Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Menghadapi Konflik dalam Tuntunan-Nya

Konflik adalah bagian yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Bahkan dalam pelayanan yang mulia sekalipun, konflik bisa muncul seperti yang terjadi antara Paulus dan Barnabas dalam Kisah Para Rasul 15:36-41. Mereka berdua adalah rekan penginjil yang telah bekerja keras bersama-sama untuk menyebarkan Injil, tetapi perselisihan muncul karena perbedaan pandangan mengenai Markus.

Barnabas, yang merupakan paman Markus, ingin membawa Markus dalam perjalanan penginjilan selanjutnya. Namun, Paulus menolak karena Markus sebelumnya telah meninggalkan mereka saat dalam perjalanan pelayanan (ayat 38). Perbedaan pandangan ini menyebabkan mereka memilih jalan yang berbeda. Barnabas mengambil Markus dan pergi ke Siprus, sedangkan Paulus memilih Silas sebagai pendamping dan melanjutkan perjalanannya ke Siria dan Kilikia.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa konflik bisa terjadi bahkan di antara orang-orang yang penuh iman dan dedikasi seperti Paulus dan Barnabas. Namun, yang penting adalah bagaimana mereka mengelola konflik tersebut. Paulus dan Barnabas tidak membiarkan konflik menghentikan pelayanan mereka. Sebaliknya, mereka memilih untuk tetap setia pada panggilan mereka untuk memberitakan Injil, meskipun itu berarti harus berpisah dan bekerja di tempat yang berbeda.

Pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Konflik bukan akhir dari pelayanan:
    Konflik sering kali dilihat sebagai sesuatu yang negatif, tetapi jika dikelola dengan bijak, konflik dapat menjadi kesempatan untuk memperluas dampak pelayanan. Dalam kasus Paulus dan Barnabas, perpisahan mereka memungkinkan berita Injil menjangkau lebih banyak wilayah karena mereka bekerja di tempat yang berbeda.

  2. Keputusan yang bijaksana dalam menghadapi konflik:
    Baik Paulus maupun Barnabas tidak membiarkan perselisihan pribadi menghalangi misi mereka. Mereka tetap fokus pada tujuan utama, yaitu memberitakan Injil. Dalam hidup kita, ketika menghadapi konflik, penting untuk tetap memprioritaskan tujuan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi.

  3. Rekonsiliasi dan pertumbuhan:
    Meskipun konflik terjadi, itu bukan berarti hubungan harus hancur selamanya. Dalam 2 Timotius 4:11, Paulus akhirnya mengakui pentingnya pelayanan Markus dan meminta Markus untuk menemaninya. Ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi bisa terjadi di kemudian hari, dan bahwa seseorang bisa bertumbuh dari konflik tersebut.

  4. Rencana Tuhan tetap berlangsung di tengah konflik:
    Meskipun konflik terjadi, Tuhan tetap bekerja melalui situasi tersebut. Dengan perpisahan Paulus dan Barnabas, Tuhan memakai keduanya untuk menjangkau lebih banyak orang. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun konflik bisa sulit, Tuhan tetap dapat bekerja melalui setiap situasi untuk memenuhi rencana-Nya.

Mengelola konflik dengan bijak:
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengelola konflik dengan bijaksana. Kita harus mengutamakan kehendak Tuhan di atas ego dan kepentingan pribadi. Konflik bisa menjadi sarana pertumbuhan, baik secara pribadi maupun dalam komunitas. Ketika kita bersandar pada tuntunan Tuhan, kita dapat menghadapi konflik dengan tenang dan melihat bagaimana Tuhan bisa memakai situasi itu untuk kebaikan.

Semoga kita selalu diingatkan bahwa meskipun konflik bisa muncul, kita bisa menghadapinya dengan kasih, pengertian, dan kebijaksanaan yang berasal dari Tuhan, sehingga pada akhirnya kehendak-Nya yang mendatangkan damai sejahtera tetap terjadi dalam kehidupan kita.

