Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Siapakah Yang Aku Layani?

1 Samuel 18:6-26

Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.

—Amsal 14:30
Kemenangan Daud melawan Goliat, membuatnya menjadi orang yang dipercaya untuk memimpin pasukan perang Saul. Kepercayaan ini merupakan suatu kehormatan bagi Daud. Namun, ternyata di sisi lain menjadi ancaman bagi Raja Saul. Mengapa Saul merasa sangat terancam hingga membangkitkan amarahnya?
 Dalam pikiran Saul, hanya satu yang layak dipuji, yaitu dirinya sendiri. Saul iri hati karena Daud mendapatkan pujian yang lebih dibandingkan dirinya. Iri hati memunculkan amarah yang begitu menguasai Saul sehingga apa yang ada di pikirannya hanyalah melenyapkan Daud. 
Saul membiarkan iri hati bertumbuh subur di dalam hatinya sehingga roh jahat menguasai dan memengaruhi dirinya. Berbagai siasat Saul lakukan demi menjatuhkan dan membunuh Daud. Ia bahkan rela menyerahkan anaknya hanya demi mewujudkan keinginannya (ay. 17, 21). Saul tampak tidak memedulikan hukuman T uhan yang pernah diberikan kepadanya melalui Nabi Samuel atas ketidaksetiaannya di masa lampau (1Sam. 15:26, 33). Ia tetap merasa dirinya adalah raja yang sah.
 Saul dalam perjalanan hidupnya telah jauh dari T uhan sehingga dirinya dikuasai oleh hati yang jahat. Kehidupannya sebagai raja tidak menunjukkan sikap hormat kepada Allah, meskipun telah ditegur dan diingatkan. Hidup menjauh dari T uhan hanya membuat seseorang terus mengejar apa yang dapat memuaskan dirinya sendiri. Hidup tanpa relasi yang dekat dengan Allah berarti membiarkan diri terus dikuasai oleh hati yang jahat yang bisa memunculkan perbuatan-perbuatan jahat.
 Kita sebagai orang percaya juga rentan untuk jatuh ke dalam dosa seperti Saul. Di dalam kehidupan pelayanan di gereja, sadar atau tidak sadar terkadang kita pun memiliki kecenderungan suka menerima pujian dari orang lain. Kita senang jika dianggap penting di dalam suatu komunitas. Lama kelamaan, kita menganggap diri sebagai pusat di dalam komunitas gereja. Saat ada orang lain kemudian masuk ke dalam komunitas yang menggeser keberadaan kita, kita merasa terganggu. Perhatian orang lain teralihkan dari diri kita. Pada saat itu, kita seharusnya sadar siapa yang seharusnya menjadi pusat penyembahan kita. Siapa yang sesungguhnya kita layani? Kiranya hanya T uhan Yesus Kristus saja yang kita layani.
Refleksi Diri:
• Apa yang menjadi motivasi utama Anda melayani? Siapa sesungguhnya yang Anda layani: diri sendiri atau T uhan Yesus?
• Bagaimana cara Anda terhindar dari rasa iri hati atas keberhasilan pelayanan/pekerjaan orang lain di komunitas Anda?
Share:

Iman Yang Teguh

Kejadian 6:9-22
Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.

Kejadian 6:9
Iman adalah hal yang sering didengungkan dan diajarkan oleh seluruh manusia di dunia dalam kaitannya dengan agama, tetapi menjadi hal yang sangat sulit dipraktikkan dalam kehidupan. Setiap manusia dengan agamanya masing-masing menyatakan iman sesuai pemikiran dan perspektifnya masing-masing. Bagaimana dengan pandangan iman menurut kaum Kristiani? Iman merupakan keyakinan dan pengharapan yang teguh akan penggenapan Allah pada janji-janji-Nya bagi kita di dalam T uhan Yesus Kristus meskipun saat ini kita belum bisa melihat penggenapan tersebut.

