Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Ditinggalkan Allah?

Ditinggalkan oleh Allah adalah salah satu situasi paling menakutkan dan sulit dibayangkan. Bagi umat Allah, perasaan ini merupakan ujian iman yang mendalam, seperti yang diekspresikan dalam Mazmur ini.

Keadaan Umat Allah: Umat Allah merasa tak berdaya menghadapi musuh-musuh mereka, sehingga mereka diejek, disindir, dicela, dan dinista (Mazmur 44:10-17). Mereka merasa bahwa Allah telah melupakan mereka, tidak lagi menjaga dan melindungi mereka (Mazmur 44:23-25). Keadaan ini sangat berbeda dari masa-masa ketika Allah berada di pihak mereka, membawa kemenangan dan kemuliaan bagi umat-Nya (Mazmur 44:1-9). Dalam masa kejayaan itu, dengan tangan Allah dan dalam nama-Nya, umat bersukacita dan memuji dengan gembira.

Namun, kini mereka merasa ditinggalkan, terpuruk dalam kekalahan dan penindasan. Tetapi yang menarik, di tengah penderitaan ini, pemazmur tetap berharap dan memohon kepada Allah. Ia berkata, "Bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami karena kasih setia-Mu!" (Mazmur 44:27). Permohonan ini didasarkan pada kasih setia Allah, yang menjadi fondasi iman mereka.

Kasih Setia Allah: Kasih setia adalah istilah yang menggambarkan kesetiaan Allah dalam menggenapi janji-Nya. Allah telah mengikatkan diri-Nya dalam perjanjian bahwa Ia akan menjadi Allah bagi umat-Nya, dan mereka akan menjadi umat-Nya. Meskipun manusia sering kali ingkar janji, Allah tidak pernah mengingkari perjanjian-Nya. Ia setia, bukan hanya untuk menghukum dosa, tetapi juga untuk menyelamatkan umat-Nya.

Kesetiaan Allah ini tidak bergantung pada kesetiaan manusia. Bahkan dalam Perjanjian Baru, kita diingatkan bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Yesus Kristus. Penindasan, kesengsaraan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, dan pedang adalah hal-hal yang mengerikan, tetapi semua itu tidak dapat menghalangi Allah dari menjadikan kita lebih dari pemenang (Roma 8:35-37). Ini bukan karena kekuatan atau usaha kita, melainkan karena kasih Allah yang setia.

Aplikasi dalam Hidup Kita: Dalam hidup ini, suka duka datang silih berganti. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa hidup akan selalu berjalan dengan baik. Namun, satu hal yang pasti adalah Allah selalu ada bersama kita dalam setiap musim kehidupan. Kita mungkin merasa ditinggalkan atau terpuruk, tetapi kita harus ingat bahwa Allah tidak pernah benar-benar meninggalkan kita. Dalam momen-momen terburuk sekalipun, kita bisa memegang teguh janji-Nya. Ingatlah, Allah telah memberikan Anak-Nya yang tunggal bagi kita, sebagai bukti kasih-Nya yang tidak terbatas.

Jangan pernah merasa bahwa Allah telah meninggalkan Anda. Ketika kita merasa terpuruk dan ditinggalkan, mari kita ingat kasih setia Allah yang tidak pernah gagal. Dengan iman, kita bisa berpegang pada janji-Nya dan yakin bahwa Dia akan membawa kita melalui setiap tantangan hidup. Kita tidak pernah benar-benar sendiri, karena Allah yang penuh kasih setia selalu bersama kita.

Share:

Jujur di Hadapan Allah

Mazmur 42 dan 43 menggambarkan kondisi emosional yang sangat mendalam dari pemazmur yang mengalami tekanan batin. Pertanyaan yang diulang-ulang, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku?" (Mazmur 42:6a, 12a, 43:5a), menunjukkan betapa mendalamnya perasaan tertekan yang ia rasakan. Namun, pertanyaan ini bukanlah sekadar keluhan tanpa arah, melainkan sebuah refleksi dari jiwanya yang sedang mencari jawaban dan kekuatan di tengah pergumulan.

