Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Komunitas Orang-orang yang Mengasihi Tuhan

Melalui kisah ini, Lukas memberikan gambaran tentang peran penting beberapa individu dalam kehidupan Apolos. Apolos dikenal sebagai seorang yang sangat mahir dalam Kitab Suci (24), ia mengajarkan tentang Yesus dan mengenal baptisan Yohanes (25). Namun, Apolos bukanlah hasil pelayanan dari Petrus, Paulus, atau tradisi kerasulan sebagaimana yang dipahami Lukas.

Injil telah tersebar hingga ke Aleksandria, Mesir, dan berbagai tempat lainnya. Salah satu orang yang terpengaruh oleh penyebaran Injil tersebut adalah Apolos, seorang Yahudi yang terkenal. Tuhan sungguh bekerja melalui komunitas orang percaya, membangkitkan sosok seperti Apolos yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengajar, dan dengan itu memperkaya iman banyak orang percaya.

Dalam kisah ini, Apolos justru menerima pengajaran lebih mendalam tentang Jalan Tuhan dari pasangan Priskila dan Akwila (26), yang merupakan rekan sekerja Paulus dan tinggal di Efesus. Biasanya, kita mungkin mengharapkan pengajaran Injil yang mendalam datang dari para rasul atau tokoh besar. Namun, dalam kisah yang ditulis Lukas, justru komunitas orang biasa, yang namanya jarang disebut, memberikan kontribusi besar dalam kehidupan Apolos. Dalam Surat Korintus, tampak bahwa Apolos memberikan pengaruh besar dalam pelayanan bersama Paulus di Korintus dan memiliki cukup banyak pengikut (lih. 1 Kor 3:4-6).

Kita sering kali tidak sepenuhnya menyadari bagaimana Allah bekerja melalui komunitas orang-orang yang mengasihi Tuhan. Banyak kesaksian pertobatan yang muncul bukan dari perdebatan atau diskusi mengenai kebenaran doktrinal, melainkan melalui persahabatan dan hubungan dalam komunitas orang percaya. Dengan jelas, jalan keselamatan Tuhan tidak bisa dipisahkan dari hubungan yang terjalin di dalam keluarga Allah.

Banyak yang berpendapat bahwa generasi muda masa kini mendambakan komunitas di mana mereka bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan jujur. Mungkinkah kita dapat membangun komunitas seperti itu, di mana iman dan kerohanian dapat berkembang dengan subur? Apolos memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan Priskila dan Akwila dalam komunitas yang demikian. Iman tumbuh dengan baik di tengah-tengah komunitas yang hidup dalam penyembahan kepada Yesus, Sang Kristus!

Pagi ini, kami mohonkan berkat dari Tuhan untuk Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Semoga berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir di dalam hidup kita semua.

Kami juga berdoa agar rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah dan ladang, perusahaan, studi, toko, usaha, kantor, serta hubungan bisnis semuanya diberkati. Kiranya Tuhan juga memberkati setiap pelanggan, rumah, keluarga, pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendampingmu.

Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa agar berkat-Nya melimpah dalam hidup kami. Bagi yang percaya, katakanlah AMIN! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Komitmen pada Misi, Jiwa yang Gereget

Dalam Kisah Para Rasul 18:18-23, kita melihat Paulus terus melanjutkan misinya dengan penuh komitmen. Salah satu tindakan simbolis yang dilakukan Paulus adalah mencukur rambutnya di Kengkrea karena nazar yang diambilnya (ayat 18). Meskipun Lukas tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai nazar tersebut, tindakan ini menunjukkan dedikasi Paulus kepada Taurat dan keimanannya. Nazar adalah sumpah khusus yang diatur dalam hukum Taurat, seperti yang dijelaskan dalam Bilangan 6:1-21, di mana seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan.

