempuan Lot adalah bukti dari keputusasaan mereka. Mereka mungkin berpikir bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan keturunan mereka. Ini menunjukkan betapa rusaknya pikiran dan nilai-nilai moral yang mereka terima di Sodom. Meskipun demikian, cerita ini juga menyoroti bahwa bahkan dalam keputusasaan dan kekacauan, kasih dan belas kasihan Tuhan masih ada.

  3. Kasih Karunia Tuhan: Meskipun Lot dan keluarganya tidak sempurna dan terpengaruh oleh dosa sekitar mereka, Tuhan tetap menunjukkan belas kasihan-Nya. Ia menyelamatkan Lot dari penghancuran Sodom, bahkan ketika Lot mungkin tidak layak menerima keselamatan itu. Ini menunjukkan bahwa keselamatan datang dari kasih karunia Tuhan, bukan dari nilai atau kebaikan kita sendiri.

Pembelajaran untuk Kehidupan Kita

  1. Ketergantungan pada Kasih Karunia Tuhan: Ketika kita menghadapi dosa dan kelemahan kita sendiri, kita tidak dapat mengandalkan kemampuan atau kebaikan kita sendiri untuk menyelamatkan diri. Kita perlu mengandalkan kasih karunia Tuhan yang tidak terbatas dan belas kasihan-Nya yang membebaskan kita dari keaiban dan dosa.

  2. Pengakuan dan Ketaatan kepada Tuhan: Ketika kita berdoa dan mengakui dosa kita kepada Tuhan, landasan permohonan kita haruslah didasarkan pada pengakuan akan kesalahan kita dan kepercayaan akan belas kasihan Tuhan. Seperti Abraham yang bersyafaat bagi Sodom, kita juga harus memohon belas kasihan Tuhan atas diri kita dan umat-Nya.

  3. Menjalani Hidup dalam Ketaatan dan Kesadaran akan Kehendak Tuhan: Lot dan keluarganya menghadapi konsekuensi dari pengaruh lingkungan yang buruk di sekitar mereka. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya menjalani hidup dalam ketaatan kepada Tuhan dan berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, terlepas dari pengaruh negatif di sekitar kita.

Kisah Lot dan anak-anaknya menunjukkan kepada kita bahwa kasih karunia Tuhan melebihi kelemahan dan kesalahan manusia. Meskipun kita mungkin terpengaruh oleh dunia di sekitar kita, kita dapat menemukan keselamatan dan belas kasihan dalam Tuhan. Melalui refleksi atas kisah ini, kita diajak untuk hidup dalam ketaatan, mengakui dosa kita kepada Tuhan, dan mengandalkan kasih karunia serta belas kasihan-Nya dalam perjalanan iman kita.

Share:

Luput dari Bahaya

Ketika seseorang mengalami pengalaman luput dari bahaya, itu sering kali menjadi kisah yang terus diceritakan. Namun, ketika pengalaman tersebut melibatkan kehilangan seseorang yang kita kasihi, rasa lega bercampur dengan duka.

Kisah penghancuran Sodom dan Gomora dalam Kitab Kejadian mengandung pelajaran penting tentang penghakiman, kasih Tuhan, dan keselamatan. Mari kita lihat lebih dalam bagaimana kisah ini menggambarkan hal tersebut.

Sodom dan Gomora: Penghakiman dan Keselamatan

Penghukuman atas Sodom dan Gomora: Kisah ini dimulai dengan dua malaikat yang mengunjungi Sodom untuk menyelamatkan Lot dan keluarganya dari kehancuran yang akan datang (Kejadian 19:1-3). Orang-orang Sodom yang jahat mencoba menyerang para tamu Lot, menunjukkan kebejatan moral mereka yang menjadi alasan utama penghakiman Tuhan atas kota tersebut (Kejadian 19:4-9). Tuhan mengutus malaikat untuk memperingatkan Lot dan keluarganya agar segera meninggalkan kota sebelum kehancuran terjadi (Kejadian 19:12-16).

Perintah untuk Menyelamatkan Diri: Para malaikat memperingatkan Lot dan keluarganya untuk melarikan diri ke pegunungan dan tidak menoleh ke belakang (Kejadian 19:17). Namun, istri Lot melanggar perintah tersebut dan menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam (Kejadian 19:26). Ini menggambarkan bahwa ketidaktaatan terhadap perintah Tuhan membawa konsekuensi yang serius.

Keselamatan melalui Kasih Karunia Tuhan: Lot memohon untuk dapat berlindung di kota kecil bernama Zoar, dan Tuhan mengabulkan permintaan tersebut sebagai wujud kasih karunia dan belas kasihan-Nya (Kejadian 19:18-23). Lot dan kedua anak perempuannya berhasil selamat dari kehancuran, menunjukkan bahwa Tuhan menjaga mereka yang setia dan mendengarkan peringatan-Nya.