Share:

Konsisten Menjalankan Keputusan

Mengambil keputusan yang baik sering kali memerlukan hikmat dan ketelitian. Namun, yang lebih menantang adalah bagaimana kita dapat secara konsisten menjalankan keputusan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan yang baik akan kehilangan dampaknya jika tidak diikuti dengan tindakan yang setia dan konsisten. Konsistensi adalah kunci untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam Kisah Para Rasul 15:22-35, kita melihat bagaimana para rasul, penatua, dan jemaat bekerja keras untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di antara jemaat di Antiokhia. Mereka bersidang di Yerusalem untuk membuat keputusan mengenai bagaimana seharusnya jemaat non-Yahudi menjalani kehidupan iman mereka tanpa harus mengikuti seluruh aturan hukum Yahudi, termasuk sunat. Keputusan yang mereka ambil adalah keputusan yang baik dan bijaksana, dilandasi oleh kehendak Allah. Mereka juga mendokumentasikan keputusan itu dengan jelas dalam bentuk surat yang akan dikirim ke Antiokhia.

Namun, keputusan yang baik ini tidak akan berarti apa-apa jika hanya berhenti pada dokumen. Tindakan nyata diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan tersebut dapat diterapkan dengan baik. Di sinilah Yudas dan Silas memainkan peran penting. Mereka tidak hanya membawa surat keputusan ke Antiokhia, tetapi juga dengan setia menjalankan misi mereka. Mereka mengundang seluruh jemaat untuk berkumpul, membacakan surat itu, dan menguatkan hati jemaat (ayat 30-32).

Sikap konsisten Yudas dan Silas dalam menjalankan keputusan tersebut membawa dampak positif. Jemaat di Antiokhia bersukacita karena keputusan itu memberikan kelegaan dan semangat baru dalam iman mereka. Sukacita ini tidak akan terwujud tanpa adanya konsistensi dalam pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa perjuangan untuk konsisten dalam melaksanakan keputusan adalah sama pentingnya dengan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Keputusan yang baik harus disertai dengan komitmen untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati. Dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun gereja, penting untuk terus berjuang dalam menjalankan apa yang telah kita putuskan, meskipun mungkin akan menghadapi tantangan.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Keputusan yang baik memerlukan tindakan yang konsisten
    Setelah mengambil keputusan yang bijaksana, langkah berikutnya adalah memastikan keputusan tersebut diterapkan dengan setia dan konsisten. Ini membutuhkan kerja keras dan komitmen.

  2. Tindakan nyata membawa hasil yang nyata
    Seperti Yudas dan Silas yang tidak hanya menyampaikan surat, tetapi juga menasihati dan menguatkan jemaat, kita pun perlu bertindak secara proaktif untuk memastikan keputusan kita membawa dampak positif.

  3. Konsistensi menghasilkan sukacita
    Ketika kita konsisten dalam melaksanakan keputusan yang baik, hasilnya akan membawa sukacita, tidak hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitar kita.

Dengan tetap konsisten dalam menjalankan keputusan yang telah diambil, kita bukan hanya menunjukkan kedewasaan iman, tetapi juga membangun kehidupan yang berlandaskan keteguhan dan kesetiaan terhadap kehendak Tuhan. Marilah kita selalu berkomitmen untuk menjalankan keputusan-keputusan baik dalam hidup kita, baik dalam pelayanan, pekerjaan, maupun hubungan pribadi.

Share:

Solusi dalam Pro dan Kontra

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi pro dan kontra, baik di lingkungan gereja, masyarakat, maupun keluarga. Menghadapi perbedaan pendapat dan perubahan adalah bagian yang tak terhindarkan, terutama ketika keyakinan dan tradisi yang sudah lama dijalankan dipertanyakan atau ditantang oleh pemikiran baru.

Salah satu contoh nyata dari situasi seperti ini dapat kita lihat dalam Kisah Para Rasul 15, ketika beberapa orang Kristen Yahudi menekankan pentingnya sunat sebagai tanda keselamatan. Mereka berpendapat bahwa orang non-Yahudi yang menjadi Kristen harus disunat sesuai dengan tradisi Yahudi (ayat 1, 5). Namun, hal ini mendapat perlawanan dari Paulus dan Barnabas, yang menegaskan bahwa keselamatan melalui Kristus tidak didasarkan pada praktik sunat atau hukum Taurat, melainkan iman kepada Yesus Kristus (ayat 2).

Bagaimana gereja awal menyelesaikan pro dan kontra ini memberikan pelajaran penting bagi kita. Rasul-rasul dan para penatua mengadakan pertemuan bersama untuk membahas masalah ini secara terbuka (ayat 6). Mereka mendiskusikan masalah ini dengan semangat saling menghormati, bukan dengan permusuhan atau kebencian. Setiap orang diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, dan mereka mendengarkan satu sama lain dengan penuh perhatian.

