Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Jangan Berpangku Tangan!

Roma 1:1-7

Menjadi seorang Kristen adalah sebuah pilihan hidup yang disertai kesadaran akan anugerah yang diterima oleh seorang pendosa. Bukan karena kelayakannya, tetapi karena Yesus Kristus telah menjadikannya layak dan milik-Nya. Itulah yang menjadi dasar bagi setiap orang Kristen untuk melayani Allah.

Paulus menyadari anugerah istimewa ini sebagai sesuatu yang tidak seharusnya ia dapatkan, jika dilihat dari latar belakang hidupnya sebelum menjadi pengikut Kristus. Ia menyebut dirinya hamba Kristus Yesus (ayat 1), dan seorang rasul yang dipanggil untuk menyampaikan Injil yang kudus. Dalam pemberitaannya, Paulus menjelaskan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah melalui perantaraan para nabi. Yesus datang dari garis keturunan Daud, mati, dan bangkit dari kematian. Melalui-Nya, anugerah dan kebaikan Allah dicurahkan kepada manusia yang berdosa dan terpisah dari Allah (ayat 2-5).

Sebagai hamba Kristus, Paulus memahami bahwa anugerah istimewa yang ia terima menuntut sebuah tanggung jawab besar. Ia merasa bertanggung jawab untuk melayani dengan menyampaikan berita Injil kepada segala bangsa, agar banyak orang dapat percaya dan taat kepada Yesus Kristus.

Sama seperti Paulus, kita juga harus menyadari bahwa anugerah istimewa ini seharusnya memotivasi kita untuk tidak berpangku tangan. Rasa syukur kita harus diwujudkan melalui pelayanan dan Pekabaran Injil (PI). Masih banyak orang yang belum mengenal Kristus dan hidup dalam kegelapan. Berita sukacita harus sampai kepada mereka, agar lebih banyak orang yang memahami kasih Allah yang telah mengaruniakan Anak-Nya, Kristus Yesus, untuk mendamaikan manusia berdosa dengan diri-Nya. Yesus adalah penggenapan janji Allah bagi manusia yang terpisah oleh dosa.

Marilah kita sampaikan berita Injil ini kepada orang-orang di sekitar kita yang masih hidup dalam kegelapan. Semoga Kristus menyinari hidup mereka dengan kasih-Nya yang kekal.

Share:

Semuanya Milik Allah

Apa yang biasanya kita lakukan ketika menerima kebaikan dari orang lain? Apakah kita akan menceritakan hal itu kepada orang lain sebagai ungkapan syukur, atau berusaha membalas kebaikan tersebut?

Allah memerintahkan bangsa Israel untuk melakukan dua hal penting. Pertama, semua anak sulung, baik manusia maupun hewan, harus dikuduskan bagi Tuhan. Ini mengingatkan bahwa semua itu adalah milik Tuhan (ayat 2). Kedua, umat tidak boleh mengonsumsi makanan yang beragi selama tujuh hari, yang kemudian menjadi dasar perayaan roti tidak beragi.

Kedua perintah ini diberikan untuk mengingatkan mereka akan pembebasan yang Allah lakukan bagi bangsa Israel dari perbudakan di Mesir (ayat 3-7). Bagi orang Israel, perayaan itu harus menjadi tanda di tangan dan pengingat di dahi mereka, sehingga mereka senantiasa mengingat dan mengisahkan bagaimana Tuhan dengan tangan-Nya yang kuat membebaskan mereka dari Mesir (ayat 9-10).

Allah menetapkan aturan tentang anak sulung dan perayaan roti tidak beragi untuk mengingatkan mereka akan pembunuhan anak-anak sulung di tanah Mesir, baik manusia maupun hewan, ketika Firaun tetap menolak membebaskan mereka. Dengan cara ini, orang Israel diajarkan untuk menyampaikan kepada generasi berikutnya tentang kasih Allah yang telah menyelamatkan mereka dari perbudakan Mesir. Maka, anak sulung laki-laki Israel harus ditebus, dan setiap hewan jantan yang lahir pertama harus dipersembahkan kepada Tuhan. Allah telah membebaskan Israel dan menjadikan mereka bangsa yang merdeka, milik Allah sendiri.

