Dewasa Secara Rohani
1. Waspada terhadap Pengajaran Palsu
Paulus memberikan peringatan tegas kepada jemaat di Roma untuk mewaspadai orang-orang yang membawa ajaran yang menimbulkan perpecahan dan kejatuhan. Mereka yang seperti ini, menurut Paulus, tidak melayani Kristus tetapi melayani kepentingan diri sendiri (ayat 18).
Pengajaran palsu seringkali:
- Memecah belah jemaat.
- Membuat orang tersandung dalam iman.
- Memanfaatkan jemaat demi keuntungan pribadi.
Paulus menasihati agar jemaat tetap bijaksana untuk membedakan mana yang baik dan benar, serta menjaga integritas iman (ayat 19).
2. Tanda Kedewasaan Rohani
Kedewasaan rohani adalah kemampuan untuk tetap teguh dalam iman meskipun dihadapkan dengan berbagai pengaruh negatif. Jemaat yang dewasa secara rohani tidak terombang-ambing oleh:
- Figur yang populer tetapi menyimpang dari kebenaran.
- Aksi spektakuler yang bertujuan memanipulasi emosi.
- Kata-kata hebat yang bertujuan menonjolkan diri.
Sebaliknya, jemaat yang dewasa akan:
- Memusatkan hidup pada Firman Tuhan.
- Mengamati perilaku pengajar untuk melihat kerendahan hati dan ketaatan kepada Allah.
- Berani meninggalkan dan menentang ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran.
3. Membangun Kedewasaan Rohani
a. Pengenalan akan Kristus sebagai Dasar:
Kedewasaan rohani tumbuh melalui pengenalan yang mendalam akan Kristus. Jemaat yang bersatu dalam iman kepada Kristus tidak mudah terombang-ambing oleh pengajaran palsu (lih. Ef. 4:13-15).
b. Bijaksana dan Waspada:
Menjadi bijaksana berarti memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat (ayat 19). Ini hanya mungkin terjadi jika kita memiliki pemahaman yang kuat tentang Firman Allah.
c. Mempraktikkan Kebenaran:
Orang yang dewasa rohani tidak hanya tahu, tetapi juga hidup menurut kebenaran Firman Tuhan. Ia membangun hidupnya berdasarkan kasih, kerendahan hati, dan ketaatan kepada Allah.
4. Refleksi: Sudahkah Kita Dewasa Secara Rohani?
- Apakah kita mampu mengenali pengajaran palsu?
- Apakah kita fokus pada kebenaran Firman Tuhan, atau justru terbuai oleh kepopuleran figur tertentu?
- Apakah kita berani menolak ajaran yang bertentangan dengan Alkitab, meskipun itu tidak populer?
Kedewasaan rohani adalah perjalanan, bukan tujuan akhir. Mari terus bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus, hidup dalam kebenaran-Nya, dan menjaga keutuhan tubuh Kristus dari ajaran yang memecah belah.
Doa:
Tuhan, berikan kami hikmat dan pengertian untuk membedakan ajaran yang benar dari yang salah. Tuntun kami untuk hidup setia pada Firman-Mu dan menjadi jemaat yang dewasa secara rohani. Teguhkan hati kami untuk melawan arus ketika diperlukan, dan pakailah kami untuk memuliakan nama-Mu. Amin.
Harmoni dalam Bakti
1. Relasi yang Didasari oleh Kristus
Dalam salam penutup Surat Roma, Paulus menunjukkan perhatian dan penghargaan kepada setidaknya 24 orang yang disebutkan namanya. Setiap nama disertai sebutan atau pujian yang mencerminkan hubungan mereka dengan Paulus dan pelayanan mereka bagi Kristus.
a. Keterhubungan dalam Pelayanan:
Paulus menggambarkan relasi mereka sebagai lebih dari sekadar rekan kerja. Ia menyebut mereka sebagai:
- "Pelayan jemaat" (ayat 1) seperti Febe yang melayani jemaat di Kengkrea.
- "Teman sekerja" (ayat 3), seperti Priskila dan Akwila yang mempertaruhkan nyawa mereka demi Paulus.
- "Buah pertama" (ayat 5), seperti Epenetus, orang pertama di wilayah Asia yang bertobat.
