Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Sikap terhadap Dosa

Di era digital yang semakin maju, dosa sering kali dianggap sebagai masalah yang tidak serius. Media sosial dan kemudahan teknologi memberikan akses cepat ke berbagai kesenangan duniawi, sehingga banyak orang tergoda untuk mengabaikan pentingnya menjaga integritas rohani. Beberapa gereja bahkan telah menghapus pengakuan dosa dari liturgi mereka, seolah-olah dosa hanyalah masalah kecil yang dapat diabaikan. Namun, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang percaya terhadap dosa?

1. Dosa adalah Pelanggaran yang Serius: Mazmur yang ditulis oleh Daud dalam pengakuan dosanya menunjukkan betapa seriusnya dampak dosa. Daud mengakui bahwa dosa mendatangkan murka dan kemarahan Tuhan, yang menekan jiwanya dengan berat (Mazmur 38:2-4). Dosa bukan hanya pelanggaran hukum moral, tetapi juga sebuah tindakan yang menghancurkan hubungan kita dengan Tuhan. Dosa menimbulkan konsekuensi yang buruk, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual (Mazmur 38:5-9). Ketika kita berdosa, kita tidak hanya merusak diri sendiri, tetapi juga relasi dengan orang lain dan Tuhan.

2. Dosa Merusak Kehidupan Secara Keseluruhan: Daud menggambarkan bagaimana dosa telah merusak seluruh aspek kehidupannya—kesehatan, persahabatan, dan kedamaiannya hilang. Dosa bahkan membuatnya menjadi bahan cemoohan bagi musuh-musuhnya (Mazmur 38:12-13, 17). Ini menunjukkan bahwa dosa bukanlah masalah sepele yang bisa kita abaikan. Dosa memiliki dampak yang luas dan dalam, merusak semua yang baik dalam hidup kita. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dosa bukan hanya masalah spiritual, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan kita secara keseluruhan.

3. Dosa Hanya Dapat Diselesaikan oleh Tuhan: Daud menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menangani dosa adalah dengan datang kepada Tuhan. Ia mengakui dosanya dengan jujur dan mencari pengampunan dari Tuhan, bukan dari sumber-sumber lain (Mazmur 38:16). Penyelesaian dosa tidak dapat ditemukan dalam terapi psikologis, pengobatan medis, motivasi diri, atau pengalihan perhatian kepada hal-hal duniawi. Dosa hanya dapat diselesaikan melalui pertobatan yang tulus dan pengampunan dari Tuhan. Daud datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur, penuh ketakutan akan konsekuensi dosa, dan memohon belas kasih Tuhan untuk mengampuni dan menyertai dia (Mazmur 38:11, 14-15, 22-23).

4. Mengambil Sikap yang Benar terhadap Dosa: Sebagai orang percaya, kita harus memiliki sikap yang serius terhadap dosa. Kita tidak boleh menyederhanakan dosa atau mengabaikannya. Sebaliknya, kita harus mengakuinya di hadapan Tuhan dan mencari pengampunan-Nya dengan hati yang tulus. Dosa adalah pelanggaran yang menghancurkan, dan hanya melalui pengampunan Tuhan kita dapat dipulihkan.

Dalam dunia yang semakin memudahkan kita untuk mengabaikan dosa, kita dipanggil untuk tetap sadar akan bahayanya dan bersikap serius terhadapnya. Seperti Daud, kita harus datang kepada Tuhan dengan pengakuan yang tulus, menyadari bahwa hanya Dia yang dapat membersihkan kita dari dosa. Jangan meremehkan dosa, tetapi datanglah kepada Tuhan dengan hati yang penuh penyesalan, berharap kepada-Nya untuk pengampunan dan pemulihan.

Share:

Cara Hidup Orang Percaya

Kehidupan orang percaya di tengah dunia ini memang tidak selalu mudah, terutama ketika kita dihadapkan pada kenyataan pahit dari dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Ketidakadilan, kecurangan, dan berbagai bentuk kejahatan sering kali tampak merajalela, sehingga membuat kita meragukan kebenaran dan keadilan Tuhan. Namun, Pemazmur memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya kita hidup sebagai orang percaya.