Kejadian 6 menuliskan kisah Nabi Nuh yang mempunyai iman yang teguh dibandingkan orang-orang sezamannya. Dituliskan pada perikop bahwa dunia dipenuhi dengan kebobrokan akibat kejahatan yang manusia lakukan, tetapi Nuh hidup berbeda. Nuh memiliki iman yang benar di hadapan T uhan dan hidup tak bercacat (ay. 9). Ia selalu melibatkan T uhan dengan bergaul karib dengan-Nya. Nuh juga taat melaksanakan firman T uhan (Kej. 6:22). 

Ketika Tuhan berencana mendatangkan air bah untuk memusnahkan manusia yang jahat, Nuh beriman dengan membuat bahtera sesuai ketentuan yang T uhan perintahkan. Selama pembangunan bahtera, Nuh dan keluarganya pastilah mendapat tertawaan dan gunjingan dari banyak orang sebab membangun kapal yang ukurannya begitu besar. Namun, Nuh tetap percaya atas rencana T uhan dan yakin Dia pasti akan menyelamatkan mereka. Nuh menaruh pengharapannya di dalam tangan T uhan.

 Iman kepada Tuhan tidak hanya sampai pada memahami firman saja, melainkan harus sampai pada melaksanakan apa yang T uhan firmankan. Iman kepada Kristus juga harus diiringi keinginan untuk hidup menjauh dan menghindari dosa, bukannya menikmati dosa. 

Karena iman, Nuh melakukan segala sesuatu yang belum pernah atau bisa ia lihat dengan ketaatan penuh. Ketaatan dan kepercayaan penuh Nuh membuat ia dinyatakan benar di hadapan T uhan dan karenanya ia diselamatkan (Ibr. 11:7).

 Bagaimanakah iman yang Anda hidupi selama ini? Apakah Anda sudah sungguh beriman kepada Kristus dan berusaha hidup menjauhi dosa, serta melaksanakan firman-Nya? Bangun kepercayaan iman yang teguh di dalam Kristus. T etaplah percaya meskipun Anda belum melihat apa-apa, tetapi iman sanggup membuat segala sesuatu yang mustahil menjadi nyata.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah beriman teguh kepada Kristus meskipun saat ini Anda belum melihat penggenapan janji-janji-Nya?
Bagaimana Anda akan membangun iman Anda di dalam Kristus?


Share:

Cermin Karakter Allah

Rut 2:1-17, 20-22
Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.
- Matius 4:16
Keputusan seorang pemimpin negara dalam menjalankan negaranya menggambarkan kepribadian serta karakternya. Jika pemimpin tersebut adalah seseorang yang korup maka keputusan yang diambilnya akan menguntungkan dirinya atau orang-orang dekatnya tanpa peduli dengan keadilan. Berbeda dengan pemimpin yang memikirkan kepentingan masyarakat. Keputusan-keputusan yang dibuatnya tentu akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat. Kejadian yang Rut alami dalam bagian Alkitab ini merupakan bagian dari peraturan yang Tuhan tetapkan bagi orang Israel. Apa karakter Tuhan yang tercermin dalam bagian ini?
Salah satu karakter Tuhan yang terlihat jelas adalah peduli terhadap orang-orang yang lemah dalam komunitas. Status Naomi dan Rut sebagai janda dalam suatu komunitas membuat mereka rentan menerima perlakuan semena-mena dari orang lain, apalagi ditambah status Rut sebagai orang Moab (musuh orang Israel). Namun, dalam perikop bacaan hari ini terlihat Rut diizinkan untuk memungut jelai yang tersisa di ladang milik Boas. Rut dapat melakukannya karena Tuhan telah mengatur agar hidup orang miskin dan orang asing agar tetap terpelihara (lih. Im. 19:9-10; 23:22; Ul. 24:19). Boas, sebagai pemilik ladang, bahkan menunjukkan kebaikan yang lebih dari yang ditentukan oleh Tuhan (ay. 8-9, 14-17). Sungguh sebuah komunitas yang mencerminkan kasih Allah.
Orang-orang yang ditebus oleh Tuhan Yesus pun memiliki panggilan untuk mencerminkan Injil-Nya dalam kehidupan. Tuhan Yesus mengatakan murid-murid-Nya adalah garam dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Murid Yesus sebagai garam memberikan pengaruh yang dapat terasa bagi orang sekitarnya dan sebagai terang untuk menunjukkan perbuatan yang baik sehingga Bapa di surga dimuliakan. Kehidupan yang berpengaruh dan memuliakan Bapa terlihat dalam jemaat mula-mula di Yerusalem (Kis. 2:41-47). Kehidupan mereka saling berbagi dan mengasihi sehingga dicatat “… Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka …” (ay. 47).
Panggilan Tuhan Yesus kepada orang Kristen masa kini tidak berubah, Ia rindu hidup orang Kristen memuliakan Bapa di surga. Yesus tidak meminta untuk melakukan hal yang di luar kekuatan kita, tetapi hal yang dapat dilakukan sehari-hari. Mari belajar untuk melakukan dengan setia cara hidup yang mencerminkan kasih Yesus yang memuliakan Bapa di surga.