Tindakan mencukur rambut sebagai bagian dari nazar menandakan bahwa Paulus berkomitmen tidak hanya kepada misinya dalam memberitakan Injil, tetapi juga kepada tradisi keagamaan yang dia jalani. Ini menunjukkan bahwa meskipun Paulus sering dituduh menentang Taurat, dia tetap mematuhi aturan-aturan dalam konteks tertentu. Bahkan di tengah-tengah penganiayaan dan kesulitan yang dia hadapi, Paulus terus setia kepada misinya sebagai rasul Yesus Kristus, dan ini tercermin dalam tindakannya sebagai seorang yang sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.

Dalam hal ini, Paulus menampilkan kualitas yang dalam dunia pendidikan modern dikenal sebagai grit atau gereget—yakni kegigihan dan gairah yang kuat dalam mengejar tujuan jangka panjang. Menurut penelitian psikologi pendidikan, grit adalah faktor penentu keberhasilan yang lebih signifikan daripada kecerdasan intelektual (IQ). Orang yang memiliki grit memiliki daya juang yang tinggi, mampu bertahan dalam menghadapi tantangan, dan memiliki dedikasi kuat terhadap apa yang mereka yakini.

Paulus adalah sosok yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, dididik oleh Gamaliel, seorang pemimpin Farisi yang terkenal. Namun, yang membuat misinya sukses bukan hanya kecerdasannya, melainkan ketekunannya, dedikasinya, dan semangat juangnya. Bahkan ketika menghadapi persekusi, ancaman, atau tantangan, Paulus tidak mundur, tetapi justru semakin kuat dalam panggilan hidupnya.

Kita mungkin tidak menerima panggilan misi seperti Paulus, tetapi kita semua memiliki panggilan dalam hidup kita—baik itu dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan, atau kehidupan sehari-hari. Terkadang kita berfokus pada kecerdasan atau keterampilan sebagai faktor penentu keberhasilan, namun kisah Paulus mengingatkan kita bahwa komitmen, ketekunan, dan iman adalah kunci dalam mencapai tujuan. Grit atau gereget dalam iman kita kepada Tuhan juga memungkinkan kita untuk bertahan di tengah tantangan dan terus berjalan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu ada dalam tangan-Nya.

Mari kita belajar dari Paulus, yang tidak hanya mengandalkan intelektualitas, tetapi juga berpegang teguh pada panggilannya dengan penuh kesetiaan dan komitmen kepada Tuhan. Dalam segala hal yang kita lakukan, marilah kita berjuang dengan gereget yang sama, sambil mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatan kita.

Semoga berkat dari Tuhan Yesus mengalir melimpah bagi kita semua, membawa kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam setiap aspek kehidupan. Kiranya Tuhan memberkati setiap keluarga, anak-anak, dan cucu-cucu kita. Diberkatilah pekerjaan kita, usaha kita, studi kita, sawah dan ladang kita, serta semua yang kita kerjakan. Semoga Tuhan memberkati setiap pelayanan, gereja, tempat usaha, dan masa depan kita. 

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat dan anugerah-Nya memenuhi hidup kita dengan kasih, kekuatan, dan kedamaian yang sempurna. Yang percaya katakan, **AMIN!**

Tuhan Yesus memberkati! 🙏✨

Share:

Beriman Seperti Paulus

Kisah pelayanan Paulus di Korintus yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 18:1-17 memberikan kita gambaran tentang iman yang teguh meskipun menghadapi tantangan besar. Dalam pelayanannya, Paulus memenangkan banyak hati untuk Kristus, termasuk tokoh-tokoh masyarakat penting seperti Krispus, kepala sinagoge, dan pasangan pengrajin, Priskila dan Akwila.

Namun, pelayanan Paulus juga menimbulkan persekusi dari kelompok-kelompok fundamentalis Yahudi yang menolak keras pesan Paulus bahwa "Yesuslah Mesias" (5). Mereka menuduh Paulus melanggar Taurat dan membawa dia ke pengadilan Romawi dengan tuduhan mengajarkan agama yang melawan hukum Yahudi (13). Padahal, baik Paulus, Yesus, maupun orang-orang yang mempersekusi Paulus adalah sama-sama orang Yahudi.

