Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

HIDUP UNTUK BEKERJA

Filipi 1:21-30
Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.
(Flp. 1:22)

Ada satu tulisan di belakang bak truk yang berbunyi: “Pergi karena kerja, pulang karena cinta”.
Hidup itu anugerah! Di dalam anugerah ada banyak pilihan. Orang bebas untuk melakukan apa pun di dalam anugerah itu. Namun, ternyata tidak mudah bagi orang untuk menentukan pilihannya. Begitu juga dengan Paulus, tidak mudah baginya menentukan pilihan. Kendati demikian, ada satu hal yang dengan sangat jelas ia sampaikan, yakni jika ia harus hidup, itu berarti bekerja memberi buah. Jelaslah bahwa bagi Paulus hidup adalah untuk bekerja, bukan bekerja untuk hidup. Hidup adalah anugerah. Karena itu, harus diisi dengan hal yang berguna, yaitu bekerja. Dari sini kita diajak untuk menghayati bahwa bekerja bukanlah beban, melainkan bentuk syukur kita atas anugerah Allah. Karena itu, harus ada hasilnya, harus ada buahnya. Semua itu hanya mungkin dilakukan ketika orang hidup atau ada di dalam anugerah Allah. Di luar itu, tak ada kesempatan untuk bekerja apalagi menghasilkan buah.
Bila kita masih dapat menikmati hidup sampai saat ini, bekerjalah dengan kegembiraan. Hayati setiap pekerjaan sebagai kesempatan bersyukur. Kerjakan apa yang dapat dikerjakan sepenuh hati. Hasilkan buah yang baik. Bila tak ada pekerjaan tetap, carilah pekerjaan yang mungkin dikerjakan atau ciptakanlah pekerjaan. Selama masih ada kehidupan, selama itu juga kita masih ada di dalam anugerah Allah.
REFLEKSI:
Manusia hidup untuk bekerja dan memberi buah.

 Doa
Terima kasih ya Allah Bapa Putra dan Roh kudus pagi ini aku bersyukur dan berterima kasih atas anugerahmu, saya masih bisa bekerja apapun yang ku lakukan karena itu semua dari padamu, ajari aku bersyukur untuk semuanya amin
Share:

MUKJIZAT KEMURAHAN HATI

Lukas 9:10-17
“Kamu harus memberi mereka makan!”
(Luk. 9:13)
Lapar adalah hal yang manusiawi dalam hidup manusia, namun kalau lapar karena bepergian untuk mendegar pengajaran dari Tuhan Yesus, itu luar biasa, kenapa luar biasa. Karena mereka tidak membawa bekal dan sanggu, karena terlalu asik pengajaran Yesus, mereka tidak merasakan lapar. Namun dalam kisah ini di tuliskan nas kamu harus memberi mereka makan, apa yang terjadi semua pada binggunh. Namun ada satu anak kecil yang memberi 5 roti dan dua ikan. Dan semua itu diberikannya inilah yang unik dari iman anak ini. 
Suatu hal yang lumrah jika seseorang memberi dari kelimpahannya. Namun, bagaimana jika seseorang memberi dalam keterbatasan, bahkan kekurangan? Itu adalah kemurahan hati. Ada banyak kisah mukjizat dari kemurahan hati.
Narasi dalam Lukas 9:10-17 ini menunjukkan bahwa murid-murid Yesus berusaha realistis saat melihat orang banyak yang mengikut Yesus ke mana pun Ia pergi, bahkan ke tempat yang sunyi. Menyikapi hal itu, murid-murid berkata kepada Yesus, “Suruhlah orang banyak itu pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan.” Namun, Yesus justru membalikkan permintaan para murid. Ia berkata, “Kamu harus memberi mereka makan!” Meski di dalam keterbatasan, Tuhan tidak memberikan pilihan kepada murid-murid-Nya selain peduli dan berbelarasa melalui aksi konkret. Lalu, apa yang terjadi? Dari 5 roti dan 2 ikan, mereka bukan hanya makan sampai kenyang, melainkan ada kelebihan hingga 12 bakul. Ada yang mengatakan bahwa tindakan seorang anak kecil yang memberikan bekalnya yang sederhana menginspirasi dan mendorong orang banyak untuk melakukan hal yang sama. Orang banyak tergerak untuk peduli dan berbagi sehingga akhirnya terjadilah kelimpahan.
Apa pun yang terjadi, kita percaya, di dalam kemurahan hati ada mukjizat. Dalam kemurahan hati, keterbatasan kehilangan batasnya.
REFLEKSI:

Kemurahan hati memberikan ruang yang tak terbatas bagi karya Allah.

