Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Tulus dan Ikhlas Melayani

Kejadian 40

Untuk menjadi seorang hamba memang dibutuhkan ketulusan dan keikhlasan dalam melaksanakan tugas. Demikian pula, kita harus tetap tulus dan ikhlas meski kita dilupakan seperti Yusuf.

Selagi Yusuf menjadi orang kepercayaan di dalam penjara, juru minuman dan juru roti raja dijebloskan ke dalam penjara itu juga. Pada suatu malam, mereka bermimpi dan menjadi resah karena tidak ada yang dapat mengartikan mimpi mereka (5-8a). Pada saat itulah Yusuf menyatakan bahwa Allahlah yang mampu mengartikan mimpi, maka ia meminta mereka untuk menceritakannya (8b).

Kepada keduanya, Yusuf menjelaskan arti mimpi, hanya saja kepada juru minuman yang akan selamat dan dipulihkan martabatnya, Yusuf berpesan: "ingatlah kepadaku ketika keadaanmu baik kembali" (14). Lalu, terjadilah pada juru minuman dan juru roti sebagaimana arti mimpi mereka masing-masing. Namun, saat juru minuman sudah kembali kepada jabatannya, ia lupa terhadap pesan Yusuf (23).

Dengan tulus dan ikhlas Yusuf menjalani masa-masa di dalam penjara meski ia yakin bahwa ia tidak bersalah. Dengan tulus dan ikhlas ia melayani dua orang pejabat istana yang dipenjarakan.

Lalu, dengan jujur ia mengakui kebesaran Allah yang berkuasa menyingkapkan masa depan. Dengan rendah hati ia menceritakan apa yang dia alami tanpa mengumbar keburukan orang lain yang telah mencelakakannya, dan hanya meminta tolong agar ia dapat dikeluarkan dari dalam penjara. Ini permintaan wajar dan sederhana. Namun, dengan tulus dan ikhlas pula ia harus menerima kenyataan bahwa ia dilupakan dan harus menunggu di penjara lebih lama lagi.

Mungkinkah kita bersikap setulus dan seikhlas Yusuf? Tentu saja! Hal itu mungkin bila kita memiliki relasi yang dekat dan erat dengan Tuhan. Di tengah kesulitan, Tuhan menyertai kita. Di depan tantangan, Tuhan menolong. Akhirnya, di dalam kekecewaan pun, Tuhan mengingat dan memelihara kita senantiasa.

Sebagaimana seorang hamba melayani, demikian pulalah kita semestinya menjalani hidup ini.
Share:

Dalam Penyertaan Tuhan


Dalam cerita Yusuf, kita melihat bahwa kunci keberhasilannya adalah hidup dalam penyertaan Tuhan. Meskipun dihadapkan pada godaan dan ujian besar, Yusuf tetap teguh dalam imannya dan tidak mau berbuat salah kepada Allah. Dia menolak godaan meskipun berada dalam situasi yang sulit dan akhirnya mengalami tuduhan palsu yang membuatnya masuk penjara.Penyertaan Tuhan terlihat jelas dalam kehidupan Yusuf, di mana meskipun mengalami kesulitan dan cobaan, Allah tetap memberikan kemurahan dan kepercayaan kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan sejati datang dari kesetiaan kepada Tuhan, keteguhan iman, dan ketulusan hati dalam menjalani kehidupan.Dengan hidup dalam penyertaan Tuhan, kita akan mampu melewati segala ujian dan godaan dengan teguh dan tidak tergoyahkan. Keberhasilan sejati bukan hanya didapatkan melalui kerja keras dan usaha sungguh-sungguh, tetapi juga melalui iman dan ketaatan kepada Tuhan dalam segala hal.Jadi, jika kita ingin meraih keberhasilan sejati, mari hidup dalam penyertaan Tuhan, tetap teguh dalam iman, dan selalu mengutamakan kebenaran dan kebaikan dalam setiap langkah hidup kita.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 21 Juli 2024

 


Share:

Tanggung Jawab Suami Istri

Tidak dapat disangkal bahwa melahirkan keturunan merupakan salah satu aspek penting dalam pernikahan, tetapi bukan yang terpenting.

Yehuda memiliki tiga anak laki-laki, yaitu Er, Onan, dan Syela (Kejadian 38:3-5). Bagi anak sulungnya, ia mengambilkan seorang istri yang bernama Tamar. Namun, karena Er jahat di mata Tuhan dan dihukum oleh-Nya, ia belum memiliki anak untuk melanjutkan nama keluarganya (Kejadian 38:6-7).

