Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Beriman Seperti Paulus

Kisah pelayanan Paulus di Korintus yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 18:1-17 memberikan kita gambaran tentang iman yang teguh meskipun menghadapi tantangan besar. Dalam pelayanannya, Paulus memenangkan banyak hati untuk Kristus, termasuk tokoh-tokoh masyarakat penting seperti Krispus, kepala sinagoge, dan pasangan pengrajin, Priskila dan Akwila.

Namun, pelayanan Paulus juga menimbulkan persekusi dari kelompok-kelompok fundamentalis Yahudi yang menolak keras pesan Paulus bahwa "Yesuslah Mesias" (5). Mereka menuduh Paulus melanggar Taurat dan membawa dia ke pengadilan Romawi dengan tuduhan mengajarkan agama yang melawan hukum Yahudi (13). Padahal, baik Paulus, Yesus, maupun orang-orang yang mempersekusi Paulus adalah sama-sama orang Yahudi.

Dalam situasi ini, Galio, gubernur Romawi di Akhaya, menolak tuduhan tersebut dan melihatnya sebagai konflik internal agama Yahudi. Gagal mengkriminalkan Paulus, kelompok fundamentalis yang marah memukuli Sostenes, kepala sinagoge, di depan pengadilan (17). Namun, Paulus tetap berdiri teguh dalam imannya dan terus melayani Tuhan meskipun menghadapi ancaman persekusi.

Pelajaran dari kisah Paulus mengingatkan kita akan tantangan yang bisa datang dari dalam maupun luar komunitas kita ketika kita setia kepada Kristus. Seperti Dietrich Bonhoeffer, yang melawan rezim Nazi di Jerman yang mayoritas Kristen, kesetiaan kepada kebenaran iman bisa membuat seseorang berhadapan dengan kekuatan yang tampaknya tak terhindarkan, bahkan dari mereka yang mengaku beriman.

Menghadapi tantangan ini, Paulus tetap teguh dan tidak gentar. Imannya tidak didasarkan pada popularitas atau penerimaan sosial, melainkan pada keyakinannya yang kuat bahwa Yesus adalah Mesias dan bahwa pelayanannya adalah untuk memuliakan Allah, bukan untuk menyenangkan manusia.

Pertanyaan untuk kita adalah, sanggupkah kita beriman seperti Paulus? Dapatkah kita tetap setia pada Kristus, bahkan jika kesetiaan itu membuat kita ditolak, dihujat, atau dianggap sesat oleh dunia, atau bahkan oleh orang-orang yang mengaku beriman tetapi tidak memahami kebenaran Injil?

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi yang indah ini, marilah kita memohon berkat Tuhan bagi kita semua. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita.

Berkat Tuhan juga kiranya menyertai rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, dan pelayanan kita. Semoga setiap aspek kehidupan kita diberkati, baik itu sawah, ladang, toko, perusahaan, maupun kantor.

Kita juga memohon berkat Tuhan atas gereja dan semua orang yang melayani di dalamnya. Semoga Tuhan menyertai kita dalam segala hal yang kita kerjakan, dan memberikan kita kekuatan untuk terus memberitakan Injil.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Terlalu Bersahabat dengan Budaya?

Dalam Kisah Para Rasul 17:16-34, kita melihat kisah Paulus di Atena, pusat intelektual Yunani. Di tempat yang penuh dengan patung berhala dan dipenuhi filsafat Epikuros dan Stoa, Paulus tidak langsung mengutuk atau melawan budaya setempat, tetapi ia memilih untuk membahasakan Injil dengan cara yang dapat dipahami oleh masyarakat Atena.

Walaupun ia merasa terganggu dengan banyaknya patung berhala, Paulus dengan bijak menggunakan "Allah yang tidak dikenal" sebagai titik masuk untuk memperkenalkan Injil (ayat 23). Ini menunjukkan kemampuannya sebagai "pembaca budaya" yang ulung. Paulus menyadari bahwa dalam setiap budaya, ada kerinduan yang dalam akan sesuatu yang lebih besar, yang dalam kasus ini ia kaitkan dengan kerinduan akan Allah yang sejati.