Demikian pula saat ini, Allah melalui Tuhan Yesus telah menyelamatkan kita. Allah telah melakukan segala yang terbaik bagi kita. Sebagai ungkapan syukur, marilah kita menceritakan perbuatan besar Allah kepada siapa saja. Ceritakanlah terlebih dahulu kepada keluarga kita tentang keselamatan dari Allah. Mari kita juga berbicara dengan baik dan sopan kepada sesama. Dengan demikian, orang dapat melihat kasih Allah dalam hidup kita, dan mereka pun akan menjadi percaya.

Share:

Makanlah Anak Domba Paskah

Keluaran 12:1-28

Allah memberikan bangsa Israel petunjuk yang rinci tentang tata cara perayaan Paskah pertama. Dalam pelaksanaannya, seekor anak domba dipilih dan dipelihara selama empat hari, lalu disembelih saat senja, dipanggang, darahnya dioleskan ke tiang dan ambang pintu, sementara dagingnya dimakan oleh seluruh keluarga.

Darah yang dioleskan pada pintu rumah orang Israel adalah tanda. Pada malam yang telah ditetapkan, Tuhan akan mengirim malaikat maut (bdk. Ibrani 11:28). Ketika malaikat tersebut melihat darah di pintu rumah, ia tidak akan berani menyentuh anak sulung di dalam rumah itu (ayat 23). Dengan demikian, semua ahli waris di keluarga Allah terselamatkan.

Ritual makan domba Paskah ini disertai dua kewajiban penting. Pertama, seluruh ragi dan produk turunannya harus dibersihkan dari rumah mereka (ayat 15, 20). Kedua, umat Allah diwajibkan mengadakan pertemuan-pertemuan kudus (ayat 16-17). Kedua perintah ini mereka laksanakan demi menyelamatkan anak-anak sulung mereka.

Dalam Perjanjian Baru, perayaan Paskah tidak hanya sekadar ritual makan domba. Paskah mengandung makna yang sangat dalam. Bagi Rasul Paulus, anak domba Paskah melambangkan Yesus Kristus yang dikurbankan di kayu salib (bdk. 1 Korintus 5:7). Darah Yesus yang tercurah di kayu salib menyelamatkan kita dari maut. Secara rohani, kita telah "memakan" daging-Nya, yang membuat kita menjadi satu dengan-Nya. Sekarang, keselamatan itu harus kita hayati dengan membuang "ragi keburukan dan kejahatan" dari hidup kita (bdk. 1 Korintus 5:8).

Syukur kepada Allah yang telah menyediakan Anak Domba Paskah untuk menyelamatkan kita. Semoga kita senantiasa menghargai pengorbanan Kristus, tidak hanya saat merayakan Paskah, tetapi setiap hari dalam kehidupan kita.

Bagaimana kita bisa mensyukuri anugerah keselamatan dari Allah? Cara terbaik adalah menjaga hidup kita tetap kudus. Pertanyaannya, bersediakah kita memelihara hati dan pikiran yang murni mulai hari ini dan seterusnya?

Share:

Empati dalam Dunia yang Gelap

Dalam mitologi Mesir kuno, "Ra" dipandang sebagai dewa matahari dan kehidupan. Setiap malam, ia dikisahkan berlayar melalui dunia kematian, kemudian bertarung melawan ular besar menjelang fajar. Setelah mengalahkan ular itu, Ra kembali muncul untuk menghadirkan hari yang baru.

Namun, Musa menantang kesaktian Ra atas perintah Allah. Ketika Musa mengangkat tangannya, kegelapan menyelimuti Mesir selama tiga hari (22). Bagi orang-orang Mesir, ini seolah menandakan bahwa Ra telah dikalahkan dan tidak akan bangkit lagi.

Kekacauan pun melanda Mesir. Bahan makanan telah lama menjadi langka, dan dalam gelap gulita, orang-orang Mesir tidak dapat menyiapkan makanan atau berpindah tempat tanpa risiko besar (23). Keputusasaan menghantui seluruh negeri.

Namun, di tengah situasi genting itu, apa yang dilakukan Firaun? Ia malah sibuk menawar dengan Musa, lebih mementingkan kerugian ekonomis jika harus melepaskan bangsa Israel dan ternak mereka (24). Sikap Firaun mencerminkan seorang penyembah berhala yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi di atas segalanya. Seorang pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri akan membawa celaka, baik bagi rakyat maupun lembaga yang ia pimpin.

Di masa sekarang, kita perlu bertanya: apakah pemimpin kita sungguh peduli terhadap nyawa manusia? Kita harus berdoa agar negara kita dipimpin oleh orang-orang yang benar, yang memikirkan kesejahteraan bersama, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok.