Hukum di Timur Tengah Kuno menuntut agar seorang laki-laki menikahi janda dari saudara laki-lakinya dan memberikan anak atas nama saudara yang telah mati itu (Ulangan 25:5-6). Namun, Onan menolak dan memakai cara curang. Di mata Tuhan, apa yang dilakukan Onan adalah kejahatan, maka Tuhan menghukum dia juga (Kejadian 38:9-10).

Kematian Er dan Onan membuat Yehuda enggan untuk menikahkan Syela dengan Tamar, karena ia takut kalau anak bungsunya juga akan mati (Kejadian 38:11). Namun, di luar dugaan Yehuda, Tamar memakai caranya sendiri. Ia menyamar sebagai pelacur, lalu bersetubuh dengan Yehuda (Kejadian 38:14-18).

Sekalipun tindakan Tamar salah, bahkan dapat diganjar hukuman mati (Kejadian 38:24; bdk. Ulangan 23:17-18), tindakan Yehuda lebih salah lagi karena ia munafik dan bejat. Tindakannya merupakan hal yang jahat di mata Tuhan. Namun, setelah Yehuda mengakui kesalahannya (Kejadian 38:26), Tuhan mengampuninya dan bahkan memberikan keturunan bagi keluarganya.

Baik suami maupun istri mengemban tanggung jawab yang tak dapat diabaikan. Salah satu tanggung jawab yang sering diutamakan adalah tugas melahirkan anak, terutama pada zaman kuno ketika kelangsungan suatu suku bergantung pada keturunan yang sah. Namun, kita harus ingat tanggung jawab kita yang terpenting sebagai umat Tuhan, yaitu menjaga hidup kudus.

Terlepas dari keterbatasan dan kesulitan yang ada, jangan kita bertindak untuk memuaskan nafsu atau meninggikan nama sendiri, dan jangan juga kita mengompromikan kekudusan diri kita. Tanggung jawab kita, baik suami maupun istri, adalah membangun keluarga di dalam kekudusan yang berkenan di mata Tuhan.

Kiranya Tuhan memberi kita hikmat dan kekuatan untuk menjalani peran kita dalam pernikahan dengan penuh tanggung jawab dan kekudusan. Amin.

Share:

Jalan-Nya Tak Terselami

Kejadian 37:12-36

Kebencian yang mendalam membuat saudara-saudara Yusuf melakukan kejahatan. Saat itu Yusuf hendak melihat keadaan saudara-saudaranya seperti yang diminta ayahnya. Ketika mereka melihat Yusuf dari kejauhan, mereka berencana untuk membunuhnya (Kejadian 37:18-20). Namun, pemeliharaan Tuhan nyata atas hidup Yusuf melalui Ruben dan Yehuda. 

Ruben melarang mereka membunuh Yusuf karena Yusuf adalah saudara mereka. Maka, mereka menyerang Yusuf, mengambil jubahnya, dan melemparkan dia ke dalam sumur yang kosong (Kejadian 37:21-24). Demikian juga dengan Yehuda. Ia mengusulkan kepada saudara-saudara yang lain untuk menjual Yusuf dan tidak membunuhnya (Kejadian 37:26-27).

Dari hal ini kita dapat melihat pemeliharaan Tuhan itu nyata dalam hidup setiap manusia. Sebab, bermula dari peristiwa inilah akhirnya Yusuf tinggal di Mesir sampai menjadi seorang pemimpin di sana.

Rencana Tuhan selalu sempurna, tetapi kita tidak selalu dapat memahaminya karena kita terbatas. Kita hanya bisa melihat apa yang ada di sini pada saat ini. Akibatnya, kita acap kali mengeluh dan marah kepada Tuhan. Ketika doa kita untuk keluar dari kesulitan tidak dijawab Tuhan, kita kecewa dan menganggap cara Tuhan salah. Kita merasa pilihan dan rancangan kitalah yang paling benar sehingga kita enggan untuk tetap taat dalam jalan-Nya yang tak terselami itu.