Refleksi Diri:
Apa karakter Anda yang mencerminkan karakter Allah dalam keseharian Anda?
Apa komitmen yang mau Anda lakukan untuk mencerminkan kasih Yesus dalam kehidupan?"
Share:

Bukan Agama Lahiriah

Galatia 4:1-11

Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun.
- Galatia 4:10

Ada berbagai alasan orang pergi beribadah ke gereja. Beberapa orang mengatakan, “Gimana ya, kalau nggak ke gereja, rasanya hati nggak tenang.” Yang lain berpendapat, “Itu sudah kewajiban orang Kristen.” Ada lagi, “Saya kangen dengan teman-teman.”

Apa pun alasannya, kita harus memahami hakikat iman Kristen bukanlah melaksanakan ritus atau upacara keagamaan. Seolah kalau sudah melakukan ritus maka tugas kita kepada Tuhan selesai. Dalam kekristenan, sangat sedikit sekali perintah untuk melakukan ritus keagamaan karena hakikat iman adalah relasi hati kita dengan hati Tuhan. Ritus keagamaan hanyalah sebatas cara untuk mendekat kepada Tuhan.

Dalam Galatia 4, Rasul Paulus menegur jemaat Galatia yang percaya kepada Injil plus, yang tidak murni. Injil yang mewajibkan orang Kristen untuk menaati hukum Taurat dan ritus-ritus agama. Paulus menjelaskan bahwa status mereka sudah bukan lagi hamba hukum Taurat, tetapi anak Allah. “Kok mau-maunya kalian menghambakan diri kembali pada ‘roh-roh dunia yang lemah dan miskin’”? (bdk. Gal 4:9). Mengapa kalian mau turun derajat? Mengapa iman atau keyakinan kalian menjadi sekadar iman lahiriah? Mengapa kalian sibuk dengan “memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun”? Apakah dengan berbuat seperti itu kalian merasa sudah beriman? Mengapa kalian tidak mengutamakan persekutuan yang intim, hangat, dan bebas seperti seorang anak dengan ayahnya?

Mari kita mengevaluasi kehidupan rohani kita. Apakah kita masih beribadah karena alasan kewajiban, kebiasaan atau tradisi? Kita berdoa karena sudah terbiasa sejak lama? Kita membaca Alkitab karena diharuskan orangtua ketika masih kecil? Kita memberi persembahan karena janji diberkati berkali lipat? Apakah dengan menunaikan semua kewajiban itu kita merasa sudah menjadi orang Kristen yang berkenan kepada Allah? Ibadah di gereja, membaca Alkitab, berdoa, memberi persembahan dan lainnya adalah hal yang baik dan bermanfaat tetapi hakikat iman Kristen bukan menunaikan kewajiban agama. Hakikat iman Kristen adalah persekutuan hangat dan erat dengan Tuhan Yesus. Tradisi hanyalah sarana untuk membawa kita pada persekutuan indah tersebut.