Dalam situasi ini, Galio, gubernur Romawi di Akhaya, menolak tuduhan tersebut dan melihatnya sebagai konflik internal agama Yahudi. Gagal mengkriminalkan Paulus, kelompok fundamentalis yang marah memukuli Sostenes, kepala sinagoge, di depan pengadilan (17). Namun, Paulus tetap berdiri teguh dalam imannya dan terus melayani Tuhan meskipun menghadapi ancaman persekusi.

Pelajaran dari kisah Paulus mengingatkan kita akan tantangan yang bisa datang dari dalam maupun luar komunitas kita ketika kita setia kepada Kristus. Seperti Dietrich Bonhoeffer, yang melawan rezim Nazi di Jerman yang mayoritas Kristen, kesetiaan kepada kebenaran iman bisa membuat seseorang berhadapan dengan kekuatan yang tampaknya tak terhindarkan, bahkan dari mereka yang mengaku beriman.

Menghadapi tantangan ini, Paulus tetap teguh dan tidak gentar. Imannya tidak didasarkan pada popularitas atau penerimaan sosial, melainkan pada keyakinannya yang kuat bahwa Yesus adalah Mesias dan bahwa pelayanannya adalah untuk memuliakan Allah, bukan untuk menyenangkan manusia.

Pertanyaan untuk kita adalah, sanggupkah kita beriman seperti Paulus? Dapatkah kita tetap setia pada Kristus, bahkan jika kesetiaan itu membuat kita ditolak, dihujat, atau dianggap sesat oleh dunia, atau bahkan oleh orang-orang yang mengaku beriman tetapi tidak memahami kebenaran Injil?

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi yang indah ini, marilah kita memohon berkat Tuhan bagi kita semua. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita.

Berkat Tuhan juga kiranya menyertai rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, dan pelayanan kita. Semoga setiap aspek kehidupan kita diberkati, baik itu sawah, ladang, toko, perusahaan, maupun kantor.

Kita juga memohon berkat Tuhan atas gereja dan semua orang yang melayani di dalamnya. Semoga Tuhan menyertai kita dalam segala hal yang kita kerjakan, dan memberikan kita kekuatan untuk terus memberitakan Injil.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Terlalu Bersahabat dengan Budaya?

Dalam Kisah Para Rasul 17:16-34, kita melihat kisah Paulus di Atena, pusat intelektual Yunani. Di tempat yang penuh dengan patung berhala dan dipenuhi filsafat Epikuros dan Stoa, Paulus tidak langsung mengutuk atau melawan budaya setempat, tetapi ia memilih untuk membahasakan Injil dengan cara yang dapat dipahami oleh masyarakat Atena.

Walaupun ia merasa terganggu dengan banyaknya patung berhala, Paulus dengan bijak menggunakan "Allah yang tidak dikenal" sebagai titik masuk untuk memperkenalkan Injil (ayat 23). Ini menunjukkan kemampuannya sebagai "pembaca budaya" yang ulung. Paulus menyadari bahwa dalam setiap budaya, ada kerinduan yang dalam akan sesuatu yang lebih besar, yang dalam kasus ini ia kaitkan dengan kerinduan akan Allah yang sejati.

Namun, bagi sebagian orang Kristen, cara Paulus ini mungkin terasa terlalu akrab dengan budaya yang dipenuhi berhala. Mereka bisa merasa risih melihat bagaimana Paulus mengutip pujangga Yunani dan menggunakan bahasa filsafat populer pada zamannya. Tetapi, yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa Paulus memahami bahwa meskipun ada elemen-elemen dalam budaya Yunani yang berlawanan dengan iman Kristen, di dalamnya masih terdapat titik-titik kebenaran yang bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan Injil.

