Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Hamba Allah, Bukan Hamba Dosa

Roma 7:13-26
Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.
- Roma 7:22-23

Dosa adalah masalah besar manusia, termasuk orang Kristen. Kebenarannya adalah bahwa kita sudah dimerdekakan dari perbudakan dosa (Rm. 6:7). Kuasa dosa telah dipatahkan oleh Kristus yang mati disalibkan. Persoalannya, mengapa orang Kristen masih berbuat dosa?
Dalam Roma 7, Rasul Paulus membahas tentang pertentangan antara hidup yang lama dan yang baru. Jelas kita bukan lagi hamba dosa. Kita sudah bebas melalui persekutuan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rm. 6:1-10). Akan tetapi tubuh kita belum mendapat bagian sepenuhnya dalam kehidupan Kristus yang sudah bangkit. Itu sebabnya masih terjadi perhambaan atas anggota tubuh kita (Rm. 7:23) sampai suatu saat kita mengalami penebusan tubuh (Rm. 8:23). Tubuh lama kita inilah yang disebut kedagingan. Kita sudah punya identitas baru, status baru sebagai orang yang sudah ditebus Kristus, tetapi kapasitas untuk hidup sebagai ciptaan baru masih terhambat oleh tubuh yang lama. Kehendak dosa masih memengaruhi kita sampai kita mati.
Sebagai ilustrasi, bangsa Israel pada zaman Yosua sudah berhasil menaklukkan tanah Kanaan. Yosua sudah membagi-bagi tanah itu untuk dua belas suku. Apakah seluruh tanah Kanaan itu benar-benar sudah ditaklukkan? Belum. Masih butuh waktu bertahun-tahun sebelum bangsa Israel berhasil mengusir bangsa Kanaan dan menduduki tanah itu sepenuhnya.
Demikianlah kehidupan kita di dalam Kristus. Kita adalah umat tebusan. Kita sudah dibebaskan dari kuasa dosa yang membawa kematian dan hukuman kekal. Akan tetapi, tubuh kita masih tubuh yang lama. Tubuh lama ini masih bisa dipengaruhi dosa. Pertentangan ini terus terjadi seumur hidup kita (Rm. 7:22-23). Namun, itu tidak menjadi alasan kita untuk terus-menerus berdosa. Dalam Roma 8, Rasul Paulus memberikan caranya kita bisa menang atas godaan dosa, yaitu hidup di dalam pimpinan Roh kudus. Oleh karena itu, berdoalah agar Roh kudus memenuhi kita sehingga kita bisa menang melawan godaan dosa.
Refleksi Diri:
Mengapa ada orang Kristen masih terikat dosa?
Bagaimana cara kita bisa menang atas dosa, meskipun kita masih hidup di dalam tubuh yang lama?
Share:

Anugerah Mendahului Iman

Roma 5:1-11
Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.
- Roma 5:8

Gereja reformasi mengenal lima Sola. Sola fide (hanya oleh iman kepada Yesus Kristus), sola gracia (hanya oleh anugerah atau kasih karunia Allah), sola scriptura (hanya Alkitab yang menjadi dasar iman), solus Christus (hanya oleh Kristus) dan Soli Deo Gloria (kemuliaan hanya bagi Allah). Kelima Sola ini merupakan rangkuman pengakuan iman yang menjadi dasar iman kekristenan semenjak masa reformasi.
Roma 5:2 menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh anugerah Allah yang diterima dengan iman. “Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa. Ketika kita masih berdosa, kita tidak sanggup beriman kepada-Nya (Rm 3:23). Dalam keadaan sebagai orang berdosa, kita mati dalam dosa. Orang mati tidak bisa berespons apa-apa. Anugerah Allahlah yang membangkitkan iman dalam hati kita sehingga kita sanggup percaya. Jadi, anugerah mendahului iman. Tanpa anugerah, kita tidak mungkin bisa beriman. Dengan kata lain, kita bisa beriman bukan karena kesanggupan kita tetapi karena kesanggupan dari Allah. Iman dan anugerah adalah pekerjaan Allah semata-mata.
Jika kebenarannya demikian, tak seorang pun dapat membanggakan diri bahwa ia selamat karena kesanggupannya sendiri. Segala perbuatan baik dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman dosa tidaklah cukup dan mampu untuk menyelamatkannya. Tak ada andil atau bagian kita di dalam keselamatan. Semuanya berasal dari Allah dan oleh Allah. Allah dengan anugerah-Nya, merelakan Anak-Nya tunggal, yaitu Kristus Yesus turun ke dunia dan mati di atas kayu salib supaya kita semua, manusia berdosa, bisa diselamatkan. Itulah anugerah terbesar yang bisa diterima di dalam hidup kita.