Refleksi Diri:

Apakah Anda setuju atau tidak dengan pernyataan ini: tradisi atau kewajiban agama adalah hal yang baik, tetapi bukan hakikat iman Kristen? Mengapa?
Bagaimana orang Kristen seharusnya bersikap terhadap tradisi atau kewajiban agama?"
Share:

Saat Sulit Mengambil Keputusan

Roma 12:1-2

…sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna,
- Roma 12:2b

Pengambilan keputusan selalu menjadi bagian di dalam hidup kita. Ada keputusan-keputusan sederhana yang bisa kita ambil tanpa ragu akan konsekuensi dari keputusan tersebut karena pengaruhnya tidaklah begitu besar terhadap diri kita, misalnya mau makan apa, pilih menu apa saja, pergi ke kantor pakai baju apa, pilih kegiatan tidur atau nonton TV, dll. Namun, ada juga keputusan-keputusan besar yang harus diambil yang memengaruhi masa depan kita, seperti kuliah dimana setelah lulus SMU, memilih profesi di antara banyak pilihan pekerjaan, menetapkan hati atas pasangan hidup atau memilih berjemaat di gereja mana, dll. Keputusan-keputusan seperti ini tidak diterangkan secara spesifik di dalam Alkitab bagaimana harus memutuskannya.

Terkadang kita menemui kesulitan untuk mengambil keputusan dalam hidup. Tidak ada formula khusus yang bisa menuntun seseorang mengambil keputusan tanpa ada keraguan atau kesalahan. Sekalipun tidak dijelaskan secara detail bagaimana cara kita mengambil keputusan, tetapi yang harus kita pertimbangkan dalam pengambilan setiap keputusan adalah sesuai dengan rambu-rambu yang Tuhan sudah tetapkan. Salah satu hal yang membuat kita mengerti akan rambu tuntunan Tuhan adalah memiliki relasi dengan Tuhan.

Ayat emas menyampaikan supaya kita berubah oleh pembaharuan budi yang dihasilkan dari relasi dengan Tuhan. Saat pikiran kita diasah oleh firman Tuhan, kita akan semakin peka pada tuntunan Tuhan. Paulus juga mengatakan bahwa dengan berdoa, kita mengerti proses bimbingan dari Tuhan (Kol. 1:9-10). Inilah langkah paling awal, yaitu menjadikan Tuhan pusat hidup kita dalam menentukan setiap langkah hidup kita. Sekalipun kita tidak yakin 100% dengan keputusan yang diambil, tetapi percayalah di dalam semuanya ada Roh Kudus yang memberikan kita hikmat untuk membimbing kita dan Dia akan senantiasa menyertai kita. Yang patut dicermati, jangan melanggar rambu-rambu-Nya.

Ingatlah bahwa ketika Yesus memberikan diri-Nya untuk menyelamatkan kita, hidup kita sepenuhnya ada di dalam rencana-Nya (Rm. 8:28). Apa pun keputusan yang diambil, kita bisa lebih tenang karena Yesus campur tangan di dalam hidup kita. Saat-saat sulit mengambil keputusan adalah momen paling baik untuk bergumul sekaligus berelasi dengan Tuhan.

