Keluaran 18:1-12
Nama-nama dalam Alkitab sering mencerminkan pengharapan kepada Tuhan, termasuk nama anak-anak Musa yang penuh arti.
Kesaksian remaja GKKK Tepas
gkkktepas.blogspot.com
gkkktepas.blogspot.com
Ibadah umum jemaat GKKK Tepas
gkkktepas.blogspot.com
Nama-nama dalam Alkitab sering mencerminkan pengharapan kepada Tuhan, termasuk nama anak-anak Musa yang penuh arti.
Musa menamai anak pertamanya Gersom, yang berarti "orang asing di sana," karena ia merasa menjadi pendatang, baik di Midian maupun di Mesir, tanah yang pernah ia tinggali. Nama ini juga menggambarkan status umat Israel sebagai orang asing di Mesir (Kel. 2:22). Anak keduanya, Eliezer, berarti "Allah adalah penolongku," sebagai ucapan syukur karena Tuhan telah menyelamatkan Musa dari pedang Firaun. Nama ini mencerminkan penyelamatan Tuhan atas umat Israel dari perbudakan Mesir dan pengejaran Firaun (Kel. 2:23, 10-11).
Dua nama ini mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, dan Allah selalu menyelamatkan umat-Nya dari bahaya.
Bersyukurlah! Meski kita sering merasa terasing di dunia yang penuh dosa, kita dapat tetap bersukacita karena Allah yang besar dan mahakuasa selalu menyertai kita.
Dalam kehidupan modern, khususnya di era revolusi industri 4.0, kolaborasi menjadi strategi penting untuk meraih kesuksesan. Kesadaran bahwa setiap orang membutuhkan bantuan orang lain adalah langkah maju dalam membangun keluarga, gereja, masyarakat, bahkan bangsa.
Contoh Kolaborasi Israel:
Ketika umat Israel pertama kali menghadapi perang melawan bangsa Amalek, Musa dan Yosua menunjukkan pola kolaborasi yang luar biasa:
Kolaborasi ini menunjukkan bahwa sukses tidak hanya tergantung pada kerja keras di lapangan, tetapi juga dukungan spiritual dan kebersamaan.
Musa mengangkat tongkat Allah dengan kedua tangannya sebagai simbol doa yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan (ayat 11).
Hal ini menunjukkan bahwa doa adalah sumber kekuatan utama yang menopang perjuangan umat Tuhan.
Belajar dari Musa:
Kolaborasi Musa, Harun, Hur, dan Yosua menggambarkan pentingnya pembagian peran sesuai dengan kemampuan dan panggilan masing-masing.
Kolaborasi semacam ini memastikan keberhasilan, karena semua orang bekerja dalam satu visi yang sama dengan peran yang saling melengkapi.
Kolaborasi yang sukses berlandaskan doa yang tiada henti. Dalam kehidupan komunitas kristiani:
Mari belajar dari Musa dan Yosua:
Doa:
Tuhan, ajar kami untuk selalu berserah kepada-Mu melalui doa yang tulus dan penuh iman. Teguhkan kami untuk bekerja bersama dalam semangat persatuan, sehingga karya keselamatan-Mu nyata dalam hidup kami dan komunitas kami. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Tanda bukan sekadar penunjuk arah atau simbol, tetapi sering menjadi pengingat akan pengalaman hidup yang penuh makna. Dalam perjalanan hidup umat Israel, tanda berupa perubahan nama tempat dari Rafidim menjadi Masa dan Meriba adalah pelajaran penting.
Umat Israel menghadapi masalah serupa: kekurangan air (bdk. Kel. 15:22-24). Namun, bukannya belajar dari pengalaman sebelumnya, mereka malah mengeluh, berbantah dengan Musa, dan mencobai Allah (ayat 2-3).
Meski demikian, Allah tetap menunjukkan kesetiaan-Nya. Melalui Musa, Allah memerintahkan batu di Horeb dipukul, dan air pun keluar untuk mereka minum (ayat 5-6).
Kisah ini mengajarkan bahwa Allah tetap setia meskipun kita sering kali tidak percaya atau mengeluh. Kesetiaan Allah harusnya mendorong kita untuk lebih bersyukur dan percaya kepada-Nya.
Mari kita memohon berkat Tuhan yang melimpah dalam hidup kita, keluarga, pekerjaan, dan pelayanan. Tuhan yang setia akan selalu menyertai dan memenuhi kebutuhan kita.
