Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kekudusan TUHAN yang Dahsyat

Keluaran 20:18-26

Allah bukan hanya Maha Pengasih tetapi juga Mahakudus, dan kekudusan-Nya adalah atribut yang dahsyat dan tak terjangkau oleh manusia berdosa. Hal ini terlihat dengan jelas ketika TUHAN menampakkan diri di Gunung Sinai. Umat Israel menyaksikan manifestasi kehadiran-Nya melalui guruh, kilat, sangkakala yang nyaring, dan gunung yang penuh asap. Reaksi mereka adalah ketakutan yang mendalam sehingga mereka menjauh dan meminta agar Allah berbicara melalui Musa, bukan langsung kepada mereka (Kel. 20:18-19).

Takut kepada kekudusan Allah adalah respons yang wajar. Sebagai manusia berdosa, kita tidak sanggup berdiri di hadapan Allah yang kudus. Bahkan, makhluk surgawi seperti serafim pun menutupi wajah mereka ketika berada di hadirat Allah, meskipun mereka tidak berdosa (Yes. 6:2).

Kekudusan Allah adalah inti dari keberadaan-Nya dan ditekankan berulang kali dalam Alkitab. Sifat ini menjadi atribut yang dipuji tiga kali berturut-turut oleh serafim: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN Semesta Alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (Yes. 6:3). Kekudusan-Nya menunjukkan bahwa Allah adalah murni, sempurna, dan sepenuhnya terpisah dari dosa.

Namun, kekudusan Allah juga membawa konsekuensi serius bagi manusia. Nadab dan Abihu, misalnya, dihukum TUHAN karena mempersembahkan api yang tidak diperintahkan-Nya (Im. 10:1-3). Bahkan Musa, pemimpin pilihan Allah, tidak luput dari teguran ketika ia tidak menghormati kekudusan Allah saat memukul batu untuk mengeluarkan air (Bil. 20:11-12).

Kesadaran akan kekudusan Allah harus mendorong kita untuk hidup dalam kekudusan dan hormat kepada-Nya. Kekudusan TUHAN tidak dapat dianggap enteng, dan setiap pelanggaran terhadap-Nya akan mendatangkan konsekuensi yang berat.

Kita dipanggil untuk tidak hanya mengasihi Allah karena kasih-Nya, tetapi juga menghormati dan takut kepada-Nya karena kekudusan-Nya. Marilah kita berupaya hidup kudus, menyadari bahwa Allah yang kita sembah adalah kudus adanya, dan hormat kepada-Nya harus tercermin dalam setiap aspek hidup kita. Sebab seperti firman-Nya, "Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus" (Im. 19:2)

Share:

Cara Mengasihi Sesama

Keluaran 20:12-17

Sepuluh Hukum Allah menegaskan bahwa kasih kepada Allah harus diwujudkan dengan kasih kepada sesama manusia. Ini menunjukkan bahwa iman kita yang benar tercermin dalam hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita.

  1. Menghormati Orang Tua
    Hukum kelima mengingatkan kita untuk menghormati orang tua, termasuk merawat mereka saat mereka lanjut usia (Kel. 20:12; bdk. Mat. 15:3-6). Ini juga berlaku untuk semua otoritas yang Allah tetapkan dalam hidup kita, seperti pemimpin gereja, atasan, dan pemerintah (Rm. 13:1-5).

  2. Mengupayakan Perdamaian
    Hukum keenam melarang pembunuhan (Kel. 20:13). Namun, Yesus memperluas pengertian ini, dengan mengatakan bahwa kemarahan tanpa alasan juga melanggar hukum ini (Mat. 5:21-23). Kita dipanggil untuk mengupayakan perdamaian dalam setiap hubungan kita.

  3. Kesetiaan dalam Perkawinan
    Hukum ketujuh melarang perzinaan (Kel. 20:14), mengajarkan kita untuk setia kepada pasangan. Bahkan, Yesus mengingatkan bahwa keinginan yang tidak benar terhadap orang lain sudah termasuk pelanggaran hukum ini (Mat. 5:27-30).

  4. Menolong Sesama
    Hukum kedelapan bukan hanya melarang pencurian (Kel. 20:15) tetapi juga mendorong kita untuk membantu sesama yang membutuhkan. Firman Tuhan memberi banyak contoh, seperti memberi dari hasil panen kepada orang miskin (Im. 23:22) dan menolong orang yang terluka (Luk. 10:25-37).