- "Orang-orang yang terpandang di antara para rasul" (ayat 7), seperti Andronikus dan Yunias, yang memiliki pengaruh besar.
b. Penghargaan terhadap Perjuangan:
Paulus menyampaikan pujian tulus, seperti:
- "Memberi banyak bantuan" (ayat 2).
- "Bekerja sangat keras" (ayat 6).
- "Yang pernah dipenjarakan" (ayat 7).
Paulus menghormati pengorbanan mereka. Mereka dihargai bukan karena status, tetapi karena kesetiaan mereka kepada Injil Kristus.
2. Harmoni yang Berakar pada Kasih Kristus
Harmoni dalam pelayanan tercipta ketika hubungan didasarkan pada apa yang Kristus telah lakukan bagi kita di atas salib-Nya. Kasih Kristus mempersatukan mereka yang berbeda latar belakang, status, dan budaya menjadi satu tubuh yang bekerja bersama bagi Injil.
Pelajaran bagi Kita:
- Relasi yang Berpusat pada Kristus: Saat melayani, ingatlah bahwa kita adalah teman sekerja di ladang Tuhan, dipersatukan untuk tujuan yang lebih besar.
- Memuliakan Tuhan dalam Relasi: Harmoni akan melahirkan pelayanan yang lebih kuat dan menjadi kesaksian bagi dunia.
3. Menumbuhkan Harmoni dalam Pelayanan
a. Tidak Mementingkan Diri Sendiri:
- Jangan menganggap diri sebagai yang paling penting atau senior.
- Tumbuhkan kerendahan hati untuk menghormati sesama pelayan Kristus.
b. Menjaga Tutur Kata dan Sikap:
- Ucapkan kata-kata yang menguatkan dan membangkitkan semangat.
- Hindari komentar yang merendahkan atau memecah belah.
c. Menghargai dan Mendukung Sesama Pelayan:
- Teguhkan orang lain dengan doa dan kata-kata pujian.
- Pedulikan perjuangan mereka, seperti Paulus yang menghargai risiko dan pengorbanan teman-teman sekerjanya.
4. Refleksi dan Aplikasi
- Apakah relasi kita dalam pelayanan mencerminkan kasih Kristus?
- Apakah kita mendukung dan menghargai teman sekerja, atau justru menonjolkan diri sendiri?
Mari kita membangun harmoni dalam pelayanan dengan kerendahan hati, saling menghargai, dan menumbuhkan kasih Kristus. Harmoni ini bukan hanya membawa sukacita, tetapi juga menjadi kesaksian yang nyata bagi dunia tentang kekuatan kasih Kristus.
Doa:
Tuhan, ajar kami untuk melayani dalam harmoni dan kasih. Berikan kami hati yang rendah hati dan penuh syukur agar kami dapat menghargai dan mendukung sesama pelayan-Mu. Jadikan pelayanan kami kesaksian yang memuliakan nama-Mu. Amin.
Jangan Berpangku Tangan
1. Keterlibatan Aktif dalam Misi Allah
Paulus memberi tahu jemaat di Roma bahwa ia belum bisa mengunjungi mereka karena sedang menjalankan tugas membawa persembahan sukarela dari jemaat di Makedonia dan Akhaya untuk jemaat miskin di Yerusalem (ayat 25-28). Tindakan ini menunjukkan kepedulian terhadap jemaat yang membutuhkan dan semangat melayani lintas komunitas.
Namun, Paulus tidak sekadar memberi laporan perjalanan. Ia menulis dengan tujuan mengajak jemaat Roma untuk terlibat dalam misi Allah. Keterlibatan ini adalah panggilan bagi setiap orang percaya, bukan hanya bagi para pemimpin atau penginjil.
2. Dua Bentuk Keterlibatan yang Ditawarkan Paulus
a. Menyediakan Dukungan Logistik: Paulus meminta jemaat Roma menyediakan tempat singgah untuk mendukung perjalanannya ke Spanyol demi mengabarkan Injil (ayat 24). Ini menunjukkan pentingnya keterlibatan jemaat lokal dalam mendukung misi global.
b. Berdoa: Paulus memohon agar jemaat Roma mendoakannya dengan sungguh-sungguh (ayat 30-32). Ia meminta perlindungan dalam pelayanannya, penerimaan oleh jemaat Yerusalem, dan pertemuan yang penuh sukacita dengan jemaat Roma. Doa adalah salah satu cara paling penting bagi jemaat untuk mendukung pekerjaan Allah, karena melalui doa mereka turut bekerja bersama Allah.
