Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pujian Ibadah Minggu 06 Oktober 2024

Share:

Allah Telah Mengantisipasi Kelemahan Kita

Keluaran 4

Penolakan dan kegagalan di masa lalu sering membuat seseorang enggan mencoba kembali. Hal ini juga dialami oleh Musa, yang beberapa kali menolak panggilan Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Ketakutan Musa bukanlah tanpa alasan. Ketika ia masih di Mesir, Musa berpikir bahwa saudara sebangsanya akan mengerti bahwa Allah ingin memakai dia untuk menyelamatkan mereka. Namun, mereka justru menolak dan tidak mengerti (Kis. 7:24-25). Pengalaman penolakan itu meninggalkan trauma yang mendalam bagi Musa, sehingga meskipun Tuhan telah berjanji untuk menyertainya, Musa tetap merasa takut dan ragu.

Musa bertanya, "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku?" (Keluaran 4:1). Dalam menanggapi keraguan ini, Tuhan melakukan beberapa mukjizat untuk menguatkan Musa. Tuhan memerintahkan Musa melemparkan tongkatnya ke tanah, yang kemudian berubah menjadi ular. Lalu, Tuhan menyuruh Musa memasukkan tangannya ke dalam bajunya, dan ketika ditarik keluar, tangannya menjadi putih karena penyakit kulit. Namun, Tuhan menyembuhkan tangan Musa seketika setelah tangan itu dimasukkan kembali ke dalam baju (Keluaran 4:3-7).

Meskipun sudah menyaksikan mukjizat-mukjizat ini, Musa masih merasa tidak layak dan mencari alasan lain, kali ini tentang ketidakmampuannya berbicara dengan baik (Keluaran 4:10). Tuhan menegaskan bahwa Dia akan mengajari Musa apa yang harus dikatakan (Keluaran 4:11-12). Bahkan ketika Musa tetap keberatan, Tuhan murka, namun Dia tidak menyerah. Sebagai solusi, Tuhan mengutus Harun, saudara Musa, untuk menjadi juru bicara yang mendampingi Musa (Keluaran 4:13-14).

Kisah ini menunjukkan bahwa Tuhan telah mengantisipasi setiap kelemahan dan keberatan Musa. Tuhan bahkan telah mengutus Harun sebelum Musa mengungkapkan keraguannya. Ini adalah bukti bahwa Tuhan selalu mengetahui kekurangan kita, bahkan sebelum kita menyadarinya. Namun, kelemahan bukanlah alasan bagi kita untuk menolak panggilan Tuhan. Tuhan tidak memanggil kita karena kita sempurna, melainkan karena Dia tahu bahwa Dia dapat memperlengkapi kita untuk tugas yang diberikan.

Sebagai orang percaya, kita harus memahami bahwa Allah telah mengantisipasi segala kekurangan dan kelemahan kita. Ketika Tuhan menugaskan kita untuk suatu pekerjaan, Dia sudah mempersiapkan jalan dan akan memperlengkapi kita dengan segala yang kita butuhkan. Oleh karena itu, daripada menggunakan kelemahan sebagai alasan untuk menghindar, marilah kita percaya bahwa Tuhan akan memberikan kita kekuatan dan kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kehendak-Nya.

Dengan keyakinan bahwa Tuhan menyertai kita, marilah kita berani menerima panggilan-Nya dan menjalankan tugas yang diberikan dengan penuh iman.


Share:

Tuhan Utus, Tuhan Urus

Keluaran 2:23-3:22

Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Keyakinan ini menjadi sumber kekuatan bagi kita, orang percaya, ketika menghadapi tantangan yang tampak mustahil secara logika. Cara kerja Tuhan sering kali melampaui pemahaman kita, dan Ia selalu hadir untuk menolong kita keluar dari kesulitan.

Kisah Musa adalah bukti nyata bagaimana Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang ajaib. Setelah kematian raja Mesir, penderitaan bangsa Israel masih berlanjut karena perbudakan. Mereka berseru meminta tolong, dan Allah mendengar seruan mereka. Allah memperhatikan mereka, mengingat perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak, dan Yakub, serta memutuskan untuk bertindak demi menyelamatkan bangsa Israel.

Tuhan memanggil Musa melalui pengalaman luar biasa, ketika Musa melihat semak duri yang menyala tetapi tidak terbakar di Gunung Horeb (Keluaran 3:1-5). Tuhan mengutus Musa dengan misi besar: membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian, negeri yang berlimpah susu dan madu (Keluaran 3:6-10).