Doa 
dengan kasih dan augerahmu ya Tuhan pagi hari ini aku memohon mujizat kemurahan hati, banyak orang di sekitar kami yang membutuhkan kemurahan Mu supaya mereka mendapatkan seperti kami, bukalah hatiku untuk orang damai di sekitarku. Amin
Share:

YANG UTAMA ADALAH HIDUP

Matius 22:23-33
“Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.”
(Mat. 22:32)
 Ada lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita, yang terutama di dalam hidup ini memulyakan nama Yesus.... 
 Sepenggal lirik ini mengingatkan akan siapa kita dan Siapa Allah sang Pencipta itu. Namun saat hidup ini di perhadapkan dengan masalah atau kasus kusus bisakah kita berkata yang terutama hidup.. 
Ketika ada orang yang mengancam kita dengan senjata lalu mengajukan pilihan: “Harta atau nyawa?”, biasanya orang akan memilih nyawa. Harta hilang masih dapat dicari, tetapi nyawa hilang tak ada gantinya.
Orang Saduki pada masa Yesus sudah jelas menolak kebangkitan. Untuk menyanggah Yesus yang mengajar kebangkitan orang mati, maka mereka mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang perkawinan levirat. Namun, alih-alih menjawab pertanyaan konfliktual itu, Yesus justru memberi jawab yang sangat menohok mereka. Bagi Allah, dan karena itu bagi Yesus juga, yang utama bukan soal kawin, melainkan soal hidup. Hidup memiliki banyak aspek, dan perkawinan hanyalah salah satunya. Kebangkitan orang mati adalah soal hidup, bukan soal yang lain. Bagi Allah, manusia yang hidup itu jauh lebih penting dan utama dari yang lain. Karena itu, ada kebangkitan orang mati. Kebangkitan orang mati menjadi pengharapan bahwa kematian bukanlah akhir dari segala-galanya. Kebangkitan orang mati jadi penanda bahwa hidup memang penting, sekaligus jadi penanda bahwa Allah yang kita kenal di dalam Yesus adalah Allah orang hidup.
Mari kita periksa apakah hidup sudah jadi perkara yang pertama dan utama bagi kita? Bila sudah, apakah kita menjalani hidup ini secara bertanggung jawab? Apakah kita menggunakan setiap kesempatan yang ada sebaik-baiknya? Bila belum, sekaranglah waktunya untuk kita menjadikan hidup sebagai yang utama.
REFLEKSI:
Jadilah orang yang berani hidup, bukan tak takut mati.

 
Share:

HIDUP BERSAMA KRISTUS

Efesus 2:1-10
Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus ….
(Ef. 2:4-5)
Napas adalah tanda utama adanya kehidupan. Namun, kehidupan tak hanya ditandai dengan napas. Artinya, ada orang yang masih bernapas, tetapi tak menjalani kehidupan dengan baik. Misalnya, orang yang berada dalam kondisi koma.
Dosa menjadi penghalang orang untuk dapat menjalanihidup sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dosa membuat orang hidup jauh dari Allah dan mengakibatkan ia tidak menjalani hidupnya secara penuh. Orang yang berdosa kelihatannya hidup, padahal ia mati. Itulah situasi yang dihadapi oleh orang Kristen di Efesus pada masa itu. Penulis Surat Efesus memberi kesaksian bahwa ia juga pernah berada dalam situasi seperti itu. Syukur pada Allah sebab Ia menghidupkan kembali dirinya di dalam dan bersama dengan Kristus. Yesus yang bangkit adalah sumber kehidupan sejati bagi setiap orang. Dengan kebangkitan-Nya, setiap orang punya kesempatan untuk menerima pengampunan dosa sebagai anugerah yang membawa hidup baru. Dengan itu, orang sungguh-sungguh mempunyai kesempatan untuk menjalani hidup sebagaimana yang dikehendaki Allah.
Setiap orang Kristen sejatinya adalah orang-orang yang dihidupkan kembali oleh Allah bersama dengan Kristus, untuk mempersaksikan anugerah Allah bagi dunia. Karena itu, setiap orang Kristen tidak bisa hidup di luar Kristus. Hidup bersama dengan Kristus berarti bersedia untuk meneladani seluruh cara hidup Kristus sebagaimana disaksikan dalam Alkitab.
REFLEKSI:
Tanpa Kristus, tak ada kehidupan yang sesungguhnya.