Doa:
Tuhan Yesus, kami bersyukur atas kasih setia-Mu yang tidak pernah berhenti dalam hidup kami. Ajarlah kami untuk belajar dari pengalaman kami bersama-Mu, sehingga iman kami makin bertumbuh. Biarlah setiap tanda yang kami buat menjadi pengingat akan kebaikan-Mu. Kiranya berkat-Mu mengalir melimpah dalam hidup kami, keluarga kami, dan setiap pekerjaan yang kami lakukan. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.
Yang percaya katakan, "Amin!"
Tuhan Yesus memberkati. 🙏
Providentia Dei berasal dari bahasa Latin yang berarti penyediaan Allah. Kata ini menunjukkan bahwa Allah adalah Pribadi yang memandang ke depan dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan oleh umat-Nya. Tidak ada yang kebetulan dalam rencana Allah. Seperti yang dikatakan Jakob Oetama, pendiri Kompas Group:
"Hidup ini seolah-olah bagai suatu kebetulan-kebetulan, tapi bagi saya itulah providentia Dei, itulah penyelenggaraan Allah."
Penyediaan Allah ini adalah bukti kasih dan pemeliharaan-Nya yang tidak pernah berhenti dalam kehidupan umat-Nya, termasuk dalam perjalanan Israel di padang gurun menuju Kanaan.
Umat Israel mengalami pemeliharaan Allah yang luar biasa selama empat puluh tahun di padang gurun, sebuah tempat yang secara logis tidak memungkinkan untuk menopang kehidupan. Allah menunjukkan providentia-Nya melalui:
Roti Manna dan Burung Puyuh (ayat 12-16, 31):
Kebutuhan yang Selalu Dipenuhi:
Meski mereka berada di tempat yang keras, kebutuhan pokok mereka tidak pernah terabaikan. Kasih setia Allah nyata meskipun mereka sering bersungut-sungut dan melawan-Nya.
Umat yang Kurang Percaya:
Pemeliharaan Allah yang ajaib di padang gurun menjadi pengingat bagi kita bahwa:
Dalam perjalanan hidup ini, kita sering menemui jalan yang sulit, seperti padang gurun yang dihadapi umat Israel. Namun, jalan itu tidak pernah lepas dari penyertaan Allah.
Tuhan, Engkau adalah Allah yang tahu kebutuhan kami bahkan sebelum kami menyadarinya. Terima kasih atas kasih pemeliharaan-Mu yang tak pernah putus dalam hidup kami. Ajarlah kami untuk percaya sepenuhnya kepada-Mu, mencari kehendak-Mu, dan bersyukur atas segala yang telah Kau sediakan. Amin.
Sungut-sungut adalah reaksi umum ketika manusia merasa frustrasi, kecewa, atau tidak puas dengan situasi. Namun, alih-alih menjadi solusi, sungut-sungut sering kali memperburuk suasana hati dan hubungan dengan orang lain. Dalam kisah perjalanan umat Israel di Padang Gurun Syur, kita melihat bagaimana Allah mengajarkan umat-Nya untuk mengatasi kebiasaan buruk ini.
Kondisi yang Memicu Sungut-sungut
Setelah tiga hari berjalan tanpa menemukan air, umat Israel akhirnya tiba di Mara. Namun, air di sana tidak bisa diminum karena rasanya pahit. Situasi ini memicu ketidakpuasan mereka, dan mereka pun bersungut-sungut kepada Musa (Kel. 15:22-24).
Respons Musa: Doa kepada Tuhan
Ketika menghadapi sungut-sungut umat, Musa tidak ikut terbawa emosi atau membalas dengan kemarahan. Sebaliknya, ia memilih untuk berseru kepada Tuhan. Respons ini menghasilkan mukjizat: Allah menunjukkan sepotong kayu yang digunakan Musa untuk menjadikan air itu manis dan layak diminum (Kel. 15:25a).
Penyediaan dan Ujian dari Tuhan
Allah tidak hanya memenuhi kebutuhan umat-Nya, tetapi juga memberi perintah yang jelas: mereka harus mendengarkan suara-Nya dan hidup benar di hadapan-Nya. Dengan demikian, setiap mukjizat menjadi pengingat akan kesetiaan Allah dan panggilan untuk taat (Kel. 15:25b-26).