Pelajaran dari Kisah Lot dan Sodom:

1. Kebobrokan Moral dan Penghakiman Ilahi: Orang-orang Sodom hidup dalam kebobrokan moral yang ekstrem, yang membuat mereka layak menerima hukuman Tuhan (Kejadian 19:4-5). Kisah ini mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil dan tidak akan membiarkan dosa tanpa hukuman. Keadilan Tuhan menyatakan bahwa dosa harus dihukum, namun belas kasihan-Nya menyediakan jalan keselamatan bagi mereka yang mendengarkan-Nya.

2. Kesetiaan Tuhan pada Janji-Nya: Tuhan tidak hanya menghukum yang bersalah tetapi juga setia pada janji-Nya kepada Abraham dengan menyelamatkan Lot dan keluarganya (Kejadian 19:29). Hal ini menegaskan bahwa Tuhan setia pada janji-Nya dan akan selalu menjaga umat-Nya. Tuhan ingat akan janji-Nya kepada Abraham, dan melalui Lot, Ia menunjukkan bahwa janji itu tidak akan dilupakan.

3. Pentingnya Ketaatan kepada Tuhan: Ketika Tuhan memberi perintah, kita dipanggil untuk menaatinya dengan sungguh-sungguh. Istri Lot menjadi tiang garam karena ia menoleh ke belakang, melambangkan ketidaktaatan dan akibatnya (Kejadian 19:26). Ketaatan adalah kunci untuk menerima perlindungan dan berkat Tuhan.

4. Kasih Karunia Tuhan: Lot dan keluarganya selamat bukan karena kebaikan mereka, tetapi karena kasih karunia Tuhan yang tak terbatas (Kejadian 19:16, 19). Keselamatan mereka adalah bukti bahwa kasih Tuhan melampaui kelemahan manusia, dan melalui belas kasihan-Nya, kita dapat diluputkan dari bahaya yang kita hadapi.

Refleksi bagi Hidup Kita:

1. Ucapan Syukur atas Keselamatan: Ketika kita merenungkan pengalaman-pengalaman di mana kita luput dari bahaya, kita diundang untuk bersyukur atas kuasa Tuhan yang melindungi kita. Tuhan telah banyak kali menyelamatkan kita dari situasi yang sulit dan berbahaya. Adakah kita mengucapkan syukur atas keselamatan yang Tuhan berikan setiap hari?

2. Percaya pada Kasih dan Keadilan Tuhan: Kisah ini mengajak kita untuk percaya pada kasih dan keadilan Tuhan yang sempurna. Di saat kita menghadapi ketidakpastian atau merasa terancam, kita harus ingat bahwa Tuhan yang adil dan penyayang akan selalu berada di sisi kita. Kita diundang untuk mempercayai bahwa Tuhan mengerti setiap situasi dan bahwa keadilan-Nya akan ditegakkan.

3. Menghidupi Ketaatan dan Ketergantungan pada Tuhan: Kisah ini mengingatkan kita untuk hidup dalam ketaatan penuh kepada Tuhan dan menyerahkan setiap langkah hidup kita ke dalam tangan-Nya. Dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup, kita diajak untuk tidak berpegang pada kekuatan dan kebijaksanaan kita sendiri, tetapi untuk bergantung pada petunjuk dan perlindungan Tuhan.

4. Mengasihi dan Mendoakan Orang Lain: Seperti Abraham yang berdoa syafaat untuk Sodom, kita juga diajak untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga berdoa dan berbuat kasih untuk orang lain, terutama mereka yang dalam bahaya atau membutuhkan bantuan. Kita diundang untuk menjadi saluran kasih dan berkat Tuhan bagi sesama.

Kisah penghancuran Sodom dan Gomora memberikan pelajaran penting tentang keadilan, kasih karunia, dan keselamatan Tuhan. Tuhan adalah hakim yang adil yang menghukum dosa, namun Ia juga penuh belas kasihan dan setia pada janji-Nya. Kita diajak untuk hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, percaya pada kasih dan keadilan-Nya, dan selalu bersyukur atas setiap berkat dan keselamatan yang Ia berikan. Adakah kita hidup dengan ucapan syukur dan penuh kepercayaan kepada Tuhan yang senantiasa meluputkan kita dari bahaya?

 


Share:

Adil Berarti Tidak Pilih Kasih

 

Adil merupakan salah satu sifat yang diharapkan hadir dalam kehidupan bermasyarakat dan relasi antar manusia. Namun, sering kali konsep keadilan ini disalahpahami. Keadilan bukan berarti semua mendapatkan hal yang sama, melainkan mendapatkan apa yang seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan keadaannya.

Ilustrasi Kue dan Pembagian yang Adil:

Ketika anak-anak dibagikan kue, muncul ketidakpuasan jika pembagiannya dianggap tidak adil. Ada pandangan bahwa keadilan berarti semua anak mendapat bagian yang sama rata. Namun, apakah benar adil itu harus selalu sama rata?

