Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Mencari Tuhan

Ke mana kita dapat mencari Tuhan? Umumnya, orang akan berkata bahwa Tuhan bertakhta di surga, yang berarti jika kita ingin menemukan Tuhan, kita harus pergi ke surga. Namun, di mana surga itu? Mengapa hingga saat ini belum ada yang mampu menjelajah dan memetakan lokasi surga? Sebenarnya, untuk mencari Tuhan, kita tidak perlu pergi jauh-jauh. Kita hanya perlu membuka firman-Nya yang tertulis, yaitu Alkitab.

Mazmur 34 menyajikan panduan yang menarik bagi orang yang ingin mencari Tuhan. Uniknya, yang menyatakan bahwa ia telah mencari Tuhan adalah Daud, pada saat ia berpura-pura tidak waras (1; lih. 1Sam. 21:13). Menariknya lagi, pencarian dalam kondisi seperti itu justru berhasil. "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku" (5).

Apa sebenarnya rahasia dari keberhasilan itu? Eksistensi Tuhan memang melampaui akal pikiran manusia. Siapa yang menyangka bahwa oleh seseorang yang berpura-pura gila, Tuhan bisa ditemukan? Saat Daud ketakutan oleh karena Raja Akhis, ia dapat memandang siapa dirinya dan memandang kepada Tuhan (6).

Di hadapan Yang Maha Besar, ia tidak bisa memamerkan kekuasaannya ataupun bermegah dengan segala kepunyaannya. Sebaliknya, ia dituntun untuk merendahkan hatinya dan memuji Tuhan (2-3). Ia benar-benar telanjang di hadapan Yang Maha Tinggi.

Sang raja pada hakikatnya tetaplah titah sawantah (manusia biasa). Kesadaran inilah yang membuatnya berseru kepada Tuhan (7). Saat ia tidak berdaya dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya, Daud justru menemukan Tuhan yang hadir untuk menyelamatkannya dan menempatkan malaikat-Nya untuk melindunginya.

Ancaman menjadi kegentaran hebat hingga Daud rela berlaku seperti orang gila, tetapi ini pun tidak menjadi penghalang bagi hamba-Nya untuk mencari dan menemukan Tuhan, Sang Juru Selamat. Pengalaman demikian justru mematangkan Daud dan mengundang kita semua untuk mengecap dan melihat kebaikan Tuhan. Ingat, Dialah Penolong dan Pelindung kita!

Share:

Gita Swara Santi

Gita berarti tembang atau kidung; swara artinya suara atau sabda; santi berarti suci. Maka, gita swara santi adalah suara kidung suci. Istilah ini sangat tepat untuk menggambarkan hakikat Kitab Mazmur.

Mazmur 33 menghadirkan berbagai macam swara. Ada yang berupa sorak-sorai dan puji-pujian (1), ada juga yang berupa permainan kecapi dan gambus (2).

Swara yang terkumpul dalam kitab ini memiliki nilai lebih. Swara ini lahir dari ritual suci, baik dalam upacara kenegaraan maupun untuk keperluan ibadat. Ritual ini disusun dengan cermat, memperhatikan perpaduan swara dari indra ucap manusia dan alat musik (3). Perpaduan ini melahirkan gita swara santi yang kemudian direkam menjadi teks liturgis hingga dikenal sebagai Mazmur, kitab yang berisi puji-pujian.

Inilah sebabnya diperlukan pola pembacaan tertentu untuk mengumandangkan Mazmur. Untuk memahami nuansa dan merasakan suasana dari Kitab Mazmur memang dibutuhkan penghayatan batin.

Di sinilah pentingnya perenungan Kitab Mazmur. Hasil perenungan ini diharapkan dapat menghantar kita untuk bersyukur atas penyelenggaraan Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan. Rasa syukur akan mendorong kita untuk mengangkat puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan Sang Pencipta (4-9).

Dengan cara seperti itu, kita sebagai ciptaan akan terus terhubung dengan Sang Pencipta. Keterhubungan ini sangat diinginkan oleh Tuhan Sang Pencipta. Pemazmur menggambarkan visi ini dengan sangat indah: "mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia" (18). Tidak mengherankan bila pemazmur mengingatkan betapa jiwa kita terus menanti-nantikan Dia; Dialah Sang Penolong dan Pelindung kita.