  5. Berkata Benar
    Hukum kesembilan mengajar kita untuk tidak bersaksi dusta (Kel. 20:16). Perkataan yang melukai, termasuk gosip dan hoaks, merusak kasih terhadap sesama. Sebaliknya, kita dipanggil untuk memakai perkataan kita untuk membangun dan memberkati.

  6. Menghargai dan Mensyukuri Berkat
    Hukum kesepuluh melarang keinginan terhadap milik orang lain (Kel. 20:17). Kita diajarkan untuk menjaga hati dari iri hati dan belajar bersyukur atas berkat yang telah Tuhan berikan.

Kasih kepada sesama adalah bukti nyata kasih kita kepada Allah. Ketika kita mengasihi dengan tindakan konkret seperti yang diajarkan dalam Sepuluh Hukum, kita memuliakan Allah dan menjadi saluran berkat bagi sesama. Semoga Allah memampukan kita untuk mengasihi dengan tulus setiap hari.

Share:

Menyembah Allah Secara Benar

Keluaran 20:1-11

1. Sepuluh Hukum: Dasar Kasih dan Penyembahan yang Benar

Sepuluh Hukum adalah pernyataan kasih Allah yang mengajarkan kita untuk mengasihi Dia dan sesama dengan benar. Pentingnya hukum ini:

  • Bukan untuk memperoleh keselamatan: Hukum ini diberikan setelah Allah menyelamatkan umat Israel dari perbudakan Mesir (ayat 1-2).
  • Panduan penyembahan: Mengajarkan bagaimana umat yang telah diselamatkan dapat menyembah Allah dengan benar.

2. Penyembahan yang Berpusat pada Allah

Hukum pertama hingga keempat menunjukkan bagaimana kita harus berhubungan dengan Allah:

Hukum Pertama: Allah adalah Satu-satunya Tuhan

  • Perintah: Jangan ada ilah lain di hadapan Allah (ayat 3).
  • Makna: Penyembahan yang sejati hanya boleh diberikan kepada Allah, bukan kepada makhluk lain atau benda apa pun.

Hukum Kedua: Jangan Membuat Berhala

  • Perintah: Jangan membuat patung atau gambaran untuk disembah (ayat 4-6).
  • Makna: Cara penyembahan kepada Allah harus benar. Contoh pelanggaran ini terlihat dalam penyembahan anak lembu emas, di mana Harun mencoba memuji Allah dengan cara yang salah (Keluaran 32:4).
  • Penerapan: Penyembahan kita harus berdasarkan firman Allah, bukan keinginan atau imajinasi manusia.

Hukum Ketiga: Jangan Menyalahgunakan Nama Allah

  • Perintah: Jangan menyebut nama Allah dengan sembarangan (ayat 7).
  • Makna: Nama Allah tidak boleh digunakan untuk bersumpah palsu, nubuat palsu, atau mantra (Kisah Para Rasul 19:13-16). Sebaliknya, nama-Nya harus dimuliakan dalam perkataan dan perbuatan kita.

Hukum Keempat: Kuduskan Hari Sabat

  • Perintah: Sediakan satu hari untuk Allah (ayat 8-11).
  • Makna: Setelah bekerja selama enam hari, umat Allah dipanggil untuk beristirahat dan beribadah kepada-Nya. Ini juga mencakup memberi istirahat kepada orang-orang yang bekerja di bawah tanggung jawab kita.

3. Prinsip Dasar Penyembahan

Hukum pertama hingga keempat mengarahkan kita pada penyembahan yang:

  • Fokus pada Allah: Tidak mendua hati atau mengarahkan penyembahan kepada yang lain.
  • Dilakukan dengan benar: Menyembah sesuai dengan cara yang ditetapkan Allah, bukan cara yang kita anggap baik.
  • Dilakukan dengan hormat: Memuliakan nama Allah dalam segala aspek hidup kita.
  • Teratur dalam waktu: Memberikan waktu khusus untuk beribadah dan beristirahat, menunjukkan penghormatan kepada perintah Allah.

4. Menghidupi Penyembahan yang Benar

Sebagai umat yang mengasihi Allah:

  • Jadikan Allah sebagai pusat hidup dan penyembahan kita.
  • Taat pada firman-Nya dalam setiap tindakan dan keputusan.
  • Sediakan waktu khusus untuk beribadah kepada-Nya, sekaligus mengingatkan diri akan kasih setia-Nya.