Namun, bagi sebagian orang Kristen, cara Paulus ini mungkin terasa terlalu akrab dengan budaya yang dipenuhi berhala. Mereka bisa merasa risih melihat bagaimana Paulus mengutip pujangga Yunani dan menggunakan bahasa filsafat populer pada zamannya. Tetapi, yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa Paulus memahami bahwa meskipun ada elemen-elemen dalam budaya Yunani yang berlawanan dengan iman Kristen, di dalamnya masih terdapat titik-titik kebenaran yang bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan Injil.

Paulus mengutip salah satu pujangga Yunani, Aratus, ketika ia mengatakan, "Sebab kita ini keturunan-Nya juga" (ayat 28). Dengan cara ini, Paulus menarik hubungan antara pandangan filsafat populer dengan kebenaran penciptaan manusia oleh Allah. Ini adalah bentuk kontekstualisasi, di mana ia menerjemahkan pesan Injil ke dalam bahasa dan konsep yang dapat diterima oleh pendengarnya.

Banyak dari kita mungkin tergoda untuk menarik garis tegas antara iman dan budaya, tetapi Paulus menunjukkan bahwa tidak semua dalam budaya harus ditolak mentah-mentah. Justru, di dalam setiap budaya, ada ruang yang bisa dijadikan wadah untuk menyampaikan pesan Injil. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak langsung menolak budaya sekuler atau berbeda, tetapi belajar mengenali titik-titik persinggungan di mana kita bisa memperkenalkan kebenaran Allah.

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi ini, mari kita mohonkan berkat Tuhan untuk setiap orang yang kita kasihi. Kiranya Tuhan mengalirkan berkat-Nya atas kita semua: kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Berkat Tuhan juga kiranya tercurah atas rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, serta pelayanan kita. Baik itu di sawah, ladang, toko, kantor, maupun perusahaan, biarlah Tuhan menyertai dan memberkati. Tuhan juga memberkati gereja dan semua yang terlibat di dalamnya, serta kehidupan kita sehari-hari.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat melimpah dalam hidup kita. Amin!

Share:

Tetap Mengabarkan Injil

Setiap hari kita disuguhkan berbagai berita dari segala penjuru dunia—viral, menarik, atau mengejutkan. Namun, semuanya bersifat sementara dan cepat berlalu. Berbeda dengan berita Injil yang selalu segar dan relevan. Dari masa ke masa, kabar Injil selalu membawa pembaruan dan tidak pernah ketinggalan zaman. Injil menawarkan keselamatan dan pengharapan yang abadi, melampaui waktu dan situasi apa pun.

Rasul Paulus adalah contoh nyata bagaimana Injil selalu diberitakan tanpa mengenal lelah dan tanpa takut akan tantangan. Setelah menghadapi penganiayaan di Filipi, Paulus tetap melanjutkan misinya ke Tesalonika, meski jaraknya cukup jauh, sekitar 150 km. Setibanya di sana, ia segera menuju sinagoge dan mulai mengajarkan tentang Yesus sebagai Mesias. Ia menekankan bahwa Mesias harus menderita, mati, dan bangkit kembali, dan bahwa Yesus adalah penggenapan dari nubuat itu (Kis. 17:3).

Banyak orang, baik dari kalangan Yahudi maupun Yunani, menjadi percaya karena pemberitaan Paulus dan Silas. Mereka menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Namun, di tengah kesuksesan misi itu, muncul juga tantangan. Orang-orang Yahudi yang tidak menerima pengajaran Paulus merasa terganggu dan kemudian menghasut orang-orang untuk menciptakan kekacauan di kota. Mereka menuduh Paulus dan Silas telah melawan Kaisar karena mereka memberitakan tentang Yesus sebagai Raja.