 
Share:

JANGAN RIBUT!

Kisah Para Rasul 20:7-12
“Jangan ribut, sebab ia masih hidup.”
(Kis. 20:10)
Orang cenderung bersikap reaktif daripada responsif saat terjadi kehebohan. Akibatnya, yang muncul adalah keributan alih-alih penyelesaian.
Kisah Euthikus yang mengantuk sampai tertidur lelap dan jatuh dari tingkat tiga saat mendengarkan Paulus berbicara dapat menjadi contoh tentang orang yang reaktif. Orang-orang ribut ketika melihat peristiwa itu. Berbeda dengan Paulus yang responsif. Hal pertama yang dilakukan oleh Paulus adalah menangani Euthikus. Setelah tahu bahwa ia masih hidup, Paulus menegur orang banyak agar tak ribut. Pertanyaannya: Apa yang membuat Paulus dapat bersikap begitu tenang sehingga dapat bersikap responsif dan tidak reaktif? Paulus percaya pada Yesus, yang diyakini hadir di tengah persekutuan mereka melalui persekutuan dan perjamuan. Paulus telah belajar untuk tetap percaya pada Yesus apa pun yang sedang ia hadapi. Karena itu, alih-alih ribut Paulus tetap tenang. Dalam ketenangan itu, Paulus dapat melihat dan bertindak dengan benar.
Bisa jadi kita pernah mengalami dan menghadapi berbagai peristiwa yang mencengangkan dalam hidup ini. Mana yang lebih mudah kita lakukan: bersikap reaktif atau responsif? Ribut atau tenang? Bila kita meyakini bahwa Yesus yang bangkit itu selalu ada, hadir di tengah persekutuan, tak ada alasan bagi kita untuk takut atau panik ketika menghadapi persoalan yang sangat berat sekalipun. Selalu ada jalan bersama Yesus, selalu ada kehidupan, selalu ada penghiburan.
REFLEKSI:
Dalam segala perkara jadilah tenang.

 
Share:

BELAJAR PERCAYA

Yohanes 11:1-45
“… sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya.”
(Yoh. 11:15)

Ada pepatah yang mengatakan: “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!” Kita dapat memahami pepatah itu hendak mengatakan bahwa tak ada batasan untuk orang menuntut ilmu. Selama hayat dikandung badan teruslah belajar.
Percaya pada Yesus tidak pernah menjadi hal yang mudah untuk dilakukan oleh siapa pun. Teks Alkitab hari ini dengan sangat gamblang menunjukkan hal tersebut. Yesus bukanlah orang asing bagi Marta dan Maria yang pernah meminyaki kaki Yesus dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya. Namun, ketika mereka mengalami kedukaan karena Lazarus mati, ternyata sulit sekali bagi mereka untuk tetap percaya pada Yesus bahwa Ia akan membangkitkan Lazarus. Bila dicermati, Yesus seperti melakukan penundaan untuk bertemu dengan mereka. Mengapa? Yesus hendak mengajar untuk mereka percaya. Melalui peristiwa kematian Lazarus, mereka diajar untuk percaya. Ini adalah proses yang harus terus mereka lalui.
Menjadi orang Kristen, beragama Kristen tepatnya, sangat mudah. Selama semua proses administratif dipenuhi, maka orang dapat disebut beragama Kristen. Yang sulit adalah menjalani hidup kekristenan. Sebab, syarat utamanya yaitu percaya pada Yesus tidak lagi dilakukan sebatas ucapan, tetapi mewujud dalam tindakan. Semua peristiwa yang kita alami sepanjang kehidupan adalah kesempatan untuk terus belajar percaya. Ini proses seumur hidup.
REFLEKSI:
Belajar percaya akan membuat kita makin baik dalam mengelola iman kepada Tuhan.
Sudahkah Imanmu terkelola dengan baik? 