Doa:
Tuhan, ajarlah kami untuk menyembah-Mu dengan benar, memuliakan nama-Mu dalam setiap perkataan dan tindakan kami. Berikan kami hati yang taat dan kasih yang tulus agar hidup kami memancarkan penyembahan sejati kepada-Mu. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin

Share:

Berharganya Umat di Mata TUHAN

Keluaran 19

TUHAN memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya, menunjukkan betapa berharganya mereka di hadapan-Nya. Allah mengingatkan bagaimana Ia membebaskan mereka dari Mesir dan berjanji menjadikan mereka "milik kesayangan," "kerajaan imam," dan "bangsa yang kudus" jika mereka setia kepada-Nya (ayat 4-6).

Sebagai umat pilihan, mereka dipanggil untuk mendamaikan manusia dengan Allah dan membawa bangsa-bangsa lain mengenal TUHAN. Jika menaati hukum-Nya, mereka akan menjadi berkat bagi dunia.

Dalam Perjanjian Baru, Petrus menegaskan bahwa janji ini juga berlaku bagi kita. Sebagai umat yang ditebus dari dosa, kita dipanggil untuk hidup kudus dan menjadi saluran berkat bagi sesama. Mari syukuri kasih TUHAN dan hiduplah sesuai panggilan-Nya.

Share:

Pentingnya Delegasi dalam Kepemimpinan

Keluaran 18:13-27

1. Tantangan dalam Kepemimpinan Tanpa Delegasi

Musa, sebagai pemimpin bangsa Israel, menghadapi beban yang berat dengan mengadili perkara umat sendirian. Akibatnya:

  • Tidak efisien: Musa menghabiskan waktu seharian, sehingga tenaga dan pikirannya terkuras (ayat 13, 18).
  • Membuat umat lelah: Umat harus menunggu lama untuk perkara mereka diselesaikan.
  • Risiko burnout: Beban yang terlalu besar tanpa bantuan dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan mental.

2. Nasihat Bijak dari Yitro

Yitro melihat situasi ini sebagai sesuatu yang tidak sehat. Ia memberikan solusi yang sederhana tetapi efektif:

  • Mendelegasikan tanggung jawab: Musa harus berbagi tugas dengan orang lain.
  • Kriteria pemimpin yang dipilih: Orang-orang yang takut akan Allah, jujur, terampil, dan membenci suap (ayat 21).
  • Efek positif: Musa dapat fokus pada perkara besar, sementara perkara kecil diselesaikan oleh orang-orang yang dipercaya (ayat 22-23).

Poin utama: Dengan berbagi tanggung jawab, pekerjaan menjadi lebih ringan dan umat merasa dilayani dengan baik.

3. Mengatasi Kesulitan dalam Mendelegasikan

Mendelegasikan tugas sering kali sulit bagi pemimpin, karena:

  • Rasa takut: Pemimpin khawatir tugas tidak dilakukan sesuai standar mereka.
  • Kurang percaya: Pemimpin merasa hanya mereka yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan benar.

Namun, seperti yang dilakukan Musa, kunci keberhasilan delegasi adalah memilih orang yang berkarakter baik dan kompeten. Dalam konteks gereja, Paulus memberikan standar serupa untuk memilih pemimpin jemaat (1 Timotius 3:2-7), yaitu orang yang memiliki integritas, iman, dan keterampilan.


4. Kepemimpinan dalam Gereja: Kerja Sama dan Kesatuan

Pekerjaan Allah terlalu besar untuk dilakukan oleh satu orang saja. Dalam gereja, kepemimpinan bersifat kolegial, melibatkan banyak pihak:

  • Pendeta dan Guru Injil: Memimpin dan menyampaikan firman Tuhan.
  • Majelis dan Diaken: Melayani jemaat dalam berbagai aspek praktis.
  • Seluruh jemaat: Berperan dalam pelayanan sesuai dengan karunia masing-masing.

Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja: Semua pemimpin gereja bekerja di bawah arahan dan kedaulatan-Nya, memastikan pelayanan tetap berpusat pada firman Tuhan dan memenuhi kebutuhan jemaat.

