Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

KEHIDUPAN YANG BARU

Kisah Para Rasul 13:32-41
Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan
kepada kamu pengampunan dosa.
(Kis. 13:38)

29 September adalah tanggal yang dikhususkan memperingati Hari Jantung Sedunia, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan jantung. Tahukah Anda bahwa cangkok jantung di dunia pertama kali dilakukan tahun 1967? Penerimanya bernama Philip Blaiberg. Ia memperoleh donor dari seorang perempuan yang meninggal karena kecelakaan. Dokter yang melakukan operasi adalah Dr. Christiaan Barnard. Peristiwa itu mengubah sejarah pengobatan jantung di dunia. Serta tentu saja, memberikan kehidupan yang baru kepada Philip dengan jantung barunya.
Mengenal Yesus Kristus adalah sebuah kehidupan yang baru bagi Paulus. Kehidupan yang berbeda dari kehidupan nenek moyang Israel di masa lalu (lih. Kis. 13:16-31). Bahwa di dalam Kristus, janji keselamatan yang dinanti-nantikan oleh umat telah digenapi. Penggenapannya terjadi melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus yang membawa pengampunan bagi dosa-dosa umat-Nya. Karena itu, Paulus memperingatkan agar orang-orang di Antiokhia saat itu waspada dan jangan menjadi penghina firman.
Kehidupan dalam Yesus Kristus setiap hari adalah kehidupan yang baru. Kehidupan yang diselamatkan. Tuhan mengampuni dosa-dosa kita dan memberikan kesempatan hidup yang baru. Mungkin dalam masa lalu, kita menjadi orang-orang yang tidak percaya. Atau percaya, tetapi masih melakukan dosa. Sekarang, jalanilah setiap hari sebagai hari baru bersama Tuhan.
REFLEKSI:
Bersyukur atas pengampunan dosa dan
kesempatan hidup baru di dalam Tuhan.

 


 
YKB MEDIA
The stream could not be loaded, either because the server or network failed or because the format is not supported.

"
Share:

Teladan Iman

Ibrani 13:7-9

Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.
- Ibrani 13:7

Mereka yang telah menjadi orangtua menyadari benar bahwa anak-anak belajar lebih cepat dengan mengobservasi serta meniru tingkah laku orang dewasa, bukan dengan mendengarkan perintah atau nasihat mereka. Begitu pula dengan kehidupan orang Kristen. Pertumbuhan iman dan karakter orang Kristen sangat dipengaruhi oleh teladan iman di dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, penulis kitab Ibrani menasihatkan orang-orang Kristen untuk mengingat pemimpin-pemimpin mereka, yakni orang-orang yang telah mengabarkan Injil, mengajarkan kebenaran firman, serta membentuk jemaat gereja. Orang Kristen diundang untuk memerhatikan hidup dan mencontoh iman mereka.
Apa yang perlu diingat, diperhatikan, dan dicontoh dari para pemimpin rohani seperti ini? Kita perlu mengingat kesetiaan mereka dalam memberitakan Injil serta firman. Firman Tuhan yang mereka beritakan, berbuah dalam gaya hidup mereka. Bukan hanya pemikiran, tetapi sikap hidup mereka juga patut menjadi perhatian. Penulis kitab Ibrani meminta jemaat untuk mengobservasi dengan seksama serta merenungkan teladan para pemimpin tersebut.
Ayat emas di atas mengundang kita untuk mencontoh sesuatu yang baik. Kata “contohlah” pada ayat tersebut dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “emulate”. Kata “emulate” lebih daripada sekadar meng-copy. Secara definisi, “to emulate” berarti to match or surpass (a person or achievement), typically by imitation, ini bisa berarti meniru, menyamai, bahkan menandingi atau melebihi pencapaian mereka. Jika memungkinkan, saat mencontoh teladan kehidupan para pemimpin rohani kita, jadilah lebih daripada mereka yang telah mendahului memberikan teladan kepada kita. Ini dimungkinkan karena kita memiliki iman kepada Tuhan yang sama dengan mereka, yaitu iman kepada Kristus Yesus. Ingatlah bahwa Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini, dan sampai selama-lamanya (ay. 8).
Jadi, sangat mungkin bagi kita untuk mencontoh iman para pemimpin rohani, para penginjil atau pahlawan iman. Yesus yang kita sembah yang akan memampukan dan memberi hikmat serta kekuatan bagi kita untuk menyampaikan firman dan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal-Nya. Biarlah suatu hari nanti kita pun menjadi contoh bagi generasi-generasi selanjutnya.
Refleksi Diri:
Siapa pemimpin-pemimpin rohani yang kehidupan imannya bisa Anda teladani?
Apa hal-hal yang bisa Anda contoh dari kehidupan mereka? Apa yang telah Anda lakukan untuk meneladani kehidupan mereka kepada generasi selanjutnya?"
Share:

Bahaya Kesombongan Diri

Yunus 4:1-4

Maka manusia akan ditundukkan, dan orang akan direndahkan, ya, orang-orang sombong akan direndahkan.
- Yesaya 5:15

Kapal Titanic merupakan salah satu hasil karya teknologi perkapalan yang paling dibanggakan pada zamannya. Ketika seorang awak kapal Titanic ditanya mengenai kekuatan dari kapal tersebut, ia menjawab dengan tinggi hati, “Bahkan Tuhan pun tidak dapat menenggelamkan kapal ini.” Namun, seperti yang dicatat di dalam sejarah, hanya empat hari setelah pelayaran perdananya kapal Titanic menabrak bongkahan gunung es dan karam. Kisah ini menunjukkan betapa bahayanya kesombongan dalam hidup manusia dan jika tidak berhati-hati kesombongan tersebut juga dapat memengaruhi hubungan kita dengan Tuhan.

Seorang nabi Tuhan, seperti Yunus pun tidak terlepas dari jerat kesombongan diri. Kesombongannya terlihat dalam komplainnya terhadap Tuhan di ayat 2 dan 3. Ia melihat Tuhan berbuat kesalahan dengan tidak jadi menghukum orang Niniwe yang bertobat. Menariknya, ia seperti sudah memperkirakan hal tersebut sehingga lebih memilih untuk lari dari Tuhan daripada melakukan sesuatu hal yang “salah”. Sungguh ironis, mengingat di pasal 2 Yunus pernah mengatakan bahwa ia telah memilih Tuhan yang benar, tidak seperti penyembah berhala (termasuk juga orang Niniwe yang tidak menyembah Tuhan). Yunus merasa dirinya lebih benar daripada orang Niniwe, tetapi ternyata orang Niniwe memberikan respons yang lebih benar terhadap teguran Tuhan daripada nabi-Nya yang sombong.
Kesombongan Yunus ternyata juga berlanjut sampai kepada orang Israel di zaman Yesus. Mereka memiliki semangat yang berapi-api untuk mengikuti hukum Taurat, tetapi tanpa memiliki relasi yang dekat dengan Tuhan. Ketaatan tersebut membuat mereka menjadi legalistik. Contohnya ketika mereka akan merajam di hadapan Yesus perempuan yang berbuat zinah, mereka terdiam ketika Yesus mengingatkan bahwa mereka juga berdosa (Yoh. 8:1-11). Kesombongan juga yang menyelubungi diri mereka untuk bisa melihat Sang Mesias dalam diri Tuhan Yesus.
Kesombongan juga dapat masuk dalam kehidupan orang Kristen. Kesombongan dapat membuat kita menghakimi orang di sekitar kita tanpa menyadari kita juga orang berdosa yang menerima anugerah. Kesombongan juga dapat membuat kita merasa lebih tahu yang terbaik dalam kehidupan kita (Yak. 4:13-16). Mari kita berhati-hati dengan kesombongan diri dan belajar hidup dengan rendah hati di hadapan Tuhan.
Refleksi Diri:

Apa bentuk kesombongan diri yang mungkin ada di dalam kehidupan orang Kristen?
Bagaimana Anda menjaga diri dari sikap menyombongkan diri?
"
Share:

Utang Injil

Roma 1:1-17
Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.
- Roma 1:14-15