Penyebab Tekanan:

  1. Perasaan Ditinggalkan oleh Allah: Pemazmur merasakan kekosongan spiritual dan kehilangan keintiman dengan Tuhan. Ia tidak lagi merasakan kehadiran Tuhan seperti dulu. Pengalaman indah saat beribadah kepada Tuhan hanya tinggal kenangan yang semakin menambah rasa kesepiannya (Mazmur 42:2, 5). Keadaan ini membuat pemazmur merasa bahwa Tuhan telah meninggalkannya (Mazmur 42:10, 43:2).

  2. Cemoohan dari Lawan: Para musuhnya mengejeknya dengan pertanyaan sinis, "Di mana Allahmu?" (Mazmur 42:4, 11). Ejekan ini semakin memperdalam penderitaan pemazmur, yang sudah merasa ditinggalkan oleh Allah.

Meskipun berada dalam tekanan yang berat, pemazmur tetap berpegang pada imannya. Alih-alih mencari jawaban di luar dirinya, ia memilih untuk kembali kepada Allah. Tiga kali ia mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri, tiga kali pula ia memberikan jawaban yang sama: "Berharaplah kepada Allah!" (Mazmur 42:6b, 12b, 43:5b). Ini mencerminkan keteguhan hati dan keyakinannya bahwa hanya di dalam Tuhanlah ia dapat menemukan pengharapan dan kekuatan.

Karakter Allah: Pemazmur mengenal Allah sebagai sosok yang penuh kasih setia (Mazmur 42:9), tempat perlindungan yang kokoh (Mazmur 42:10), tempat pengungsian (Mazmur 43:2), serta sumber sukacita dan kegembiraan (Mazmur 43:4). Ia percaya bahwa Allah akan menuntunnya kembali ke tempat kediaman-Nya, di mana ia dapat menikmati keintiman dengan-Nya (Mazmur 43:3-4).

Dalam kehidupan kita, berbagai masalah dan tekanan dapat membuat kita merasa stres, takut, atau bahkan tak berdaya. Namun, seperti pemazmur, kita diajak untuk tidak lari dari Tuhan, melainkan datang kepada-Nya dengan hati yang jujur dan terbuka. Kejujuran di hadapan Tuhan adalah langkah awal menuju pemulihan. Ketika kita mengakui kelemahan dan kerapuhan kita, Tuhan yang maha pengasih dan mahakuasa akan memberikan pertolongan-Nya.

Contoh dari tokoh-tokoh Alkitab seperti Musa yang merasa bebannya terlalu berat (Bilangan 11:14-15), Elia yang ketakutan menghadapi Izebel (1 Raja-raja 19:4), dan bahkan Yesus yang sangat sedih menjelang penyaliban (Matius 26:38), menunjukkan bahwa kejujuran di hadapan Allah adalah sikap yang benar. Allah memahami kerapuhan kita dan siap memberikan belas kasihan serta pertolongan-Nya.

Jangan takut untuk jujur kepada Tuhan tentang apa yang kita rasakan. Entah itu ketakutan, kesedihan, atau keraguan, Tuhan ingin kita datang kepada-Nya dengan hati yang terbuka. Dalam kejujuran itulah kita menemukan pengharapan yang sejati. Berharaplah kepada Allah, Penolong kita yang setia!

Share:

Allah yang Menyembuhkan

Mazmur ini memberikan gambaran tentang penderitaan mendalam yang dialami oleh pemazmur. Di tengah-tengah penyakit yang dideritanya, ia juga harus menghadapi serangan dari para lawan, baik dari musuh-musuh yang membencinya maupun dari sahabat-sahabat karibnya yang justru mengkhianatinya.