Paulus mengutip salah satu pujangga Yunani, Aratus, ketika ia mengatakan, "Sebab kita ini keturunan-Nya juga" (ayat 28). Dengan cara ini, Paulus menarik hubungan antara pandangan filsafat populer dengan kebenaran penciptaan manusia oleh Allah. Ini adalah bentuk kontekstualisasi, di mana ia menerjemahkan pesan Injil ke dalam bahasa dan konsep yang dapat diterima oleh pendengarnya.

Banyak dari kita mungkin tergoda untuk menarik garis tegas antara iman dan budaya, tetapi Paulus menunjukkan bahwa tidak semua dalam budaya harus ditolak mentah-mentah. Justru, di dalam setiap budaya, ada ruang yang bisa dijadikan wadah untuk menyampaikan pesan Injil. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak langsung menolak budaya sekuler atau berbeda, tetapi belajar mengenali titik-titik persinggungan di mana kita bisa memperkenalkan kebenaran Allah.

Berkat Pagi untuk Semua:

Di pagi ini, mari kita mohonkan berkat Tuhan untuk setiap orang yang kita kasihi. Kiranya Tuhan mengalirkan berkat-Nya atas kita semua: kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Berkat Tuhan juga kiranya tercurah atas rumah tangga kita, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, usaha, studi, serta pelayanan kita. Baik itu di sawah, ladang, toko, kantor, maupun perusahaan, biarlah Tuhan menyertai dan memberkati. Tuhan juga memberkati gereja dan semua yang terlibat di dalamnya, serta kehidupan kita sehari-hari.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat melimpah dalam hidup kita. Amin!

Share:

Tetap Mengabarkan Injil

Setiap hari kita disuguhkan berbagai berita dari segala penjuru dunia—viral, menarik, atau mengejutkan. Namun, semuanya bersifat sementara dan cepat berlalu. Berbeda dengan berita Injil yang selalu segar dan relevan. Dari masa ke masa, kabar Injil selalu membawa pembaruan dan tidak pernah ketinggalan zaman. Injil menawarkan keselamatan dan pengharapan yang abadi, melampaui waktu dan situasi apa pun.

Rasul Paulus adalah contoh nyata bagaimana Injil selalu diberitakan tanpa mengenal lelah dan tanpa takut akan tantangan. Setelah menghadapi penganiayaan di Filipi, Paulus tetap melanjutkan misinya ke Tesalonika, meski jaraknya cukup jauh, sekitar 150 km. Setibanya di sana, ia segera menuju sinagoge dan mulai mengajarkan tentang Yesus sebagai Mesias. Ia menekankan bahwa Mesias harus menderita, mati, dan bangkit kembali, dan bahwa Yesus adalah penggenapan dari nubuat itu (Kis. 17:3).

Banyak orang, baik dari kalangan Yahudi maupun Yunani, menjadi percaya karena pemberitaan Paulus dan Silas. Mereka menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Namun, di tengah kesuksesan misi itu, muncul juga tantangan. Orang-orang Yahudi yang tidak menerima pengajaran Paulus merasa terganggu dan kemudian menghasut orang-orang untuk menciptakan kekacauan di kota. Mereka menuduh Paulus dan Silas telah melawan Kaisar karena mereka memberitakan tentang Yesus sebagai Raja.

Tantangan ini tidak mematahkan semangat Paulus dan Silas. Meskipun dianiaya dan difitnah, mereka tetap teguh dan terus melanjutkan misi mereka untuk menyebarkan Injil. Bahkan ketika dihadapkan pada sidang rakyat, Yason, salah satu orang yang telah percaya, memberikan jaminan dan membantu mereka sehingga mereka dapat melanjutkan pelayanan mereka.