Karena itu, bersikaplah rendah hati dan syukurilah keselamatan kita. Semua hanya karena anugerah-Nya. Hargailah keselamatan kita dengan hidup bertanggung jawab di hadapan-Nya. Hiduplah berkenan kepada Allah (Rm. 12:1,2). Jangan sia-siakan kasih karunia-Nya. Keselamatan itu cuma-cuma tetapi jangan anggap percuma (tidak ada gunanya atau tidak berharga).
Refleksi Diri:
Apa perasaan Anda mendapatkan keselamatan yang merupakan anugerah Allah?
Bagaimana Anda mengungkapkan rasa syukur atas keselamatan itu?
Share:

Waktu Anda Ada Batasnya

Mazmur 90:10-12

Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
- Mazmur 90:10

Film-film seringkali membawa penontonnya berimajinasi luar biasa. Salah satunya saat menciptakan tokoh-tokoh yang bisa mengendalikan waktu. Mereka bisa memperlambat jalannya waktu, menyetel segala kejadian semaunya. Rasanya menyenangkan bukan, kalau waktu bisa kita atur sedemikian rupa? Ketika mengalami kesenangan, kita atur waktu lebih lambat jalannya supaya bisa menikmatinya lebih lama. Sebaliknya saat dalam kesulitan, kita atur waktu lebih cepat agar penderitaan segera berlalu.
Kenyataannya, waktu berjalan konsisten. Tidak bisa kita perlambat atau percepat. Hal yang lebih penting adalah bagaimana sebenarnya kita memandang dan menggunakan waktu. Setiap kita diberi waktu yang sama, 24 jam, tidak lebih, juga tidak kurang. Jatah kita setiap harinya selalu sama. Namun, batas hidup kita berbeda-beda. Ayat emas menuliskan angka tujuh puluh atau delapan puluh, menunjukkan adanya satu batas dalam hidup yang tidak bisa dipungkiri. Sejak ribuan tahun silam, Musa menyadari betapa terbatasnya waktu manusia di dalam hidup.
Daud juga berkata, “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.” (Mzm.103:15-16). Hidup manusia singkat. Siapa pun orangnya, terkenal atau awam, para penguasa atau rakyat biasa, para profesor atau putus sekolah, dan golongan lainnya, semuanya punya waktu terbatas selama di dunia. Sayang sekali kalau kita hanya menggunakan waktu yang terbatas tanpa tujuan. Satu saat nanti, semua manusia akan menjalani hidup yang tidak ada batasnya alias kekal, dan pilihannya hanya dua: hidup kekal atau mati kekal. Hanya di dalam Kristus saja kita akan menjalani hidup kekal. Di luar Dia akan mati kekal.
Tuhan memberikan kita waktu hidup selama di dunia ini. Kita tentu sudah tahu akan hal ini, tetapi seringkali lupa, seolah-olah kita akan hidup selamanya. Apakah Anda sudah sungguh percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan Anda? Sudahkah hidup Anda dipakai dengan maksimal seperti yang Tuhan kehendaki? Janganlah kita hanya merenungkan akan terbatasnya waktu hidup, tetapi marilah menggunakan kesempatan yang terbatas ini dengan sungguh-sungguh di dalam Tuhan.
Refleksi Diri:
Mengapa waktu Anda begitu berharga untuk dijalani? Apa hal yang mau Anda ubah, supaya memakai waktu hidup lebih bermakna?
Apakah Anda yakin akan menjalani hidup kekal bersama Yesus satu saat nanti?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.
Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Sikap Seorang Pemenang