Kesadaran akan relasi seperti ini sangat penting demi berlangsungnya gita keselamatan. Itulah senandung hidup yang mengagungkan Tuhan. Demikianlah keterhubungan dengan-Nya harus terjalin demi terpeliharanya jiwa dan hidup hingga akhir.

Share:

Akhir yang Membahagiakan

Apa yang paling membahagiakan seseorang? Ada yang merasa bahagia tinggal bersama keluarga yang saling mengasihi dan setia, ada pula yang bahagia memiliki orang tua yang panjang umur dan dikaruniai banyak anak cucu. Kebahagiaan seperti ini lebih besar daripada kekayaan materi.

Yusuf mengalami hal serupa: ia tinggal di Mesir bersama keluarganya, mendapat kesempatan melihat keturunan Efraim sampai generasi ketiga, serta anak-anak Makhir, putra Manasye, dan diberkati dengan umur panjang (22-23). Namun, itu bukan kebahagiaannya utama karena ia tahu, kematiannya sudah dekat (24a).

Apa yang membuat Yusuf benar-benar bahagia pada akhir hidupnya? Meskipun ia hidup lama bersama keluarganya hingga melihat anak, cucu, dan cicitnya, semuanya akan berakhir dengan kematian. Namun, satu hal yang pasti dan tidak berubah meski ia mati adalah "Allah pasti akan memperhatikan kamu [saudara-saudaranya] dan membawa kamu keluar dari negeri ini [Mesir], ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub" (24b).

Oleh karena itu, Yusuf meminta saudara-saudaranya bersumpah bahwa mereka akan membawa tulang-belulangnya saat mereka keluar dari Mesir (25). Yusuf meninggal pada usia 110 tahun, mayatnya diberi rempah-rempah dan disimpan dalam peti mati di Mesir, tetapi tidak dikuburkan di sana sesuai sumpah mereka.

Ada pelajaran berharga dari kehidupan Yusuf yang bisa dijadikan teladan: akhir yang membahagiakan bukan terletak pada kekayaan atau umur panjang, melainkan pada penyertaan dan pemeliharaan Tuhan yang tidak akan berubah. Manusia pada akhirnya akan menghadapi kematian, tetapi janji Tuhan akan selalu abadi.

Apa yang membuat kita bahagia pada akhir hidup kita? Jika kebahagiaan kita masih terletak pada materi, diri sendiri, atau keluarga, maka saat ini kita diingatkan untuk menghidupkan dalam diri kita dan keluarga kita, terutama anak-anak kita, pelajaran tentang janji Tuhan yang tidak akan pernah berubah, dahulu, kini, dan selamanya.

Share:

Kasih yang Tulus

Sering kali kita mendengar: "lain di mulut, lain di hati." Di luar seseorang tampak ramah, sementara di dalam hatinya tersimpan kekesalan. Ibarat orang bertopeng, orang itu tidak sungguh-sungguh mengasihi. Kasih diberikan kepada orang tertentu saja, sementara kebohongan dan kemunafikan ditumpahkan kepada yang lain.

Saudara-saudara Yusuf berpikir kalau-kalau kasih Yusuf tidak tulus. Pikiran ini muncul setelah kematian Yakub (15). Kecurigaan, ketakutan, dan bahkan kesediaan untuk menjadi budak saudara sendiri menghantui mereka akibat kejahatan masa silam. Ada kesan seolah-olah kasih dapat berubah dalam sekejap akibat kejahatan, seolah-olah pemberian sebelumnya hanya sebuah topeng kebaikan karena sang ayah masih hidup. Akibatnya, kasih dicurigai, ditakuti, dan dihindari (16-18).

Ini juga dirasakan oleh seorang sipir penjara yang menjaga Nelson Mandela, yang dipenjara oleh lawan politiknya. Selama 27 tahun di penjara, ia sering menyiksa Mandela. Situasi berbalik ketika Mandela menjadi presiden Afrika Selatan dan ia dipanggil ke hadapan Mandela. Sipir itu sangat ketakutan, mengira bahwa Mandela akan membalas, menyiksa, dan memenjarakannya. Namun, Mandela malah merangkulnya dan berkata: "Hal pertama yang kulakukan ketika menjadi presiden adalah memaafkanmu."