Panggilan untuk Tetap Setia Memberitakan Injil

Tantangan dalam memberitakan Injil bukanlah alasan untuk berhenti. Sebaliknya, setiap rintangan yang muncul adalah kesempatan bagi kita untuk semakin mempercayai kuasa Tuhan yang mampu membuka jalan. Seperti yang Paulus dan Silas tunjukkan, tugas kita adalah tetap memberitakan Injil dengan penuh keyakinan, meskipun banyak tantangan menghadang. Tanggung jawab orang percaya adalah membawa kabar baik kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Allah akan memampukan kita, memberi kita kekuatan, dan menyertai kita dalam setiap upaya menyebarkan kabar keselamatan. Dengan ketekunan, pengharapan, dan iman, kita dapat menjadi saksi Kristus yang berani dan efektif.

Beritakanlah Injil setiap hari, karena berita ini tidak pernah usang dan selalu membawa pembaruan. Dalam menghadapi tantangan, kita tidak boleh gentar. Sebaliknya, mari kita semakin terlibat dalam pekabaran Injil dan senantiasa mendoakan para penginjil yang berada di garis depan. Tetaplah yakin bahwa Allah akan bekerja melalui kita untuk menyelamatkan banyak jiwa.

Share:

Hidupku Adalah Kesaksianku

Kisah Paulus dan Silas di penjara menunjukkan bagaimana kesetiaan kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian hidup yang nyata. Meskipun dipenjara secara tidak adil karena membebaskan seorang hamba dari roh tenung, mereka tidak putus asa atau meragukan Tuhan. Sebaliknya, mereka tetap berdoa dan memuji Tuhan di tengah situasi sulit (Kis. 16:25). Hal ini mencerminkan iman yang teguh, bahwa bahkan dalam penderitaan, mereka tidak melepaskan pengharapan kepada Allah.

Kemudian, ketika gempa bumi terjadi dan membuka pintu-pintu penjara, Paulus dan Silas memilih untuk tidak melarikan diri. Mereka menunjukkan belas kasihan kepada kepala penjara yang hampir bunuh diri karena takut akan konsekuensi dari kejadian itu. Tindakan mereka tidak hanya menyelamatkan nyawa kepala penjara, tetapi juga menjadi kesempatan untuk menyaksikan kasih Kristus kepadanya. Kepala penjara dan seisi rumahnya bertobat dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, serta mereka dibaptis (Kis. 16:33).

Keteguhan Iman di Tengah Tantangan

Paulus dan Silas memberikan teladan bagaimana seorang pengikut Kristus harus tetap teguh berpegang pada iman, bahkan di tengah-tengah tantangan dan penderitaan. Ketika segala sesuatu tampak tidak adil atau sulit, sikap mereka untuk terus percaya kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya tidak goyah. Keyakinan mereka bahwa Tuhan selalu menyertai dan memiliki rencana dalam setiap situasi menjadi kekuatan yang menguatkan mereka dalam menghadapi kesulitan.

Dalam kehidupan kita, sering kali keadaan sulit atau pergumulan dapat membuat kita tergoda untuk melepaskan prinsip-prinsip iman atau mencari jalan keluar yang lebih mudah. Namun, melalui kisah ini kita diingatkan bahwa justru dalam situasi-situasi sulit itulah iman kita harus semakin kuat. Kesetiaan dan keteguhan iman kita kepada Tuhan dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi orang lain.

Menjadi Kesaksian Hidup yang Nyata

Hidup kita adalah kesaksian bagi dunia. Cara kita menjalani kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menghadapi tantangan, bagaimana kita tetap berpegang pada nilai-nilai yang diajarkan Kristus, semua itu dapat dilihat oleh orang lain. Seperti Paulus dan Silas yang memilih untuk tetap setia dan menunjukkan kasih Tuhan kepada kepala penjara, kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama dalam kehidupan kita.

Setiap tindakan kita, terutama di saat sulit, bisa menjadi kesempatan untuk memberitakan kasih dan kuasa Allah. Ketika kita tetap berpegang pada iman, tetap menunjukkan belas kasihan, dan melakukan apa yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan, orang-orang di sekitar kita akan melihat Kristus melalui hidup kita.