Utang tidak selalu dalam wujud uang. Utang bisa dalam wujud non materi. Itulah utang Rasul Paulus. Sejak bertobat, ia terpanggil untuk memberitakan Injil. Panggilan itu bukan hanya kewajiban biasa, tetapi sebuah utang baginya. Utang adalah suatu kewajiban yang tidak bisa tidak, harus ditunaikan. Jika tidak dibayar, utang itu akan menjadi tanggung jawab seumur hidup. Jika tidak dilunasi, ia akan dianggap wanprestasi. Seperti itulah Paulus menganggap utang Injil.
Mengapa Paulus sampai pada anggapan seperti itu? Mengapa ia sangat terobsesi untuk memberitakan Injil sampai menganggapnya utang? Karena Paulus sudah mengalami betapa buruknya hidup di luar Injil. Sebelum bertemu Kristus, ia hidup dalam ambisi jahat, kebencian, kebengisan yang berlindung di balik fanatisme agama. Setelah berjumpa Kristus secara ajaib, ia mengalami kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Ia merasa seperti orang yang diselamatkan dari lumpur hisap. Pengalaman penuh sukacita inilah yang mendorongnya membagikan Injil pada orang lain. Mungkin jika diminta menyampaikan pendapatnya mengenai utang Injil, Paulus akan berkata berdasar pengalaman kehidupan rohaninya demikian, “Karena aku sudah diselamatkan, maka aku ingin orang lain juga diselamatkan. Aku tidak ingin orang lain mengalami nasib yang sama seperti aku pernah alami: hidup sia-sia di luar Injil. Aku ingin mereka mengalami hidup yang berkelimpahan di dalam kasih karunia Allah.”
Jika Saudara merasa Injil itu berharga, jika Saudara merasa sangat bersukacita karena sudah mengalami keselamatan dalam Kristus Yesus, jika Saudara ingin orang lain mengalami hidup kepenuhan dalam Kristus, maka memberitakan Injil tidak hanya menjadi panggilan tetapi menjadi utang yang harus dilunasi. Sebuat amanat besar yang Kristus telah sampaikan dan tidak bisa dielakkan oleh setiap pengikut Tuhan. Sukacita yang berlimpah ruah hanya akan kita dapatkan dengan memberitakan Injil dan melihat orang-orang percaya Tuhan Yesus. Mari, selagi masih ada kesempatan, beritakanlah Injil!
Refleksi Diri:
Bagaimana pandangan Anda selama ini tentang pemberitaan Injil?
Bagaimana respons Anda mengetahui bahwa pemberitaan Injil adalah utang?
Share:

Bukan Cari Selamat

Kisah Para Rasul 7:51-60

Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.”
- Kisah Para Rasul 7:59

David Platt dalam bukunya berjudul Radical, mengatakan, “Kenyataannya adalah bahwa jika kita benar-benar menjadi seperti Yesus, dunia ini akan membenci kita. Mengapa? Karena dunia membenci Dia.” Inilah yang dialami Stefanus. Ia hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Ia memberitakan kebenaran di dalam Tuhan Yesus, tetapi dunia menolaknya. Stefanus jadi sasaran untuk dihakimi. Tidak ada satu pun dari orang-orang yang mendengar khotbah Stefanus mau bertobat. Stefanus bukan cari selamat, tetapi menyatakan keselamatan, walaupun itu yang membawa nyawanya tidak selamat. Kebenaran yang kita nyatakan tidak selalu diterima. Itulah kenyataan dunia ini. Jika seseorang ingin selalu diterima dunia maka hidupnya akan semakin jauh dari Kristus.
Waktu Stefanus melihat penglihatan surga, ia berbicara apa adanya bahwa dirinya benar-benar melihatnya. Mungkin ia bisa berpikir, kalau saya melihat dan tidak bicara juga, tidak akan ada yang tahu dan saya tidak akan kehilangan nyawa. Namun, ia mengatakannya dengan jelas bahwa Tuhan Yesus adalah benar Juruselamat yang bangkit. Yesus adalah Allah dan Dia bertakhta. Ini adalah klimaksnya. Kali ini bukan didebat, difitnah atau ditolak, melainkan langsung mendapat serbuan brutal dengan lemparan-lemparan batu menghujam dirinya. Kita mungkin bukan hanya ditentang, difitnah, ditolak, tetapi harus kehilangan hal yang berharga karena iman kita, entah pekerjaan, teman-teman, dll.
Perhatikan, ketika tubuh Stefanus dihancurkan oleh batu-batu, prosesnya pasti sangat menyakitkan. Namun, di saat itu ia menaikkan dua doa di hadapan Tuhan, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Ia sudah sangat siap untuk menghadap Tuhan. Doa kedua, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Ia memohonkan pengampunan untuk orang-orang tersebut. Kisah Stefanus ditutup dengan kalimat “meninggallah ia”. Jelas sekali iman Stefanus ditaruh kepada siapa, siapa yang dipercayanya, apa yang harus dikatakannya, apa risiko dari semuanya itu. Ia jelas menyatakan bahwa hidup bagi Kristus adalah hidup sepenuhnya milik Kristus.
Kita perlu jelas akan hidup kita. Siapa yang kita percaya dalam hidup ini? Siapa yang memimpin kita? Roh Kuduskah? Risiko apa yang akan kita tanggung ketika mengikut Tuhan? Jadilah orang Kristen yang bukan cari selamat, tetapi nyatakanlah keselamatan di dalam Tuhan Yesus itu apa adanya, sekalipun ada risikonya.
Refleksi Diri:

Apa yang seringkali menjadi halangan terbesar Anda untuk menyaksikan tentang Kristus?
Bagaimana cara Anda mulai membagikan tentang Tuhan Yesus di tengah dunia digital saat ini?"
Share:

Perjumpaan Dengan Yesus

Lukas 19:1-10

Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”
- Lukas 19:10

Kita pasti mengalami perjumpaan dengan banyak orang. Setiap perjumpaan memiliki kesan tersendiri. Jika mengingat momen-momen perjumpaan dengan orang-orang yang hari ini kita kenal, bisa jadi perjumpaan tersebut merupakan hal yang indah.
Sebaliknya, mungkin juga merupakan hal yang buruk karena perjumpaan yang terjadi kurang menyenangkan.
Lukas 19 mencatat perjumpaan indah antara Yesus dengan Zakheus, si pemungut cukai. Rasa penasaran Zakheus terhadap Yesus begitu besar, tetapi banyak orang yang menghalanginya untuk melihat Yesus dari dekat. Zakheus akhirnya memanjat pohon dan Yesus melihatnya berada di atas pohon. Yesus yang mengenal Zakheus, lalu memanggil namanya dan memintanya turun. Mendengar namanya dipanggil, Zakheus tertegun karena profesinya sebagai pemungut cukai pada waktu itu banyak dibenci dan dimusuhi masyarakat. Orang-orang bahkan menganggap dirinya orang berdosa. Namun, hari itu Yesus memanggilnya dan meminta untuk menumpang di rumahnya.
Perjumpaan dengan Yesus tidak hanya memberikan kesan baik atau perasaan haru bagi Zakheus. Perjumpaan ini ternyata membawa perubahan besar dalam hidupnya. Zakheus lalu berniat memberikan setengah dari hartanya kepada orang miskin dan mengembalikan empat kali lipat dari apa yang pernah ia peras dari masyarakat. Perjumpaan Yesus dengan Zakheus bukan hanya perjumpaan dua sosok pribadi, melainkan sebuah pertemuan antara Allah dengan manusia yang terhilang.
Zakheus bertahun-tahun hidup dalam kenyamanan dengan posisinya sebagai pemungut cukai dan seorang kaya, tetapi di sisi lain ia juga mengalami kehilangan. Zakheus mengalami kekosongan hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Juruselamat yang melihat dan memanggilnya turun. Perjumpaan itu tidak hanya membawa Zakheus mampu melihat, tetapi juga merasakan siapa Yesus di dalam hidupnya. Ia tidak hanya mendengar Yesus sebagai Seorang hebat, tetapi merasakan Yesus sebagai Allah yang penuh kasih.
Banyak orang menjadi Kristen tanpa pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus. Sebagian lagi mengenal Yesus tanpa pernah mengalami kasih Kristus di dalam hidup mereka. Jangan hanya melihat Yesus dari kejauhan. Yesus memanggil Anda, mendekatlah kepada-Nya dan rasakan bagaimana relasi yang indah bersama-Nya akan menggubahkan hidup Anda.
Refleksi Diri:

Kapan Anda mengalami perjumpaan yang indah dengan Yesus? Apa perubahan yang terjadi dalam diri Anda sejak perjumpaan tersebut?
Bagaimana pengenalan Anda selama ini terhadap Yesus? Apakah Anda merasakan kasih Allah melalui diri-Nya?"
Share:

Perjumpaan Dengan Yesus

Lukas 19:1-10

Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”
- Lukas 19:10

Kita pasti mengalami perjumpaan dengan banyak orang. Setiap perjumpaan memiliki kesan tersendiri. Jika mengingat momen-momen perjumpaan dengan orang-orang yang hari ini kita kenal, bisa jadi perjumpaan tersebut merupakan hal yang indah.