5. Doa untuk Kepemimpinan yang Baik

Delegasi yang sehat tidak hanya meringankan beban pemimpin, tetapi juga menciptakan harmoni dan kesatuan dalam komunitas. Mari kita berdoa untuk gereja kita:

  • Agar pemimpin gereja bijaksana dalam membagi tugas.
  • Agar jemaat terus mendukung kepemimpinan yang transparan dan bertanggung jawab.
  • Agar setiap pemimpin takut akan Tuhan dan melayani dengan kasih.

Doa:
Tuhan, kami bersyukur atas para pemimpin yang Engkau berikan di tengah-tengah gereja kami. Berikanlah mereka hikmat untuk mendelegasikan tugas dengan bijaksana. Kiranya melalui kerja sama yang harmonis, pekerjaan-Mu semakin berkembang dan nama-Mu dipermuliakan. Dalam nama Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja, kami berdoa. Amin.

Share:

Makna Nama dan Pengharapan

Keluaran 18:1-12

Nama-nama dalam Alkitab sering mencerminkan pengharapan kepada Tuhan, termasuk nama anak-anak Musa yang penuh arti.

Musa menamai anak pertamanya Gersom, yang berarti "orang asing di sana," karena ia merasa menjadi pendatang, baik di Midian maupun di Mesir, tanah yang pernah ia tinggali. Nama ini juga menggambarkan status umat Israel sebagai orang asing di Mesir (Kel. 2:22). Anak keduanya, Eliezer, berarti "Allah adalah penolongku," sebagai ucapan syukur karena Tuhan telah menyelamatkan Musa dari pedang Firaun. Nama ini mencerminkan penyelamatan Tuhan atas umat Israel dari perbudakan Mesir dan pengejaran Firaun (Kel. 2:23, 10-11).

Dua nama ini mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, dan Allah selalu menyelamatkan umat-Nya dari bahaya.

Bersyukurlah! Meski kita sering merasa terasing di dunia yang penuh dosa, kita dapat tetap bersukacita karena Allah yang besar dan mahakuasa selalu menyertai kita.

Share:

Dua Kunci Sukses: Doa dan Kolaborasi

Keluaran 17:8-16

1. Pentingnya Pola Kolaboratif

Dalam kehidupan modern, khususnya di era revolusi industri 4.0, kolaborasi menjadi strategi penting untuk meraih kesuksesan. Kesadaran bahwa setiap orang membutuhkan bantuan orang lain adalah langkah maju dalam membangun keluarga, gereja, masyarakat, bahkan bangsa.

Contoh Kolaborasi Israel:
Ketika umat Israel pertama kali menghadapi perang melawan bangsa Amalek, Musa dan Yosua menunjukkan pola kolaborasi yang luar biasa:

  • Yosua memimpin pasukan di medan perang dengan keberanian dan strategi.
  • Musa, Harun, dan Hur memberikan dukungan spiritual dengan berdoa di atas bukit.

Kolaborasi ini menunjukkan bahwa sukses tidak hanya tergantung pada kerja keras di lapangan, tetapi juga dukungan spiritual dan kebersamaan.


2. Doa Tiada Henti: Kunci Kemenangan

Musa mengangkat tongkat Allah dengan kedua tangannya sebagai simbol doa yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan (ayat 11).

  • Ketika tangan Musa terangkat, pasukan Israel memperoleh kemenangan.
  • Ketika tangannya letih dan turun, pasukan Amalek mulai menguasai perang.

Hal ini menunjukkan bahwa doa adalah sumber kekuatan utama yang menopang perjuangan umat Tuhan.

Belajar dari Musa:

  • Doa membutuhkan ketekunan. Saat Musa menjadi letih, Harun dan Hur menopang tangannya agar tetap terangkat.
  • Doa menggerakkan komunitas. Perjuangan fisik Yosua di medan perang dan doa Musa di atas bukit membuahkan hasil ketika keduanya bekerja bersama-sama.

3. Kolaborasi: Kerja Sama Demi Keberhasilan

Kolaborasi Musa, Harun, Hur, dan Yosua menggambarkan pentingnya pembagian peran sesuai dengan kemampuan dan panggilan masing-masing.

  • Yosua dan pasukan: Berjuang dengan kekuatan fisik dan keberanian di lapangan.
  • Musa, Harun, dan Hur: Memberi dukungan spiritual dan moral dari tempat strategis.