Alkitab tidak menceritakan bagaimana perasaan Yusuf ketika ia menghadapi kejahatan saudara-saudaranya. Mungkin dia menangis, marah, kecewa, dan putus asa. Namun, ia tidak berhenti pada apa yang tampak di depan mata, melainkan ia terus berharap kepada Tuhan. Ia terus merespons kesulitan dan penderitaan dengan sikap yang positif, sehingga dengan pertolongan Tuhan akhirnya ia menjadi pemegang kuasa di Mesir (lihat Kejadian 39-41).

Seperti Yusuf yang bertahan di jalan Tuhan hingga akhir sekalipun sulit, kiranya kita semua juga memilih untuk hidup dalam jalan-Nya hingga akhir. Sekalipun tak terselami dan sulit, jalan Tuhan pasti sempurna bagi kita. Tetaplah berharap dan bersandar hanya pada Tuhan.

Doa Pagi

Pagi ini aku datang kepada-Mu, Tuhan, dan aku mohonkan berkat kepada-Mu untuk bapak, ibu, jemaat, saudara-saudari sekalian. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kita semua. 

Dan diberkati juga rumah tanggamu, anak-anak dan cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah dan ladangmu, studimu, tokomu, usahamu, kantormu, rumahmu, keluargamu, pelayananmu, dan gerejamu. Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami. Yang percaya katakan, **Amin**! Tuhan Yesus memberkati.
Share:

Perlakuan Tak Adil


Perlakuan tidak adil bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Hal ini dirasakan oleh saudara-saudara Yusuf.

Yakub lebih mengasihi Yusuf dibanding yang lainnya. Ia memberikan jubah yang sangat indah hanya kepada Yusuf (Kejadian 37:3). Perlakuan tidak adil ini menyebabkan saudara-saudara Yusuf iri kepada Yusuf. Iri hati yang terus-menerus ini akhirnya menimbulkan kebencian dalam hati mereka.

Sikap Yusuf yang mengadukan sikap buruk kakak-kakaknya dan menceritakan mimpi-mimpinya membuat mereka menjadi makin iri dan benci kepada Yusuf. Berkali-kali Alkitab menuliskan kebencian di hati saudara-saudara Yusuf sehingga menunjukkan intensitas yang besar (Kejadian 37:4, 5, 8).

Secara sepintas, perasaan iri hati saudara-saudara Yusuf amatlah wajar. Tidak dikasihi oleh orang tua sebagaimana mestinya tentu menimbulkan luka di dalam hati. Tidak ada seorang pun yang mau diperlakukan secara tidak adil.

Namun sayangnya, saudara-saudara Yusuf merespons ketidakadilan itu dengan cara yang salah, yaitu memendam kebencian dan berlaku buruk terhadap Yusuf.

Bagaimana dengan kita hari ini ketika kita mengalami perlakuan yang tidak adil? Apakah kita menjadi marah, iri hati, dan membenci mereka yang terlihat lebih beruntung daripada kita? Ketika kita diremehkan, tidak mendapat hak kita sebagaimana mestinya, atau mengalami diskriminasi karena SARA, apakah kita lalu membenci pelakunya?

Berhati-hatilah dalam merespons perlakuan tidak adil orang lain. Jangan sampai kita berbuat kejahatan karena kita marah dan benci.

Jika hari ini kita mengalami perlakuan tidak adil, berdoalah kepada Tuhan, Yang Maha Adil, supaya Ia menyembuhkan luka hati kita dan memberi kita hikmat untuk dapat merespons dengan benar. Mari kita juga memohon kepada-Nya agar dalam menyatakan kebenaran, Tuhan menjauhkan kita dari keinginan untuk melampiaskan emosi dan menggunakan cara-cara yang salah.

Percayalah bahwa Tuhan, Allah Yang Maha Adil, pasti akan menyatakan keadilan-Nya tepat pada waktunya!

Prinsip Menghadapi Perlakuan Tidak Adil:

  1. Jangan Memendam Kebencian: Perlakuan tidak adil bisa menyebabkan luka hati dan kebencian, tetapi kita harus berhati-hati agar tidak memendam kebencian karena hal ini hanya akan memperburuk keadaan.

  2. Berlaku Bijak dalam Merespons: Ketika mengalami ketidakadilan, penting untuk merespons dengan bijak dan tidak terbawa emosi. Jangan sampai kita melakukan tindakan yang salah karena marah dan benci.

  3. Berdoa untuk Hikmat dan Kesembuhan: Berdoalah kepada Tuhan untuk menyembuhkan luka hati dan memberikan hikmat dalam merespons perlakuan tidak adil. Tuhan adalah sumber keadilan sejati yang bisa menuntun kita.