1. Menjauhi Kejahatan dan Melakukan Kebaikan: Pemazmur menasihati kita untuk menjauhi kejahatan dan terus melakukan kebaikan karena Tuhan mencintai keadilan (Mazmur 37:27-28). Meskipun kejahatan tampaknya mendominasi, kita harus tetap teguh dalam menjalani hidup yang benar di hadapan Tuhan. Cara hidup kita harus mencerminkan kebijaksanaan, keadilan, dan kecintaan terhadap hukum Tuhan (Mazmur 37:30-31). Dengan kata lain, kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan dunia ini.

2. Percaya pada Keadilan Tuhan: Kita tidak perlu takut atau putus asa ketika melihat orang fasik tampaknya berhasil dan terus melakukan kejahatan. Tuhan tidak akan tinggal diam; Dia akan mengadili setiap perbuatan jahat. Orang fasik mungkin terlihat sukses untuk sementara waktu, tetapi mereka akan lenyap tanpa masa depan (Mazmur 37:35-36, 38). Sebaliknya, orang benar akan terus disertai dan dipelihara oleh Tuhan. Mereka akan mewarisi negeri dan menyaksikan kejatuhan orang fasik (Mazmur 37:29, 34). Ini adalah janji yang memberi kita pengharapan dan keberanian untuk terus hidup dalam kebenaran.

3. Tetap Berpegang pada Firman Tuhan: Dalam menghadapi ketidakadilan, kita dipanggil untuk tetap teguh pada kebenaran firman Tuhan. Tuhan adalah sumber perlindungan dan pertolongan kita, dan Dia tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya. Meskipun dunia ini penuh dengan dosa dan kejahatan, kita harus tetap berani menyatakan kebenaran, bahkan ketika itu sulit atau berisiko. Menjalani hidup yang benar mungkin menantang, tetapi kita tidak melakukannya sendirian; Tuhan selalu bersama kita.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup berbeda dari dunia ini. Ketika kita melihat ketidakadilan dan kecurangan di sekitar kita, tugas kita adalah tetap teguh dalam kebenaran, menjauhi kejahatan, dan terus melakukan kebaikan. Meskipun tantangan hidup ini besar, kita memiliki pengharapan dalam Tuhan yang mencintai keadilan dan akan melenyapkan kefasikan. Hidup benar di hadapan Tuhan bukanlah hal yang sia-sia, tetapi merupakan panggilan yang akan membawa kita kepada warisan yang kekal bersama-Nya.

Share:

Sikap terhadap Kejahatan Orang Fasik

Ketika kita menyaksikan ketidakadilan di dunia, di mana orang jahat tampaknya berhasil dan yang bersalah sering kali dibebaskan, hati kita mungkin dipenuhi dengan rasa kecewa atau bahkan marah. Namun, Mazmur mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil, yang akan mengadili setiap tindakan manusia, baik itu dari orang fasik maupun orang benar.

Mazmur ini menunjukkan bahwa meskipun orang fasik mungkin tampak bangga dengan perbuatan jahatnya, mereka tidak akan lolos dari pengadilan Tuhan. Dalam pengadilan-Nya, Tuhan tidak akan membiarkan kejahatan tak terhukum. Dia mengetahui akhir dari setiap orang fasik dan sudah menyiapkan hukuman yang sesuai untuk mereka (Mazmur 37:12-15).

Tindakan Tuhan bukanlah tindakan yang sewenang-wenang, tetapi penuh dengan keadilan. Tuhan akan menghukum orang fasik karena kecurangan dan kejahatan mereka, sementara orang benar akan dibenarkan dan dilindungi oleh belas kasih-Nya (Mazmur 37:20-26). Dalam segala tindakan-Nya, Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah standar tertinggi dari kebenaran dan keadilan, bukan berdasarkan apa yang kita anggap benar atau salah.

Meski keadilan manusia sering kali tidak memadai dan banyak orang jahat tampaknya lolos dari hukuman, sebagai orang percaya, bagian kita adalah terus hidup dalam kebenaran yang ditetapkan oleh Tuhan. Hidup dalam kebenaran bukanlah hal yang sia-sia. Sebagaimana Tuhan akan mengakhiri kejahatan orang fasik, demikian juga Dia akan memberkati dan menopang orang yang hidup benar di hadapan-Nya.