Selain itu, mari kita periksa diri. Apakah keputusan-keputusan kita dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pertimbangan ekonomis semata, ataukah kita peduli pada kesejahteraan orang lain?

Yesus mengajarkan kita untuk menjadi terang dunia, agar Bapa di surga dimuliakan (Matius 5:16). Terang kita paling bersinar ketika kita menunjukkan empati dan kasih di tengah dunia yang penuh kegelapan. Mari kita berupaya untuk lebih peduli dan berempati dalam setiap tindakan kita, sehingga kita bisa membawa perubahan yang berarti bagi orang-orang di sekitar kita.

Share:

Gengsi atau Rezeki?

 Keluaran 10:1-20

Allah menghadirkan ultimatum kepada Firaun: melepaskan bangsa Israel atau menghadapi kehancuran sumber makanan pokok di Mesir.

Tulah kelima membawa hama belalang dari timur. Hama ini semakin memperparah kerusakan pada lahan pertanian yang sudah rusak akibat tulah sebelumnya (15). Sektor pertanian, yang menjadi kebanggaan Mesir, kini lumpuh total. Setelah sumber protein hewani menyusut karena sampar dan hujan es, bencana kelaparan benar-benar mengintai.

Masalah kelaparan nasional sangat mempengaruhi kedaulatan Firaun. Menteri-menterinya berani menegurnya (7-8), menggoyahkan harga dirinya hingga ia akhirnya menuruti saran mereka. Bahkan, ketahanan mental Firaun hampir runtuh. Ketika hama belalang tiba, ia segera berdoa memohon ampun kepada Allah (16-17). Firaun yang sebelumnya menyombongkan diri sebagai dewa, kini untuk pertama kalinya "mengemis" kepada Allah Yang Mahakuasa.

Sikap Firaun memberi pelajaran bahwa orang yang keras hati terhadap Allah semakin bertambah keras hatinya saat ditimpa badai kehidupan. Semakin hancur harga dirinya, semakin besar kesombongannya.

Bagaimana sikap kita jika mata pencaharian pokok tiba-tiba hilang? Beberapa orang, karena tak tahan melihat keluarganya kelaparan, rela melepas gengsi demi bertahan hidup. Apakah ini dilakukan untuk keluarga atau sekadar untuk diri sendiri?

Berdoa kepada Allah adalah langkah mulia. Memohon pengampunan atau rezeki dari-Nya tidaklah hina. Allah adalah Gembala yang baik (Mazmur 23), yang menghargai hati yang hancur dan remuk (Mazmur 51:19). Karena itu, mengapa kita masih mempertahankan gengsi? Marilah kita merendahkan diri, berdoa, bertaubat, dan meminta keselamatan kepada Allah.

Share:

Berlindung pada Sumber Kehidupan

Keluaran 9:13-35

Allah kembali memberi ultimatum kepada Firaun, "Lepaskan atau rasakan akibatnya!" Firaun harus membiarkan bangsa Israel pergi untuk beribadah. Jika tidak, seluruh Mesir akan merasakan hukuman dari Allah (13).

Perhatikan bagaimana Allah menghantam bangsa Mesir! Seluruh negeri dilanda hujan es. Hujan es ini bukan seperti salju yang lembut, melainkan bongkahan es sebesar kepalan tangan, bahkan lebih besar, yang jatuh dari langit dengan kecepatan tinggi. Gaya gravitasi membuat setiap batu es berpotensi mematikan (18).

Tulah ketujuh ini memastikan Mesir akan mengalami bencana kelaparan besar. Jumlah ternak yang sudah berkurang akibat tulah kelima akan semakin menyusut. Selain itu, lahan pertanian juga rusak parah (25). Tanaman biji-bijian dan sayuran gagal dipanen.

Namun, Allah masih menunjukkan belas kasihan dengan dua cara. Pertama, Ia memberi petunjuk bagi mereka yang ingin selamat dari bencana (19). Kedua, tidak semua bahan makanan pokok dimusnahkan (32). Akibatnya, bangsa Mesir pun terbagi dua. Sebagian mulai takut kepada TUHAN (20), sedangkan sebagian lagi tetap mengabaikannya.