Kasih tulus Yusuf tidak berubah. Ia bahkan menyatakan bahwa dirinya bukan pengganti Allah (19). Ia mengakui kejahatan saudara-saudaranya besar, tetapi ia juga mengakui bahwa semua yang terjadi pada masa lalu dirancang Allah untuk mendatangkan kebaikan pada masa kini, yaitu untuk memelihara hidup bangsa yang besar. Ia bahkan menjamin keberlangsungan hidup keluarga mereka (20-21).

Kasih yang tulus tidak mudah dipengaruhi atau dihilangkan oleh kondisi dan situasi apa pun. Allah adalah kasih, dan kasihlah yang diperintahkan untuk selalu ada dalam hidup orang-orang milik-Nya. Seperti Yusuf, semoga kasih kita tetap ada di dalam mulut maupun hati, pada masa lalu dan masa kini.

Share:

Kasih kepada Orang Tua

Orang tua adalah sosok penting bagi anak-anaknya. Mereka merawat, menjaga, mendidik, dan memenuhi segala kebutuhan anak dengan yang terbaik. Namun, mereka akan menua dan suatu hari nanti akan kembali kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, kewajiban anak-anak bukan hanya membahagiakan orang tua saat mereka hidup, tetapi juga mengurus kematian mereka dengan sepatutnya.

Kita melihat bagaimana Yusuf menyatakan kasih kepada orang tuanya. Pertama, ia menunjukkan kasih sayang dengan merebahkan dirinya, menangisi, dan mencium ayahnya (50:1).

Kemudian, ia menjalankan proses pengawetan jenazah ayahnya selama 40 hari dan berkabung selama 70 hari (50:2-3). Ia juga meminta dan mendapatkan izin dari raja untuk menguburkan jenazah ayahnya sesuai pesan terakhirnya (49:29-32, 50:4-6).

Terakhir, ia membawa jenazah ayahnya untuk dimakamkan di tanah Kanaan, di dalam gua di ladang Makhpela, meskipun lokasinya jauh (50:7-10, 12-13). Ia melakukannya bersama saudara-saudaranya dan seisi rumah ayahnya.

Apakah kita masih melihat kasih kepada orang tua dalam diri anak-anak zaman sekarang? Bagaimana dengan berita tentang anak-anak yang menelantarkan, bahkan melukai dan membunuh orang tua mereka? Masih adakah kasih kita kepada orang tua? Atau, apakah kasih kita penuh dengan kepura-puraan?

Kita dapat mengikuti teladan Yusuf yang mengasihi ayahnya dengan tulus. Sikapnya bukan sekadar luapan emosi atau kepura-puraan untuk mendapatkan simpati dan empati dari keluarga, pejabat istana, dan raja. Ia rela berkorban untuk mewujudkan kasih kepada ayahnya. Akibatnya, ia pun mendapat kasih dari banyak orang.

Kita harus mewujudkan kasih kepada orang tua kita dengan tulus, bukan sekadar kewajiban atau untuk mendapatkan simpati. Kasih kepada orang tua adalah hukum Allah yang kelima, dengan janji kehidupan yang panjang di tanah yang Tuhan berikan (Kel. 20:12). Kasih inilah yang seharusnya mengisi hidup kita dan membahagiakan orang tua kita.

Share:

Berkat, Teguran, dan Kutukan Masa Depan

Menjelang akhir hidupnya, Yakub memberikan berkat kepada setiap anaknya.

Sebagai seorang ayah yang bijaksana, Yakub memberkati anak-anaknya berdasarkan karakter dan perbuatan masing-masing, bukan berdasarkan kebencian, kemarahan, atau sikap pilih kasih. Dengan tulus, ia memanggil mereka, mengumpulkan mereka, dan menyampaikan proyeksi masa depan mereka satu per satu.

Pertama-tama, Ruben, Simeon, Lewi, dan Isakhar menerima teguran dan kutukan karena perilaku buruk mereka. Ruben kehilangan hak kesulungan (3-4), Simeon dan Lewi kehilangan tanah mereka (5-7). Isakhar diberkati sebagai pekerja keras, tetapi ia juga mendapatkan peringatan mengenai kemalasannya, yang akan mengakibatkan penderitaan karena perbudakan (14-15).