Namun, Musa merasa ragu dan tidak percaya diri. Ia bertanya, "Siapakah aku ini, sehingga aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Di tengah keraguannya, Tuhan memberikan jaminan, mengatakan, "AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu" (Keluaran 3:14), menegaskan bahwa Musa tidak sendiri—Tuhan sendiri yang menyertainya dalam setiap langkah.

Walaupun Musa tahu bahwa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir bukanlah tugas yang mudah, Tuhan berjanji akan memberkati upayanya. Dengan tangan-Nya yang kuat, Tuhan akan melakukan perbuatan ajaib untuk melembutkan hati Firaun dan orang Mesir, sehingga mereka membiarkan bangsa Israel pergi dengan kekayaan yang akan menjadi modal mereka untuk masa depan.

Pesan ini juga berlaku bagi kita saat ini. Kita, sebagai orang percaya yang telah menerima keselamatan dari Tuhan, juga dipanggil dan diutus untuk menolong mereka yang tertindas dan membawa perubahan di lingkungan kita. Tugas ini mungkin tampak besar, namun Tuhan yang mengutus kita, juga yang akan mengurus segala sesuatunya.

Bagaimana kita merespons panggilan Tuhan? Pertama, kita harus bersyukur karena Tuhan berkenan memakai kita untuk pekerjaan-Nya. Kedua, kita perlu terus berdoa agar Tuhan memperlengkapi dan memampukan kita untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain yang juga diutus-Nya. Dengan demikian, kita dapat membawa perubahan positif dan menjadi terang di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya.

Share:

Tetap Berjuang untuk Kebenaran

Keluaran 2:11-22

Setiap hari, kita dihadapkan pada berbagai pilihan—apakah kita akan memperjuangkan kebenaran atau membiarkan ketidakadilan terjadi? Dalam kisah Musa, kita melihat bahwa ia memilih untuk peduli dan membela bangsanya yang tertindas, meskipun tindakannya memiliki konsekuensi besar (Keluaran 2:11-12). Musa tidak memilih kenyamanan hidup sebagai anak angkat Putri Firaun. Ia tidak tergoda untuk menikmati fasilitas istana atau menjalani hidup egois. Sebaliknya, Musa memilih untuk berbagi penderitaan dengan bangsanya.

Namun, tindakan Musa tidak dihargai oleh orang-orang yang ia bela. Bahkan, mereka menolak dan membuatnya harus melarikan diri ke Midian demi menghindari konflik yang lebih besar (Keluaran 2:13-15). Di pengasingan itu, Musa mengalami perjalanan hidup yang berat dan penuh dengan ketidakpastian. Meskipun demikian, masa di Midian justru menjadi momen persiapan penting bagi Musa. Di sana, Allah sedang mempersiapkan Musa untuk menjadi pemimpin besar yang kelak akan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir.

Seperti Musa, kita juga dihadapkan pada pilihan untuk membela kebenaran. Memperjuangkan kebenaran tidak selalu mudah. Ada risiko penolakan, kesulitan, bahkan penderitaan. Namun, jangan pernah ragu, karena Tuhan selalu berpihak pada mereka yang berjuang demi kebenaran. Ketika kita memilih untuk setia pada kehendak Tuhan dan memperjuangkan keadilan, Tuhan akan memberikan kekuatan dan hikmat untuk melewati segala tantangan.

Bila kita mendapati diri kita berada dalam situasi yang sulit karena memperjuangkan kebenaran, ingatlah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Sebagaimana Tuhan menyertai Musa, Ia juga akan menyertai kita dalam perjuangan kita. Selain itu, kita juga dipanggil untuk mendukung sesama pejuang kebenaran di sekitar kita—berdoa untuk mereka, menyemangati mereka, dan saling menguatkan.

Mari kita berani memilih kebenaran, walaupun mungkin jalan tersebut dipenuhi tantangan. Tuhan selalu setia mendampingi dan memberikan kemenangan kepada mereka yang memperjuangkan apa yang benar sesuai firman-Nya.