Sebaliknya, mungkin juga merupakan hal yang buruk karena perjumpaan yang terjadi kurang menyenangkan.
Lukas 19 mencatat perjumpaan indah antara Yesus dengan Zakheus, si pemungut cukai. Rasa penasaran Zakheus terhadap Yesus begitu besar, tetapi banyak orang yang menghalanginya untuk melihat Yesus dari dekat. Zakheus akhirnya memanjat pohon dan Yesus melihatnya berada di atas pohon. Yesus yang mengenal Zakheus, lalu memanggil namanya dan memintanya turun. Mendengar namanya dipanggil, Zakheus tertegun karena profesinya sebagai pemungut cukai pada waktu itu banyak dibenci dan dimusuhi masyarakat. Orang-orang bahkan menganggap dirinya orang berdosa. Namun, hari itu Yesus memanggilnya dan meminta untuk menumpang di rumahnya.
Perjumpaan dengan Yesus tidak hanya memberikan kesan baik atau perasaan haru bagi Zakheus. Perjumpaan ini ternyata membawa perubahan besar dalam hidupnya. Zakheus lalu berniat memberikan setengah dari hartanya kepada orang miskin dan mengembalikan empat kali lipat dari apa yang pernah ia peras dari masyarakat. Perjumpaan Yesus dengan Zakheus bukan hanya perjumpaan dua sosok pribadi, melainkan sebuah pertemuan antara Allah dengan manusia yang terhilang.
Zakheus bertahun-tahun hidup dalam kenyamanan dengan posisinya sebagai pemungut cukai dan seorang kaya, tetapi di sisi lain ia juga mengalami kehilangan. Zakheus mengalami kekosongan hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Juruselamat yang melihat dan memanggilnya turun. Perjumpaan itu tidak hanya membawa Zakheus mampu melihat, tetapi juga merasakan siapa Yesus di dalam hidupnya. Ia tidak hanya mendengar Yesus sebagai Seorang hebat, tetapi merasakan Yesus sebagai Allah yang penuh kasih.
Banyak orang menjadi Kristen tanpa pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus. Sebagian lagi mengenal Yesus tanpa pernah mengalami kasih Kristus di dalam hidup mereka. Jangan hanya melihat Yesus dari kejauhan. Yesus memanggil Anda, mendekatlah kepada-Nya dan rasakan bagaimana relasi yang indah bersama-Nya akan menggubahkan hidup Anda.

Refleksi Diri:
Kapan Anda mengalami perjumpaan yang indah dengan Yesus? Apa perubahan yang terjadi dalam diri Anda sejak perjumpaan tersebut?
Bagaimana pengenalan Anda selama ini terhadap Yesus? Apakah Anda merasakan kasih Allah melalui diri-Nya?
"
Share:

Melepas Kekhawatiran

Matius 6:25-34

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
- Matius 6:34

Saya adalah orang yang sangat mudah khawatir. Bangun pagi, sudah khawatir memikirkan, masih ada stok makanan nggak ya? Sewaktu persiapan khotbah, khawatir nanti bisa berkhotbah dengan baik gak ya? Sebelum pergi jalan-jalan, khawatir seru nggak ya jalan-jalan ke sana? Khawatir ini itu, padahal akhirnya apa yang saya khawatirkan tidak selalu terjadi demikian. Menurut para ahli, kebanyakan manusia suka mengkhawatirkan hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi dalam hidup mereka. Ya, saya mungkin salah satunya.
Wajar sekali kita punya rasa khawatir terhadap kehidupan. Namun, jika saya dan Anda ditantang untuk melepas kekhawatiran, apakah sanggup? Mungkin butuh waktu. Melepas kekhawatiran tidak semudah melepas sepatu sewaktu mau masuk rumah. Melepas kekhawatiran membutuhkan waktu dan usaha yang mungkin menguras energi. Jika mengandalkan kekuatan sendiri, saya yakin kita akan segera kehabisan energi untuk melepas kekhawatiran dalam diri kita.
Tuhan Yesus sangat memahami kekhawatiran yang dialami oleh manusia. Itulah sebabnya di dalam ayat emas, Dia memberikan nasihat pengajaran mengenai kekhawatiran kepada kita. Yesus mengingatkan kepada umat manusia bahwa Allah tidak pernah mengabaikan umat-Nya. Sebagai ilustrasi, Dia memberikan contoh tentang makhluk hidup lainnya yang Allah pelihara. Jika burung dan bunga bakung saja Yesus pelihara apalagi manusia, ciptaan yang berharga bagi-Nya. Yesus telah menyampaikan bagaimana Allah begitu setia memperhatikan kebutuhan umat-Nya. Tidak ada kebutuhan kita yang luput dari pantauan Allah, asalkan kita mau mencari Dia dan sungguh mengikuti kebenaran firman-Nya (ay. 33).
Setiap hari, Tuhan senantiasa memerhatikan apa yang kita perlukan. Saya yakin saat ini, setiap kita mempunyai kebutuhan hidup. Kita juga pasti memiliki kekhawatiran masing-masing. Namun, percayalah Tuhan tidak pernah mengabaikan kebutuhan kita. Tuhan selalu ada untuk menolong dan mencukupkan apa yang kita butuhkan. Datang dan serahkanlah semuanya kepada Allah.