Kehidupan Paulus dan Silas mengajarkan kita bahwa dalam setiap keadaan, kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Meskipun kita menghadapi tantangan dan pergumulan, kesetiaan kepada Tuhan harus tetap menjadi prioritas utama. Jangan biarkan keadaan mengubah cara kita hidup dan melayani Tuhan. Sebaliknya, mari kita terus berpegang pada iman, menjalani hidup dengan penuh kasih, dan menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia di sekitar kita.

Share:

Menyediakan Diri Melayani-Nya

Kisah Lidia di Filipi merupakan salah satu contoh indah tentang bagaimana Allah memanggil dan memakai orang biasa untuk tujuan luar biasa. Lidia, seorang penjual kain ungu dari Tiatira, memiliki hati yang terbuka untuk menerima Injil. Setelah perjumpaannya dengan Paulus, Silas, dan Lukas, Tuhan membuka hatinya untuk percaya kepada Kristus, dan ia pun bersama seisi rumahnya dibaptis. Peristiwa ini menandai titik awal pertobatan orang Eropa pertama, dan Lidia menjadi bagian penting dalam sejarah kekristenan di Eropa.

Lidia dikenal sebagai sosok yang ramah dan penuh kasih. Ia menyediakan rumahnya sebagai tempat tumpangan bagi para rasul dan memberikan bantuan dalam pekerjaan pemberitaan Injil. Keramahtamahannya, kemurahan hatinya, dan kesediaannya melayani Tuhan tidak hanya berkesan bagi para rasul, tetapi juga bagi jemaat Filipi. Karakternya yang takut akan Allah dan tulus dalam pelayanan menjadi teladan bagi kita semua.

Lidia tidak hanya seorang pebisnis sukses, tetapi juga seorang pelayan yang setia. Kain ungu yang ia jual adalah komoditas mewah, namun kekayaannya tidak membuatnya lupa akan panggilannya untuk melayani Tuhan. Ia tidak membatasi dirinya dalam bisnis, tetapi dengan sepenuh hati terlibat dalam pemberitaan Injil dan pertumbuhan jemaat Kristen di Filipi.

Pelajaran dari Lidia

Dari kehidupan Lidia, kita belajar bahwa Allah dapat memakai siapa saja untuk kemuliaan-Nya, tidak peduli latar belakang atau pekerjaan seseorang. Lidia adalah seorang perempuan, pengusaha, dan Yahudi, namun perannya dalam mendukung pekerjaan Tuhan sangatlah signifikan. Ini menunjukkan bahwa panggilan untuk melayani Tuhan terbuka bagi setiap orang, tidak terbatas pada golongan atau talenta tertentu.

Sering kali kita mungkin merasa tidak cukup berbakat atau tidak yakin untuk melayani Tuhan. Namun, kisah Lidia mengingatkan kita bahwa yang Tuhan inginkan bukanlah kemampuan yang sempurna, melainkan hati yang bersedia. Saat kita menyediakan diri dengan sepenuh hati, Tuhan akan memakai talenta dan keberadaan kita untuk pekerjaan besar yang telah Dia rencanakan.

Kesediaan untuk Dipakai Allah

Pelayanan Lidia menunjukkan bahwa ketaatan dan kesediaan melayani Tuhan dapat membawa dampak yang luar biasa bagi banyak orang. Dalam kehidupan kita, ada banyak kesempatan untuk melayani, baik dalam gereja, komunitas, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Asalkan kita mau membuka hati kita dan menyediakan diri bagi Tuhan, Dia pasti akan memberi kita kesempatan untuk menjadi bagian dalam karya-Nya yang mulia.