Lawan Pertama: Musuh-musuh yang membenci pemazmur bukan hanya berharap akan kematiannya, tetapi mereka juga menyebarkan kebohongan dan fitnah. Mereka datang bukan untuk memberikan dukungan atau penghiburan, tetapi untuk menyebarkan desas-desus bahwa pemazmur tidak akan pernah sembuh, dan penyakitnya akan membawa kematian (Mazmur 41:6-9). Mereka berkata, "Takkan bangun lagi," menekankan keyakinan mereka bahwa pemazmur telah jatuh dalam penghukuman ilahi yang tak terelakkan.

Lawan Kedua: Sahabat karib yang seharusnya menjadi sumber damai sejahtera justru berkhianat. Dalam konteks Yahudi, makan bersama adalah tanda persekutuan dan kedekatan yang mendalam. Sahabat karib ini, yang seharusnya menjadi orang yang paling memahami dan mendukung pemazmur, malah meninggalkannya di saat-saat terberat, menambah luka batin yang sudah dirasakan (Mazmur 41:10).

Pemazmur menghubungkan penderitaannya dengan dosa terhadap Allah (Mazmur 41:5). Hal ini membuat lawan-lawannya menuduh bahwa penyakit yang dideritanya adalah hukuman langsung dari Tuhan. Namun, pemazmur tidak menyerah pada tuduhan ini. Sebaliknya, ia memohon belas kasihan Tuhan untuk menyembuhkan dirinya dan membuktikan kebenaran dan ketulusannya di hadapan para lawannya (Mazmur 41:11-13).

Pemazmur sadar bahwa kesembuhan dan pemulihan sejati hanya bisa datang dari Allah. "TUHAN, kasihanilah aku" adalah seruan seseorang yang mengakui ketidakberdayaannya dan sepenuhnya bergantung pada belas kasihan dan kemurahan Tuhan.

Mazmur ini menjadi undangan bagi siapa pun yang mengalami sakit, baik secara fisik maupun batin, untuk datang kepada Tuhan yang menyembuhkan. Jika penyakit itu disebabkan oleh dosa, pemazmur mengajarkan kita untuk memohon pengampunan dan kesembuhan. Namun, jika penyakit bukan karena dosa (seperti yang terlihat dalam Yohanes 9:3), kita diajak untuk bersiap agar pekerjaan-pekerjaan Allah dapat dinyatakan dalam kehidupan kita.

Refleksi: Ketika kita mengalami penderitaan atau penyakit, baik fisik maupun emosional, apakah kita langsung beralih kepada Tuhan dalam doa dan permohonan? Atau, apakah kita mencoba menghadapinya dengan kekuatan sendiri? Mazmur ini mengingatkan kita bahwa sumber sejati dari kesembuhan dan pemulihan adalah Tuhan sendiri. Mari kita datang kepada-Nya dengan kerendahan hati, memohon belas kasihan-Nya, dan percaya bahwa Dia akan bekerja untuk kebaikan kita.

Doa: Tuhan, kami datang kepada-Mu dengan segala kelemahan dan penderitaan kami. Engkaulah Allah yang menyembuhkan, dan hanya kepada-Mu kami bergantung. Kasihanilah kami, Tuhan, sembuhkanlah penyakit kami, pulihkanlah jiwa kami, dan biarlah pekerjaan-Mu dinyatakan dalam hidup kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Allah yang Melepaskan

Mazmur ini memberikan sebuah gambaran yang sangat kuat tentang ketergantungan total kepada Allah dalam menghadapi penderitaan dan masalah serius. Sang pemazmur, yang menggambarkan dirinya sebagai "sengsara dan miskin" (Mazmur 40:18), mengungkapkan betapa besar masalah yang dihadapinya, bahkan sampai tak terhitung jumlahnya, seperti rambut di kepalanya (Mazmur 40:13). Dalam kondisi yang demikian, ia menunjukkan dua hal yang penting: kesadaran akan ketidakmampuannya sendiri dan keyakinan akan kebesaran Allah.