Tantangan ini tidak mematahkan semangat Paulus dan Silas. Meskipun dianiaya dan difitnah, mereka tetap teguh dan terus melanjutkan misi mereka untuk menyebarkan Injil. Bahkan ketika dihadapkan pada sidang rakyat, Yason, salah satu orang yang telah percaya, memberikan jaminan dan membantu mereka sehingga mereka dapat melanjutkan pelayanan mereka.

Panggilan untuk Tetap Setia Memberitakan Injil

Tantangan dalam memberitakan Injil bukanlah alasan untuk berhenti. Sebaliknya, setiap rintangan yang muncul adalah kesempatan bagi kita untuk semakin mempercayai kuasa Tuhan yang mampu membuka jalan. Seperti yang Paulus dan Silas tunjukkan, tugas kita adalah tetap memberitakan Injil dengan penuh keyakinan, meskipun banyak tantangan menghadang. Tanggung jawab orang percaya adalah membawa kabar baik kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Allah akan memampukan kita, memberi kita kekuatan, dan menyertai kita dalam setiap upaya menyebarkan kabar keselamatan. Dengan ketekunan, pengharapan, dan iman, kita dapat menjadi saksi Kristus yang berani dan efektif.

Beritakanlah Injil setiap hari, karena berita ini tidak pernah usang dan selalu membawa pembaruan. Dalam menghadapi tantangan, kita tidak boleh gentar. Sebaliknya, mari kita semakin terlibat dalam pekabaran Injil dan senantiasa mendoakan para penginjil yang berada di garis depan. Tetaplah yakin bahwa Allah akan bekerja melalui kita untuk menyelamatkan banyak jiwa.

Share:

Hidupku Adalah Kesaksianku

Kisah Paulus dan Silas di penjara menunjukkan bagaimana kesetiaan kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian hidup yang nyata. Meskipun dipenjara secara tidak adil karena membebaskan seorang hamba dari roh tenung, mereka tidak putus asa atau meragukan Tuhan. Sebaliknya, mereka tetap berdoa dan memuji Tuhan di tengah situasi sulit (Kis. 16:25). Hal ini mencerminkan iman yang teguh, bahwa bahkan dalam penderitaan, mereka tidak melepaskan pengharapan kepada Allah.

Kemudian, ketika gempa bumi terjadi dan membuka pintu-pintu penjara, Paulus dan Silas memilih untuk tidak melarikan diri. Mereka menunjukkan belas kasihan kepada kepala penjara yang hampir bunuh diri karena takut akan konsekuensi dari kejadian itu. Tindakan mereka tidak hanya menyelamatkan nyawa kepala penjara, tetapi juga menjadi kesempatan untuk menyaksikan kasih Kristus kepadanya. Kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, serta mereka dibaptis (Kis. 16:33).

Keteguhan Iman di Tengah Tantangan

Paulus dan Silas memberikan teladan bagaimana seorang pengikut Kristus harus tetap teguh berpegang pada iman, bahkan di tengah-tengah tantangan dan penderitaan. Ketika segala sesuatu tampak tidak adil atau sulit, sikap mereka untuk terus percaya kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya tidak goyah. Keyakinan mereka bahwa Tuhan selalu menyertai dan memiliki rencana dalam setiap situasi menjadi kekuatan yang menguatkan mereka dalam menghadapi kesulitan.

Dalam kehidupan kita, sering kali keadaan sulit atau pergumulan dapat membuat kita tergoda untuk melepaskan prinsip-prinsip iman atau mencari jalan keluar yang lebih mudah. Namun, melalui kisah ini kita diingatkan bahwa justru dalam situasi-situasi sulit itulah iman kita harus semakin kuat. Kesetiaan dan keteguhan iman kita kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi orang lain.