Marilah kita meneladani Lidia, menjadi orang yang terbuka terhadap panggilan Tuhan, siap dipakai oleh-Nya, dan tulus melayani sesama dengan hati yang penuh kasih. Tuhan bisa memakai segala kemampuan dan kesempatan yang kita miliki, asalkan kita dengan rendah hati mau menyediakan diri untuk melayani-Nya.

Pagi iini mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 
Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 
Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu
Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, moumu, pelanggannya, 
Rumah mu. Keluarga mu.Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendamlingmu
Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati
Share:

Bukan Berpusat pada Diri Sendiri

Kisah perjalanan Paulus dan Silas dalam teks kita hari ini menunjukkan bahwa misi mereka tidak berpusat pada kehendak pribadi, melainkan sepenuhnya dipandu oleh tuntunan Roh Kudus. Mereka bergerak dari kota ke kota untuk melayani jemaat, membawa pengajaran yang telah diputuskan oleh para pemimpin gereja di Yerusalem. Hal ini bertujuan agar semua jemaat mendapat pengajaran yang sama dan bisa bertumbuh dalam iman.

Ada momen menarik dalam perjalanan mereka ketika Paulus dan Silas berencana pergi ke Asia dan Bitinia, tetapi Roh Kudus tidak mengizinkan mereka untuk melayani di sana (Kis. 16:6-7). Alasan di balik larangan ini tidak dijelaskan dalam teks, tetapi yang jelas, Paulus dan Silas dengan patuh mengikuti arahan Roh Kudus, meskipun mungkin itu bertentangan dengan rencana awal mereka.

Kemudian, Paulus mendapat penglihatan seorang pria Makedonia yang memohon pertolongan. Penglihatan ini menjadi petunjuk bahwa Tuhan menghendaki mereka untuk pergi ke Makedonia, sehingga mereka pun berangkat ke sana (Kis. 16:9-10). Di kota Filipi, kota pertama di Makedonia yang mereka kunjungi, muncul jemaat Kristen yang berkembang dengan baik dan besar. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dalam misi yang dilakukan bukanlah kehendak manusia yang harus diutamakan, melainkan kehendak Tuhan yang harus diikuti.

Makna Misi dan Kesaksian Hidup

Seperti Paulus dan Silas, setiap orang percaya dipanggil untuk mewartakan Injil, baik melalui perkataan maupun melalui tindakan. Misi penginjilan kita bukanlah sekadar kewajiban, melainkan bagian dari tanggung jawab kita sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan. Namun, dalam menjalankan misi ini, kita harus memahami bahwa Tuhanlah yang memimpin dan mengarahkan jalan kita. Segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan harus dilakukan dengan hati yang murni, tunduk kepada kehendak-Nya.

Keteladanan yang Paulus dan Silas tunjukkan adalah bahwa mereka tidak bersikeras untuk melaksanakan rencana pribadi mereka. Mereka rela menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, bahkan ketika itu berarti mengubah tujuan perjalanan mereka. Ketaatan mereka membawa hasil yang besar, yaitu pertumbuhan jemaat di Filipi dan sekitarnya.

Tugas dan Panggilan Kita

Sebagai orang Kristen, kita pun diingatkan bahwa pelayanan dan kesaksian hidup kita tidak boleh berpusat pada diri kita sendiri. Setiap tindakan dan kata-kata yang kita lakukan seharusnya selalu memuliakan Tuhan dan mendatangkan kemuliaan bagi-Nya. Jika kita terlalu fokus pada diri sendiri, kita bisa kehilangan makna dari tugas dan panggilan kita sebagai saksi Kristus. Melalui ketundukan kepada tuntunan Roh Kudus, kita dapat menjalani hidup yang memberi kesaksian nyata akan kebesaran dan kemuliaan Tuhan.

Mari kita belajar dari Paulus dan Silas untuk selalu tunduk pada tuntunan Tuhan dalam segala hal, sehingga pelayanan dan kesaksian hidup kita dapat membawa dampak yang besar bagi kemuliaan nama Tuhan.