Menghentikan Kebiasaan Bersungut-sungut
Sungut-sungut tidak pernah menghasilkan solusi. Sebaliknya, itu memperburuk suasana hati dan menimbulkan konflik. Alih-alih bersungut-sungut, kita diajar untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang rendah dan memohon pertolongan-Nya.
Menanggapi dengan Doa
Ketika dihadapkan dengan orang yang bersungut-sungut atau situasi yang sulit, respons terbaik adalah meniru Musa: berdoa. Doa membawa kita lebih dekat kepada Allah, yang memiliki kuasa untuk mengubah situasi dan memberikan hikmat dalam menghadapinya.
Percaya pada Pemeliharaan Tuhan
Tuhan yang menyelamatkan Israel dari Mesir adalah Tuhan yang sama yang memelihara mereka di padang gurun. Dalam situasi hidup kita, apa pun kesulitan yang dihadapi, percayalah bahwa Tuhan mampu menyediakan apa yang kita perlukan sesuai waktu-Nya.
Sungut-sungut adalah respons manusiawi, tetapi tidak membangun. Sebaliknya, doa adalah respons yang memperlihatkan iman kepada Allah. Mari kita belajar untuk mengganti keluhan dengan doa, karena hanya Tuhan yang mampu mengubah situasi menjadi lebih baik.
"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau." (Mazmur 55:23)
Doa:
Tuhan, ajar kami untuk mengganti sungut-sungut kami dengan doa. Ketika menghadapi situasi yang sulit, kiranya kami belajar untuk percaya kepada-Mu, yang selalu menyediakan apa yang kami perlukan. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Lagu memiliki daya yang kuat untuk menyentuh hati, menyatukan jiwa, dan mengekspresikan iman dengan cara yang unik. Sejak zaman Musa, umat Allah telah menggunakan lagu sebagai sarana untuk menyatakan syukur, iman, dan kesaksian mereka. Kidung Musa di tepi Laut Teberau adalah contoh nyata bagaimana musik dan syair menjadi bentuk respons yang indah terhadap karya Tuhan yang besar.
Pengakuan akan Tuhan sebagai Kekuatan
Dalam nyanyian mereka, Musa dan umat Israel mengakui Tuhan sebagai sumber kekuatan dan keselamatan mereka (Kel. 15:2). Lagu itu adalah pernyataan iman yang memuliakan Allah sebagai pahlawan mereka.
Kesaksian atas Karya Tuhan
Melalui lirik-lirik mereka, umat Israel menceritakan kebesaran Allah yang telah membelah laut, menghancurkan musuh, dan melindungi umat-Nya. Lagu mereka menjadi kesaksian yang memuliakan Allah di hadapan bangsa-bangsa lain (Kel. 15:3-10).
Sukacita yang Menular
Miryam dan para perempuan mengiringi nyanyian itu dengan rebana dan tarian, mengajak semua orang untuk bersukacita dalam kemenangan Tuhan (Kel. 15:20-21). Ini menunjukkan bagaimana musik dapat menjadi sarana untuk menyatukan hati umat.
Mungkin tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menciptakan lagu, tetapi kita dapat:
Melalui musik, kita diberi cara yang unik untuk mengungkapkan hal-hal yang sulit diucapkan dengan kata-kata biasa. Lagu dapat membawa kita lebih dekat kepada Tuhan, mengingatkan kita akan kasih dan kuasa-Nya, serta menjadi alat untuk menyampaikan kebenaran-Nya kepada orang lain.
"Aku akan bernyanyi bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut." (Keluaran 15:1)
Marilah kita menjadikan lagu sebagai bagian dari perjalanan iman kita—sebagai alat untuk memuliakan Tuhan, bersaksi, dan mempererat persekutuan kita dengan sesama. Nyanyikanlah lagu imanmu, biarlah itu menjadi persembahan yang harum bagi Allah.
Di tengah krisis besar, umat Israel menghadapi tantangan yang tampaknya mustahil diatasi: Laut Teberau terbentang di depan mereka, sementara tentara Mesir mengejar dari belakang. Dalam situasi ini, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya sebagai pembela umat-Nya, menggambarkan bahwa Dialah "Tuhan yang berperang."
Perlindungan Ilahi
Tuhan menghalangi pasukan Mesir dengan tiang awan, melindungi umat-Nya dari serangan langsung (Kel. 14:19-20). Ini menunjukkan betapa Allah menjadi pelindung yang sempurna.