Tugas kita bukanlah membalas kejahatan atau merasa iri hati terhadap keberhasilan orang fasik, melainkan mempercayakan keadilan kepada Tuhan dan hidup sesuai dengan standar kebenaran-Nya. Dengan demikian, kita akan mengalami berkat dan perlindungan Tuhan dalam kehidupan kita, sementara kejahatan orang fasik akan diakhiri oleh tangan-Nya yang adil.

Share:

Sikap terhadap Kesuksesan Orang Fasik

Mazmur 37:1-11 

Tantangan dalam kehidupan orang percaya terkadang bukan hanya tentang menjalani ketaatan kepada Tuhan, tetapi juga bagaimana merespons ketika melihat orang fasik yang justru mendapatkan kemudahan dan kesuksesan. Situasi ini bisa memunculkan rasa iri hati atau bahkan kemarahan. Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang fasik yang tampaknya berhasil?

Mazmur ini memberikan pengajaran yang sangat kuat dan terdiri atas kumpulan nasihat yang langsung bisa dipahami dan diaplikasikan. Mazmur ini dimulai dengan peringatan tegas: jangan marah dan iri hati kepada orang jahat karena mereka tidak akan bertahan lama (Mazmur 37:1-2). Dari larangan ini, muncul nasihat yang penuh harapan bagi orang percaya.

Sebaliknya, kita harus percaya kepada Tuhan, terus melakukan yang baik, memelihara kesetiaan, dan memercayakan hidup kita kepada-Nya (Mazmur 37:3, 5). Kebahagiaan kita seharusnya ada pada Tuhan, bukan pada kecurangan atau tipu daya; Tuhanlah yang akan memberikan berkat dan membuktikan kebenaran kita (Mazmur 37:4, 6). Bahkan, kita tidak perlu marah terhadap kemakmuran orang fasik yang diperoleh dari penipuan. Kita perlu belajar menenangkan diri karena mereka akan dilenyapkan, sedangkan orang benar akan hidup sejahtera (Mazmur 37:7-11).

Allah tidak menolak kesuksesan, tetapi Ia menolak kehidupan orang fasik itu sendiri. Allah berkenan kepada orang percaya dan akan membelanya karena ia hidup sebagai orang benar. Jadi, fokus kita bukanlah bagaimana kita bisa menjadi lebih sukses daripada orang lain, tetapi bagaimana kita bisa hidup benar di hadapan Tuhan. Orang benar mungkin bukan orang yang paling kaya atau terkenal di dunia ini, tetapi merekalah yang akan mewarisi kerajaan surga.

Ikutilah Tuhan dan ajaran-Nya, bukan supaya kita mendapat berkat dan akhirnya memiliki hidup yang lebih sukses dari orang fasik, bukan juga supaya Tuhan membalaskan perbuatan orang-orang yang membuat kita iri. Kita percaya kepada Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya supaya kita hidup dalam kebenaran, ketenangan, dan kedamaian.

Bagaimana selama ini kita hidup? Ketika makin banyak orang mengaku menjadi kaya karena scam, penipuan online, atau investasi bodong, bagaimana kita bersikap? Jangan biarkan rasa iri dan amarah menguasai hati kita. Fokuslah pada jalan Tuhan dan percayalah bahwa Dia adalah sumber segala kebaikan dan berkat yang sejati.

Doa:
Pagi ini, aku datang kepada-Mu, Tuhan, dan aku memohon berkat-Mu untuk semua orang yang ku kasihi, baik itu orang tua, saudara, jemaat, maupun teman-teman. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kami semua. Semoga berkat-Mu juga melimpah pada rumah tangga kami, anak-anak dan cucu-cucu kami, pekerjaan kami, usaha dan ladang kami, studi kami, serta pelayanan kami. Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami. Yang percaya, katakan AMIN! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Kumandang Tembang Syukur

Kata "tembang" tak terpisah dari eksistensi kembang atau bunga. Dari kembang yang indah inilah lahir tembang, dan kemudian aktivitas menembang yang artinya menyanyi. Ketika orang bernyanyi, sejatinya ia sedang menggemakan nilai-nilai keindahan hingga kesakralan, bak bunga harum mewangi. Hal ini memang metaforis, tetapi begitulah keindahan, keagungan, dan kesucian sebuah tembang atau nyanyian.