Contoh ini menggambarkan bahwa keadilan bukan hanya tentang kesetaraan secara jumlah, tetapi juga tentang pemenuhan kebutuhan yang berbeda. Misalnya, seorang anak yang lebih tua mungkin membutuhkan porsi lebih besar dibandingkan yang lebih muda. Adil di sini berarti memberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing, bukan sekadar jumlah yang sama.

Narasi Abraham dan Sodom:

Dalam Kejadian 18:16-33, kita melihat bagaimana Tuhan menyampaikan kepada Abraham rencana-Nya untuk menghakimi Sodom dan Gomora. Tuhan yang Mahatahu memberi tahu Abraham tentang kehancuran yang akan datang atas kota-kota tersebut, dan Abraham memanfaatkan kesempatan itu untuk berdoa syafaat bagi orang-orang benar yang mungkin ada di sana.

Konteks Keadilan Tuhan:

  1. Keadilan dan Kemahatahuan Tuhan: Tuhan mengetahui segala sesuatu tentang Sodom, termasuk kejahatan dan dosa-dosa yang ada di sana. Namun, Tuhan juga mengetahui hati orang-orang yang benar di tengah kota yang jahat tersebut. Kemahatahuan Tuhan menjadikan penghakiman-Nya benar dan adil, karena Dia melihat seluruh gambarannya (Kejadian 18:20-21).
  2. Doa Syafaat Abraham: Abraham berdoa syafaat, memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkan orang-orang benar di Sodom. Dalam percakapannya dengan Tuhan, Abraham bertanya apakah Tuhan akan menghancurkan seluruh kota jika ada sejumlah orang benar di dalamnya. Tuhan menjawab bahwa Dia tidak akan menghancurkan kota tersebut jika ada 10 orang benar di sana (Kejadian 18:23-32). Ini menunjukkan bahwa keadilan Tuhan juga melibatkan belas kasihan dan kemurahan bagi mereka yang benar.
  3. Keadilan yang Tidak Pilih Kasih: Tuhan menunjukkan bahwa Dia tidak pilih kasih dalam penghakiman-Nya. Dia melihat dan memperhitungkan keadilan bagi setiap individu. Keadilan Tuhan bersifat komprehensif, meliputi segala aspek kehidupan dan hati manusia, dan tidak berdasarkan penampilan luar atau status sosial (Mazmur 130:3).

Refleksi Keadilan Tuhan dalam Hidup Kita:

Keadilan dalam Keseharian:

  1. Menghargai Perbedaan Kebutuhan: Dalam keseharian, adil berarti kita harus mempertimbangkan perbedaan kebutuhan dan keadaan masing-masing orang. Misalnya, dalam pembagian bantuan, adil bukan berarti semua mendapatkan jumlah yang sama, tetapi yang lebih membutuhkan mendapatkan lebih banyak.
  2. Tidak Memihak: Adil juga berarti kita tidak boleh memihak atau menunjukkan favoritisme. Kita harus bersikap jujur dan terbuka dalam memperlakukan setiap orang, berdasarkan prinsip-prinsip keadilan yang telah kita pahami dari Tuhan.

Doa Syafaat dan Keadilan:

  1. Menyampaikan Pergumulan Orang Lain: Doa syafaat adalah tindakan berdoa untuk orang lain, terutama untuk mereka yang membutuhkan bantuan dan keadilan. Ini adalah momen untuk tidak fokus pada diri sendiri, tetapi untuk membawa pergumulan dan kebutuhan orang lain kepada Tuhan.
  2. Percaya pada Keadilan Tuhan: Ketika kita berdoa syafaat, kita harus percaya bahwa Tuhan yang Mahakuasa dan Maha Adil akan mendengarkan dan menjawab doa kita sesuai dengan kehendak-Nya yang adil dan benar.

Menghidupi Keadilan:

  1. Menjadi Alat Tuhan untuk Keadilan: Kita dipanggil untuk menjadi alat keadilan Tuhan di dunia. Ini berarti kita harus aktif dalam memperjuangkan keadilan di sekitar kita, memastikan bahwa tidak ada yang diperlakukan tidak adil atau diskriminatif.
  2. Menyerahkan Pergumulan ke Tangan Tuhan: Kita juga diajak untuk menyerahkan setiap pergumulan dan ketidakadilan yang kita alami atau lihat di sekitar kita ke dalam tangan Tuhan. Kita harus percaya bahwa Tuhan adalah Hakim yang adil dan akan menegakkan keadilan pada waktu-Nya.

Adil berarti memberikan apa yang seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing, bukan hanya pembagian yang sama rata. Tuhan yang Mahatahu dan Mahakuasa adalah sumber keadilan yang sejati. Melalui doa syafaat dan kehidupan sehari-hari, kita dipanggil untuk merefleksikan keadilan Tuhan, memastikan bahwa kita tidak pilih kasih dan memperjuangkan keadilan bagi semua orang. Adakah kita siap untuk hidup dalam keadilan yang mencerminkan belas kasihan dan kemurahan Tuhan, serta membawa pergumulan orang lain ke dalam tangan-Nya?