3. Menghindari Sikap Pasif dalam Pelayanan
Paulus mengingatkan jemaat Roma bahwa mereka tidak boleh hanya fokus pada komunitas sendiri, melainkan harus giat melibatkan diri dalam misi Allah. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang peduli terhadap orang lain, baik secara lokal maupun global.
Begitu pula dengan kita saat ini:
- Jangan hanya menjadi penonton. Kita dipanggil untuk terlibat aktif dalam pekerjaan Allah.
- Perluas visi pelayanan. Tidak cukup hanya melayani di dalam gereja lokal; kita juga dipanggil untuk mendukung misi di luar lingkungan kita.
- Bersedia memberi: doa, dana, dan daya.
4. Tindakan Nyata yang Bisa Kita Lakukan
a. Melalui Doa:
Thomas Chalmers pernah berkata, "Doa adalah pekerjaan besar bagi Allah." Kita dapat:
- Mendoakan para penginjil agar tetap setia dan diberi hikmat.
- Mendoakan jemaat yang menghadapi kesulitan atau penganiayaan.
- Memohon perlindungan dan berkat bagi mereka yang melayani di tempat-tempat berbahaya.
b. Melalui Dana:
Kita dapat membantu kebutuhan dana misi, baik untuk kebutuhan fisik jemaat maupun untuk mendukung perjalanan dan pelayanan para penginjil.
c. Melalui Daya:
- Menyediakan tempat atau waktu untuk persekutuan doa.
- Mendukung pelayanan dengan keahlian atau tenaga yang kita miliki.
- Mengunjungi dan menguatkan mereka yang sedang melayani dalam tekanan berat.
5. Damai Sejahtera Allah sebagai Dasar Pelayanan
Paulus menutup pesannya dengan berkat damai sejahtera Allah bagi jemaat Roma (ayat 33). Damai sejahtera Allah menjadi dasar bagi segala upaya pelayanan. Keterlibatan kita dalam misi Allah dilakukan bukan dengan tekanan atau paksaan, melainkan dengan semangat melayani dan kasih yang tulus.
Refleksi dan Aplikasi
- Apakah kita sudah terlibat aktif dalam mendukung pelayanan Allah?
- Bagaimana kita dapat menggunakan doa, dana, dan daya kita untuk memperluas kerajaan Allah?
- Marilah kita mulai dari tindakan kecil, seperti mendoakan mereka yang melayani di tempat-tempat yang sulit atau memberi dukungan kepada jemaat yang membutuhkan.
Doa:
Tuhan, ajar kami untuk tidak berpangku tangan, tetapi giat mendukung pekerjaan-Mu di dunia. Berikan kami hati yang rela memberi, tangan yang siap bekerja, dan mulut yang tekun berdoa. Pakailah hidup kami untuk membawa damai sejahtera dan kabar baik kepada dunia. Amin.
Membangun di Tempat Lain
1. Fokus Paulus: Menjangkau yang Belum Terjangkau
Paulus menulis kepada jemaat di Roma, yang ia yakini sudah memiliki kebaikan, pengetahuan, dan kemampuan untuk saling menasihati (ayat 14). Namun, ia tetap mengingatkan mereka untuk menjadi pelayan Kristus Yesus dengan setia, berfokus pada pelayanan yang memuliakan Allah (ayat 15-16).
Paulus menunjukkan sikap rendah hati dalam pelayanannya. Ia tidak bermegah dalam pengetahuan atau pencapaiannya, melainkan hanya dalam karya Allah yang dilakukan melalui dirinya (ayat 17). Dengan perkataan, perbuatan, dan kuasa Roh Kudus, ia melayani sebagai alat Allah untuk membawa banyak orang dari bangsa-bangsa lain kepada ketaatan iman (ayat 18-19).