Untuk memahami Mazmur, kiranya pemahaman di atas dikedepankan, bahwa Mazmur adalah pustaka tentang tembang-tembang sakral. Dari dalam bagian Mazmur hari ini bergemalah kumandang tembang syukur.

Tembang ini diutarakan Daud dari pengalaman pribadinya yang tentu saja begitu menyentuh hati. Tuhan tidak berdiam diri atas apa yang menimpanya (20-22). Saat banyak orang memusuhi dan mengejeknya, Tuhan hadir sebagai pembela (23). Pembelaan Tuhan datang dari keadilan-Nya (24). Kepada Dia, Sang Pembela inilah, tembang syukur layak dikumandangkan.

Tembang demikian tentu menumbuhkan getaran dalam hati untuk terus mengais keadilan. Getaran demi getaran yang tidak akan bisa dibendung lagi oleh berbagai penindasan, itulah getaran hati yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan, Allah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Adil.

Hati yang demikian tidak takut lagi dengan penghakiman Tuhan. Tidak heran bila Daud pun berani bermazmur, "Hakimilah aku sesuai dengan keadilan-Mu, ya TUHAN Allahku" (24), dan dilanjutkan dengan pujian, "lidahku akan menyebut-nyebut keadilan-Mu, memuji-muji Engkau sepanjang hari" (28).

Dengan berkumandangnya tembang syukur atas keadilan Tuhan, kiranya keadilan terus bertakhta di tempat yang mulia, yaitu lubuk hati kita yang terdalam. Penindasan dalam bentuk apa pun di seluruh pelosok bumi ini bisa sirep, dan iman dalam nama Tuhan akan membuahkan sukacita. Alhasil, setiap generasi, termasuk kita, dapat mengumandangkan keagungan tembang syukur akan kemahakuasaan Tuhan, Sang Pembela orang benar.

Kumandang tembang syukur ini bukan sekadar pujian biasa, tetapi sebuah deklarasi iman yang menegaskan bahwa keadilan dan kasih Tuhan tidak pernah pudar. Ketika kita, sebagai orang percaya, menghayati dan menyuarakan tembang ini, kita turut mengambil bagian dalam penegakan keadilan dan kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan. Dengan demikian, tembang syukur menjadi tidak hanya ungkapan syukur pribadi, tetapi juga panggilan untuk setiap orang yang mendengarnya, agar turut berdiri dalam kebenaran dan keadilan Tuhan.

Share:

Merayakan Keselamatan

Bagaimana kita merayakan keselamatan? Pertama-tama, kita harus mengenalinya terlebih dahulu. Bagi orang yang berwatak egois, keselamatan bisa dianggap sebagai hak istimewa yang eksklusif. Namun, bagi mereka yang memiliki kesadaran yang tinggi, keselamatan selalu disediakan bagi semua orang. Allah yang dihayati adalah Sang Penyelamat yang penuh welas asih bagi segala ciptaan. Inilah keselamatan yang pantas dirayakan.

Gita pujian Daud menggemakan keselamatan. Dari lubuk hatinya yang terdalam, Daud menyerukan Tuhan Sang Penyelamat. Dialah keselamatannya (3), dan ia bersorak-sorai karena keselamatan dari-Nya (9).

Pertanyaannya, keselamatan seperti apa yang dirayakan oleh Daud? Ia menyatakan dirinya selamat karena ia dilepaskan bukan hanya dari kejaran dan fitnah musuh, tetapi juga dari kesengsaraan batin. Ketika kebaikannya dibalas dengan kejahatan (12-16), Tuhan melindungi, menolong, dan melepaskannya. Ini menjadi pengalaman pribadi Daud yang kemudian diungkapkannya.