Refleksi Diri:
Apa keputusan sulit yang harus Anda ambil saat ini? Apakah Anda sudah mengujinya sesuai dengan rambu-rambu Tuhan?
Apa dasar paling penting bagi Anda sebagai orang percaya, saat mau mengambil keputusan?
"
Share:

Jerat Cinta Uang

1 Timotius 6:6-10
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah, beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
-1 Timotius 6:10

Kita harus mengakui uang sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Dengan uang, manusia bisa menikmati makanan dan minuman, membeli pakaian, mencukupkan kebutuhan, dan meneruskan kelangsungan hidup. Uang juga memampukan kita membeli apa pun yang dikehendaki dan diingini. Tidaklah heran jika sebagian besar manusia, tujuan hidupnya adalah mencari uang sebanyak-banyaknya. Semuanya demi memuaskan kehendak dan keinginan pribadi.
 Alkitab tidak anti orang kaya. Alkitab juga tidak anti terhadap uang. Yang Alkitab peringatkan kepada setiap kita pengikut Kristus adalah jangan menghambakan diri kepada uang. Uang seharusnya tidak lebih daripada alat yang digunakan untuk mencapai tujuan hidup manusia. Uang bukanlah tujuan akhir yang sebenarnya dari hidup manusia. Jangan diperbudak oleh uang.
 Rasul Paulus mengingatkan jemaat Efesus bahwa cinta uang adalah hal yang sangat berbahaya dan bertentangan dengan gaya hidup orang-orang yang sudah ditebus oleh darah Kristus. Paulus juga menyatakan bahwa akar dari segala kejahatan adalah cinta uang. 
Bukankah karena uang, manusia sangat mungkin menyakiti orang lain dan melakukan kejahatan demi kejahatan terhadap sesama? Orang-orang yang sangat mencintai uang akan melakukan apa pun termasuk menipu, mencuri, ataupun merusak hanya untuk mendapatkan uang. Paulus menyatakan bahwa orang-orang yang mencintai uang, sangat mungkin dengan mudah menjual imannya demi uang. Cinta uang seperti jerat yang bisa membuat seseorang mengalami begitu banyak pencobaan yang menguji imannya di dalam Kristus dan akhirnya kehilangan tujuan hidup yang sebenarnya. Orang yang kehilangan tujuan hidup akan berakhir pada kedukaan dan kesusahan hidup.
 Saudaraku, berhati-hatilah jika kita sudah terjerat ke dalam sifat cinta uang. Cinta uang akan menggerogoti seluruh aspek kehidupan kita, seperti pekerjaan, pertemanan, ataupun kekerabatan kita. Dampak yang paling buruk adalah kita kehilangan tujuan hidup. Sebagai anak-anak T uhan, uang bukanlah tujuan akhir hidup kita. Namun, uang sangat bisa digunakan sebagai alat menemukan tujuan hidup kita di dalam Yesus Kristus. Ingatlah, tujuan utama hidup anak-anak T uhan adalah memuliakan nama-Nya.

Refleksi Diri:
Apakah Anda terjerat sifat cinta uang? Apa yang Anda akan lakukan agar lepas dari jerat ini?
Apa tujuan hidup Anda sekarang? Apakah Anda telah menggunakan uang sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup?
"
Share:

Orang Kaya Yang Miskin

Markus 10:17-27

“Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.”
- Markus 10: 21b
Kaya dalam harta tapi miskin dalam iman. Inilah kenyataan pahit yang dialami orang kaya di dalam perikop hari ini. Orang kaya ini datang menghampiri Yesus ketika Dia sedang dalam perjalanan bersama murid-murid-Nya. Ia digambarkan sebagai seorang yang masih muda, juga seorang pemimpin yang punya kuasa (Luk. 18:18). Muda, punya kuasa, dan kaya raya, inilah gambaran orang yang sedang berlutut di hadapan Yesus, mencari sesuatu dari diri-Nya. Ia sedang mencari cara untuk mendapatkan hidup yang kekal (ay. 17).
Pertanyaan yang diajukan orang kaya adalah sebuah pertanyaan luar biasa, yang bahkan tidak pernah dipertanyakan oleh para murid. Pria muda kaya ini bukanlah orang biasa. Beberapa tafsiran mengatakan bahwa ia rajin melayani dan beribadah di bait Allah karena ketika Yesus menantangnya untuk menjalankan hukum Taurat, ia menyatakan bahwa dirinya telah melakukan semua yang diajarkan oleh hukum Taurat. Orang kaya ini merasa hidup kekal sudah ada dalam genggamannya.
Mendengar jawaban orang kaya ini, Yesus malah menaruh belas kasihan lalu menyuruhnya untuk meninggalkan semua hartanya dan mengikut Dia (ay. 21). Alih-alih mengikut Yesus, ia malah membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Yesus. Orang muda kaya pergi dengan kekecewaan dan dukacita karena hartanya banyak. Terlalu berharga untuk ditinggalkan demi mengikut Yesus (ay. 22). Jawaban untuk hidup kekal sudah di depan mata, tetapi orang kaya ini menutup matanya.
Yesus tidak mengajarkan bahwa kekayaan itu jahat. Dia juga tidak mengajarkan bahwa kemiskinan lebih baik daripada kekayaan. Yesus mengajarkan bahwa menjadi seorang murid membutuhkan pengorbanan dan kekayaan terkadang menjadi sebuah halangan untuk mengikut Dia. Ada harga yang harus dibayar saat orang memutuskan untuk mengikut Yesus. Halangan apa pun yang menjadikan kita sulit untuk mengikut Dia bisa muncul karena Kristus tidak lagi menjadi yang terutama di dalam kehidupan kita. Jadikanlah Yesus prioritas pertama dan jangan biarkan diri Anda miskin secara iman.
Refleksi Diri:
Apakah Yesus Kristus telah menjadi yang terutama dalam hidup Anda? Apa buktinya?
Apa halangan terbesar Anda untuk mengikut Yesus secara total? Bagaimana cara Anda mengatasi halangan tersebut?
Share:

Penjara Diri

Keluaran 3:11-14, 4:10

Lalu kata Musa kepada Tuhan: “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.”
- Keluaran 4:10

Dua frasa yang sering diucapkan orang untuk menilai kemampuan dirinya, yaitu “tidak bisa” dan “tidak mampu”. Manusia terkadang menilai dirinya sendiri penuh dengan kekurangan dan sifat negatif, seolah-olah sedang memenjarakan dirinya di dalam suatu pemikiran yang membatasi kapasitas diri. Patut disayangkan manusia seringkali tidak sadar menjalani kehidupan yang mengotakkan dirinya dengan pemikiran yang sempit, padahal Tuhan menciptakan setiap manusia dengan kemampuan yang luar biasa.

Keluaran 3 dan 4 menceritakan percakapan negosiasi antara Musa kepada Tuhan. Musa secara sadar atau tidak sadar sedang memenjarakan dirinya ke dalam suatu pemikiran yang sempit dengan mengatakan bahwa ia tidak bisa dan tidak mampu. Musa terlalu melihat kekurangan dirinya sehingga melupakan siapa Tuhan yang ada di dalam dirinya. Ia lupa bahwa yang memanggil dirinya adalah Tuhan yang Mahakuasa. Tuhan bisa melakukan apa saja melalui diri Musa yang penuh dengan keterbatasan. Keadaan Musa pada waktu itu sepertinya sudah nyaman dan aman sehingga membuatnya melihat panggilan Tuhan seperti sebuah ajakan keluar dari zona nyamannya. Ia meragukan dan bahkan tidak memercayai Tuhan yang memanggilnya. Padahal ketika Tuhan memanggil, Dia mau Musa taat dan tidak mendebat-Nya. Tuhan telah memanggil Musa maka Dia akan mempertanggungjawabkan panggilan-Nya dan ketika Musa menjalankan panggilan Tuhan dengan setia, pasti akan ada penyertaan dan pemeliharaan dari Tuhan untuk kehidupan Musa.