Kemudian, Yehuda, Zebulon, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin menerima berkat karena karakter mereka yang baik. Yehuda akan dipuji, memperoleh kemenangan dan kedudukan, bahkan Mesias akan datang melalui keturunannya (8-12). Zebulon akan diberkati sebagai saudagar (13), Dan akan mengadili bangsa-bangsa (16-18), Gad akan berhasil mengatasi serangan dalam hidupnya (19), Asyer akan hidup dalam kenikmatan dengan makanan mewah (20), Naftali akan tinggal di tanah yang sangat produktif (21). Yusuf, yang mengalami banyak kesengsaraan namun tetap optimis karena Tuhan menyertainya, akan menjadi berkat bagi banyak orang (22-26). Terakhir, Benyamin akan memperoleh keuntungan (27).

Orang yang memiliki karakter buruk dan berbuat jahat akan menerima teguran dan kutukan untuk masa depannya. Sebaliknya, orang yang memiliki karakter baik akan dihormati, diberi kemenangan dan kedudukan, mampu mengatasi berbagai masalah, dan terpenuhi segala kebutuhannya. Dari hidupnya yang diberkati, ia akan menjadi berkat bagi orang lain.

Mari kita doakan setiap orang Kristen yang terkasih dalam Kristus, termasuk orang tua dan anak-anak kita, agar dengan karakter dan perbuatan yang sejalan dengan kehendak Allah, kita dapat memiliki masa depan yang penuh berkat.

Share:

Indahnya Kehidupan Orang Beriman

Allah yang setia pasti menunjukkan kesetiaan-Nya kepada orang yang takut akan Dia. Hal ini dapat kita lihat dalam pemeliharaan-Nya terhadap Yakub.

Yakub, yang telah pergi ke Mesir, hidup selama 17 tahun di tanah Gosyen hingga mencapai usia 147 tahun (27-28). Ketika ajalnya mendekat, Yakub meminta Yusuf untuk bersumpah bahwa ia akan dibawa keluar dari Mesir dan dikuburkan di kuburan nenek moyangnya (29-30). Yusuf pun menyanggupi dan bersumpah seperti yang diminta Yakub (30-31).

Ketika penulis menyebutkan detail yang tampaknya sepele, sebenarnya ada hal penting yang ingin ditekankan. Mengapa dikatakan bahwa Yakub hidup di Mesir selama 17 tahun? Angka ini mengingatkan kita akan usia Yusuf ketika ia dijual ke Mesir (lih. Kej. 37). Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa Yusuf hidup bersama Yakub selama 17 tahun, dan sekarang Yakub hidup bersama Yusuf selama 17 tahun.

Ini menunjukkan anugerah Allah yang luar biasa bagi Yakub, yang kebahagiaannya adalah hidup bersama anak yang paling dikasihinya.

Selanjutnya, kita melihat bahwa Yakub tetap sangat beriman sampai akhir hidupnya. Ia meminta Yusuf bersumpah untuk menguburkannya di tempat Abraham dan Ishak dikuburkan di Kanaan. Ini menunjukkan bahwa Yakub benar-benar percaya bahwa keturunannya nanti pasti akan tinggal di Kanaan seperti yang telah Allah janjikan.

Keindahan kehidupan kita sebagai orang beriman bukan dilihat dari harta atau pencapaian kita, tetapi yang terutama adalah pemeliharaan Allah dalam hidup kita. Kisah yang sangat indah di akhir hidup Yakub ini menekankan betapa indahnya kehidupan orang beriman ketika menjalani hidup dengan iman sampai akhir.

Semoga dengan berpegang pada janji Allah, kita pun semakin memahami dan merasakan kesetiaan Allah dalam hidup kita. Semoga kita juga tetap dan bahkan semakin beriman hingga akhir hidup kita sehingga kita bisa menjadi kesaksian akan pemeliharaan-Nya bagi semua orang di sekitar kita.

Share:

Memikirkan Kehidupan Orang Banyak

Saat kita diberi kekuasaan besar, kita harus memikirkan kesejahteraan banyak orang. Semakin tinggi kekuasaan yang kita miliki, semakin besar tanggung jawab kita terhadap kesejahteraan banyak orang.