1 Korintus 15:54-58

“Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu?”
- 1 Korintus 15:54-55

Pada zaman perbudakan, para budak yang berasal dari Afrika dibawa ke sebuah negara di Eropa. Ketika para budak dibawa keluar dari kapal, salah seorang dari budak berjalan tegak dan penuh antusias, padahal budak-budak yang lainnya tertunduk. Seorang calon pembeli budak menanyakan identitas dari budak tersebut, lalu mandor kapal menjawab bahwa pria itu adalah anak dari kepala suku. Pantas saja ia bersikap berbeda dengan yang lain karena menyadari statusnya sebagai anak kepala suku yang pernah memiliki kuasa dan kemuliaan.

Pemahaman akan status kita sebagai anak-anak Allah atau pengikut Kristus seharusnya membangkitkan semangat dan rasa bangga juga di dalam kehidupan kita. Terlebih lagi bahwa Yesus Kristus sudah bangkit dan menang terhadap kuasa maut. Rasul Paulus membuktikan kebangkitan Kristus dengan menyebutkan para saksi mata yang pernah melihat tubuh kebangkitan-Nya. Mereka adalah Simon Petrus dan dua belas murid, lebih dari lima ratus orang, serta Yakobus dan Paulus sendiri (ay. 5-8). Selanjutnya Paulus menjelaskan implikasi dari kebangkitan Kristus, yakni memiliki sikap hidup seorang pemenang.
Apa saja implikasinya? Pertama, hidup yang bersyukur karena Tuhan telah mengalahkan kuasa maut dan memberi kita kemenangan (ay. 27). Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita tidak boleh goyah dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan penderitaan, sebab Kristus Sang Pemenang selalu menyertai kita (ay. 58a). Ketiga, memiliki sikap hidup melayani dan berbuah bagi Tuhan (ay. 58b). Kesadaran akan karya Kristus yang sudah mati dan bangkit serta adanya janji pahala, seharusnya membangkitkan semangat kita untuk melayani Dia, sebab jerih lelah kita untuk Tuhan tidak sia-sia (lih. 2Kor. 5:9-10; 2Tim. 4:8; Why. 22:12).
Kita harus memiliki pola pikir dan sikap hidup seorang pemenang, tidak mudah bersungut-sungut, marah dan kecewa kepada Tuhan ketika menghadapi tantangan dan kesulitan. Sebaliknya kita harus selalu percaya dan bersyukur kepada Tuhan, karena Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu yang kita alami untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Marilah kita berjuang untuk mengejar hidup yang berkenan kepada Tuhan dengan rela memikul salib, menyangkal diri dan mengikut Kristus, serta setia memberitakan Injil.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus? Apa buktinya dan kapan Anda percaya kepada-Nya?
Apa komitmen Anda untuk membalas kasih Tuhan Yesus dan hidup di dalam kemenangan sebagai pengikut-Nya?
Share:

Rencana Tuhan Di Balik Kejadian Buruk

1 Raja-raja 19:1-8

maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: “Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”
- 1 Raja-raja 19:2