1. Ketergantungan pada Allah: Pemazmur menyadari bahwa dirinya tidak mampu melepaskan diri dari keadaan sulit tersebut. Ia merasa menderita dan tak berdaya, namun tetap berharap penuh pada Tuhan. Ini menunjukkan sikap hati yang benar di hadapan Allah, yaitu ketergantungan total kepada-Nya. Di tengah segala kesulitan, pemazmur tidak mencari pertolongan dari manusia atau kekuatan duniawi lainnya, tetapi hanya kepada Allah yang telah menolongnya pada masa lalu (Mazmur 40:2-4). Keyakinan ini membawanya untuk terus berpegang pada kepercayaan bahwa Allah yang telah membebaskannya sebelumnya, pasti akan melepaskannya lagi.

2. Kesaksian tentang Perbuatan Allah: Mazmur ini juga menekankan pentingnya bersaksi tentang kebesaran dan perbuatan Tuhan. Pemazmur tidak hanya berdoa dan berharap kepada Tuhan, tetapi juga memberitakan keagungan dan perbuatan Tuhan kepada orang lain (Mazmur 40:10-12). Ini adalah pengingat bagi kita bahwa dalam segala keadaan, kita harus terus menceritakan kebaikan dan kuasa Allah kepada sesama, agar mereka juga dapat merasakan dan mengenal kebesaran-Nya.

3. Pengharapan di Tengah Penderitaan: Meskipun pemazmur berada dalam keadaan sengsara, ia tidak kehilangan harapan. Pengharapan ini tidak didasarkan pada situasi yang dihadapinya, tetapi pada keyakinan bahwa Allah adalah penolong yang setia dan sanggup membalikkan keadaan. Ini adalah pelajaran penting bagi kita, bahwa dalam situasi apa pun, kita harus terus percaya dan berharap kepada Allah, karena Dia adalah satu-satunya yang dapat membebaskan kita dari segala masalah.

4. Perenungan untuk Bangsa: Mazmur ini juga relevan untuk direnungkan secara komunal, terutama dalam konteks kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa. Pemazmur menyatakan bahwa perbuatan Tuhan begitu banyak dan tiada bandingannya (Mazmur 40:6). Ini menjadi pengingat bagi kita, sebagai sebuah bangsa, untuk mengakui dan mensyukuri perbuatan Tuhan yang telah memerdekakan kita. Kita harus terus berdoa agar Tuhan dengan kuasa-Nya mengubah keadaan bangsa kita, memberikan perlindungan, dan memelihara kemerdekaan yang telah diberikan-Nya.

Mazmur ini mengundang kita untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi segala tantangan dan kesulitan hidup. Allah yang telah menolong dan membebaskan kita di masa lalu, pasti akan terus melepaskan kita dari segala masalah yang ada dan yang akan datang. Baik secara pribadi maupun sebagai bangsa, kita diajak untuk selalu mengandalkan Tuhan dan bersaksi tentang kebesaran-Nya kepada orang lain. Dengan demikian, kita hidup dalam pengharapan yang pasti, bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang melepaskan dan memelihara kita dalam segala keadaan.

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 

Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 

Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 

Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu

Studi mu. Toko mu.Usaha mu. Kantor mu, moumu, pelanggannya, 

Rumah mu. Keluarga mu.Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendamlingmu

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati

Share:

Menolak atau Menerima Penderitaan?

Pergumulan dan penderitaan sering kali menjadi ujian besar bagi orang Kristen, bukan hanya karena beratnya beban itu sendiri, tetapi lebih pada bagaimana kita bersikap terhadapnya. Banyak orang yang terjebak dalam sikap mengasihani diri, meratap, atau terus-menerus membandingkan keadaan mereka dengan orang lain. Sikap seperti ini tidak hanya memperparah penderitaan, tetapi juga menjauhkan kita dari tujuan yang lebih besar di balik pengalaman tersebut.