  4. Percayalah pada Keadilan Tuhan: Percayalah bahwa Tuhan adalah Allah Yang Maha Adil dan Ia akan menyatakan keadilan-Nya pada waktunya. Tidak perlu membalas dendam atau berlaku tidak adil kepada orang lain.

  5. Memohon Penyertaan Tuhan: Dalam menyatakan kebenaran, mohonlah kepada Tuhan agar kita dijauhkan dari keinginan untuk melampiaskan emosi dan menggunakan cara-cara yang salah. Tuhan akan memberi kita kekuatan dan kebijaksanaan dalam menghadapi ketidakadilan.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita bisa menghadapi perlakuan tidak adil dengan cara yang benar dan bijak, serta mempercayakan keadilan kepada Tuhan yang adalah hakim yang adil.

Share:

Kemurahan Tuhan

Bagian firman Tuhan hari ini membahas tentang Esau dan keturunannya.

Esau adalah kakak Yakub, anak Ishak, cucu Abraham (bdk. Kejadian 25:19, 25-26). Sekalipun Esau bukanlah orang yang dipilih Tuhan untuk mewarisi janji-Nya kepada Abraham, itu bukan berarti Tuhan membuang Esau (bdk. Kejadian 25:23). Tuhan tetap menyatakan pemeliharaan dan kemurahan-Nya kepada Esau dan keturunannya.

Berkat Tuhan terlihat nyata ketika Alkitab menjelaskan bahwa Esau memiliki banyak keturunan sehingga keluarganya berkembang menjadi bangsa besar yang bernama Edom (Kejadian 36:1-5). Esau dan keturunannya juga terpelihara dengan sangat baik sehingga mereka memiliki banyak harta (Kejadian 36:6-7).

Jika kita membandingkan bagian ini dengan Ulangan 2:4-5, kita melihat dari segi keamanan, Tuhan juga tetap memelihara mereka. Ketika Israel hendak merebut Kanaan, Tuhan berpesan agar mereka tidak menyerang bangsa Edom karena mereka adalah saudara.

Berkat Tuhan dinyatakan kepada Esau dan keturunannya bukan karena Edom adalah bangsa yang baik, melainkan semata-mata karena kemurahan dan kebaikan Tuhan.

Hari ini kita tinggal dalam masyarakat yang majemuk. Artinya, ada begitu banyak perbedaan di tengah relasi kita. Sering kali perbedaan juga tak terhindarkan di tengah keluarga. Barangkali orang tua kita memegang keyakinan berbeda, atau banyak anggota keluarga besar kita yang belum percaya kepada Kristus. Namun, hal ini bukan berarti kita tidak perlu peduli dan mengasihi mereka. Sebaliknya, sebagai anak-anak Tuhan, kita diminta menyatakan kasih Kristus kepada mereka.

Perbedaan yang sejatinya selalu ada jangan sampai membuat kita abai atau bahkan antipati terhadap mereka. Justru di tengah perbedaan itulah, Tuhan mau kita menjadi pembawa damai dan terang yang menuntun mereka kepada kebenaran, yaitu Kristus.

Kiranya kemurahan Tuhan yang dinyatakan kepada keturunan Esau juga menjadi bagian dalam hidup kita, sehingga kita pun belajar bermurah hati kepada mereka yang berbeda dengan kita.

Prinsip Menghormati dan Mengasihi di Tengah Perbedaan:

  1. Pemeliharaan Tuhan untuk Semua: Tuhan memelihara dan memberkati Esau meskipun ia tidak dipilih untuk mewarisi janji kepada Abraham. Ini menunjukkan bahwa Tuhan peduli dan memberkati semua orang, bukan hanya yang dipilih secara khusus.

  2. Berkat dalam Keterbatasan: Meskipun Esau tidak dipilih, ia tetap menerima banyak keturunan dan harta. Tuhan memberikan berkat dalam bentuk yang berbeda, menunjukkan bahwa berkat Tuhan melampaui pilihan manusia.

  3. Keamanan dan Perlindungan: Ulangan 2:4-5 menunjukkan bahwa Tuhan melindungi keturunan Esau dengan memerintahkan Israel untuk tidak menyerang Edom. Ini mengajarkan kita bahwa Tuhan menjaga dan melindungi semua umat-Nya.