Namun, bila diperhatikan secara lebih mendalam, Daud sejatinya sedang mewujudkan welas asih yang bersumber dari Tuhan. Ia menyatakan bagaimana dia, yang dikecewakan manusia, adalah yang dikasihi Tuhan. Daud menunjukkan bahwa iman kepada Tuhan yang penuh welas asih tidak akan sia-sia. Itulah yang dirayakan Daud melalui gita pujian dalam mazmurnya yang melegenda.

Perayaan keselamatan dengan cara demikian sangatlah efektif. Inilah perayaan yang terus menggemakan keberanian hamba-Nya, keberanian untuk bernarasi tentang keselamatan yang bersumber dari Tuhan. Inilah keselamatan yang universal, sehingga layak dirayakan oleh semua bangsa di sepanjang zaman.

Sebagai pembaca Mazmur, bagaimana kita merayakan keselamatan? Adakah kita hanya mementingkan keselamatan diri kita sendiri dan kelompok kita saja? Atau, adakah empati dari dalam diri dan welas asih yang menampilkan sosok Tuhan, Sang Penyelamat bagi semua orang?

Perayaan keselamatan sejati mengajak kita untuk tidak hanya bersyukur atas keselamatan yang telah kita terima, tetapi juga untuk berbagi berita baik ini dengan orang lain, dan merayakan bersama-sama dalam kasih yang tulus dan inklusif. Keselamatan bukan hanya milik individu, tetapi milik seluruh umat manusia, dan itulah yang membuatnya layak untuk dirayakan dengan penuh sukacita.

Share:

Mencari Tuhan

Ke mana kita dapat mencari Tuhan? Umumnya, orang akan berkata bahwa Tuhan bertakhta di surga, yang berarti jika kita ingin menemukan Tuhan, kita harus pergi ke surga. Namun, di mana surga itu? Mengapa hingga saat ini belum ada yang mampu menjelajah dan memetakan lokasi surga? Sebenarnya, untuk mencari Tuhan, kita tidak perlu pergi jauh-jauh. Kita hanya perlu membuka firman-Nya yang tertulis, yaitu Alkitab.

Mazmur 34 menyajikan panduan yang menarik bagi orang yang ingin mencari Tuhan. Uniknya, yang menyatakan bahwa ia telah mencari Tuhan adalah Daud, pada saat ia berpura-pura tidak waras (1; lih. 1Sam. 21:13). Menariknya lagi, pencarian dalam kondisi seperti itu justru berhasil. "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku" (5).

Apa sebenarnya rahasia dari keberhasilan itu? Eksistensi Tuhan memang melampaui akal pikiran manusia. Siapa yang menyangka bahwa oleh seseorang yang berpura-pura gila, Tuhan bisa ditemukan? Saat Daud ketakutan oleh karena Raja Akhis, ia dapat memandang siapa dirinya dan memandang kepada Tuhan (6).

Di hadapan Yang Maha Besar, ia tidak bisa memamerkan kekuasaannya ataupun bermegah dengan segala kepunyaannya. Sebaliknya, ia dituntun untuk merendahkan hatinya dan memuji Tuhan (2-3). Ia benar-benar telanjang di hadapan Yang Maha Tinggi.

Sang raja pada hakikatnya tetaplah titah sawantah (manusia biasa). Kesadaran inilah yang membuatnya berseru kepada Tuhan (7). Saat ia tidak berdaya dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya, Daud justru menemukan Tuhan yang hadir untuk menyelamatkannya dan menempatkan malaikat-Nya untuk melindunginya.

Ancaman menjadi kegentaran hebat hingga Daud rela berlaku seperti orang gila, tetapi ini pun tidak menjadi penghalang bagi hamba-Nya untuk mencari dan menemukan Tuhan, Sang Juru Selamat. Pengalaman demikian justru mematangkan Daud dan mengundang kita semua untuk mengecap dan melihat kebaikan Tuhan. Ingat, Dialah Penolong dan Pelindung kita!

Share:

Gita Swara Santi

Gita berarti tembang atau kidung; swara artinya suara atau sabda; santi berarti suci. Maka, gita swara santi adalah suara kidung suci. Istilah ini sangat tepat untuk menggambarkan hakikat Kitab Mazmur.

Mazmur 33 menghadirkan berbagai macam swara. Ada yang berupa sorak-sorai dan puji-pujian (1), ada juga yang berupa permainan kecapi dan gambus (2).