Namun, Paulus memiliki prinsip penting dalam misinya: ia tidak melayani di atas dasar yang sudah diletakkan oleh orang lain (ayat 20). Ia memilih untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum pernah mendengar tentang Kristus, agar firman Tuhan mencapai lebih banyak orang yang belum mengenal-Nya.
2. Pelajaran bagi Gereja Masa Kini
Ada kalanya gereja modern lebih memilih untuk mengembangkan pelayanan di tempat-tempat yang sudah memiliki jemaat atau bahkan menduplikasi pelayanan yang sudah ada. Akibatnya, bukan petobat baru yang dijangkau, melainkan jemaat dari gereja lain yang berpindah tempat.
Ini bisa menjadi pengingat bagi kita bahwa pelayanan Injil sejati harus berfokus pada menjangkau mereka yang belum percaya dan belum pernah mendengar Injil. Seperti Paulus, kita dipanggil untuk menjangkau mereka yang berada di "pinggiran," baik secara geografis maupun rohani.
Panggilan ini berlaku tidak hanya bagi gereja secara institusi, tetapi juga bagi kita secara pribadi:
- Di lingkungan keluarga: Berdoa dan menjadi teladan kasih bagi anggota keluarga yang belum percaya.
- Di tempat kerja: Memberikan kesaksian hidup melalui integritas, kejujuran, dan kasih kepada rekan kerja.
- Di lingkungan sosial: Menjalin hubungan dengan tetangga atau teman yang belum mengenal Kristus.
3. Tantangan dan Solusi
Pelayanan di tempat baru atau kepada orang yang belum percaya mungkin terasa sulit dan penuh tantangan. Ada rasa takut ditolak, kekhawatiran dianggap fanatik, atau keengganan keluar dari zona nyaman. Namun, Roh Kudus memampukan kita untuk memberitakan Injil dengan keberanian dan hikmat, seperti yang terjadi dalam pelayanan Paulus.
Gereja juga harus mengedepankan pelatihan misi, doa syafaat, dan pembekalan jemaat agar setiap orang percaya dapat melaksanakan Amanat Agung.
4. Panggilan untuk Bertindak
Membangun pelayanan di tempat lain adalah panggilan yang mulia dan sangat relevan dengan misi Allah. Mari kita:
- Berdoa bagi mereka yang belum mendengar berita Injil.
- Menjangkau orang-orang di sekitar kita dengan kasih Kristus.
- Menyokong misi dan pelayanan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau, baik melalui doa, dana, atau tenaga.
Doa
Tuhan, mampukan kami untuk menjadi alat-Mu dalam menjangkau mereka yang belum mengenal Engkau. Berikan kami keberanian, kasih, dan hikmat dalam memberitakan Injil. Pimpin gereja-Mu untuk melayani di tempat-tempat yang membutuhkan terang kasih-Mu, agar banyak jiwa diselamatkan. Amin.
Yang Kuat Menerima yang Lemah
Jangan Merusak Pekerjaan Allah
Saling Menerima
Roma 14:1-12
Dalam perjalanan iman, setiap orang memiliki tingkat pertumbuhan dan pemahaman yang berbeda. Sebagian bertumbuh dengan cepat, sementara yang lain butuh waktu lebih lama. Dalam konteks ini, Paulus mengingatkan pentingnya sikap saling menerima, khususnya dalam jemaat yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti di Roma.
Menghormati Perbedaan
Paulus menasihati jemaat untuk menerima orang yang lemah imannya tanpa berdebat soal hal-hal yang tidak esensial (Roma 14:1). Contohnya adalah perbedaan pandangan mengenai makanan atau hari tertentu (Roma 14:2-5). Baginya, perbedaan ini bukan alasan untuk saling menghakimi. Sebaliknya, setiap orang dipanggil untuk bertanggung jawab langsung kepada Tuhan (Roma 14:10-12).
Kuncinya adalah melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. Baik makan, tidak makan, menghormati hari tertentu, atau tidak, semuanya harus dilakukan dengan motivasi yang berpusat pada Allah (Roma 14:6-9).