Menjadi Kesaksian Hidup yang Nyata

Hidup kita adalah kesaksian bagi dunia. Cara kita menjalani kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menghadapi tantangan, bagaimana kita tetap berpegang pada nilai-nilai yang diajarkan Kristus, semua itu dapat dilihat oleh orang lain. Seperti Paulus dan Silas yang memilih untuk tetap setia dan menunjukkan kasih Tuhan kepada kepala penjara, kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama dalam kehidupan kita.

Setiap tindakan kita, terutama di saat sulit, bisa menjadi kesempatan untuk memberitakan kasih dan kuasa Allah. Ketika kita tetap berpegang pada iman, tetap menunjukkan belas kasihan, dan melakukan apa yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan, orang-orang di sekitar kita akan melihat Kristus melalui hidup kita.

Kehidupan Paulus dan Silas mengajarkan kita bahwa dalam setiap keadaan, kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Meskipun kita menghadapi tantangan dan pergumulan, kesetiaan kepada Tuhan harus tetap menjadi prioritas utama. Jangan biarkan keadaan mengubah cara kita hidup dan melayani Tuhan. Sebaliknya, mari kita terus berpegang pada iman, menjalani hidup dengan penuh kasih, dan menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia di sekitar kita.

Share:

Menyediakan Diri Melayani-Nya

Kisah Lidia di Filipi merupakan salah satu contoh indah tentang bagaimana Allah memanggil dan memakai orang biasa untuk tujuan luar biasa. Lidia, seorang penjual kain ungu dari Tiatira, memiliki hati yang terbuka untuk menerima Injil. Setelah perjumpaannya dengan Paulus, Silas, dan Lukas, Tuhan membuka hatinya untuk percaya kepada Kristus, dan ia pun bersama seisi rumahnya dibaptis. Peristiwa ini menandai titik awal pertobatan orang Eropa pertama, dan Lidia menjadi bagian penting dalam sejarah kekristenan di Eropa.

Lidia dikenal sebagai sosok yang ramah dan penuh kasih. Ia menyediakan rumahnya sebagai tempat tumpangan bagi para rasul dan memberikan bantuan dalam pekerjaan pemberitaan Injil. Keramahtamahannya, kemurahan hatinya, dan kesediaannya melayani Tuhan tidak hanya berkesan bagi para rasul, tetapi juga bagi jemaat Filipi. Karakternya yang takut akan Allah dan tulus dalam pelayanan menjadi teladan bagi kita semua.

Lidia tidak hanya seorang pebisnis sukses, tetapi juga seorang pelayan yang setia. Kain ungu yang ia jual adalah komoditas mewah, namun kekayaannya tidak membuatnya lupa akan panggilannya untuk melayani Tuhan. Ia tidak membatasi dirinya dalam bisnis, tetapi dengan sepenuh hati terlibat dalam pemberitaan Injil dan pertumbuhan jemaat Kristen di Filipi.

Pelajaran dari Lidia

Dari kehidupan Lidia, kita belajar bahwa Allah dapat memakai siapa saja untuk kemuliaan-Nya, tidak peduli latar belakang atau pekerjaan seseorang. Lidia adalah seorang perempuan, pengusaha, dan Yahudi, namun perannya dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangatlah signifikan. Ini menunjukkan bahwa panggilan untuk melayani Tuhan terbuka bagi setiap orang, tidak terbatas pada golongan atau talenta tertentu.

Sering kali kita mungkin merasa tidak cukup berbakat atau tidak yakin untuk melayani Tuhan. Namun, kisah Lidia mengingatkan kita bahwa yang Tuhan inginkan bukanlah kemampuan yang sempurna, melainkan hati yang bersedia. Saat kita menyediakan diri dengan sepenuh hati, Tuhan akan memakai talenta dan keberadaan kita untuk pekerjaan besar yang telah Dia rencanakan.