Petrus berdiri dan menyampaikan kesaksian berdasarkan pengalamannya, yaitu bahwa Allah tidak membedakan antara orang Yahudi dan non-Yahudi, melainkan memberikan Roh Kudus kepada semua orang yang percaya, tanpa memandang latar belakang mereka (ayat 7-11). Setelah Petrus berbicara, umat menjadi tenang dan mendengarkan kisah Paulus dan Barnabas tentang mukjizat yang Allah lakukan di antara bangsa-bangsa non-Yahudi (ayat 12).

Yakobus, sebagai pemimpin, memberikan pendapatnya dengan hikmat. Ia mengusulkan agar orang-orang non-Yahudi yang percaya kepada Kristus tidak dibebani dengan kewajiban sunat, tetapi diingatkan untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Allah, seperti makanan yang tercemar oleh berhala dan percabulan (ayat 13-21). Usulan Yakobus berfokus pada hal-hal esensial dan menjaga persatuan dalam gereja.

Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa kunci untuk menyelesaikan pro dan kontra adalah dengan tunduk kepada kehendak Tuhan. Ketika semua pihak mengutamakan kehendak Allah dan bukan kepentingan pribadi, konflik dapat diselesaikan dengan damai. Tidak ada yang merasa menang atau kalah, karena yang diutamakan adalah kebenaran dan kasih Allah.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Diskusi Terbuka dan Saling Mendengarkan
    Dalam menghadapi pro dan kontra, penting untuk menciptakan ruang di mana setiap orang bisa berbicara dan didengarkan dengan baik, tanpa rasa saling menyerang.

  2. Pengalaman Pribadi dan Kesaksian sebagai Alat Diskusi
    Pengalaman pribadi dalam pelayanan dan karya Allah bisa menjadi alat penting dalam menyelesaikan perbedaan pendapat, seperti kesaksian Petrus dan Paulus.

  3. Menundukkan Diri kepada Kehendak Tuhan
    Solusi terbaik dalam menghadapi perbedaan adalah dengan menundukkan diri kepada kehendak Allah. Ketika kita mengikuti kehendak Tuhan, kita tidak akan merasa sombong jika pendapat kita diterima, dan kita juga tidak akan merasa terluka jika pendapat kita ditolak.

Menghadapi perbedaan dengan kasih, hikmat, dan tunduk kepada kehendak Tuhan akan membawa kedamaian dan kesatuan, serta menjadi kesaksian bagi dunia tentang kasih Kristus yang menyatukan semua orang yang percaya.

Share:

Mengenang Kasih Karunia Allah

Apa yang kita rasakan ketika kembali ke sebuah tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis? Begitulah yang dirasakan oleh Paulus dan Barnabas saat kembali ke Antiokhia, tempat di mana mereka pertama kali dipanggil oleh kasih karunia Allah untuk memberitakan Injil. Di sana, mereka memulai perjalanan iman yang penuh tantangan namun juga penuh berkat.

Antiokhia menjadi kota yang penuh kenangan bagi mereka, bukan hanya sebagai tempat awal pelayanan mereka, tetapi juga sebagai tempat di mana mereka bertumbuh dalam iman dan kesetiaan kepada Allah. Setelah menjelajahi banyak tempat dan memberitakan Injil kepada banyak orang, mereka kembali ke kota ini dengan hati penuh syukur. Mereka bersukacita karena pekerjaan besar yang Allah lakukan melalui mereka, mengingat bagaimana Tuhan menolong mereka memperoleh banyak murid dan membentuk para penatua bagi jemaat (ayat 23).

Namun, perjalanan pelayanan mereka tidaklah mudah. Mereka mengalami berbagai tantangan, ancaman, dan kesulitan. Iman mereka ditempa melalui banyak kesengsaraan, seperti yang diajarkan Paulus bahwa "untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus mengalami banyak kesengsaraan" (ayat 22). Di tengah tantangan itu, kasih karunia Allah yang menopang mereka. Iman menjadi kekuatan yang membuat mereka bertahan dan terus maju dalam pekerjaan Tuhan.

Ketika Paulus dan Barnabas kembali ke Antiokhia, mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah kerjakan melalui mereka. Mereka mengenang bagaimana Allah membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain dan menyaksikan kebesaran karya-Nya. Ini menunjukkan pentingnya mengenang kasih karunia Allah dalam kehidupan kita. Mengenang bagaimana Allah telah bekerja di masa lalu menguatkan iman kita dan mengingatkan kita akan kesetiaan-Nya.