Swara yang terkumpul dalam kitab ini memiliki nilai lebih. Swara ini lahir dari ritual suci, baik dalam upacara kenegaraan maupun untuk keperluan ibadat. Ritual ini disusun dengan cermat, memperhatikan perpaduan swara dari indra ucap manusia dan alat musik (3). Perpaduan ini melahirkan gita swara santi yang kemudian direkam menjadi teks liturgis hingga dikenal sebagai Mazmur, kitab yang berisi puji-pujian.

Inilah sebabnya diperlukan pola pembacaan tertentu untuk mengumandangkan Mazmur. Untuk memahami nuansa dan merasakan suasana dari Kitab Mazmur memang dibutuhkan penghayatan batin.

Di sinilah pentingnya perenungan Kitab Mazmur. Hasil perenungan ini diharapkan dapat menghantar kita untuk bersyukur atas penyelenggaraan Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan. Rasa syukur akan mendorong kita untuk mengangkat puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan Sang Pencipta (4-9).

Dengan cara seperti itu, kita sebagai ciptaan akan terus terhubung dengan Sang Pencipta. Keterhubungan ini sangat diinginkan oleh Tuhan Sang Pencipta. Pemazmur menggambarkan visi ini dengan sangat indah: "mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia" (18). Tidak mengherankan bila pemazmur mengingatkan betapa jiwa kita terus menanti-nantikan Dia; Dialah Sang Penolong dan Pelindung kita.

Kesadaran akan relasi seperti ini sangat penting demi berlangsungnya gita keselamatan. Itulah senandung hidup yang mengagungkan Tuhan. Demikianlah keterhubungan dengan-Nya harus terjalin demi terpeliharanya jiwa dan hidup hingga akhir.

Share:

Akhir yang Membahagiakan

Apa yang paling membahagiakan seseorang? Ada yang merasa bahagia tinggal bersama keluarga yang saling mengasihi dan setia, ada pula yang bahagia memiliki orang tua yang panjang umur dan dikaruniai banyak anak cucu. Kebahagiaan seperti ini lebih besar daripada kekayaan materi.

Yusuf mengalami hal serupa: ia tinggal di Mesir bersama keluarganya, mendapat kesempatan melihat keturunan Efraim sampai generasi ketiga, serta anak-anak Makhir, putra Manasye, dan diberkati dengan umur panjang (22-23). Namun, itu bukan kebahagiaannya utama karena ia tahu, kematiannya sudah dekat (24a).

Apa yang membuat Yusuf benar-benar bahagia pada akhir hidupnya? Meskipun ia hidup lama bersama keluarganya hingga melihat anak, cucu, dan cicitnya, semuanya akan berakhir dengan kematian. Namun, satu hal yang pasti dan tidak berubah meski ia mati adalah "Allah pasti akan memperhatikan kamu [saudara-saudaranya] dan membawa kamu keluar dari negeri ini [Mesir], ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub" (24b).

Oleh karena itu, Yusuf meminta saudara-saudaranya bersumpah bahwa mereka akan membawa tulang-belulangnya saat mereka keluar dari Mesir (25). Yusuf meninggal pada usia 110 tahun, mayatnya diberi rempah-rempah dan disimpan dalam peti mati di Mesir, tetapi tidak dikuburkan di sana sesuai sumpah mereka.

Ada pelajaran berharga dari kehidupan Yusuf yang bisa dijadikan teladan: akhir yang membahagiakan bukan terletak pada kekayaan atau umur panjang, melainkan pada penyertaan dan pemeliharaan Tuhan yang tidak akan berubah. Manusia pada akhirnya akan menghadapi kematian, tetapi janji Tuhan akan selalu abadi.

Apa yang membuat kita bahagia pada akhir hidup kita? Jika kebahagiaan kita masih terletak pada materi, diri sendiri, atau keluarga, maka saat ini kita diingatkan untuk menghidupkan dalam diri kita dan keluarga kita, terutama anak-anak kita, pelajaran tentang janji Tuhan yang tidak akan pernah berubah, dahulu, kini, dan selamanya.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.