Dalam Mazmur 39, kita melihat bagaimana Daud, di tengah penderitaannya, memilih untuk datang kepada Tuhan. Meskipun pada awalnya ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak berbicara sembarangan (Mazmur 39:2), akhirnya Daud tidak tahan dan membuka keluhannya kepada Tuhan (Mazmur 39:3-5). Melalui proses ini, Daud mendapat pencerahan tentang kehidupan manusia yang fana dan betapa pentingnya berfokus pada Tuhan di tengah segala sesuatu yang tampak sia-sia.

1. Menyadari Kesia-siaan Hidup Tanpa Tuhan: Daud memahami bahwa tanpa Tuhan, kehidupan manusia hanyalah kesia-siaan (Mazmur 39:6-7, 12). Segala hal yang sering kali dianggap penting oleh dunia—seperti kekayaan, ketenaran, atau kekuasaan—tidak berarti apa-apa di hadapan Tuhan. Pengertian ini mengarahkan Daud untuk tidak mencari penghiburan semata-mata dalam kelepasan dari penderitaan, melainkan untuk mencari Tuhan sendiri.

2. Fokus pada Tuhan, Bukan Diri Sendiri: Salah satu bahaya terbesar dalam menghadapi penderitaan adalah terjebak dalam sikap yang salah, di mana fokus kita menjadi diri sendiri dan keinginan untuk segera lepas dari penderitaan. Mazmur 39 mengajarkan kita untuk tetap memusatkan perhatian pada Tuhan, meskipun dalam penderitaan yang paling berat sekalipun. Ini mengingatkan kita bahwa keutamaan hidup bukanlah tentang bagaimana kita menghindari penderitaan, tetapi bagaimana kita tetap setia dan bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan melalui penderitaan tersebut.

3. Penyerahan Diri kepada Tuhan: Mazmur ini juga mengajak kita untuk berserah kepada Tuhan dalam segala keadaan. Kita tidak selalu bisa memahami sepenuhnya mengapa kita harus mengalami penderitaan, tetapi kita dapat mempercayai Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu. Seperti Daud yang datang kepada Tuhan dengan segala keluhannya, kita pun diajak untuk membawa setiap pergumulan kita kepada-Nya dengan sikap yang rendah hati dan berserah penuh.

4. Pengalaman Pribadi dengan Tuhan: Pada akhirnya, penderitaan bisa menjadi sarana bagi kita untuk mengalami Tuhan secara lebih pribadi. Seperti yang dialami oleh Ayub, penderitaan bisa membawa kita kepada pengenalan yang lebih mendalam akan Tuhan. Ayub, setelah melalui penderitaan yang luar biasa, berkata, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau" (Ayub 42:5-6). Penderitaan telah membuka mata rohani Ayub untuk melihat dan mengenal Tuhan secara langsung dan mendalam.

Saat kita dihadapkan dengan penderitaan, kita memiliki pilihan: menolaknya dengan sikap yang salah, atau menerimanya sebagai bagian dari rencana Tuhan untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Fokus kita bukan pada seberapa cepat kita dapat lepas dari penderitaan, tetapi seberapa dalam kita dapat mengenal Tuhan melalui penderitaan itu. Dengan demikian, kita dapat belajar untuk hidup tidak hanya untuk mencari kenyamanan duniawi, tetapi untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan, yang pada akhirnya memberikan kita pengertian dan kekuatan sejati.

Share:

Sikap terhadap Dosa

Di era digital yang semakin maju, dosa sering kali dianggap sebagai masalah yang tidak serius. Media sosial dan kemudahan teknologi memberikan akses cepat ke berbagai kesenangan duniawi, sehingga banyak orang tergoda untuk mengabaikan pentingnya menjaga integritas rohani. Beberapa gereja bahkan telah menghapus pengakuan dosa dari liturgi mereka, seolah-olah dosa hanyalah masalah kecil yang dapat diabaikan. Namun, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang percaya terhadap dosa?