 

Share:

Tertangkap Basah!

Kejadian 18:1-15

 Kita semua pernah merasakan malu saat tertangkap basah melakukan kekeliruan. Terkadang, rasa malu ini datang karena tidak ada waktu untuk bersembunyi atau mencari alasan. Terlebih lagi, rasa malu itu menjadi lebih dalam bila kita menyadari bahwa kekeliruan kita terjadi di hadapan Tuhan yang Mahakuasa.

Abraham yang Ramah Menyambut Tamu:

Dalam Kejadian 18:1-8, Abraham menunjukkan keramahtamahannya kepada tiga orang tamu yang datang mengunjunginya di bawah pohon tarbantin di Mamre. Tanpa rasa curiga, ia segera menyiapkan hidangan untuk para tamu ini, mengikuti adat istiadat hospitalitas pada zamannya. Tindakan Abraham mencerminkan kebaikan dan kemurahan hatinya, serta menunjukkan komitmennya untuk menjamu orang asing dengan penuh hormat.

Momen Kejutan untuk Sara:

Namun, suasana berubah ketika salah satu tamu ini bertanya tentang keberadaan Sara dan kemudian menegaskan bahwa Tuhan akan hadir pada tahun berikutnya saat Sara memiliki seorang anak laki-laki (Kejadian 18:9-10a). Saat itulah Abraham menyadari bahwa tamu tersebut adalah Tuhan yang sedang menyampaikan janji ilahi. Mendengar hal ini dari pintu kemah, Sara tertawa dalam hatinya, mengingat usianya yang sudah lanjut dan kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk melahirkan (Kejadian 18:10b-12).

Tertangkap Basah:

Tuhan mengetahui tawa dan keraguan Sara, dan Dia segera menegur Sara, mengingatkannya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan (Kejadian 18:13-14). Sara, yang tertangkap basah oleh Tuhan, merasa malu dan mencoba menyangkal tawa dan keraguannya. Namun, Tuhan, yang Maha Tahu, tidak bisa dibohongi. Tuhan mengetahui segala sesuatu, termasuk isi hati dan pikiran manusia.

Pelajaran dari Kisah Sara dan Abraham:

Kisah ini mengajarkan kita beberapa hal penting:

  1. Tuhan Mengetahui Segalanya: Tuhan adalah Allah yang Mahakuasa dan Maha Tahu. Dia mengetahui segala hal yang kita pikirkan dan rasakan, bahkan hal-hal yang tidak pernah kita ucapkan. Seperti Tuhan mengetahui tawa Sara yang tersembunyi, Dia juga mengetahui segala keraguan dan ketakutan kita.
  2. Janji Tuhan Pasti Terjadi: Tuhan menegaskan bahwa tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Janji-Nya kepada Abraham dan Sara tentang kelahiran seorang anak laki-laki pada tahun berikutnya adalah bukti bahwa kuasa Tuhan melampaui segala keterbatasan manusia. Meskipun secara fisik dan logis tidak mungkin bagi Sara yang sudah tua untuk melahirkan, kuasa Tuhan tidak mengenal batas.
  3. Keterbukaan dan Kejujuran di Hadapan Tuhan: Saat kita menyadari bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu, kita diajak untuk bersikap terbuka dan jujur di hadapan-Nya. Tidak ada gunanya mencoba menyembunyikan kesalahan atau kekeliruan kita, karena Tuhan melihat semuanya. Sebaliknya, kita diajak untuk datang kepada-Nya dengan segala kelemahan dan ketidaksempurnaan kita, mengakui bahwa kita membutuhkan anugerah dan pertolongan-Nya.
  4. Percaya pada Kuasa Tuhan dalam Hidup Kita: Kekuatan doa dan keyakinan pada kuasa Tuhan sangat penting. Ketika kita berdoa, kita harus menyadari bahwa Tuhan mengetahui kebutuhan kita bahkan sebelum kita mengucapkannya. Percaya kepada Tuhan yang Mahakuasa berarti kita mengandalkan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita, percaya bahwa Dia mampu mengubahkan hidup kita dan membawa kita kepada rencana-Nya yang terbaik.

Refleksi dan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari:

  • Menghadapi Ketidakpastian dengan Iman: Dalam kehidupan, kita sering menghadapi situasi yang tidak pasti atau tampak mustahil. Dalam momen-momen seperti ini, kita diajak untuk meneladani iman Abraham dan Sara yang, meskipun penuh dengan keraguan dan tawa, tetap berada dalam rencana dan janji Tuhan.
  • Membangun Kepercayaan dan Ketaatan: Ketaatan kita kepada Tuhan tidak boleh didasarkan pada apa yang kita anggap mungkin atau masuk akal, tetapi pada keyakinan bahwa Tuhan mampu melakukan segala hal, bahkan yang tampak mustahil. Kepercayaan ini harus tercermin dalam tindakan dan keputusan kita sehari-hari, menunjukkan bahwa kita benar-benar mengandalkan Tuhan.
  • Memperkuat Hubungan dengan Tuhan melalui Doa: Doa bukan hanya tentang meminta, tetapi juga tentang mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Kita harus berdoa dengan keyakinan bahwa Tuhan mengetahui yang terbaik untuk kita dan bahwa Dia akan memenuhi kebutuhan kita sesuai dengan kehendak-Nya.