  4. Mengasihi dalam Perbedaan: Di tengah masyarakat yang majemuk, kita dipanggil untuk mengasihi dan peduli kepada semua orang, termasuk mereka yang berbeda keyakinan atau pandangan. Kasih Kristus harus dinyatakan kepada semua orang.

  5. Menjadi Pembawa Damai: Perbedaan tidak boleh menjadi alasan untuk abai atau antipati. Sebaliknya, kita harus menjadi pembawa damai dan terang yang menuntun orang lain kepada Kristus.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat hidup harmonis di tengah perbedaan dan menjadi saluran berkat serta kasih Tuhan bagi sesama kita.

Share:

Menghormati Tuhan

Dalam firman-Nya, Tuhan memerintahkan Yakub untuk pergi ke Betel dan mendirikan mazbah. Yakub tentu merespons firman Tuhan dengan taat, tetapi sebelum ia pergi, ada yang harus dilakukan terlebih dahulu.

Yakub meminta seluruh anggota keluarganya untuk menyingkirkan segala berhala yang mereka miliki, juga untuk menyucikan diri dan mengganti pakaian sebagai simbol bagi umat-Nya yang menguduskan diri dari segala dosa mereka (Kejadian 35:2-3; bdk. Keluaran 19:10).

Permintaan ini menunjukkan keseriusan Yakub untuk bertemu dengan Tuhan. Ia memahami bahwa ia tidak bisa bertemu Tuhan dengan sembarangan. Penyembahan berhala yang sangat kental saat itu, ditambah dengan benda-benda yang mereka pandang sebagai jimat keberuntungan, masih mereka simpan. Semua itu dikumpulkan oleh Yakub dan ditanam di bawah pohon besar (Kejadian 35:4).

Terlebih lagi, mengingat peristiwa sebelumnya di mana anak-anaknya melakukan dosa yang besar (bdk. Kejadian 34), sangatlah tepat jika ia meminta seluruh keluarganya untuk menyucikan diri mereka.

Setelah sampai di Betel, Yakub membangun mazbah, lalu mendirikan tugu batu dan menyiramnya dengan minyak (Kejadian 35:7, 14). Menurut penafsir, minyak itu adalah minyak zaitun murni yang mahal harganya. Maka, semua hal yang dilakukan Yakub menunjukkan rasa hormatnya kepada Tuhan.

Sayangnya, hari ini banyak orang Kristen yang datang beribadah tidak dengan rasa hormat kepada Tuhan. Mereka lupa bahwa mereka sedang bertemu dengan Sang Pencipta dan Penguasa hidup mereka.

Melalui firman Tuhan hari ini, mari kita kembali mengoreksi kehidupan ibadah kita. Apakah setiap kali kita beribadah, kita menyiapkan diri dan hati dengan serius? Apakah kita datang kepada Tuhan dengan menjaga kekudusan dan menjauhkan berhala dari hidup kita?

Mungkin berhala kita bukan benda tertentu, melainkan ambisi atau orang yang kita hormati lebih dari Tuhan. Apa pun itu, Tuhan mau kita menghormati Dia lebih dari siapa pun dan apa pun. Kiranya firman ini senantiasa mengingatkan kita untuk menghormati Tuhan.

Prinsip Menghormati Tuhan:

  1. Menjauhkan Berhala: Kita harus menyingkirkan segala bentuk berhala, baik benda maupun ambisi atau orang yang kita hormati lebih dari Tuhan.

  2. Menyucikan Diri: Seperti Yakub meminta keluarganya untuk menyucikan diri dan mengganti pakaian, kita juga harus mempersiapkan diri dengan menjaga kekudusan.

  3. Rasa Hormat dalam Ibadah: Kita perlu datang kepada Tuhan dengan hati yang bersih dan sikap yang penuh hormat, mengingat bahwa kita sedang bertemu dengan Sang Pencipta.

  4. Pengorbanan yang Berharga: Seperti Yakub yang menyiram tugu batu dengan minyak zaitun murni yang mahal, kita harus memberikan yang terbaik kepada Tuhan dalam segala hal, termasuk waktu, usaha, dan perhatian kita.

  5. Evaluasi Diri: Secara rutin, kita harus mengoreksi kehidupan ibadah kita dan memastikan bahwa kita benar-benar menghormati Tuhan lebih dari siapa pun dan apa pun.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kita dapat memperkuat hubungan kita dengan Tuhan dan memastikan bahwa kita menghormati-Nya dengan sepenuh hati.