1. Dosa adalah Pelanggaran yang Serius: Mazmur yang ditulis oleh Daud dalam pengakuan dosanya menunjukkan betapa seriusnya dampak dosa. Daud mengakui bahwa dosa mendatangkan murka dan kemarahan Tuhan, yang menekan jiwanya dengan berat (Mazmur 38:2-4). Dosa bukan hanya pelanggaran hukum moral, tetapi juga sebuah tindakan yang menghancurkan hubungan kita dengan Tuhan. Dosa menimbulkan konsekuensi yang buruk, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual (Mazmur 38:5-9). Ketika kita berdosa, kita tidak hanya merusak diri sendiri, tetapi juga relasi dengan orang lain dan Tuhan.

2. Dosa Merusak Kehidupan Secara Keseluruhan: Daud menggambarkan bagaimana dosa telah merusak seluruh aspek kehidupannya—kesehatan, persahabatan, dan kedamaiannya hilang. Dosa bahkan membuatnya menjadi bahan cemoohan bagi musuh-musuhnya (Mazmur 38:12-13, 17). Ini menunjukkan bahwa dosa bukanlah masalah sepele yang bisa kita abaikan. Dosa memiliki dampak yang luas dan dalam, merusak semua yang baik dalam hidup kita. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dosa bukan hanya masalah spiritual, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan kita secara keseluruhan.

3. Dosa Hanya Dapat Diselesaikan oleh Tuhan: Daud menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menangani dosa adalah dengan datang kepada Tuhan. Ia mengakui dosanya dengan jujur dan mencari pengampunan dari Tuhan, bukan dari sumber-sumber lain (Mazmur 38:16). Penyelesaian dosa tidak dapat ditemukan dalam terapi psikologis, pengobatan medis, motivasi diri, atau pengalihan perhatian kepada hal-hal duniawi. Dosa hanya dapat diselesaikan melalui pertobatan yang tulus dan pengampunan dari Tuhan. Daud datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur, penuh ketakutan akan konsekuensi dosa, dan memohon belas kasih Tuhan untuk mengampuni dan menyertai dia (Mazmur 38:11, 14-15, 22-23).

4. Mengambil Sikap yang Benar terhadap Dosa: Sebagai orang percaya, kita harus memiliki sikap yang serius terhadap dosa. Kita tidak boleh menyederhanakan dosa atau mengabaikannya. Sebaliknya, kita harus mengakuinya di hadapan Tuhan dan mencari pengampunan-Nya dengan hati yang tulus. Dosa adalah pelanggaran yang menghancurkan, dan hanya melalui pengampunan Tuhan kita dapat dipulihkan.

Dalam dunia yang semakin memudahkan kita untuk mengabaikan dosa, kita dipanggil untuk tetap sadar akan bahayanya dan bersikap serius terhadapnya. Seperti Daud, kita harus datang kepada Tuhan dengan pengakuan yang tulus, menyadari bahwa hanya Dia yang dapat membersihkan kita dari dosa. Jangan meremehkan dosa, tetapi datanglah kepada Tuhan dengan hati yang penuh penyesalan, berharap kepada-Nya untuk pengampunan dan pemulihan.

Share:

Cara Hidup Orang Percaya

Kehidupan orang percaya di tengah dunia ini memang tidak selalu mudah, terutama ketika kita dihadapkan pada kenyataan pahit dari dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Ketidakadilan, kecurangan, dan berbagai bentuk kejahatan sering kali tampak merajalela, sehingga membuat kita meragukan kebenaran dan keadilan Tuhan. Namun, Pemazmur memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya kita hidup sebagai orang percaya.

1. Menjauhi Kejahatan dan Melakukan Kebaikan: Pemazmur menasihati kita untuk menjauhi kejahatan dan terus melakukan kebaikan karena Tuhan mencintai keadilan (Mazmur 37:27-28). Meskipun kejahatan tampaknya mendominasi, kita harus tetap teguh dalam menjalani hidup yang benar di hadapan Tuhan. Cara hidup kita harus mencerminkan kebijaksanaan, keadilan, dan kecintaan terhadap hukum Tuhan (Mazmur 37:30-31). Dengan kata lain, kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan dunia ini.