Kesediaan untuk Dipakai Allah

Pelayanan Lidia menunjukkan bahwa ketaatan dan kesediaan melayani Tuhan dapat membawa dampak yang luar biasa bagi banyak orang. Dalam kehidupan kita, ada banyak kesempatan untuk melayani, baik dalam gereja, komunitas, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Asalkan kita mau membuka hati kita dan menyediakan diri bagi Tuhan, Dia pasti akan memberi kita kesempatan untuk menjadi bagian dalam karya-Nya yang mulia.

Marilah kita meneladani Lidia, menjadi orang yang terbuka terhadap panggilan Tuhan, siap dipakai oleh-Nya, dan tulus melayani sesama dengan hati yang penuh kasih. Tuhan bisa memakai segala kemampuan dan kesempatan yang kita miliki, asalkan kita dengan rendah hati mau menyediakan diri untuk melayani-Nya.

Pagi iini mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu
Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, moumu, pelanggannya, 
Rumah mu. Keluarga mu.Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendamlingmu
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Bukan Berpusat pada Diri Sendiri

Kisah perjalanan Paulus dan Silas dalam teks kita hari ini menunjukkan bahwa misi mereka tidak berpusat pada kehendak pribadi, melainkan sepenuhnya dipandu oleh tuntunan Roh Kudus. Mereka bergerak dari kota ke kota untuk melayani jemaat, membawa pengajaran yang telah diputuskan oleh para pemimpin gereja di Yerusalem. Hal ini bertujuan agar semua jemaat mendapat pengajaran yang sama dan bisa bertumbuh dalam iman.

Ada momen menarik dalam perjalanan mereka ketika Paulus dan Silas berencana pergi ke Asia dan Bitinia, tetapi Roh Kudus tidak mengizinkan mereka untuk melayani di sana (Kis. 16:6-7). Alasan di balik larangan ini tidak dijelaskan dalam teks, tetapi yang jelas, Paulus dan Silas dengan patuh mengikuti arahan Roh Kudus, meskipun mungkin itu bertentangan dengan rencana awal mereka.

Kemudian, Paulus mendapat penglihatan seorang pria Makedonia yang memohon pertolongan. Penglihatan ini menjadi petunjuk bahwa Tuhan menghendaki mereka untuk pergi ke Makedonia, sehingga mereka pun berangkat ke sana (Kis. 16:9-10). Di kota Filipi, kota pertama di Makedonia yang mereka kunjungi, muncul jemaat Kristen yang berkembang dengan baik dan besar. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dalam misi yang dilakukan bukanlah kehendak manusia yang harus diutamakan, melainkan kehendak Tuhan yang harus diikuti.

Makna Misi dan Kesaksian Hidup

Seperti Paulus dan Silas, setiap orang percaya dipanggil untuk mewartakan Injil, baik melalui perkataan maupun melalui tindakan. Misi penginjilan kita bukanlah sekadar kewajiban, melainkan bagian dari tanggung jawab kita sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan. Namun, dalam menjalankan misi ini, kita harus memahami bahwa Tuhanlah yang memimpin dan mengarahkan jalan kita. Segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan harus dilakukan dengan hati yang murni, tunduk kepada kehendak-Nya.

Keteladanan yang Paulus dan Silas tunjukkan adalah bahwa mereka tidak bersikeras untuk melaksanakan rencana pribadi mereka. Mereka rela menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, bahkan ketika itu berarti mengubah tujuan perjalanan mereka. Ketaatan mereka membawa hasil yang besar, yaitu pertumbuhan jemaat di Filipi dan sekitarnya.

Tugas dan Panggilan Kita

Sebagai orang Kristen, kita pun diingatkan bahwa pelayanan dan kesaksian hidup kita tidak boleh berpusat pada diri kita sendiri. Setiap tindakan dan kata-kata yang kita lakukan seharusnya selalu memuliakan Tuhan dan mendatangkan kemuliaan bagi-Nya. Jika kita terlalu fokus pada diri sendiri, kita bisa kehilangan makna dari tugas dan panggilan kita sebagai saksi Kristus. Melalui ketundukan kepada tuntunan Roh Kudus, kita dapat menjalani hidup yang memberi kesaksian nyata akan kebesaran dan kemuliaan Tuhan.