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu. 
Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu
Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. 
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Kemarahan Tak Terkendali

Ketika Yakub dan keluarganya menetap di tanah Sikhem, daerah Kanaan (Kejadian 33:18-19), terjadilah peristiwa nahas yang menimpa Dina. Dina, putri Yakub, diperkosa oleh Sikhem, anak Hemor orang Hewi, yang merupakan pangeran negeri itu (Kejadian 34:2). Perbuatan Sikhem adalah kejahatan besar yang melukai tidak hanya Dina, tetapi juga saudara-saudara kandungnya (Kejadian 34:7).

Saudara-saudara Dina, terutama Simeon dan Lewi, sangat marah atas perbuatan ini. Namun, kemarahan mereka dilampiaskan dengan cara yang keji. Mereka menipu Sikhem dan Hemor dengan menyuruh mereka dan semua laki-laki di kota itu untuk bersunat sebagai syarat pernikahan antara Sikhem dan Dina (Kejadian 34:13-17). Setelah laki-laki di kota itu dalam keadaan sakit karena sunat, Simeon dan Lewi menyerang kota tersebut dan membunuh semua laki-laki, termasuk Sikhem dan Hemor (Kejadian 34:25-26). Setelah itu, mereka menawan wanita dan anak-anak serta merampas harta benda kota tersebut (Kejadian 34:27-29).

Kemarahan saudara-saudara Dina adalah hal yang wajar, namun sayangnya, kemarahan itu dilampiaskan dengan cara yang salah. Mereka tidak hanya membalas Sikhem dan Hemor, tetapi juga melakukan kejahatan terhadap orang-orang yang tidak ada kaitannya dengan peristiwa tersebut. Tindakan mereka memperluas kejahatan dengan merampas harta milik orang lain dan menawan mereka yang tidak bersalah. Dosa yang satu membawa mereka kepada dosa yang lainnya, mengakibatkan kekacauan dan kekejian.

Kemarahan itu sendiri pada dasarnya bukanlah perasaan yang terlarang. Ketika kita melihat dosa dan ketidakadilan, tentu saja kita harus marah. Namun, tindakan apa yang kita pilih sebagai tindak lanjut dari kemarahan itu? Apakah kita memilih untuk menyimpan dendam dan melampiaskannya dengan menghalalkan segala cara? Atau, apakah kita memilih untuk menyerahkan sakit hati kita kepada Tuhan, satu-satunya Pribadi yang mampu menolong kita dan layak menghukum mereka yang berbuat jahat?

Berhati-hatilah dengan kemarahan kita, sebab jika tidak ditangani dengan benar, emosi akan membawa kita kepada dosa. Ketika kita mendapat perlakuan tidak adil atau disakiti oleh sesama kita, datanglah kepada Tuhan. Ungkapkanlah kemarahan kita dengan jujur di hadapan Tuhan dan percayalah bahwa Ia akan bertindak menyatakan kebenaran tepat pada waktunya.

Prinsip Mengelola Kemarahan

  1. Sadari Emosi Kita: Mengenali kemarahan adalah langkah pertama. Sadari bahwa kemarahan adalah reaksi alami terhadap ketidakadilan.

  2. Refleksi dan Doa: Gunakan waktu untuk merefleksikan perasaan kita dan berdoa. Serahkan kemarahan kita kepada Tuhan dan minta kebijaksanaan untuk menangani situasi dengan benar.

  3. Hindari Pembalasan: Pembalasan cenderung memperburuk situasi dan melibatkan orang-orang yang tidak bersalah. Biarkan Tuhan yang menghakimi dan menghukum.

  4. Cari Solusi yang Damai: Cari cara untuk menyelesaikan konflik dengan damai. Diskusikan masalah secara terbuka dan jujur, dan berusaha untuk memahami perspektif orang lain.

  5. Belajar Memaafkan: Memaafkan bukan berarti melupakan atau mengabaikan kejahatan, tetapi memilih untuk tidak membiarkan kemarahan menguasai kita. Pengampunan membawa kedamaian dan membebaskan kita dari beban emosi yang negatif.

Dengan mengelola kemarahan kita dengan bijak, kita dapat menghindari tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Mari belajar dari kisah Yakub dan keluarganya untuk menyerahkan kemarahan kita kepada Tuhan dan mencari cara yang benar untuk menangani ketidakadilan.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.