 
Share:

MELAKUKAN KEADILAN DAN KEBENARAN

Yehezkiel 33:10-16
“Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi; ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup.”
(Yeh. 33:16)

Entah sejak kapan mata uang, baik logam maupun kertas, punya dua sisi yang berbeda. Meski demikian, keduanya saling melengkapi, membuat mata uang itu berharga.
Yehezkiel sekali lagi menyampaikan kepada umat apa keinginan Tuhan, yaitu supaya umat hidup! Ini luar biasa. Tuhan menghendaki kehidupan bagi umat bukan kematian. Agar umat hidup, maka mereka harus melakukan kehendak Tuhan. Apa kehendak Tuhan yang harus dilakukan umat? Bukan hanya melakukan apa yang benar atau apa yang adil. Bila hanya melakukan apa yang benar, itu baru satu sisi. Begitu juga bila hanya melakukan keadilan. Tuhan menghendaki agar kebenaran dan keadilan dilakukan sekaligus, pada waktu yang sama. Dengan demikian, umat mendapat kesempatan untuk menerima kehidupan dari Tuhan. Benar berarti melakukan segala hal dengan tepat, tidak kurang tidak lebih. Adil berarti memberikan apa yang menjadi hak orang lain sesuai bagiannya. Jadi, ketika umat diminta untuk melakukan keadilan dan kebenaran itu berarti umat mesti menjalankan segala perkara yang dipercayakan kepadanya dengan tepat dan pada saat yang sama memperhatikan hak orang lain.
Menerima dan menjalani kehidupan sebagai umat Tuhan sesungguhnya sederhana, yaitu melakukan kebenaran dan keadilan. Meskipun sulit, tetapi tidak mustahil. Tidak hanya melakukan salah satu, tetapi keduanya. Jika hanya satu, itu akan membuat hidup tak berarti, seperti mata uang yang hanya punya satu sisi.
REFLEKSI:
Keadilan dan kebenaran membuat hidup diri sendiri dan sesama menjadi berarti.
Share:

Berdukacita Karena Dosa

 1Timotius 1:12 17

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: Yesus Kristus datang ke
dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang
paling berdosa.
 1 Timotius 1:15

Setiap orang pasti berdukacita ketika orang yang dikasihi meninggal dunia, tetapi jarang kita mendengar orang berdukacita karena dosa, bukan? Namun, berbeda dengan Jonathan Edwards, seorang teolog yang berduka atau sedih karena dosa. Ia menulis, Aku menjadi lebih peka terhadap kejahatan dan keburukan hatiku justru setelah aku bertobat. Semua dosa yang telah kulakukan sejak awal kehidupan hingga sekarang, seharusnya aku sudah ditempatkan di dalam neraka.

Dosa bagi seorang pengikut Kristus sejati merupakan beban, kepedihan, serta keprihatinan terbesar dan terdalam. Hal serupa juga dialami oleh Rasul Paulus, seorang penganiaya orang Kristen yang bertekad membinasakan ajaran Kristus dan para pengikut Nya. Namun, dalam perjalanan ke Damsyik untuk menangkap dan menganiaya orang Kristen, justru ia yang ditangkap oleh Tuhan Yesus. Yesus menampakkan diri Nya kepada Paulus dan mempertobatkannya (lih. Kis. 9:1 18). Ayat emas di atas merupakan pengakuan Paulus setelah bertobat, Akulah yang paling berdosa. Alasan Paulus berdukacita adalah karena dosa dosa yang pernah ia lakukan. Ia menjadi seorang penghujat, penganiaya, dan seorang yang ganas. Ia menyadari semua kesalahannya dan seharusnya layak untuk dibinasakan oleh Tuhan. Namun, ia justru mengalami anugerah Tuhan: dikasihi dan dikaruniakan iman untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus bahkan dipanggil menjadi hamba Nya. Karena itu, Paulus selalu bersyukur, hidup bagi Tuhan, setia, dan taat memberitakan Injil dan melayani jemaat Nya (Flp. 1:20 22).