2. Percaya pada Keadilan Tuhan: Kita tidak perlu takut atau putus asa ketika melihat orang fasik tampaknya berhasil dan terus melakukan kejahatan. Tuhan tidak akan tinggal diam; Dia akan mengadili setiap perbuatan jahat. Orang fasik mungkin terlihat sukses untuk sementara waktu, tetapi mereka akan lenyap tanpa masa depan (Mazmur 37:35-36, 38). Sebaliknya, orang benar akan terus disertai dan dipelihara oleh Tuhan. Mereka akan mewarisi negeri dan menyaksikan kejatuhan orang fasik (Mazmur 37:29, 34). Ini adalah janji yang memberi kita pengharapan dan keberanian untuk terus hidup dalam kebenaran.

3. Tetap Berpegang pada Firman Tuhan: Dalam menghadapi ketidakadilan, kita dipanggil untuk tetap teguh pada kebenaran firman Tuhan. Tuhan adalah sumber perlindungan dan pertolongan kita, dan Dia tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya. Meskipun dunia ini penuh dengan dosa dan kejahatan, kita harus tetap berani menyatakan kebenaran, bahkan ketika itu sulit atau berisiko. Menjalani hidup yang benar mungkin menantang, tetapi kita tidak melakukannya sendirian; Tuhan selalu bersama kita.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup berbeda dari dunia ini. Ketika kita melihat ketidakadilan dan kecurangan di sekitar kita, tugas kita adalah tetap teguh dalam kebenaran, menjauhi kejahatan, dan terus melakukan kebaikan. Meskipun tantangan hidup ini besar, kita memiliki pengharapan dalam Tuhan yang mencintai keadilan dan akan melenyapkan kefasikan. Hidup benar di hadapan Tuhan bukanlah hal yang sia-sia, tetapi merupakan panggilan yang akan membawa kita kepada warisan yang kekal bersama-Nya.

Share:

Sikap terhadap Kejahatan Orang Fasik

Ketika kita menyaksikan ketidakadilan di dunia, di mana orang jahat tampaknya berhasil dan yang bersalah sering kali dibebaskan, hati kita mungkin dipenuhi dengan rasa kecewa atau bahkan marah. Namun, Mazmur mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil, yang akan mengadili setiap tindakan manusia, baik itu dari orang fasik maupun orang benar.

Mazmur ini menunjukkan bahwa meskipun orang fasik mungkin tampak bangga dengan perbuatan jahatnya, mereka tidak akan lolos dari pengadilan Tuhan. Dalam pengadilan-Nya, Tuhan tidak akan membiarkan kejahatan tak terhukum. Dia mengetahui akhir dari setiap orang fasik dan sudah menyiapkan hukuman yang sesuai untuk mereka (Mazmur 37:12-15).

Tindakan Tuhan bukanlah tindakan yang sewenang-wenang, tetapi penuh dengan keadilan. Tuhan akan menghukum orang fasik karena kecurangan dan kejahatan mereka, sementara orang benar akan dibenarkan dan dilindungi oleh belas kasih-Nya (Mazmur 37:20-26). Dalam segala tindakan-Nya, Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah standar tertinggi dari kebenaran dan keadilan, bukan berdasarkan apa yang kita anggap benar atau salah.

Meski keadilan manusia sering kali tidak memadai dan banyak orang jahat tampaknya lolos dari hukuman, sebagai orang percaya, bagian kita adalah terus hidup dalam kebenaran yang ditetapkan oleh Tuhan. Hidup dalam kebenaran bukanlah hal yang sia-sia. Sebagaimana Tuhan akan mengakhiri kejahatan orang fasik, demikian juga Dia akan memberkati dan menopang orang yang hidup benar di hadapan-Nya.