Belajar Menerima
Sikap saling menerima adalah dasar dari persekutuan yang harmonis. Alih-alih menilai orang lain berdasarkan standar kita sendiri, kita dipanggil untuk memahami mereka dalam terang kasih Kristus. Setiap perbedaan, baik dalam budaya, kebiasaan, atau pandangan, adalah kesempatan untuk saling melengkapi, bukan memecah-belah.
Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk saling menerima:
- Hindari Penghakiman: Jangan mengukur orang lain berdasarkan ukuran diri kita. Tuhanlah yang menjadi Hakim.
- Fokus pada Tuhan: Ingat bahwa semua tindakan kita, baik pribadi maupun dalam komunitas, harus ditujukan untuk memuliakan Allah.
- Hargai Keberagaman: Lihatlah perbedaan sebagai anugerah yang memperkaya persekutuan.
- Belajar Empati: Berusahalah memahami latar belakang, kebutuhan, dan pergumulan orang lain sebelum memberi tanggapan.
Membangun Persekutuan yang Kokoh
Dalam hidup berjemaat, tantangan berupa perbedaan pendapat tidak dapat dihindari. Namun, dengan kasih dan pengertian, kita dapat menjadikan perbedaan ini sebagai sarana pertumbuhan bersama.
Marilah kita berkomitmen untuk saling menerima, sebagaimana Kristus telah menerima kita (Roma 15:7). Dengan sikap ini, kita tidak hanya menjaga harmoni di dalam jemaat, tetapi juga memuliakan Tuhan melalui persatuan dan kasih yang nyata di antara sesama saudara seiman.
Kasih sebagai Utang
Roma 13:8-14
Utang tidak selalu berbentuk materi seperti uang; ada pula utang non-materi berupa kasih, kebaikan, atau jasa yang wajib dibalas. Dalam Roma 13:8-14, Paulus mengajarkan prinsip hidup orang percaya dengan menempatkan kasih sebagai utang yang wajib terus dibayar.
Pertama, kasih kepada sesama adalah cara untuk menggenapi hukum Allah (Roma 13:8-10). Kasih melampaui semua hukum karena di dalamnya terkandung penghormatan dan kebaikan yang tak merugikan siapa pun.
Kedua, kasih itu mendorong kita meninggalkan perbuatan kegelapan dan mendukung perbuatan yang sopan dan benar (Roma 13:11-13). Kasih sejati memotivasi kita untuk hidup dalam terang dan menjauhkan diri dari dosa-dosa yang mencemarkan jiwa dan tubuh.
Ketiga, kasih itu dilakukan dengan meneladani Yesus Kristus, bukan mengikuti hawa nafsu manusiawi (Roma 13:14). Dengan mengenakan "perlengkapan senjata terang," kita dimampukan untuk hidup memuliakan Tuhan dan menyatakan kasih yang murni kepada sesama.
Utang Kasih yang Tak Ternilai
Kasih Kristus kepada kita adalah kasih yang sempurna, tanpa syarat, dan melampaui segala pemahaman manusia. Kasih ini adalah "utang" yang tak dapat kita bayar sepenuhnya. Namun, kita dipanggil untuk meresponsnya dengan kasih kepada Allah dan sesama.
Kasih yang sejati adalah kasih yang tulus, tanpa pamrih, dan tidak menuntut balasan. Dengan memahami kasih sebagai utang, kita menyadari bahwa kasih tidak pernah "habis dibayar." Setiap hari adalah kesempatan baru untuk menunjukkan kasih kepada orang lain, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, maupun pengampunan.
Panggilan untuk Mengasihi
Sebagai orang percaya, keputusan untuk mengasihi bukanlah investasi demi imbalan, tetapi sebuah tanggapan atas kasih Allah. Dalam kasih, kita menyatakan iman kita kepada Kristus dan menghadirkan terang bagi dunia.
Pertanyaan untuk Diri Kita:
- Apakah saya telah menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengasihi?
- Seberapa besar pengorbanan saya untuk menyatakan kasih kepada orang lain?
- Apakah tindakan saya mencerminkan kasih Kristus yang tanpa syarat?
Mari kita terus berjuang untuk hidup dalam kasih. Setiap tindakan kasih yang tulus, meskipun kecil, pasti menghasilkan buah yang baik. Dengan kasih, kita memuliakan Allah dan membawa damai kepada sesama.