Setelah menikmati kelimpahan tanpa mengindahkan Allah, terkadang "kedinginan rohani," krisis rohani, atau ancaman kelaparan dapat membangunkan seseorang dari hidupnya yang nyaman. Sebuah krisis dapat mengajarkan kita untuk mencari dan menghargai Allah, Sang Sumber Kehidupan yang sejati. Hal ini juga bisa terjadi pada orang Kristen.

Apakah ada sesuatu yang menjadi dingin dalam hidup kita? Mungkinkah kita telah kehilangan kehangatan dalam hubungan kita dengan Allah dan sesama? Bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap ketenaran atau kekayaan? Apa makna hidup yang sebenarnya?

Solusi bagi pergumulan hidup kita adalah mendekat kepada Allah! Mari kita berlindung kepada-Nya, sumber kebahagiaan dan kehangatan yang sejati. Jangan terus berada di luar! Hidup kita akan bermakna ketika kita hidup dalam Sang Sumber Kehidupan.

Share:

Mengeras, Lalu Pecah

Keluaran 9:8-12

Mengultimatum orang yang keras kepala seringkali hanya buang-buang waktu. Tulah keenam ini memiliki perbedaan dari tulah sebelumnya. Kali ini, Allah tidak memberi peringatan kepada Firaun sebelum menimpakan tulah tersebut. Allah memerintahkan Musa untuk menaburkan abu di hadapan Firaun (ayat 8). Abu yang ditaburkan oleh Musa itu berubah menjadi bisul bernanah di kulit orang-orang Mesir. Siapa pun yang terkena, hidupnya menderita. Bahkan menggaruk dengan pecahan kaca pun tak mampu meredakan sakitnya (bdk. Ayub 2:8).

Perhatikan satu hal penting, yaitu perbandingan antara bisul dan hati Firaun. Bisul pada orang Mesir menjadi keras lalu pecah. Nanahnya keluar, dan daging menjadi lembut kembali. Namun, anehnya, hati Firaun tetap keras (ayat 12). Kenajisan dan kejahatan terus bertumpuk di dalam hatinya.

Dengan menimpakan bisul, Allah menegur orang Mesir. Ia menggugat kenyamanan yang telah mereka nikmati. Selama berabad-abad, mereka hidup nyaman di atas penderitaan orang lain. Mereka telah lama menikmati hasil dari perbudakan manusia.

Saat ini, Tuhan memberi teguran yang sama kepada kita. Beberapa orang Kristen hidup dengan memanfaatkan orang lain dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Sebagian gereja menikmati fasilitas mewah, sementara jemaat lain beribadah dalam keterbatasan, bahkan masih beribadah di bawah terpal.

Apakah perlu Tuhan menaburkan abu lagi dalam hidup kita? Seharusnya tidak, karena kepada kita telah diberikan benih yang berbeda, bukan abu. Benih itu adalah firman Allah (bdk. Lukas 8:11) yang menyelamatkan. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi" (bdk. Matius 5:5).

Mari luangkan waktu sejenak untuk memeriksa kondisi hati kita masing-masing. Jika hati kita masih keras, mintalah agar Allah melembutkannya. Biarkan Dia mengeluarkan segala kebusukan yang ada di dalamnya. Prosesnya mungkin menyakitkan, tetapi sebagai umat-Nya, kita harus patuh. Setelah itu, kita akan menemukan ketenangan dalam hidup kita.

Pagi ini, mohonkanlah berkat dari TUHAN untuk Bapak, Ibu, jemaat, saudara-saudari sekalian. Semoga kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam hidup kita semua. Semoga berkat juga mengalir ke dalam rumah tanggamu, anak-anak dan cucu-cucumu, pekerjaanmu, sawah ladangmu, usahamu, kantor dan para pelanggannya, rumahmu, keluargamu, pelayananmu, gerejamu, majikanmu, dan calon pendamping hidupmu.

Dalam nama TUHAN YESUS, kiranya berkat-Nya melimpah dalam hidup kami. Yang percaya katakan AMIN.!!! TUHAN YESUS memberkati.
Share:

Diperbudak oleh Nafsu Memperbudak

Keluaran 9:1-7

Setiap orang adalah budak dari sesuatu, termasuk Firaun, raja Mesir. Kali ini, TUHAN, Allah orang Ibrani, memberikan ultimatum kepada Firaun: "Lepaskan atau rasakan akibatnya!" Firaun harus melepaskan bangsa Israel; jika tidak, seluruh Mesir akan menerima hukuman dari Allah.