Mukjizat Laut Terbelah
Tuhan memerintahkan Musa untuk mengulurkan tangannya, dan laut pun terbelah. Jalan di tengah laut yang kering menjadi bukti kuasa-Nya yang tak terbatas (Kel. 14:21-22).
Kekalahan Musuh
Pasukan Mesir, dengan segala kekuatan militer mereka, tidak berdaya melawan rencana Allah. Ketika mereka mencoba mengejar, roda kereta mereka terhambat, dan akhirnya mereka tenggelam oleh air yang kembali menyatu (Kel. 14:23-28).
Seperti Israel, kita mungkin menghadapi "lautan" dalam hidup—masalah besar yang tampaknya tak teratasi, atau musuh yang terus mengejar. Dalam momen-momen itu:
Tuhan yang berperang bagi Israel adalah Tuhan yang sama yang memerangi setiap tekanan, ketakutan, dan persoalan yang kita hadapi. Jangan biarkan tantangan hidup membuat kita kehilangan iman. Sebaliknya, jadikanlah itu sebagai kesempatan untuk mengalami kuasa-Nya secara nyata.
"TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14)
Dalam keheningan iman, percayalah bahwa Tuhan sedang bekerja dan memimpin kita kepada kemenangan yang sejati. Dialah andalan kita yang setia, Sang Juru Selamat yang berperang untuk kebaikan umat-Nya.
Ketika Firaun memutuskan untuk mengejar bangsa Israel setelah membebaskan mereka, tindakan ini bukanlah semata-mata karena emosi manusiawi. Alkitab menyatakan bahwa TUHAN mengeraskan hati Firaun (ayat 8).
Namun, pengertian ini harus dilihat dalam konteks:
Ketika bangsa Israel melihat pasukan Mesir yang mendekat dengan kekuatan besar (kereta, perwira, dan tentara), mereka merasa sangat ketakutan (ayat 10). Ketakutan itu mendorong mereka untuk:
Musa menguatkan bangsa Israel dengan seruan yang penuh iman:
Kisah ini mengandung pelajaran mendalam bagi kehidupan rohani kita:
Ketika masalah datang, janganlah kita seperti Israel yang segera mengeluh dan meragukan Allah. Sebaliknya:
Doa:
"Tuhan, sering kali kami takut ketika masalah datang menghimpit. Ajarlah kami untuk percaya bahwa Engkau selalu berperang bagi kami. Tolong kami untuk tidak mengeraskan hati, tetapi tetap taat dan setia kepada-Mu. Amin."
Ketika Allah menuntun bangsa Israel keluar dari Mesir, Ia memilih jalur yang lebih panjang dan melelahkan, yakni melalui padang gurun, bukan jalan pintas melalui negeri Filistin (ayat 17-18). Secara manusia, keputusan ini tampak tidak masuk akal. Namun, ada alasan mendalam di baliknya:
Keputusan Allah selalu berdasarkan hikmat-Nya yang melampaui pemahaman manusia. Ia melihat bahaya yang tidak kita lihat dan mempersiapkan jalan terbaik, meskipun tampak memutar.
Di sepanjang perjalanan melalui padang gurun, Allah tidak meninggalkan umat-Nya tanpa tuntunan. Ia hadir melalui:
Kehadiran tiang awan dan tiang api adalah bukti nyata bahwa Allah berjalan bersama umat-Nya. Penyertaan-Nya adalah jaminan bahwa meski melalui jalan memutar, mereka tetap berada dalam perlindungan dan bimbingan-Nya.
Seperti bangsa Israel, kita sering kali ingin mengambil jalan tercepat dan termudah untuk mencapai tujuan hidup. Namun, Allah kadang-kadang menuntun kita melalui jalan yang lebih panjang atau sulit untuk:
Di dalam Yesus Kristus, realitas Allah dan manusia bersatu. Kristus adalah Imanuel, Allah yang hadir bersama kita, yang menuntun kita dalam setiap musim kehidupan, bahkan di tengah jalan memutar yang sulit.
Doa:
"Tuhan, ajar kami untuk mempercayai tuntunan-Mu, bahkan ketika jalan-Mu terasa sulit dan memutar. Kami yakin, penyertaan-Mu dalam Kristus cukup bagi kami untuk melangkah dengan iman. Amin."