Kolaborasi semacam ini memastikan keberhasilan, karena semua orang bekerja dalam satu visi yang sama dengan peran yang saling melengkapi.


4. Ora et Labora: Doa dan Kerja Bersama

Kolaborasi yang sukses berlandaskan doa yang tiada henti. Dalam kehidupan komunitas kristiani:

  • Doa adalah dasar: Sebelum melangkah, kita harus menyerahkan segalanya kepada Tuhan.
  • Kolaborasi adalah pelengkap: Dengan rendah hati, kita bekerja bersama, saling menopang dan membantu untuk mencapai tujuan bersama.

Mari belajar dari Musa dan Yosua:

  • Tempatkan doa sebagai prioritas dalam setiap aktivitas kita.
  • Tumbuhkan semangat kolaborasi dengan kerendahan hati, saling mendukung, dan berbagi peran demi menyatakan karya keselamatan Tuhan.

Doa:
Tuhan, ajar kami untuk selalu berserah kepada-Mu melalui doa yang tulus dan penuh iman. Teguhkan kami untuk bekerja bersama dalam semangat persatuan, sehingga karya keselamatan-Mu nyata dalam hidup kami dan komunitas kami. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Tanda untuk Diingat

Keluaran 17:1-7

1. Arti Tanda dalam Kehidupan

Tanda bukan sekadar penunjuk arah atau simbol, tetapi sering menjadi pengingat akan pengalaman hidup yang penuh makna. Dalam perjalanan hidup umat Israel, tanda berupa perubahan nama tempat dari Rafidim menjadi Masa dan Meriba adalah pelajaran penting.

  • Rafidim berarti "tempat istirahat," tetapi karena umat Israel berbantah dan mencobai Tuhan, namanya diubah menjadi Masa ("pencobaan") dan Meriba ("perbantahan").
  • Perubahan ini mengingatkan mereka akan ketidakpercayaan mereka kepada Allah meskipun Allah telah menunjukkan kuasa-Nya sebelumnya.

2. Persoalan yang Berulang, Respons yang Berbeda

Umat Israel menghadapi masalah serupa: kekurangan air (bdk. Kel. 15:22-24). Namun, bukannya belajar dari pengalaman sebelumnya, mereka malah mengeluh, berbantah dengan Musa, dan mencobai Allah (ayat 2-3).

  • Mereka lupa bahwa Allah pernah menyelamatkan mereka dengan cara ajaib.
  • Seharusnya, iman mereka bertumbuh ketika menghadapi persoalan yang sama, tetapi yang terjadi adalah kebalikannya.

Meski demikian, Allah tetap menunjukkan kesetiaan-Nya. Melalui Musa, Allah memerintahkan batu di Horeb dipukul, dan air pun keluar untuk mereka minum (ayat 5-6).

3. Tanda Kesetiaan Tuhan dalam Hidup Kita

Kisah ini mengajarkan bahwa Allah tetap setia meskipun kita sering kali tidak percaya atau mengeluh. Kesetiaan Allah harusnya mendorong kita untuk lebih bersyukur dan percaya kepada-Nya.

  • Pengingat dalam Kehidupan Kita:
    • Buatlah tanda khusus yang mengingatkan kita akan kasih dan pertolongan Tuhan, seperti menulis ayat favorit, memakai simbol salib, atau menyimpan catatan doa yang telah dijawab Tuhan.
    • Tanda-tanda ini membantu kita menghormati Tuhan dan tetap percaya kepada-Nya dalam segala situasi.

4. Berkat untuk Kita Semua

Mari kita memohon berkat Tuhan yang melimpah dalam hidup kita, keluarga, pekerjaan, dan pelayanan. Tuhan yang setia akan selalu menyertai dan memenuhi kebutuhan kita.