Mari kita belajar dari Paulus dan Silas untuk selalu tunduk pada tuntunan Tuhan dalam segala hal, sehingga pelayanan dan kesaksian hidup kita dapat membawa dampak yang besar bagi kemuliaan nama Tuhan.

Share:

Memancarkan Kebaikan Hati

    Di era digital saat ini, media sosial menjadi jendela yang memperlihatkan berbagai peristiwa di sekitar kita. Jika kita jeli mencarinya, ada banyak kebaikan yang bisa ditemukan. Media sosial pun dapat menjadi platform di mana seseorang dapat menyalurkan kebaikan hati dalam bentuk yang kreatif dan berdampak positif bagi orang lain.

Kebaikan hati ini juga yang dilihat oleh Paulus dalam diri Timotius, seorang pemuda dari Listra. Meskipun memiliki latar belakang orang tua yang berbeda—ayahnya seorang Yunani dan ibunya seorang Yahudi—Timotius mampu bertumbuh menjadi seorang yang berkarakter baik. Hal ini dibuktikan dari kesaksian positif yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya (Kis. 16:2). Kebaikan hati dan ketulusan Timotius pun diakui oleh banyak orang, termasuk Paulus, yang kemudian menjadi mentornya dalam pelayanan.

Akar dari kebaikan hati Timotius terletak pada pendidikan iman yang ia terima sejak kecil, seperti yang Paulus sebutkan dalam 2 Timotius 3:14-15. Timotius diajarkan untuk mengenal firman Tuhan sejak dini oleh ibu dan neneknya. Dari dasar inilah, kebaikan dan kesalehan Timotius bertumbuh.

Namun, meskipun Timotius telah dikenal karena ketulusan hatinya, Paulus menyadari ada satu hal yang harus dilakukan agar Timotius tidak menjadi batu sandungan dalam pelayanan kepada orang Yahudi—sunat. Meskipun Paulus secara teologis percaya bahwa sunat tidak lagi diperlukan bagi keselamatan (Gal. 5:6), ia tetap menasihati Timotius untuk melakukannya demi kelancaran pelayanan, khususnya di tengah komunitas Yahudi. Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaan Paulus dan kesediaan Timotius untuk taat demi menghindari halangan dalam pewartaan Injil.

Pelajaran dari Timotius:

  1. Kebaikan Hati Berakar pada Pengajaran Firman:
    Timotius menunjukkan bahwa kebaikan hati sejati lahir dari pengenalan yang mendalam akan firman Tuhan. Pendidikan iman yang ia terima dari ibu dan neneknya menjadi fondasi kuat yang membentuk karakternya.

  2. Ketaatan pada Kehendak Allah:
    Timotius tidak hanya tulus dalam perbuatan, tetapi juga taat dalam melaksanakan nasihat Paulus, bahkan ketika itu berarti menerima sunat. Ketaatan ini menunjukkan bahwa ia siap menghadapi tantangan dan menempatkan kehendak Allah di atas kenyamanan pribadi.

  3. Kesaksian Hidup yang Menginspirasi:
    Kesaksian hidup Timotius menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kebaikan hatinya bukan hanya dikenal di lingkungan Listra, tetapi berkembang seiring dengan pelayanannya sebagai pemimpin jemaat di bawah bimbingan Paulus.

Menjadi Sumber Kebaikan di Zaman Ini

Di zaman sekarang, kebaikan hati sering kali terpinggirkan oleh kepentingan diri sendiri. Namun, seperti Timotius, kita dipanggil untuk memancarkan kebaikan hati yang sejati—kebaikan yang berakar dari pengenalan akan Tuhan dan ketaatan pada firman-Nya. Tindakan dan kata-kata kita kepada orang lain seharusnya selalu mencerminkan kasih Kristus yang lebih dahulu kita rasakan.