Pada masa kelaparan yang masih berlangsung, seluruh uang di tanah Mesir dan Kanaan digunakan untuk membeli gandum dari Yusuf, dan Yusuf membawa uang itu ke istana Firaun (14). Namun, kelaparan belum berakhir, sehingga rakyat kemudian menukarkan ternak mereka untuk mendapatkan makanan pada tahun itu (15-17).

Pada tahun berikutnya, rakyat meminta Yusuf untuk membeli tanah mereka agar mereka bisa mendapatkan makanan dan tetap hidup, serta memperoleh benih untuk ditanam sehingga seluruh tanah di Mesir menjadi milik Firaun (18-20). Yusuf kemudian meminta rakyat untuk mengerjakan ladang yang sudah menjadi milik Firaun dan memberikan seperlima hasilnya kepada Firaun, dan rakyat dengan senang hati melakukannya (23-26).

Meskipun rakyat Mesir memberikan ternak dan bahkan seluruh ladang mereka demi mendapatkan makanan dengan berat hati, mereka tetap rela karena tidak ada pilihan lain. Walaupun demikian, Yusuf memperlakukan mereka dengan baik, sehingga mereka hanya diminta untuk memberikan seperlima hasil panen kepada Firaun. Hal ini dipandang baik oleh rakyat karena mereka memahami bahwa Yusuf menyelamatkan hidup mereka.

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa Yusuf adalah seorang pemegang kuasa yang memikirkan kehidupan orang banyak dan memperlakukan rakyat dengan baik.

Anugerah memang Allah berikan secara cuma-cuma. Namun, untuk setiap anugerah yang Allah berikan, Ia menuntut tanggung jawab. Semakin besar anugerah yang diberikan kepada kita, semakin besar tanggung jawab yang harus kita pikul. Oleh karena itu, jika kita menjadi orang berkuasa yang menentukan kesejahteraan banyak orang, kita harus semakin berhikmat agar kita dapat menjadi berkat bagi semakin banyak orang.

Share:

Menjadi Berkat bagi Orang Sekitar

Allah memberkati Abram agar melalui dirinya dan keturunannya, semua bangsa di muka bumi akan mendapat berkat (Kej. 12:3). Yusuf menjalankan perintah Allah ini sebagaimana yang terlihat dalam bacaan hari ini.

Sesuai dengan strateginya, Yusuf menempatkan keluarga Yakub di Gosyen dan memberitahukan Firaun bahwa mereka kini berada di sana (1). Saudara-saudaranya mengatakan, "Hamba-hambamu ini adalah para gembala kambing domba, baik kami maupun nenek moyang kami" (3). Mereka juga memohon agar diizinkan menetap di tanah Gosyen (4).

Firaun, yang sangat menyayangi Yusuf dan telah berjanji memberikan yang terbaik di tanah Mesir kepadanya (Kej. 45:18), menyetujui permintaan keluarga Yakub (5-6a). Bahkan, Firaun meminta Yusuf merekomendasikan saudaranya yang cakap untuk menjadi pengawas ternak Firaun (6b). Dengan demikian, Yusuf memelihara ayahnya, saudara-saudaranya, dan seluruh rumah tangga ayahnya dengan menyediakan makanan bagi setiap anggota keluarga (12).

Jelas terlihat bahwa karena Yusuf, seluruh Mesir mendapatkan berkat. Keluarga Yakub juga diberkati dan dipelihara sehingga tidak kekurangan makanan selama masa kelaparan yang panjang. Mereka bahkan menikmati kehidupan yang baik di Mesir.

Seperti yang dikatakan Allah kepada Abraham, yang juga berlaku bagi kita sebagai keturunan rohani Abraham, kita juga harus menjadi berkat bagi orang di sekitar kita. Berkat Allah tidak pernah hanya untuk kita atau keluarga kita saja, tetapi juga untuk "kepentingan bersama" (1Kor. 12:7). Setelah kita menerima dan menikmati semua berkat yang Allah berikan, jangan lupa untuk menjadi berkat bagi banyak orang.

Kini, mintalah kepada Allah untuk mengajarkan kita agar memahami apa yang Ia kehendaki untuk kita lakukan dengan semua bakat, talenta, dan kekayaan yang telah Ia limpahkan, sehingga kita dapat menjadi berkat bagi banyak orang di sekitar kita.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.