Tugas kita bukanlah membalas kejahatan atau merasa iri hati terhadap keberhasilan orang fasik, melainkan mempercayakan keadilan kepada Tuhan dan hidup sesuai dengan standar kebenaran-Nya. Dengan demikian, kita akan mengalami berkat dan perlindungan Tuhan dalam kehidupan kita, sementara kejahatan orang fasik akan diakhiri oleh tangan-Nya yang adil.

Share:

Sikap terhadap Kesuksesan Orang Fasik

Mazmur 37:1-11 

Tantangan dalam kehidupan orang percaya terkadang bukan hanya tentang menjalani ketaatan kepada Tuhan, tetapi juga bagaimana merespons ketika melihat orang fasik yang justru mendapatkan kemudahan dan kesuksesan. Situasi ini bisa memunculkan rasa iri hati atau bahkan kemarahan. Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang fasik yang tampaknya berhasil?

Mazmur ini memberikan pengajaran yang sangat kuat dan terdiri atas kumpulan nasihat yang langsung bisa dipahami dan diaplikasikan. Mazmur ini dimulai dengan peringatan tegas: jangan marah dan iri hati kepada orang jahat karena mereka tidak akan bertahan lama (Mazmur 37:1-2). Dari larangan ini, muncul nasihat yang penuh harapan bagi orang percaya.

Sebaliknya, kita harus percaya kepada Tuhan, terus melakukan yang baik, memelihara kesetiaan, dan memercayakan hidup kita kepada-Nya (Mazmur 37:3, 5). Kebahagiaan kita seharusnya ada pada Tuhan, bukan pada kecurangan atau tipu daya; Tuhanlah yang akan memberikan berkat dan membuktikan kebenaran kita (Mazmur 37:4, 6). Bahkan, kita tidak perlu marah terhadap kemakmuran orang fasik yang diperoleh dari penipuan. Kita perlu belajar menenangkan diri karena mereka akan dilenyapkan, sedangkan orang benar akan hidup sejahtera (Mazmur 37:7-11).

Allah tidak menolak kesuksesan, tetapi Ia menolak kehidupan orang fasik itu sendiri. Allah berkenan kepada orang percaya dan akan membelanya karena ia hidup sebagai orang benar. Jadi, fokus kita bukanlah bagaimana kita bisa menjadi lebih sukses daripada orang lain, tetapi bagaimana kita bisa hidup benar di hadapan Tuhan. Orang benar mungkin bukan orang yang paling kaya atau terkenal di dunia ini, tetapi merekalah yang akan mewarisi kerajaan surga.

Ikutilah Tuhan dan ajaran-Nya, bukan supaya kita mendapat berkat dan akhirnya memiliki hidup yang lebih sukses dari orang fasik, bukan juga supaya Tuhan membalaskan perbuatan orang-orang yang membuat kita iri. Kita percaya kepada Tuhan dan mengikuti ajaran-Nya supaya kita hidup dalam kebenaran, ketenangan, dan kedamaian.

Bagaimana selama ini kita hidup? Ketika makin banyak orang mengaku menjadi kaya karena scam, penipuan online, atau investasi bodong, bagaimana kita bersikap? Jangan biarkan rasa iri dan amarah menguasai hati kita. Fokuslah pada jalan Tuhan dan percayalah bahwa Dia adalah sumber segala kebaikan dan berkat yang sejati.

Doa:
Pagi ini, aku datang kepada-Mu, Tuhan, dan aku memohon berkat-Mu untuk semua orang yang ku kasihi, baik itu orang tua, saudara, jemaat, maupun teman-teman. Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kami semua. Semoga berkat-Mu juga melimpah pada rumah tangga kami, anak-anak dan cucu-cucu kami, pekerjaan kami, usaha dan ladang kami, studi kami, serta pelayanan kami. Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami. Yang percaya, katakan AMIN! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.