Sebagai orang percaya, kita juga diundang untuk selalu mengenang kasih karunia Allah. Setiap tantangan yang kita hadapi dalam hidup adalah kesempatan untuk melihat bagaimana kasih-Nya yang tak habis-habisnya menyertai kita. Baik dalam kegagalan maupun keberhasilan, anugerah-Nya selalu ada. Pengalaman mengenang kasih karunia Allah akan membuat hati kita penuh dengan syukur dan mendorong kita untuk terus setia melayani-Nya.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Kasih Karunia dalam Setiap Musim Kehidupan
    Kasih karunia Allah hadir dalam setiap musim kehidupan kita, baik di saat-saat keberhasilan maupun kegagalan.

  2. Iman Tumbuh dalam Tantangan
    Seperti Paulus dan Barnabas, tantangan dalam hidup justru menjadi ladang di mana iman kita bertumbuh kuat.

  3. Kesetiaan Tuhan dalam Pekerjaan-Nya
    Mengenang karya Tuhan dalam hidup kita meneguhkan keyakinan bahwa Tuhan selalu bekerja di balik setiap peristiwa, bahkan dalam kesulitan sekalipun.

Marilah kita selalu mengenang kasih karunia Allah yang bekerja dalam hidup kita, dan menjadikan setiap tantangan sebagai kesempatan untuk lebih mengandalkan Dia dan bersyukur atas anugerah-Nya.


Share:

Pujian Ibadah Minggu 15 September

Share:

Tantangan Memberitakan Injil

Kamu mungkin tidak menyangka yang dikatakan Alkitab tentang aborsi
Kisah Para Rasul 13:50; 14:5,19
Setiap orang percaya memiliki tugas penting untuk memberitakan Injil, kabar sukacita tentang keselamatan yang diberikan melalui Tuhan Yesus. Dalam pelayanan Paulus dan Barnabas, kita melihat bahwa pemberitaan Injil bukanlah tugas yang mudah. Mereka menghadapi berbagai tantangan—penolakan, ancaman, penganiayaan, bahkan upaya pembunuhan.

Di Ikonium, Listra, dan Derbe, mereka tidak hanya ditolak, tetapi juga diancam akan dilempari batu dan disiksa (14:5). Di Listra, Paulus dilempari batu hingga diseret keluar kota karena dianggap mati (14:19). Namun, meskipun menghadapi tantangan yang berat, Paulus dan Barnabas tidak menyerah. Mereka terus bersemangat dalam memberitakan Injil karena memiliki keyakinan penuh pada pertolongan Tuhan dan penghiburan dari Roh Kudus.

Hal ini mengajarkan kita bahwa tantangan dalam memberitakan Injil tidak dapat dihindari. Iblis akan berusaha keras menggagalkan pemberitaan Injil agar orang-orang tidak mendengar kabar keselamatan. Namun, kita tidak perlu takut. Tuhan berjanji akan menyertai kita dalam setiap langkah kita, seperti yang tertulis dalam Matius 28:20b, “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”

Dari kisah Paulus dan Barnabas, kita belajar tiga hal penting:

  1. Keberanian Menghadapi Tantangan
    Pemberitaan Injil sering kali menghadapi perlawanan. Namun, kita dipanggil untuk tetap berani, tidak mundur, dan percaya pada kuasa Tuhan yang menyertai kita.

  2. Pertolongan dan Penyertaan Tuhan
    Paulus dan Barnabas mampu bertahan bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena pertolongan dan penghiburan dari Roh Kudus. Demikian juga, kita harus mengandalkan Tuhan dalam setiap tantangan yang kita hadapi.

  3. Tetap Setia dalam Pemberitaan Injil
    Meskipun ada tantangan, kita harus tetap setia dalam tugas memberitakan Injil kepada semua orang, di setiap kesempatan, baik atau tidak baik waktunya. Injil adalah kabar sukacita yang harus disampaikan kepada setiap orang.

Sebagai orang percaya, kita diutus untuk memberitakan Injil di mana pun kita berada. Jangan biarkan tantangan atau rasa takut menghentikan kita. Tuhan menyertai dan melindungi kita. Mari kita berani dan setia dalam melaksanakan panggilan ini.