Orang orang seperti Jonathan Edwards dan Rasul Paulus yang hidupnya makin dekat dan makin serupa dengan Kristus, yang bertumbuh di dalam kekudusan dan kebenaran, pasti semakin membenci dosa dan semakin berdukacita setiap kali berbuat dosa. Bagaimana dengan kita? Kiranya kita yang sudah ditebus oleh darah Kristus yang sangat mahal, juga selalu membenci dosa dan berdukacita ketika jatuh ke dalam dosa dan mau bertobat. Karena itu, lakukanlah disiplin rohani yang ketat setiap hari. Selalu membaca Alkitab dan merenungkan firman Tuhan, tekun berdoa dan introspeksi diri, serta mengakui dosa di hadapan Tuhan Yesus dan meninggalkannya.

Refleksi Diri:

Apakah ada dukacita karena dosa yang Anda lakukan? Apakah boleh hidup dalam dosa setelah Anda diselamatkan oleh anugerah? Mengapa?

Apa yang Anda lakukan agar memiliki sikap benci terhadap dosa dan meningkatkan rasa dukacita karena dosa?
Share:

Melayani bukan dilayani

 Markus 10:35 45

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. 

—Markus 10:45

Pada tahun 2018, Jusuf Kalla, mantan wakil presiden Indonesia, berpidato dan menyampaikan arahan kepada ribuan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Ia meminta para CPNS untuk mempunyai mental yang siap melayani masyarakat, bukan malah minta dilayani. Jusuf Kalla menyadari adanya kecenderungan seseorang untuk memiliki kenyamanan hidup dan enggan bekerja keras. Kecenderungan ini membuat seseorang ingin meraih kedudukan terhormat sehingga tidak perlu melayani, melainkan dilayani.

Rupanya kecenderungan ini juga dipikirkan oleh murid murid Yesus. Ini dilontarkan pertama kali oleh Yakobus dan Yohanes saat berkata, Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan Mu dan yang seorang di sebelah kiri Mu. (ay. 37). Mereka menginginkan kedudukan yang terhormat dan menjadi orang besar. Yesus meresponi permintaan mereka, Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. 

Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima? (ay. 38). Kedua murid Yesus ini menjawab dengan naif, Kami dapat. Mereka gagal memahami apa maksud Yesus.

 Murid murid Yesus yang lain ternyata juga memiliki pemikiran yang sama. Yesus lalu menasihati mereka, Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. (ay. 43 44).

Konsep melayani dan menjadi hamba bukanlah sesuatu yang lazim ditemui di masyarakat. Yesus sendiri telah menjadi teladan dalam melayani. Yesus adalah Allah, pencipta Alam semesta. Dia Raja di atas segala raja, yang seharusnya paling layak untuk dilayani. Namun, Kristus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (ay. 45). Yesus yang adalah Allah, rela mengosongkan diri Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama seperti manusia bahkan taat sampai mati, mati di kayu salib untuk menebus setiap kita (Flp. 2:7 8).

Sebagai anak anak T uhan, marilah kembali mengerjakan panggilan kita sebagai hamba yang melayani dengan baik dan setia (Mat. 25:21). Biarlah kita tidak mencari perkenanan manusia dan dunia, melainkan hanya perkenanan T uhan.

Refleksi Diri:

Apakah Anda tergoda untuk mendapatkan kedudukan dan ketenaran dalam pelayanan? Apa yang membuat Anda sulit untuk melayani?

Bagaimana cara Anda melatih diri untuk memiliki hati seorang hamba
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.