Kisah tertangkap basahnya Sara menunjukkan bahwa meskipun manusia sering kali dipenuhi dengan ketakutan dan keraguan, Tuhan tetap setia pada janji-Nya dan memahami segala kelemahan kita. Ketika kita dihadapkan pada situasi yang tidak pasti, mari kita mengandalkan Tuhan yang Mahakuasa dan percaya bahwa Dia mampu mengubahkan segala sesuatu demi kebaikan kita. Iman kita kepada Tuhan seharusnya tidak tergoyahkan oleh apa pun, karena kita tahu bahwa Dia adalah Allah yang Maha Tahu dan Mahakuasa yang selalu menjaga dan memelihara kita.

 

Share:

Menjalankan Janji dalam Kehidupan dan Iman

Pernikahan bukan sekadar upacara atau pesta; itu adalah momen sakral di mana dua individu berikrar di hadapan Tuhan, jemaat, dan para saksi. Ikrar ini bukan hanya janji yang diucapkan, tetapi juga merupakan kesediaan dan kesiapan untuk menghidupi janji itu dengan sepenuh hati. Kisah dalam Kejadian 17 memberikan contoh yang kuat tentang kesediaan untuk berkomitmen kepada janji-janji Tuhan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Abraham.

1. Transformasi Nama dan Identitas:

Dalam Kejadian 17, Tuhan menampakkan diri kepada Abram, yang berusia 99 tahun, dan Sarai, yang berusia 90 tahun (Kejadian 17:1, 17). Dalam momen penting ini, Tuhan melakukan tiga hal utama:

- Perubahan Nama Abram menjadi Abraham: Tuhan mengganti nama Abram menjadi Abraham, yang berarti "bapa sejumlah besar bangsa" (Kejadian 17:4-6). Perubahan nama ini bukan hanya perubahan identitas tetapi juga merupakan penegasan dari perjanjian Tuhan bahwa Abraham akan menjadi bapa bagi banyak bangsa.

- Perubahan Nama Sarai menjadi Sara: Tuhan juga mengganti nama Sarai menjadi Sara, yang berarti "ibu bangsa-bangsa" (Kejadian 17:15-16). Ini menunjukkan bahwa bukan hanya Abraham yang akan menjadi besar, tetapi juga Sara akan memainkan peran penting sebagai ibu dari bangsa-bangsa.

     2. Peneguhan Janji dan Kelahiran Ishak:

Tuhan menegaskan kembali janji-Nya kepada Abraham, khususnya tentang kelahiran Ishak dari Sara, meskipun pada saat itu Ishak belum lahir (Kejadian 17:2, 7-8, 19-21). Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan selalu dapat dipercaya, bahkan ketika tampak tidak mungkin dari sudut pandang manusia.

- Keyakinan di Tengah Ketidakmungkinan: Meskipun Abraham tertawa dalam hatinya karena janji Tuhan tampak mustahil mengingat usia lanjutnya dan Sara (Kejadian 17:17), ia tetap menunjukkan komitmen dengan menjalankan perintah Tuhan.

- Sunat sebagai Tanda Perjanjian: Tuhan memerintahkan Abraham untuk melakukan sunat sebagai tanda perjanjian antara Tuhan dan keturunannya (Kejadian 17:9-14). Sunat ini bukan sekadar tindakan fisik tetapi merupakan simbol dari komitmen yang mendalam dan kesetiaan kepada Tuhan.

     3. Ketaatan Abraham dan Implementasi Perjanjian:

Abraham segera menjalankan apa yang diperintahkan oleh Tuhan dengan menyunat dirinya dan seisi rumahnya, menunjukkan kesediaan dan kesiapan untuk menghidupi janji Tuhan (Kejadian 17:23-27).

- Komitmen yang Tidak Gentar: Meskipun Abraham sempat tertawa, hal itu tidak menghalangi ketaatannya untuk tetap melaksanakan perintah Tuhan. Ini adalah contoh nyata dari komitmen yang teguh, yang tidak goyah meskipun menghadapi ketidakpastian atau janji yang tampak mustahil.

- Pengakuan Kedaulatan Tuhan: Abraham sujud kepada Tuhan, mengakui kedaulatan-Nya yang melampaui segala kemungkinan manusia. Ini adalah pengakuan bahwa Tuhan berkuasa atas segalanya dan bahwa rencana-Nya selalu yang terbaik, meskipun kita mungkin tidak selalu memahaminya pada saat itu.