Share:

Perjuangan Orang Tua

Tak ada orang tua yang ingin anaknya mengalami bahaya. Ketika ancaman datang, naluri orang tua adalah melindungi anaknya dengan segala daya. Demikian juga dengan kisah Musa dalam bacaan hari ini. Untuk menyelamatkan Musa dari ancaman Firaun, ibunya berani mengambil risiko besar dengan menyembunyikan bayi itu selama tiga bulan dan mencari cara untuk menyelamatkannya.

Ibu Musa tidak menyerah pada keadaan. Ia bertindak dengan berani, meskipun tindakannya berpotensi membahayakan dirinya sendiri (Keluaran 2:1-3). Namun, dalam perjuangannya, ia tidak bekerja sendirian. Anak perempuannya juga berperan penting dalam membantu menyelamatkan adiknya (Keluaran 2:4). Anak ini menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawab yang besar, kualitas yang jelas ia pelajari dari teladan ibunya. Sikap orang tua sangat memengaruhi cara anak bertindak; apa yang ditanamkan akan dituai pada waktunya.

Tidak hanya ibu dan anak perempuan yang terlibat, tetapi juga Putri Firaun. Meskipun ia bagian dari keluarga kerajaan yang mengeluarkan perintah pembunuhan bayi laki-laki Ibrani, hatinya tergerak oleh belas kasih ketika melihat bayi Musa (Keluaran 2:5-10). Tindakannya menunjukkan bahwa kasih sejati mampu melampaui perbedaan status, budaya, bahkan hukum.

Dari kisah ini, kita dapat melihat bagaimana Allah bekerja melalui berbagai pihak untuk melaksanakan rencana penyelamatan-Nya. Ia tidak hanya menggunakan ibu Musa, tetapi juga anak perempuan dan Putri Firaun untuk menyelamatkan sang bayi yang kelak akan menjadi pemimpin besar bagi umat Israel.

Sebagai orang tua, kita belajar bahwa perjuangan kita bukan hanya tentang melindungi secara fisik, tetapi juga tentang menanamkan nilai-nilai kasih dan iman dalam kehidupan anak-anak kita. Kita dipanggil untuk berperan dalam rencana Tuhan, dan setiap langkah kita seharusnya disertai dengan kepercayaan penuh kepada-Nya. Mari terus berjuang dengan kekuatan dan hikmat dari Tuhan, menjalani setiap rencana-Nya dengan tanggung jawab dan ketekunan.

Pagi ini, marilah kita memohonkan berkat kepada Tuhan bagi Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita semua.
Kiranya Tuhan memberkati rumah tanggamu, anak-anakmu, cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah dan ladangmu, perusahaanmu, studimu, tokomu, usahamu, kantormu, kerja samamu, dan para pelangganmu. Biarlah berkat-Nya juga tercurah atas rumahmu, keluargamu, pelayananmu, gerejamu, majikanmu, dan calon pendampingmu.
Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir dengan limpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati. 🙏
Share:

Takut versus Akal Sehat

Rasa takut adalah sesuatu yang pasti pernah kita alami. Ketakutan membuat kita kehilangan sukacita, dan bahkan dapat merugikan diri sendiri serta orang lain. Ketika rasa takut dibiarkan berlebihan, hal itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam dosa dan kejahatan, sebagaimana yang terjadi pada Firaun.

Karena takut akan bertambah banyaknya orang Ibrani di Mesir, Firaun mengambil tindakan kejam. Dia memerintahkan para pengawas dan rakyat Mesir untuk menindas bangsa Ibrani melalui kerja paksa, sehingga mereka mengalami penderitaan dan kepahitan dalam bekerja (6-14).

Tidak berhenti di situ, Firaun juga memerintahkan dua bidan bernama Sifra dan Pua, yang sering membantu perempuan Ibrani melahirkan, untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan oleh orang Ibrani (15-16).

Namun, rencana Firaun gagal karena Sifra dan Pua memilih untuk tidak menaati perintah tersebut. Sebaliknya, jumlah orang Ibrani semakin bertambah banyak (17-21). Akhirnya, Firaun memerintahkan agar semua bayi laki-laki dari keturunan Ibrani dibuang ke Sungai Nil. Tindakan ini mencerminkan ketakutan yang mendalam pada Firaun terhadap perkembangan bangsa Israel.

Jangan biarkan rasa takut menguasai kita hingga menjerumuskan kita ke dalam dosa dan kejahatan. Bagaimana cara kita menghadapi ketakutan? Rasa takut dapat diatasi dengan mengandalkan pertolongan Tuhan, karena akar dari ketakutan sering kali adalah kurangnya kepercayaan pada Tuhan. Sering kali, kita lebih memilih untuk mengandalkan apa yang kita lihat dan rasakan sendiri.