Konsekuensi jika ultimatum itu diabaikan adalah munculnya penyakit sampar yang akan memusnahkan jutaan ternak bangsa Mesir secara serentak (2-3). Firaun tidak diberi banyak waktu untuk berpikir atau berdiskusi dengan para menterinya. Ia hanya punya waktu sampai esok hari (5).

Seperti sebelumnya, Firaun tetap memilih untuk memperbudak bangsa Israel. Ia ingin mempertahankan kekuasaannya atas para budak, namun akibatnya, seluruh rakyat Mesir harus menderita. Mereka kehilangan jutaan ternak yang sangat penting sebagai sumber mata pencaharian dan pangan hewani. Firaun lebih peduli pada egonya daripada kesejahteraan rakyatnya.

Pernyataan "setiap orang rentan diperbudak oleh sesuatu" terbukti benar. Ada yang diperbudak oleh keinginan, ketakutan, kenikmatan, hobi, kehormatan, hubungan, kekuasaan, uang, masa lalu, dan lain-lain. Dalam cerita ini, Firaun diperbudak oleh hasrat untuk memperbudak orang lain. Hasrat itu membuatnya menjadi budak kekuasaan. Setiap orang yang diperbudak pasti mengalami penderitaan.

Tanyakanlah pada diri kita masing-masing: Apakah saya seorang pemimpin atau budak? Apakah saya merdeka atau hamba? Apakah saya dikuasai oleh keinginan untuk mengendalikan orang lain? Dapatkah saya lepas dari perbudakan ini?

Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menyampaikan tekad yang serupa dalam tulisannya, "... aku tidak mau membiarkan diriku diperhamba oleh apa pun" (lihat 1Kor. 6:12). Sebagai pemimpin jemaat mula-mula, Paulus selalu memikirkan dan berusaha untuk yang terbaik bagi jemaat. Semoga kita juga bisa menerapkan tekad yang sama dalam kehidupan kita.

Share:

Perlindungan Khusus terhadap Umat

Keluaran 8:20-32

Bencana bisa terjadi di mana saja dan dapat menimpa siapa saja, termasuk umat Allah. Namun, Allah bisa membuat pengecualian agar umat-Nya terlindungi dari bencana.

Mulai dari tulah keempat, berupa lalat pikat, Allah menunjukkan sesuatu yang berbeda. "Tetapi, pada hari itu Aku akan mengecualikan tanah Gosyen, tempat umat-Ku tinggal, sehingga di sana tidak terdapat lalat pikat, supaya engkau mengetahui bahwa Aku, TUHAN, ada di negeri ini. Sebab, Aku akan membuat perbedaan antara umat-Ku dan bangsamu. Besok mukjizat ini akan terjadi" (22-23). Tuhan kemudian melakukan seperti yang telah Ia firmankan; banyak lalat pikat masuk ke dalam istana Firaun, ke rumah para pejabatnya, dan ke seluruh tanah Mesir (24).

Baru pada tulah keempat ini, umat Israel yang tinggal di Gosyen tidak terkena dampaknya. Tuhan melakukannya untuk menunjukkan bahwa Ia hadir di Mesir. Dengan ini, Tuhan menunjukkan perbedaan antara umat-Nya dan bangsa Mesir.

Kita melihat bahwa Allah sengaja memperlihatkan perbedaan dalam pemeliharaan-Nya bagi umat-Nya dan mereka yang bukan umat-Nya. Hal ini sering kita temukan dalam Alkitab. Misalnya, aturan mengenai pembebasan budak Ibrani pada tahun ketujuh (lihat Kel. 21:2) hanya berlaku untuk budak Ibrani, yang merupakan umat Allah. Jelaslah bahwa Allah memberikan perlindungan khusus kepada umat-Nya.

Mungkin kita tidak selalu bisa melihat perbedaan perlindungan Allah bagi orang percaya dan mereka yang tidak percaya. Namun, sebagaimana umat Allah di Gosyen dilindungi, kita dapat mempercayai bahwa Allah melindungi kita sebagai umat-Nya, dengan perlindungan yang khusus dibanding mereka yang bukan umat-Nya. Perlindungan ini diberikan semata-mata karena kita adalah milik Allah.

Bersyukurlah atas perlindungan khusus yang Allah berikan kepada umat-Nya. Kiranya, kita semakin menyadari betapa berbahagianya kita menjadi umat yang dimiliki oleh Allah.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.