Doa:
Tuhan yang penuh kasih, kami bersyukur atas tugas yang Kau berikan untuk memberitakan Injil. Berikan kami keberanian dan kekuatan untuk tetap setia, meskipun ada tantangan. Kami percaya bahwa Engkau akan selalu menyertai dan melindungi kami dalam setiap langkah kami. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Diutus Memberitakan Injil

Kisah Para Rasul 13:13-49

Dalam perikop ini, Paulus dan Barnabas melanjutkan perjalanan mereka untuk memberitakan Injil, dimulai dari Pafos hingga ke Pisidia, Antiokhia (ayat 13-14). Di sana, Paulus menggunakan kesempatan yang diberikan di rumah ibadat untuk berbicara tentang karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus (ayat 15-16). Paulus menjelaskan bahwa Yesus adalah keturunan Daud yang dijanjikan oleh Allah, dan melalui kematian serta kebangkitan-Nya, Yesus membawa pengampunan dosa bagi semua orang yang percaya (ayat 38-39).

Pesan Injil yang disampaikan Paulus ini diterima dengan sangat baik oleh banyak orang, sehingga pada hari Sabat berikutnya, hampir seluruh kota berkumpul untuk mendengarkan firman Tuhan (ayat 44). Namun, ada juga orang-orang Yahudi yang iri hati dan menentang pemberitaan Paulus (ayat 45). Meski begitu, Paulus dan Barnabas tetap berani menyampaikan bahwa Injil harus diberitakan bukan hanya kepada orang Yahudi, tetapi juga kepada semua bangsa (ayat 46-47).

Dari kisah ini, kita bisa belajar beberapa hal penting:

1. Menjadi Duta Injil
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjadi duta Injil, menyampaikan kabar baik tentang keselamatan melalui Yesus Kristus kepada semua orang. Tugas ini adalah panggilan kita sebagai umat yang telah mengalami kasih dan anugerah Allah.


2. Keberanian dalam Memberitakan Injil
Paulus dan Barnabas menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam memberitakan Injil, meskipun ada perlawanan dan iri hati dari beberapa orang. Mereka tidak mundur, tetapi justru semakin giat menyebarkan kebenaran Injil kepada semua orang.


3. Keselamatan bagi Semua Orang
Injil tidak terbatas hanya pada satu kelompok atau bangsa. Paulus menegaskan bahwa melalui Yesus Kristus, keselamatan ditawarkan kepada semua orang yang percaya, baik orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain. Ini mengajarkan kita tentang inklusivitas Injil, bahwa setiap orang berhak mendengar kabar keselamatan.



Dengan pertolongan Roh Kudus, kita dipanggil untuk memberitakan Injil dengan berani dan penuh kasih. Mulailah dari lingkungan terdekat kita—keluarga, sahabat, dan tetangga—agar semakin banyak orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Doa Siang:
Tuhan yang penuh kasih, siang ini kami datang kepada-Mu, memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kami. Berkati rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, serta pelayanan kami. Biarlah berkat-Mu mengalir melimpah dalam setiap aspek kehidupan kami. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Takjub oleh Kebenaran

Kisah Para Rasul 13:4-12

Kisah tentang Sergius Paulus dalam bacaan ini mengajarkan kita pentingnya memiliki hati yang rindu akan kebenaran, terlepas dari jabatan, kekayaan, atau prestasi yang kita miliki di dunia ini. Sergius Paulus, meskipun seorang gubernur yang berkuasa dan cerdas, merasa ada kekosongan dalam hidupnya yang hanya dapat diisi oleh kebenaran firman Allah.

Dalam pencariannya akan kebenaran, ia mendengar tentang Paulus dan Barnabas yang memberitakan firman Allah. Namun, di sisi lain, Elimas, nabi palsu, berusaha menghalangi Sergius Paulus dari mengenal kebenaran. Elimas mencoba memutarbalikkan kenyataan dan membelokkan gubernur dari jalan Tuhan. Tetapi, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya melalui Paulus, yang dengan kuasa Roh Kudus menghukum Elimas dengan kebutaan. Ironisnya, Elimas yang hendak membutakan hati gubernur dari kebenaran justru dibutakan matanya oleh Tuhan.