Apakah Anda selama ini masih suka memenjarakan diri dengan berkata, “Aku tidak ahli melakukannya” atau “ahh, biar ia saja yang melayani. Ia lebih mampu”? Saudaraku, jika kita hanya melihat ke dalam diri sendiri maka kita melihat betapa lemah dan terbatasnya manusia. Jangan berhenti sampai di situ dengan hanya memandang diri. Pandanglah Allah dan ingatlah siapa Tuhan Yesus dalam hidup Anda yang memanggil Anda melakukan rencana-Nya. Yesus telah memanggil, Dia yang bertanggung jawab atas hidup Anda. Tuhan Yesus pasti akan menyertai dan memampukan Anda menjalani panggilan-Nya.

Refleksi Diri:

Apa hal yang membuat Anda sulit menerima panggilan Tuhan? Apakah Anda terjebak memenjarakan diri?
Bagaimana perenungan hari ini menguatkan Anda dalam menjalani panggilan Tuhan?"
Share:

Berkat Di Balik Musibah


Rut 1:1-22
Dan dialah yang akan menyegarkan jiwamu dan memelihara engkau pada waktu rambutmu telah putih; sebab menantumu yang mengasihi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki.”

- Rut 4:15

Ada udang di balik batu. Sebuah pepatah dalam bahasa Indonesia yang berarti ada maksud di balik sebuah perbuatan. Kebenaran dalam pepatah ini kelihatannya sudah dialami oleh sebagian besar atau bahkan semua orang. Namun, saya juga merasa pepatah ini benar dalam kondisi kehidupan orang Kristen karena di balik kehidupan kita yang terasa keras seperti batu, ada berkat Tuhan yang nikmat seperti udang.

Kisah kehidupan Naomi menggambarkan betapa pun keras kehidupan, tetap ada berkat Tuhan untuk menopang hidupnya. Kesusahan dalam hidup Naomi datang bertubi-tubi selama periode yang cukup lama. Pertama, keluarganya terpaksa harus keluar dari Tanah Perjanjian dan mengembara di tanah musuh orang Israel, Moab (lih. Bil. 22:1-25:9). Kedua, anak-anaknya tidak memiliki keturunan dan semua laki-laki dalam keluarganya meninggal (ay. 3-5). Ketiga, ia harus menjadi janda, yang notabene begitu rentan dan tergantung kepada orang lain pada masa itu. Sungguh kondisi kehidupan yang pahit, wajar jika ia tidak mau dipanggil Naomi (artinya menyenangkan) tetapi Mara (artinya pahit). Namun, Yang Mahakuasa, Allah dari Naomi memberinya berkat untuk melalui kondisi yang berat tersebut.

Berkat Tuhan dalam kehidupan Naomi adalah menantu perempuan yang setia menemani Naomi. Kisah Naomi dan Rut, menantunya, mengajarkan bahwa berkat dari Tuhan bukan melulu berbicara tentang harta, takhta, atau sukacita. Naomi tetap pulang sebagai janda yang miskin (ay. 21) dan menantunya pun membuat gempar kampung halamannya (ay. 19). Naomi pada saat itu juga tidak melihat kehadiran Rut sebagai berkat dari Tuhan, tetapi Rut-lah yang selalu menemani Naomi dan pada akhirnya memberikan keturunan untuk melanjutkan keluarga Naomi (Rut 4:14-17). Berkat Tuhan bagi Naomi hadir melalui sosok Rut, orang Moab yang setia menemani Naomi.

Orang Kristen hendaknya tidak mengotak-ngotakkan berkat Tuhan dalam kehidupan hanya dalam bentuk materi. Memiliki banyak uang belum tentu berkat Tuhan, demikian juga dengan memiliki sedikit uang. Berkat Tuhan dapat hadir dalam kehadiran seorang rekan yang dapat berbagi hidup. Hidup kita pun juga dapat menjadi berkat bagi orang lain, apalagi jika kasih Tuhan Yesus sudah memenuhi hati kita.

Refleksi Diri:
Apa berkat yang Tuhan berikan kepada Anda, yang tidak berbentuk materi?
Apakah ada teman atau kerabat yang membutuhkan kehadiran Anda?

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.