Share:

Memancarkan Kebaikan Hati

    Di era digital saat ini, media sosial menjadi jendela yang memperlihatkan berbagai peristiwa di sekitar kita. Jika kita jeli mencarinya, ada banyak kebaikan yang bisa ditemukan. Media sosial pun dapat menjadi platform di mana seseorang dapat menyalurkan kebaikan hati dalam bentuk yang kreatif dan berdampak positif bagi orang lain.

Kebaikan hati ini juga yang dilihat oleh Paulus dalam diri Timotius, seorang pemuda dari Listra. Meskipun memiliki latar belakang orang tua yang berbeda—ayahnya seorang Yunani dan ibunya seorang Yahudi—Timotius mampu bertumbuh menjadi seorang yang berkarakter baik. Hal ini dibuktikan dari kesaksian positif yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya (Kis. 16:2). Kebaikan hati dan ketulusan Timotius pun diakui oleh banyak orang, termasuk Paulus, yang kemudian menjadi mentornya dalam pelayanan.

Akar dari kebaikan hati Timotius terletak pada pendidikan iman yang ia terima sejak kecil, seperti yang Paulus sebutkan dalam 2 Timotius 3:14-15. Timotius diajarkan untuk mengenal firman Tuhan sejak dini oleh ibu dan neneknya. Dari dasar inilah, kebaikan dan kesalehan Timotius bertumbuh.

Namun, meskipun Timotius telah dikenal karena ketulusan hatinya, Paulus menyadari ada satu hal yang harus dilakukan agar Timotius tidak menjadi batu sandungan dalam pelayanan kepada orang Yahudi—sunat. Meskipun Paulus secara teologis percaya bahwa sunat tidak lagi diperlukan bagi keselamatan (Gal. 5:6), ia tetap menasihati Timotius untuk melakukannya demi kelancaran pelayanan, khususnya di tengah komunitas Yahudi. Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaan Paulus dan kesediaan Timotius untuk taat demi menghindari halangan dalam pewartaan Injil.

Pelajaran dari Timotius:

  1. Kebaikan Hati Berakar pada Pengajaran Firman:
    Timotius menunjukkan bahwa kebaikan hati sejati lahir dari pengenalan yang mendalam akan firman Tuhan. Pendidikan iman yang ia terima dari ibu dan neneknya menjadi fondasi kuat yang membentuk karakternya.

  2. Ketaatan pada Kehendak Allah:
    Timotius tidak hanya tulus dalam perbuatan, tetapi juga taat dalam melaksanakan nasihat Paulus, bahkan ketika itu berarti menerima sunat. Ketaatan ini menunjukkan bahwa ia siap menghadapi tantangan dan menempatkan kehendak Allah di atas kenyamanan pribadi.

  3. Kesaksian Hidup yang Menginspirasi:
    Kesaksian hidup Timotius menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kebaikan hatinya bukan hanya dikenal di lingkungan Listra, tetapi berkembang seiring dengan pelayanannya sebagai pemimpin jemaat di bawah bimbingan Paulus.

Menjadi Sumber Kebaikan di Zaman Ini

Di zaman sekarang, kebaikan hati sering kali terpinggirkan oleh kepentingan diri sendiri. Namun, seperti Timotius, kita dipanggil untuk memancarkan kebaikan hati yang sejati—kebaikan yang berakar dari pengenalan akan Tuhan dan ketaatan pada firman-Nya. Tindakan dan kata-kata kita kepada orang lain seharusnya selalu mencerminkan kasih Kristus yang lebih dahulu kita rasakan.

Marilah kita terus bertumbuh dalam ketulusan dan kebaikan hati, sehingga kehadiran kita dapat membawa sukacita dan kedamaian bagi orang lain. Dengan bimbingan Roh Kudus, kita dapat menjadi saksi Kristus yang hidup di tengah dunia yang membutuhkan kasih dan kebaikan.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.