Siapa yang mau tersambar petir? Membayangkannya saja sudah buat bulu kuduk berdiri. Tentang sambaran petir, pria bernama Walter Summerford adalah yang paling apes. Semasa hidupnya Summerford tiga kali terkena sambaran petir. Ini membuatnya harus menderita kelumpuhan total. Apakah berhenti sampai di situ? Ternyata tidak. Setelah meninggal, kuburannya juga tersambar petir yang menyebabkan batu nisannya pecah. Alhasil, Summerfold total tersambar petir empat kali semasa hidup dan mati. Apes betul orang ini. Umumnya orang-orang akan berpikir demikian. Seseorang bisa mengalami kejadian buruk dalam hidup mungkin karena sedang tidak beruntung. Oleh karena itu, orang-orang berlomba mencari keberuntungan supaya terhindar dari hal-hal buruk yang merugikan. Namun, jika melihat Alkitab, mengalami kejadian baik atau buruk tidak sesederhana beruntung atau sial. Setiap kejadian hidup yang dialami manusia, ada campur tangan dan rencana Tuhan di dalamnya.
Nabi Elia sebagai contoh. Betapa mengejutkan bagi Elia, meskipun sudah berhasil menunjukkan bahwa kuasa Tuhan ada atas dirinya di gunung Karmel, Raja Ahab dan Izebel tidak juga gentar terhadap kuasa Tuhan. Izebel bahkan berketetapan akan membunuh Elia sesegera mungkin, seperti Elia telah membunuh nabi-nabi Baal dan Asyera kesayangan Izebel. Mendengar berita ini, Elia sangat gentar. Ia segera melakukan pelarian agar terlepas dari rencana jahat Izebel. Namun, pelarian tidak cukup untuk menolongnya. Elia begitu terpuruk karena kejadian buruk yang menimpanya. Ia merasa gagal menjalankan tugas sebagai seorang nabi dan tidak pantas untuk hidup. Tuhan tidak tinggal diam. Dia hadir menolong Elia di tengah pelariannya. Tuhan bahkan memakai kejadian buruk agar Elia lebih memahami rencana Tuhan atas hidupnya.
Tidak ada manusia yang imun dari hal-hal buruk. Kapan pun bisa terjadi dalam kehidupan. Mari belajar dari kisah Elia, bahwa kejadian buruk bukanlah fakta akhir dari kehidupan. Tuhan Yesus tidak meninggalkan anak-anak-Nya di saat kejadian-kejadian buruk menimpa kita. Yesus akan menopang bahkan memakai setiap kejadian buruk untuk menguatkan kita, bahkan membuat kita mengerti rencana Tuhan.
Refleksi Diri:
Bagaimana selama ini respons Anda ketika mengalami kejadian buruk?
Apa rencana Tuhan di balik kejadian buruk yang Anda alami setelah merenungkan dan membaca bagian Alkitab hari ini?
Share:

Muliakan Tuhan Dengan Hartamu

1 Timotius 6:17-19

Muliakanlah TUHAN dengan hartamu, ...
- Amsal 3:9a

Efesus merupakan kota perdagangan yang kaya dan bernilai budaya tinggi di provinsi Romawi, Asia Kecil. Efesus dikenal makmur dan memiliki kekayaan yang melimpah. Letaknya yang strategis menjadikan Efesus cocok sebagai kota perniagaan. Melihat latar belakang kota Efesus maka besar kemungkinan jemaat yang ada disana merupakan orang-orang kaya (berkecukupan). Dalam bagian ini, Paulus mengingatkan Timotius untuk memperingatkan jemaat Efesus mengenai hal kekayaan.
Beberapa jemaat Efesus memfokuskan hidupnya pada cinta akan uang. Mereka telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri (1Tim. 6:10). Oleh karena itu, Paulus melalui Timotius mendorong jemaat untuk memiliki kehidupan yang tidak tinggi hati, tidak menganggap diri lebih unggul atau menjadi angkuh karena kekayaan. Hidup yang tidak bergantung pada kekayaan, melainkan hidup yang sepenuhnya bergantung kepada Allah, Sang pemilik kehidupan dan pemberi berkat.
Paulus juga mengingatkan jemaat Efesus agar lebih bijaksana dalam menggunakan kekayaan, serta mendorong mereka untuk memiliki tangan yang terbuka, membagikan apa yang dimilikinya kepada orang lain. Kekayaan bukan untuk dinikmati demi kepuasan diri sendiri, melainkan untuk menyediakan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Memberi, berbagi, dan berbuat baik harus menjadi gaya hidup murid Kristus, serta dilakukan bukan dengan maksud tertentu ataupun motivasi yang keliru. Kenapa kita senantiasa harus memberi dan berbagi kepada sesama? Karena Allah dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati (ay. 17b). Rasul Yakobus di dalam Yakobus 1:17 berkata, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang;” Allah Bapa telah memberikan begitu banyak berkat bagi kita dan sudah seharusnya berkat itu juga turut dibagikan kepada sesama.
Marilah kita muliakan Tuhan dengan apa yang sudah Dia percayakan kepada kita. Apa yang ada di dunia bersifat sementara. Mengejar dan menggenggam terlalu erat harta duniawi hanyalah kesia-siaan. Kejar dan genggamlah harta sorgawi sebagai tujuan hidup yang bernilai kekal. Pergunakan setiap harta yang sudah Tuhan percayakan dengan bijaksana dan pakai untuk kemuliaan nama-Nya. Sesungguhnya hidup yang sejati adalah ketika kita tidak menggenggam begitu erat apa yang kita miliki, tetapi mempunyai kerelaan hati untuk berbagi kepada sesama dengan ketulusan hati.
Refleksi Diri:
Bagaimana sikap dan cara Anda menggunakan harta yang Tuhan percayakan selama ini?
Apa tindakan nyata dalam hal memberi dan berbagi yang ingin Anda lakukan dalam waktu dekat?
Share:

Lembut Tapi Kuat

Kisah Para Rasul 8:26-40
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
- Matius 5:5

Ketika Anda membayangkan seseorang yang lemah lembut, siapa yang ada dalam benak Anda? Bagaimana Anda membayangkan karakter orang tersebut? Kebanyakan orang sering mengasosiasikan orang yang lemah lembut dengan orang yang lemah. Apakah asumsi ini benar? Seorang hamba Tuhan bernama Todd Wilson menuliskan demikian, “Kelemahlembutan adalah ekspresi kekuatan, kualitas karakter yang berakar pada kepercayaan diri yang dalam, serta pengendalian diri. Kelemahlembutan menghasilkan ketenangan pikiran, kemantapan jiwa, keheningan hati, meski di tengah kritik atau perlakuan buruk dari orang lain. Kelemahlembutan bukanlah tanda-tanda orang lemah, melainkan mereka yang kuat, sebuah ciri yang jarang kita lihat di dalam dunia yang kompetitif, pendendam, dan kasar ini.” Kelemahlembutan adalah salah satu karakter dari buah roh dan berkaitan erat dengan pengendalian diri.
Salah satu pribadi yang sempurna meneladankan kelemahlembutan adalah Tuhan Yesus sendiri. Di dalam perikop bacaan hari ini, kita menemukan bahwa sida-sida dari Etiopia sedang membaca bagian dari Kitab Yesaya yang berisi tentang nubuatan tentang Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (ay. 32-33), sebuah nubuatan tentang penderitaan dan kematian Yesus Kristus (ay. 34-35). Di tengah perlawanan dan permusuhan yang ditunjukkan kepada-Nya, Yesus tidak membuka mulut-Nya. Yesus tidak melawan, Dia bahkan mendoakan mereka yang menimpakan siksaan kepada-Nya. Ini bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebuah ekspresi iman yang kuat. Di dalam tinggal tenang, Yesus menyerahkan diri-Nya sepenuhnya di dalam kedaulatan Allah Bapa. Yesus percaya sepenuhnya bahwa Allah akan menghakimi dengan adil (1Ptr. 2:23) dan kelemahlembutan yang ditunjukkan oleh-Nya pada akhirnya membawa keselamatan bagi manusia (Rm. 2:4). Nubuatan tentang kelemahlembutan Yesus ini akhirnya membuat sida-sida mengenal pribadi Kristus dan membawanya pada pertobatan.
Kelemahlembutan berarti menghadapi perlawanan dan penolakan dengan kesabaran serta pengampunan, dan bukan dengan balas dendam. Kelemahlembutan juga bisa diekspresikan dengan merespons tuduhan dengan sikap diam yang tenang, bukan dengan protes keras. Di dalam diam tenang, kita berdoa bagi mereka yang yang telah memojokkan kita, sama seperti Yesus berdoa kepada Bapa bagi mereka yang menganiaya-Nya (Luk. 23:34). Marilah kita menyadari bahwa kelemahlembutan yang kita tunjukkan kepada sesama bisa dipakai oleh Allah untuk menunjukkan siapa Kristus.
Refleksi Diri:
Bagaimana Anda meyakini bahwa kelemahlembutan berasal dari iman yang kuat?
Bagaimana Anda merespons orang-orang yang melawan, menolak, atau memojokkan Anda? Apakah Anda bersedia bersikap lemah lembut dan mendoakan mereka?
Share:

Berkenan Di Hati Tuhan

1 Samuel 13:14

Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu.”
- 1 Samuel 13:14

Saya pernah mendengar beberapa julukan disematkan kepada seseorang, misalnya “Beruang”, “Minion”, “Batu” atau “Sultan”. Orang-orang biasanya memberikan julukan dengan melihat fakta kehidupan, baik itu yang positif atau negatif. Misalnya, seorang dengan ciri-ciri fisik kurang ideal dijuluki beruang atau minion. Orang yang keras kepala dipanggil kepala batu. Atau yang lain punya kekayaan melimpah dijuluki sultan. Daftar julukan ini akan sangat panjang jika diteruskan. Intinya, julukan tidak bisa diberikan kepada seseorang tanpa terlebih dahulu mengetahui kisah hidupnya.
Menarik jika mengamati julukan yang disematkan kepada Daud. Ia dijuluki sebagai seorang yang berkenan di hati Allah, dalam bahasa Inggris, “a man after God’s own heart”. Jika diterjemahkan secara bebas dapat berarti seseorang yang dekat atau ada di hati Allah. Dari sekian banyak tokoh Alkitab dan berbagai karya hebat yang menjadi kisah hidup mereka, hanya Daud yang mendapat julukan yang menggambarkan keintiman relasi dengan Allah yang begitu luar biasa.
Berbeda dari cara umum sebuah julukan diberikan, “orang yang berkenan di hati Tuhan” adalah julukan yang diucapkan Nabi Samuel sebelum ia tahu kisah hidup Daud. Julukan ini adalah bagian dari nubuatan yang disampaikan Samuel kepada Saul terkait akan berakhirnya kepemimpinannya sebagai raja. Julukan ini bukan dari Samuel, melainkan firman Allah. Julukan ini bukan berasal dari penilaian Samuel atas hidup Daud, melainkan dari Tuhan. Allah dalam kemahatahuan-Nya mengetahui kisah hidup Daud dari awal hingga akhir dan Dia menilai kehidupan Daud.
Bagaimana dengan kehidupan kita? Tuhan Yesus mengetahui awal dan akhir kisah hidup kita. Dia tidak pernah berhenti untuk melihat dan menilai kehidupan kita. Kita mungkin bisa menutupi kisah hidup kita dari sesama, tetapi tidak di hadapan Tuhan. Sesama kita mungkin bisa memberi julukan bagi kita, entah positif atau negatif, tapi ingat! Julukan dari Tuhan adalah yang paling benar dan yang paling penting untuk kita ketahui. Renungkan kehidupan Anda hari ini. Kira-kira, apa julukan yang Allah akan berikan kepada Anda?
Refleksi Diri:
Apa alasan Allah memberikan julukan “orang yang berkenan di hati Tuhan” kepada Daud berdasarkan penyelidikan Anda di sepanjang Alkitab?
Apa julukan yang ingin Anda dapatkan dari Allah yang bisa menjadi komitmen hidup Anda ke depan?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.