Pelajaran dari perikop ini:

  1. Kebenaran Lebih Berharga daripada Duniawi:
    Kekayaan, jabatan, dan prestasi duniawi tak dapat memenuhi kehampaan jiwa manusia. Hanya dengan mencari dan menerima kebenaran firman Allah, kita bisa menemukan kepuasan sejati. Seperti Sergius Paulus, jangan biarkan apa pun menghalangi kita dari pencarian akan kebenaran.

  2. Jangan Menghalangi Kebenaran:
    Elimas menjadi contoh nyata bagaimana Allah menentang siapa pun yang berusaha membelokkan orang lain dari jalan kebenaran. Hidup kita harus menjadi saksi kebenaran, bukan penghalang bagi orang lain untuk mengenal Tuhan.

  3. Kuasa Allah dalam Mengungkapkan Kebenaran:
    Tuhan selalu punya cara untuk menunjukkan kasih dan kuasa-Nya. Ketika kita memiliki hati yang rindu akan kebenaran, Dia akan membimbing kita dengan cara-Nya yang ajaib, seperti yang dialami oleh Sergius Paulus. Kebesaran Tuhan akan membuat kita takjub dan mengubah hidup kita.

Seperti sang gubernur yang dibuat takjub oleh firman Tuhan, biarlah kita juga memiliki hati yang terbuka untuk menerima kebenaran, dan tidak menghalangi orang lain dari jalan Tuhan.

Doa Pagi:

Tuhan, kami datang pada-Mu pagi ini, memohon berkat-Mu yang penuh kasih. Berkati kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera kami. Lindungi keluarga kami, pekerjaan, dan pelayanan kami. Berkati setiap langkah kami, agar kami selalu berjalan dalam kebenaran-Mu. Kami percaya berkat-Mu melimpah atas kehidupan kami. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Share:

Pengutusan dan Kerendahan Hati

Kisah Para Rasul 12:24-13:3

Dalam bacaan ini, kita melihat bagaimana Barnabas dan Saulus dipilih dan diutus oleh Roh Kudus untuk misi pemberitaan Injil. Peristiwa ini menunjukkan dua nilai penting yang dapat kita pelajari: pengutusan dan kerendahan hati.

Ketika Roh Kudus menyatakan pengkhususan Barnabas dan Saulus, nabi dan pengajar yang lain di Antiokhia merespons dengan kerendahan hati. Mereka tidak merasa tersaingi atau iri atas pemilihan ini. Sebaliknya, mereka mendukung penuh pengutusan tersebut dengan doa, puasa, dan penumpangan tangan (ayat 3). Hal ini menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa panggilan dan pemilihan berasal dari Allah, dan setiap orang punya bagian dalam rencana besar-Nya.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

1. Kerendahan Hati dalam Pengutusan:
Pengutusan dalam gereja membutuhkan kerendahan hati, baik dari yang diutus maupun dari mereka yang tetap tinggal. Semua yang terlibat harus tunduk pada kehendak Allah, mengesampingkan ego dan kekecewaan pribadi, serta dengan setia melayani sesuai dengan bagian masing-masing.


2. Doa dan Dukungan:
Ketika Barnabas dan Saulus diutus, jemaat di Antiokhia memberikan dukungan melalui doa dan puasa. Mereka menyadari bahwa tugas memberitakan Injil bukanlah tugas yang mudah, dan karenanya memohon penyertaan Tuhan untuk rekan-rekan mereka. Demikian juga, gereja masa kini harus selalu mendukung para pelayan yang diutus melalui doa dan dukungan moral.


3. Mengalihkan Tanggung Jawab dengan Sukarela:
Jemaat Antiokhia tidak keberatan menggantikan tugas Barnabas dan Saulus di gereja. Mereka menunjukkan kerendahan hati dengan menerima tanggung jawab yang ditinggalkan, sehingga pekerjaan Tuhan di gereja tetap berjalan.



Kesimpulan:
Kerendahan hati adalah kunci dalam menghidupi pengutusan dan misi Allah. Ketika kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan, kita tunduk pada kehendak-Nya dan berani melangkah atau mendukung mereka yang dipanggil untuk melayani. Dengan demikian, gereja dapat mengutus dan melaksanakan amanat agung Allah dengan penuh kesatuan dan kasih.

Doa Pagi:

Tuhan yang penuh kasih, kami datang kepada-Mu pagi ini memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kami. Berkati rumah tangga kami, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, dan pelayanan kami. Sertailah kami dalam segala hal yang kami kerjakan, dan biarlah berkat-Mu mengalir melimpah. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.