     4. Perenungan: Menghidupi Ikrar dengan Iman dan Ketaatan

Kisah Abraham mengajarkan kita tentang pentingnya kesetiaan dan komitmen dalam menghidupi janji-janji Tuhan. Beberapa poin refleksi yang bisa kita renungkan:

- Kepercayaan pada Janji Tuhan: Seberapa besar kita percaya kepada Tuhan dan janji-janji-Nya? Apakah kita benar-benar siap untuk menyerahkan hidup kita sepenuhnya ke dalam rencana-Nya, meskipun itu tampak mustahil atau tidak masuk akal bagi kita?

- Kesiapan untuk Menjalankan Ikrar: Seperti Abraham yang menunjukkan ketaatan melalui tindakan konkret, kita juga diajak untuk menunjukkan komitmen kita melalui perbuatan nyata, bukan hanya dengan kata-kata

- Pengakuan Kedaulatan Tuhan: Mengakui bahwa Tuhan adalah penguasa atas segala sesuatu adalah langkah penting dalam membangun iman yang kokoh. Dalam ketidakpastian dan tantangan hidup, kita perlu terus percaya bahwa Tuhan mengetahui yang terbaik bagi kita dan bahwa rencana-Nya akan membawa kebaikan pada akhirnya. 

- Kesiapan Menghadapi Ketidakpastian: Kehidupan sering kali dipenuhi dengan ketidakpastian, tetapi kita dipanggil untuk menunggu dengan sabar dan percaya kepada Tuhan. Seperti yang dialami Abraham, tantangan mungkin muncul, tetapi kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan akan membawa kita kepada penggenapan rencana-Nya yang indah.

Pernikahan adalah contoh konkret dari ikrar yang dihidupi dengan kesetiaan dan komitmen. Demikian juga dalam kehidupan iman, kita diajak untuk hidup dengan penuh komitmen kepada janji-janji Tuhan, seperti yang ditunjukkan oleh Abraham. Ketaatan dan kepercayaan kita kepada Tuhan, meskipun menghadapi tantangan dan ketidakpastian, akan membawa kita kepada penggenapan rencana-Nya yang penuh berkat. Mari kita meneladani kesetiaan Abraham dan tetap setia dalam menghidupi janji-janji Tuhan dalam kehidupan kita.

Share:

Pujian Untuk Ibadah 16 Juni 2024

Share:

Kesabaran dalam Menunggu

Menunggu sering kali menjadi sebuah proses yang tidak menyenangkan bagi banyak orang karena menunggu itu membawa ketidakpastian dan kehilangan kendali atas waktu. Dalam keadaan menunggu, banyak orang cenderung mencari jalan pintas, seperti menyerobot antrian atau mengambil langkah-langkah yang terburu-buru. Kisah Sarai dan Hagar dalam Alkitab memberikan kita pelajaran penting tentang bagaimana kita harus menghadapi ketidakpastian dengan kesabaran dan kepercayaan penuh kepada Allah.

    1. Ketidaksabaran Sarai dan Tradisi Timur Dekat Kuno:

Kisah ini dimulai dengan kerinduan Sarai untuk memberikan keturunan kepada Abram. Namun, ketidaksabarannya dalam menanti penggenapan janji Tuhan membuatnya mencari alternatif yang lebih cepat melalui tradisi yang umum pada masa itu. Sarai menawarkan Hagar, budaknya yang berasal dari Mesir, untuk melahirkan anak baginya (Kejadian 16:1-3).

- Penggunaan Tradisi untuk Mempercepat Janji: Tradisi ini memungkinkan seorang istri yang mandul untuk memberikan budaknya kepada suaminya agar budak tersebut melahirkan anak yang kemudian diakui sebagai anak istri sah. Sarai memilih jalan ini dengan harapan dapat segera memperoleh keturunan untuk Abram.

- Konsekuensi dari Ketidaksabaran: Keputusan Sarai ini menyebabkan gesekan dan konflik antara dirinya dan Hagar. Hagar merasa dirinya layak untuk naik status karena telah mengandung anak Abram, sedangkan Sarai menjadi cemburu dan merasa terancam oleh Hagar (Kejadian 16:4-5). Ketidaksabaran Sarai membawa dampak negatif yang menyebabkan penderitaan dan ketegangan dalam keluarga mereka.

    2. Konflik dan Penindasan:

Ketika Hagar menyadari posisinya yang lebih penting karena mengandung anak Abram, ia mulai merasa bahwa dirinya layak untuk mendapatkan status yang lebih tinggi. Sarai, di sisi lain, merasa terancam oleh Hagar dan menjadi cemburu, yang mengarah pada penindasan terhadap Hagar (Kejadian 16:4-6).