Dengan demikian, melepas kekhawatiran bukan lagi menggunakan energi, kekuatan kita. Namun, melepas kekhawatiran adalah berserah pada kekuatan Allah. Saya pun belajar untuk berserah kepada Tuhan. Apa pun kekhawatiran kita, marilah belajar untuk melepaskan dan menyerahkannya ke dalam kuasa Tuhan. Apakah Anda siap melepaskan kekhawatiran?

Refleksi Diri:
Apa kekhawatiran yang pernah Anda pikirkan sebelumnya? Apakah kekhawatiran tersebut benar terjadi?
Apa yang akan Anda lakukan untuk melepas dan menyerahkan kekhawatiran tersebut kepada Tuhan Yesus?
"
Share:

Jangan Asal Kutip!

Yunus 4:1-4; Keluaran 34:6-7.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.
- 2 Timotius 3:16

Kasus penistaan agama yang dialami oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada September 2016 begitu menggemparkan Indonesia. Ahok merupakan sosok yang menonjol karena prestasi dan sepak terjangnya yang berani melawan korupsi sebagai gubernur DKI Jakarta pada waktu itu. Namun, karena pidatonya yang menggunakan ayat Al-Quran dipotong dan disebarkan sehingga memberikan kesan bahwa ia menista agama, Ahok harus mendekam di penjara, serta kehilangan jabatan gubernurnya. Peristiwa ini menunjukkan betapa destruktifnya membagikan informasi tanpa konteks yang menyertai. Demikian juga dengan membaca Alkitab.
Yunus menyampaikan keluhannya kepada Tuhan dengan menggunakan sebagian penyataan diri Tuhan di dalam kitab Keluaran. Yunus melakukannya untuk mendukung keluhannya kepada Tuhan. Ia cuma mengutip karakter Tuhan yang penuh kasih dan kesabaran (ay. 2; bandingkan Kel. 34:6) untuk mengeluhkan Tuhan yang tidak jadi menghukum orang Niniwe yang bertobat. Padahal di bagian yang ia kutip dalam kitab Keluaran juga menyatakan Tuhan itu adil (Kel. 34:7). Penyebabnya adalah Yunus merasa orang Niniwe yang bertobat dan tidak jadi dihukum adalah sesuatu yang salah. Ia merasa tidak seharusnya Tuhan mengampuni orang Niniwe. Dengan kata lain, ia merasa Tuhan salah.
Penggunaan ayat Alkitab yang hanya sebagian tanpa konteks yang benar, biasanya hanya untuk memuaskan rasa kebenaran pribadi. Membaca Alkitab dengan cara yang demikian merupakan hal yang berbahaya karena bukan kebenaran yang sungguh-sungguh benar yang disampaikan, melainkan kebenaran secara subjektif. Hal demikian juga dilakukan oleh Iblis ketika mencobai Yesus di padang gurun (Mat. 4:1-11). Membaca Alkitab dengan benar seharusnya membawa kita kepada penundukan hati di bawah Tuhan, bukan peninggian rasa kebenaran kita.
Orang Kristen yang sudah ditebus oleh Kristus juga perlu untuk diubahkan semakin serupa dengan Tuhan Yesus melalui pembacaan Alkitab dengan benar. Ketika orang Kristen menggunakan bagian-bagian Alkitab secara subjektif hasilnya adalah ajaran yang sesat dan menyimpang. Mari kita membaca Alkitab dengan utuh dan biarkan Roh Kudus dengan leluasa mengubah hati kita dengan firman Tuhan untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus.
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah menggunakan ayat Alkitab hanya sebagian-sebagian untuk kepentingan pribadi? Apakah hasilnya memuliakan Tuhan?
Bagaimana seharusnya Alkitab mengubah kehidupan orang Kristen?
"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.