Tuhan tidak mengajarkan kita untuk mengabaikan keadaan sekitar, tetapi jangan sampai rasa takut merusak akal sehat kita, hingga kita mengabaikan Tuhan dan merugikan orang lain. Percayalah kepada Tuhan dan jangan bergantung pada pemahaman kita sendiri. Yakinlah bahwa Tuhan memberi kita kemampuan untuk mengatasi ketakutan dan melakukan hal yang benar.

Seperti Sifra dan Pua yang berani melakukan hal benar di mata Tuhan, kita pun diajak untuk berani hidup sesuai kehendak-Nya.

Pagi ini, marilah kita memohonkan berkat kepada Tuhan bagi Bapak, Ibu, jemaat, serta saudara-saudari sekalian. Kiranya Tuhan melimpahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan kita semua.

Kiranya Tuhan memberkati rumah tanggamu, anak-anakmu, cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah dan ladangmu, perusahaanmu, studimu, tokomu, usahamu, kantormu, kerja samamu, dan para pelangganmu. Biarlah berkat-Nya juga tercurah atas rumahmu, keluargamu, pelayananmu, gerejamu, majikanmu, dan calon pendampingmu.

Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir dengan limpah dalam hidup kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati. 🙏

Share:

Jatuh Mati karena Khotbah Panjang

Mendengar cerita tentang seseorang yang tertidur dan mati akibat khotbah panjang dari Paulus mungkin terdengar seperti humor yang menghibur bagi para pengkhotbah (7-12). Tak mengapa jika ada yang tertidur saat mendengar khotbah, karena hal ini pun terjadi pada Paulus. Eutikhus, seorang pemuda, benar-benar tak mampu menahan kantuknya, lalu jatuh dari lantai tiga dan meninggal (9). Tindakan Paulus yang merebahkan tubuhnya di atas Eutikhus untuk menyembuhkannya mengingatkan kita pada penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Elia (bdk. 1Raj. 17:21).

Kisah ini memberi gambaran tentang pertemuan gereja mula-mula. Pertemuan pada Minggu malam biasanya diadakan di rumah-rumah jemaat dan berlangsung hingga larut malam, sering kali diiringi diskusi dan perjamuan. Suasana yang tercipta adalah kehangatan, persahabatan, humor, dan bahkan mukjizat penyembuhan.

Pertanyaan yang menarik saat ini adalah: apakah gereja masih memiliki daya tarik bagi generasi muda? Dengan segala keterbatasan sumber daya yang mungkin dimiliki gereja mula-mula, mereka tetap mampu membangun komunitas yang dinamis, mengadakan pertemuan di rumah-rumah dengan Paulus atau tokoh-tokoh lain sebagai pengajar. Mereka menjadi pusat kehidupan yang nyata bagi gereja awal.

Di zaman modern, banyak upaya dilakukan untuk membangun komunitas di "ruang ketiga" seperti kafe, mal, atau restoran. Ada kecenderungan bahwa gereja mungkin dianggap kurang cocok sebagai tempat untuk membahas berbagai isu kehidupan masyarakat. Pertanyaannya, mungkinkah gereja dianggap tidak relevan dalam membicarakan hal-hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari?

Misi Paulus terasa sangat nyata dalam kehidupan gereja rumah, ruang pertama bagi jemaat. Di sana ada perjamuan, persahabatan, bahkan kejadian-kejadian luar biasa seperti Eutikhus yang tertidur sampai mati dan disembuhkan. Namun, tak seorang pun meragukan relevansi gereja mula-mula yang begitu hidup di tengah umat.

Mungkin ini adalah humor Alkitab bagi kita. Saat ini banyak orang tertidur di gereja, tetapi sedikit yang disembuhkan. Mungkinkah kita bisa menghidupkan kembali visi gereja rumah seperti yang dipraktikkan oleh Paulus?

Share:

Berkontribusi secara Positif

Paulus kembali dituduh menimbulkan masalah. Kali ini, kelompok yang dipimpin oleh Demetrius, seorang pengusaha besar industri perak yang memproduksi patung untuk kuil Artemis, merasa terancam (23-29). Ajaran Paulus dianggap mengancam bisnis kuil Artemis yang sangat menguntungkan.