- Penindasan dan Pelarian Hagar: Penindasan yang dilakukan Sarai memaksa Hagar untuk melarikan diri. Ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil dalam ketidaksabaran tidak hanya membawa masalah bagi diri sendiri tetapi juga berdampak negatif pada orang lain di sekitar kita.

    3. Pertemuan Hagar dengan Malaikat Tuhan:

Dalam pelariannya, Hagar bertemu dengan malaikat Tuhan di sebuah mata air di padang gurun. Malaikat Tuhan memberikan pesan penting kepada Hagar (Kejadian 16:7-16):

- Pengakuan Identitas Hagar: Malaikat meminta Hagar untuk menerima identitasnya sebagai hamba atau budak dan kembali kepada tuannya. Ini menunjukkan bahwa Allah ingin Hagar memahami dan menerima perannya dalam rencana-Nya yang lebih besar.

- Penguatan dari Tuhan: Tuhan tidak hanya meminta Hagar untuk kembali, tetapi juga menguatkan dia dengan janji bahwa dia akan menjadi ibu dari bangsa yang besar. Allah memberikan harapan dan kekuatan bagi Hagar untuk menghadapi kesulitan yang ada di depannya.

- Janji tentang Masa Depan Ismael: Tuhan menjanjikan bahwa Ismael, anak yang akan dilahirkan Hagar, akan menjadi seorang tokoh besar dan bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar (Kejadian 16:10-12). Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana yang lebih besar dan lebih baik, meskipun jalan menuju rencana itu mungkin penuh dengan kesulitan dan tantangan.

    4. Pengendalian Allah atas Waktu dan Masa Depan:

Kisah Hagar dan Ismael menunjukkan bahwa dalam kedaulatan-Nya, tidak ada rencana manusia yang dapat menggagalkan rencana Allah. Tiga kali disebutkan bahwa Hagar melahirkan Ismael bagi Abram (Kejadian 16:11, 15-16), menegaskan bahwa Allah mengatur segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.

- Kedaulatan Allah atas Waktu:Allah adalah penguasa waktu dan masa depan. Dia yang memegang kendali atas segala sesuatu dan dapat membukakan masa depan yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan, meskipun jalan menuju masa depan itu mungkin tidak seperti yang kita harapkan atau bayangkan.

    5. Pelajaran tentang Kesabaran dan Kepercayaan:

Dari kisah ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting tentang kesabaran dan kepercayaan kepada Allah:

- Menunggu dengan Kesabaran: Ketidaksabaran sering kali membawa kita pada keputusan yang salah dan berdampak negatif. Kita diajarkan untuk menunggu dengan sabar dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, terutama ketika menyangkut rencana Allah bagi hidup kita.

- Kepercayaan pada Janji Allah: Meskipun kita mungkin tidak melihat hasilnya secara langsung, kita harus percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik bagi kita. Kepercayaan kepada Allah adalah kunci untuk menghadapi ketidakpastian dengan ketenangan dan keyakinan.

- Tidak Mencari Jalan Pintas: Mencari jalan pintas untuk menghindari ketidakpastian atau mempercepat proses sering kali membawa kita pada masalah yang lebih besar. Kita harus belajar untuk menunggu dengan sabar dan mengikuti rencana Allah, yang selalu lebih baik daripada rencana kita sendiri.

- Mengandalkan Allah di Tengah Ketidakpastian: Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, kita diajak untuk menyandarkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah. Dia adalah satu-satunya yang dapat memberikan kita kepastian dan harapan di tengah-tengah ketidakpastian.

Kisah Sarai dan Hagar mengajarkan kita tentang pentingnya menunggu dengan sabar dan percaya pada rencana Allah. Ketidaksabaran dan mencari jalan pintas sering kali membawa kita pada masalah yang lebih besar dan merugikan orang lain. Allah adalah penguasa waktu dan masa depan, dan hanya Dia yang dapat memberikan kita kepastian dan harapan. Marilah kita belajar untuk menyandarkan hidup kita kepada-Nya dan menunggu dengan sabar, percaya bahwa rencana-Nya selalu yang terbaik bagi kita.

Share:

Allah Mengerti Kelemahan Hamba

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali merasa bahwa Allah tidak memahami kita sepenuhnya karena Dia adalah Allah yang sempurna. Namun, dalam nas yang kita baca hari ini, kita melihat bahwa Allah adalah Tuhan yang penuh pengertian terhadap kelemahan dan keraguan hamba-Nya.

    1. Janji Keturunan:

Kisah pertemuan Allah dengan Abram dalam Kejadian 15 dibagi menjadi dua bagian yang penting: janji keturunan (ayat 1-6) dan janji tanah (ayat 7-21).

- Keraguan Abram tentang Keturunan: Setelah sekian lama menunggu, Abram belum juga mendapatkan anak. Ia merasa putus asa dan mulai berpikir bahwa Eliezer, hamba dari Damsyik, akan menjadi ahli warisnya (Kejadian 15:2). Ini menunjukkan bahwa Abram mulai meragukan janji Allah tentang keturunan.