Marilah kita terus bertumbuh dalam ketulusan dan kebaikan hati, sehingga kehadiran kita dapat membawa sukacita dan kedamaian bagi orang lain. Dengan bimbingan Roh Kudus, kita dapat menjadi saksi Kristus yang hidup di tengah dunia yang membutuhkan kasih dan kebaikan.

Share:

Menghadapi Konflik dalam Tuntunan-Nya

Konflik adalah bagian yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Bahkan dalam pelayanan yang mulia sekalipun, konflik bisa muncul seperti yang terjadi antara Paulus dan Barnabas dalam Kisah Para Rasul 15:36-41. Mereka berdua adalah rekan penginjil yang telah bekerja keras bersama-sama untuk menyebarkan Injil, tetapi perselisihan muncul karena perbedaan pandangan mengenai Markus.

Barnabas, yang merupakan paman Markus, ingin membawa Markus dalam perjalanan penginjilan selanjutnya. Namun, Paulus menolak karena Markus sebelumnya telah meninggalkan mereka saat dalam perjalanan pelayanan (ayat 38). Perbedaan pandangan ini menyebabkan mereka memilih jalan yang berbeda. Barnabas mengambil Markus dan pergi ke Siprus, sedangkan Paulus memilih Silas sebagai pendamping dan melanjutkan perjalanannya ke Siria dan Kilikia.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa konflik bisa terjadi bahkan di antara orang-orang yang penuh iman dan dedikasi seperti Paulus dan Barnabas. Namun, yang penting adalah bagaimana mereka mengelola konflik tersebut. Paulus dan Barnabas tidak membiarkan konflik menghentikan pelayanan mereka. Sebaliknya, mereka memilih untuk tetap setia pada panggilan mereka untuk memberitakan Injil, meskipun itu berarti harus berpisah dan bekerja di tempat yang berbeda.

Pelajaran penting dari kisah ini:

  1. Konflik bukan akhir dari pelayanan:
    Konflik sering kali dilihat sebagai sesuatu yang negatif, tetapi jika dikelola dengan bijak, konflik dapat menjadi kesempatan untuk memperluas dampak pelayanan. Dalam kasus Paulus dan Barnabas, perpisahan mereka memungkinkan berita Injil menjangkau lebih banyak wilayah karena mereka bekerja di tempat yang berbeda.

  2. Keputusan yang bijaksana dalam menghadapi konflik:
    Baik Paulus maupun Barnabas tidak membiarkan perselisihan pribadi menghalangi misi mereka. Mereka tetap fokus pada tujuan utama, yaitu memberitakan Injil. Dalam hidup kita, ketika menghadapi konflik, penting untuk tetap memprioritaskan tujuan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi.

  3. Rekonsiliasi dan pertumbuhan:
    Meskipun konflik terjadi, itu bukan berarti hubungan harus hancur selamanya. Dalam 2 Timotius 4:11, Paulus akhirnya mengakui pentingnya pelayanan Markus dan meminta Markus untuk menemaninya. Ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi bisa terjadi di kemudian hari, dan bahwa seseorang bisa bertumbuh dari konflik tersebut.

  4. Rencana Tuhan tetap berlangsung di tengah konflik:
    Meskipun konflik terjadi, Tuhan tetap bekerja melalui situasi tersebut. Dengan perpisahan Paulus dan Barnabas, Tuhan memakai keduanya untuk menjangkau lebih banyak orang. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun konflik bisa sulit, Tuhan tetap dapat bekerja melalui setiap situasi untuk memenuhi rencana-Nya.

Mengelola konflik dengan bijak:
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengelola konflik dengan bijaksana. Kita harus mengutamakan kehendak Tuhan di atas ego dan kepentingan pribadi. Konflik bisa menjadi sarana pertumbuhan, baik secara pribadi maupun dalam komunitas. Ketika kita bersandar pada tuntunan Tuhan, kita dapat menghadapi konflik dengan tenang dan melihat bagaimana Tuhan bisa memakai situasi itu untuk kebaikan.