Doa:
Tuhan Yesus, kami bersyukur atas kasih setia-Mu yang tidak pernah berhenti dalam hidup kami. Ajarlah kami untuk belajar dari pengalaman kami bersama-Mu, sehingga iman kami makin bertumbuh. Biarlah setiap tanda yang kami buat menjadi pengingat akan kebaikan-Mu. Kiranya berkat-Mu mengalir melimpah dalam hidup kami, keluarga kami, dan setiap pekerjaan yang kami lakukan. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Yang percaya katakan, "Amin!"
Tuhan Yesus memberkati. 🙏

Share:

Percaya kepada Providentia Dei

Keluaran 16:1-35

1. Apa itu Providentia Dei?

Providentia Dei berasal dari bahasa Latin yang berarti penyediaan Allah. Kata ini menunjukkan bahwa Allah adalah Pribadi yang memandang ke depan dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan oleh umat-Nya. Tidak ada yang kebetulan dalam rencana Allah. Seperti yang dikatakan Jakob Oetama, pendiri Kompas Group:
"Hidup ini seolah-olah bagai suatu kebetulan-kebetulan, tapi bagi saya itulah providentia Dei, itulah penyelenggaraan Allah."

Penyediaan Allah ini adalah bukti kasih dan pemeliharaan-Nya yang tidak pernah berhenti dalam kehidupan umat-Nya, termasuk dalam perjalanan Israel di padang gurun menuju Kanaan.


2. Providentia Dei dalam Kehidupan Umat Israel

Umat Israel mengalami pemeliharaan Allah yang luar biasa selama empat puluh tahun di padang gurun, sebuah tempat yang secara logis tidak memungkinkan untuk menopang kehidupan. Allah menunjukkan providentia-Nya melalui:

  1. Roti Manna dan Burung Puyuh (ayat 12-16, 31):

    • Manna, yang berarti "Apakah ini?" adalah makanan yang Allah turunkan dari langit setiap pagi.
    • Burung puyuh datang untuk memenuhi kebutuhan protein mereka.
      Pemeliharaan ini bukan hanya fisik, tetapi juga sebagai tanda bahwa Allah peduli dan terlibat dalam kehidupan umat-Nya.
  2. Kebutuhan yang Selalu Dipenuhi:
    Meski mereka berada di tempat yang keras, kebutuhan pokok mereka tidak pernah terabaikan. Kasih setia Allah nyata meskipun mereka sering bersungut-sungut dan melawan-Nya.

  3. Umat yang Kurang Percaya:

    • Umat Israel sering kali meragukan Allah (ayat 2-3) dan bahkan melanggar perintah-Nya (ayat 28).
    • Sikap mereka mencerminkan hati manusia yang mudah lupa pada kebaikan Allah dan lebih sering fokus pada kekhawatiran akan masa depan.

3. Providentia Dei dalam Kehidupan Kita

Pemeliharaan Allah yang ajaib di padang gurun menjadi pengingat bagi kita bahwa:

  • Allah mengetahui kebutuhan kita: Tidak ada satu kebutuhan pun yang terlewat dari perhatian-Nya. Ia menyediakan bukan hanya kebutuhan jasmani tetapi juga rohani.
  • Allah berkuasa untuk menyediakan yang terbaik: Apa yang Ia sediakan mungkin tidak selalu sesuai dengan keinginan kita, tetapi pasti yang terbaik untuk kebaikan kita.

4. Sikap yang Harus Kita Miliki

  1. Percaya pada Allah: Jangan biarkan kekhawatiran atau ketidakpercayaan merampas sukacita kita. Allah yang sama yang memelihara Israel di padang gurun adalah Allah yang memelihara kita hari ini.
  2. Berserah pada kehendak Allah: Fokuskan hati dan pikiran untuk mencari kehendak-Nya, bukan hanya memenuhi keinginan kita sendiri.
  3. Bersyukur atas pemeliharaan Allah: Ketika kita melihat ke belakang, kita pasti bisa menemukan banyak bukti kasih setia Allah yang terus menopang kita.

5. Refleksi Pribadi

Dalam perjalanan hidup ini, kita sering menemui jalan yang sulit, seperti padang gurun yang dihadapi umat Israel. Namun, jalan itu tidak pernah lepas dari penyertaan Allah.

  • Apakah kita bersungut-sungut seperti Israel, ataukah kita bersyukur atas penyediaan-Nya?
  • Apakah kita lebih sering mengandalkan kekuatan sendiri, ataukah kita menyerahkan segalanya pada providentia Dei?

6. Doa

Tuhan, Engkau adalah Allah yang tahu kebutuhan kami bahkan sebelum kami menyadarinya. Terima kasih atas kasih pemeliharaan-Mu yang tak pernah putus dalam hidup kami. Ajarlah kami untuk percaya sepenuhnya kepada-Mu, mencari kehendak-Mu, dan bersyukur atas segala yang telah Kau sediakan. Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.