- Keyakinan dari Allah: Allah meyakinkan Abram bahwa dia akan memiliki keturunan sebanyak bintang di langit (Kejadian 15:5). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Abram meragukan janji Allah, Allah tetap berkomitmen untuk memenuhi janji-Nya dan memberikan kepastian kepada Abram.

- Iman Abram dan Kebenaran: Ketika Abram percaya kepada Tuhan, imannya diperhitungkan sebagai kebenaran (Kejadian 15:6). Ini menunjukkan bahwa Allah menganggap iman Abram sebagai sesuatu yang benar, meskipun iman tersebut tidak sempurna. Allah memahami kelemahan iman manusia dan memperhitungkan iman yang ada sebagai kebenaran.

    2. Janji Tanah:

Setelah berbicara tentang keturunan, Tuhan memberikan janji tentang tanah kepada Abram (Kejadian 15:7-21).

- Keraguan Abram tentang Tanah: Meskipun Abram percaya akan janji keturunan, ia kembali meragukan janji Allah mengenai tanah yang akan diberikan kepada keturunannya (Kejadian 15:7-8). Ini menunjukkan bahwa manusia sering kali mengalami keraguan, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa dilihat secara langsung atau dalam waktu dekat.

- Kesabaran Allah: Allah tidak marah terhadap keraguan Abram. Sebaliknya, Allah bersedia mengadakan perjanjian dengan Abram melalui upacara yang melibatkan potongan-potongan daging kurban, cara yang umum digunakan untuk membuat perjanjian pada waktu itu (Kejadian 15:9-21). Ini menunjukkan bahwa Allah sangat memahami dan bersedia meyakinkan Abram dengan cara yang bisa dimengerti oleh Abram.

    3. Pengertian Allah terhadap Kelemahan Manusia:

Dari kisah ini, kita dapat memahami beberapa hal penting tentang bagaimana Allah memperlakukan kelemahan manusia:

- Memperhitungkan Iman yang Tidak Sempurna: Allah memperhitungkan iman Abram sebagai kebenaran, meskipun iman tersebut tidak sempurna. Ini menunjukkan bahwa Allah menghargai iman manusia dan menganggapnya berharga, bahkan jika iman tersebut penuh dengan keraguan dan ketidaksempurnaan.

- Mendukung dengan Kesabaran: Allah sangat sabar dan pengertian terhadap kelemahan iman Abram. Dia tidak menghukum atau memarahi Abram karena keraguannya, melainkan memberikan kepastian dan jaminan melalui perjanjian yang formal dan penuh makna.

- Mengenal Kerapuhan Kita: Allah mengenal dan memahami kelemahan iman serta kecenderungan kita untuk berbuat salah. Seperti Abram, kita juga sering kali merasa ragu dan tidak yakin akan janji-janji Allah. Namun, Allah tetap setia dan penuh pengertian.

    4. Menghadap Allah dengan Kelemahan Kita:

Kisah ini mengajarkan kita untuk datang kepada Allah dengan segala kelemahan dan keraguan yang kita miliki. Allah adalah Tuhan yang penuh kasih dan pengertian, yang mengerti bahwa kita, sebagai manusia, tidak sempurna dan sering kali goyah dalam iman kita.

- Tanpa Ragu Menghadap Allah: Kita tidak perlu merasa takut atau malu untuk datang kepada Allah dengan segala keraguan dan kelemahan kita. Allah mengerti kondisi kita dan siap untuk memberikan dukungan dan jaminan yang kita butuhkan.

- Percaya akan Kesetiaan Allah: Meskipun iman kita tidak selalu kuat, kita bisa yakin bahwa Allah setia dan berkomitmen untuk menggenapi janji-Nya kepada kita. Seperti Abram, kita diajak untuk mempercayai Allah dan percaya bahwa Dia akan melakukan apa yang Dia janjikan, meskipun kita tidak selalu melihat hasilnya secara langsung.

    5. Menjadikan Allah sebagai Sumber Kekuatan:

Marilah kita belajar untuk menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan dan penopang iman kita. Dengan demikian, kita bisa menjalani hidup ini dengan keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita, memahami kelemahan kita, dan setia untuk menepati janji-janji-Nya.

Kisah pertemuan Allah dengan Abram dalam Kejadian 15 menunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan yang penuh pengertian dan kesabaran terhadap kelemahan iman manusia. Allah memperhitungkan iman Abram sebagai kebenaran meskipun tidak sempurna dan memberikan jaminan yang penuh kasih untuk meyakinkan Abram. Sebagai orang percaya, kita diajak untuk datang kepada Allah dengan segala keraguan dan kelemahan kita, percaya bahwa Dia mengerti dan siap untuk memberikan dukungan yang kita butuhkan. Marilah kita menjalani hidup ini dengan keyakinan bahwa Allah adalah penopang dan sumber kekuatan kita, yang setia dalam setiap janji-Nya.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.