Efesus adalah pusat utama penyembahan kepada dewi Artemis (35). Artemis dianggap sebagai pelindung kota, dan jika kuilnya terancam, penduduk percaya bencana dapat menimpa mereka. Ketakutan ini menjadi pendorong kuat bagi massa untuk melawan Paulus.

Pengaruh ajaran Paulus begitu besar hingga memicu kekacauan dan demonstrasi besar-besaran di Gedung Kesenian kota (29-32). Di tengah kekacauan, seorang bernama Aleksander didorong oleh orang-orang Yahudi ke tengah kerumunan untuk memberikan penjelasan (33). Namun, tidak jelas apakah tugasnya adalah untuk menjauhkan sinagoge dari keterlibatan dengan Paulus atau mencoba menjelaskan bahwa Paulus dan pengikutnya berada di bawah perlindungan hukum Roma. Bagaimanapun, keributan terus berlangsung, dengan massa berteriak-teriak selama dua jam (34).

Di tengah kekacauan ini, seorang wakil pemerintah datang untuk menenangkan massa dan menegaskan bahwa Paulus dan murid-muridnya tidak melanggar hukum (35-41). Dengan demikian, Paulus terbebas dari tuduhan penistaan agama dan pemberontakan. Kisah ini menunjukkan pengaruh ajaran Paulus yang terus meluas dan diakui oleh masyarakat luas.

Setiap kali pengikut Yesus memberikan kontribusi besar melalui pewartaan Injil, selalu ada risiko terjadi konflik dengan berbagai kepentingan bisnis atau kekuasaan. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, hal tersebut bisa memicu persekusi atau penganiayaan. Lukas menegaskan bahwa Paulus dan para pengikut Yesus bukanlah pemberontak. Selama umat Kristen terus mewartakan Injil, perlindungan Tuhan akan senantiasa menyertai mereka.

Di masa kini, mampukah umat Kristen di Indonesia tetap konsisten dalam mewartakan Injil dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat luas?

Share:

Jangan Mempermainkan Kuasa Allah!

Sepanjang sejarah kekristenan, memanfaatkan nama Yesus demi keuntungan pribadi atau finansial bukanlah hal yang baru. Bahkan di negara-negara mayoritas Kristen, nama Yesus sering digunakan sebagai alat untuk merebut kekuasaan.

Ketika melihat bagaimana Paulus menggunakan nama Yesus untuk melakukan keajaiban, seperti kesembuhan dan pengusiran setan (lih. 19:12), beberapa eksorsis Yahudi, termasuk tujuh anak Imam Besar Skewa, mencoba meniru metode tersebut (14). Namun, upaya mereka berakhir tragis. Orang yang kerasukan setan justru menyerang anak-anak Skewa, membuat mereka lari keluar dalam keadaan telanjang (16). Bermain dengan kekuatan spiritual memang berbahaya, apalagi jika kekuatan tersebut adalah kuasa sejati dan nyata. Bahkan Iblis bersaksi, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu siapa?" (15). Meski mereka mempermainkan nama Yesus, ironisnya, nama Yesus justru semakin dikenal (17).

Permainan kekuasaan, politik, dan uang atas nama agama adalah fenomena yang sudah ada sejak zaman dahulu. Umat Kristen di Indonesia juga tidak lepas dari praktik-praktik semacam ini, terutama karena agama dan simbol-simbolnya sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Lebih jauh lagi, kehadiran platform media sosial yang dilengkapi dengan AI (Kecerdasan Buatan) menghadirkan tantangan baru. Dengan mengenali pola konsumsi berita penggunanya, platform ini dapat menyebarkan berita-berita yang relevan dengan preferensi individu, menyebabkan polarisasi dan adu pendapat di masyarakat. Isu-isu yang mengatasnamakan agama bisa terpolarisasi dengan cepat melalui cara ini. Dengan demikian, "setan" di zaman modern merusak individu bahkan negara melalui cara-cara yang lebih canggih.

Oleh karena itu, menghayati dan menghormati nama Yesus seperti yang dilakukan Paulus menjadi sangat penting di zaman kita. Apakah kita memandang nama Yesus hanya sebagai sarana untuk meraih keuntungan pribadi? Hati-hatilah dalam bermain dengan kuasa Allah, karena kuasa-Nya sanggup menundukkan setan demi memberikan kesaksian bagi kemuliaan-Nya!

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.