Semoga kita selalu diingatkan bahwa meskipun konflik bisa muncul, kita bisa menghadapinya dengan kasih, pengertian, dan kebijaksanaan yang berasal dari Tuhan, sehingga pada akhirnya kehendak-Nya yang mendatangkan damai sejahtera tetap terjadi dalam kehidupan kita.

Share:

Konsisten Menjalankan Keputusan

Mengambil keputusan yang baik sering kali memerlukan hikmat dan ketelitian. Namun, yang lebih menantang adalah bagaimana kita dapat secara konsisten menjalankan keputusan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan yang baik akan kehilangan dampaknya jika tidak diikuti dengan tindakan yang setia dan konsisten. Konsistensi adalah kunci untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam Kisah Para Rasul 15:22-35, kita melihat bagaimana para rasul, penatua, dan jemaat bekerja keras untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di antara jemaat di Antiokhia. Mereka bersidang di Yerusalem untuk membuat keputusan mengenai bagaimana seharusnya jemaat non-Yahudi menjalani kehidupan iman mereka tanpa harus mengikuti seluruh aturan hukum Yahudi, termasuk sunat. Keputusan yang mereka ambil adalah keputusan yang baik dan bijaksana, dilandasi oleh kehendak Allah. Mereka juga mendokumentasikan keputusan itu dengan jelas dalam bentuk surat yang akan dikirim ke Antiokhia.

Namun, keputusan yang baik ini tidak akan berarti apa-apa jika hanya berhenti pada dokumen. Tindakan nyata diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan tersebut dapat diterapkan dengan baik. Di sinilah Yudas dan Silas memainkan peran penting. Mereka tidak hanya membawa surat keputusan ke Antiokhia, tetapi juga dengan setia menjalankan misi mereka. Mereka mengundang seluruh jemaat untuk berkumpul, membacakan surat itu, dan menguatkan hati jemaat (ayat 30-32).

Sikap konsisten Yudas dan Silas dalam menjalankan keputusan tersebut membawa dampak positif. Jemaat di Antiokhia bersukacita karena keputusan itu memberikan kelegaan dan semangat baru dalam iman mereka. Sukacita ini tidak akan terwujud tanpa adanya konsistensi dalam pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa perjuangan untuk konsisten dalam melaksanakan keputusan adalah sama pentingnya dengan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Keputusan yang baik harus disertai dengan komitmen untuk melaksanakannya dengan sepenuh hati. Dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun gereja, penting untuk terus berjuang dalam menjalankan apa yang telah kita putuskan, meskipun mungkin akan menghadapi tantangan.

Pelajaran yang bisa kita ambil:

  1. Keputusan yang baik memerlukan tindakan yang konsisten
    Setelah mengambil keputusan yang bijaksana, langkah berikutnya adalah memastikan keputusan tersebut diterapkan dengan setia dan konsisten. Ini membutuhkan kerja keras dan komitmen.

  2. Tindakan nyata membawa hasil yang nyata
    Seperti Yudas dan Silas yang tidak hanya menyampaikan surat, tetapi juga menasihati dan menguatkan jemaat, kita pun perlu bertindak secara proaktif untuk memastikan keputusan kita membawa dampak positif.

  3. Konsistensi menghasilkan sukacita
    Ketika kita konsisten dalam melaksanakan keputusan yang baik, hasilnya akan membawa sukacita, tidak hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitar kita.

Dengan tetap konsisten dalam menjalankan keputusan yang telah diambil, kita bukan hanya menunjukkan kedewasaan iman, tetapi juga membangun kehidupan yang berlandaskan keteguhan dan kesetiaan terhadap kehendak Tuhan. Marilah kita selalu berkomitmen untuk menjalankan keputusan-keputusan baik dalam hidup kita, baik dalam pelayanan, pekerjaan, maupun hubungan pribadi.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.