Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Doksologi: Mengagungkan Allah yang Bijaksana

Roma 16:25-27

1. Allah yang Bijaksana dalam Rencana Keselamatan

Paulus menutup Surat Roma dengan doksologi yang mengarahkan kemuliaan kepada Allah. Ia menyebut Allah sebagai satu-satunya yang bijaksana, karena kebijaksanaan-Nya tampak nyata dalam Injil keselamatan:

  • Injil bagi semua bangsa. Awalnya rahasia keselamatan hanya tampak samar melalui nubuat para nabi dan hukum Taurat. Namun, melalui Yesus Kristus, Allah menyatakan rencana keselamatan itu secara jelas kepada Israel dan bangsa-bangsa non-Yahudi (ayat 26).
  • Hikmat Allah dalam Kristus. Kebijaksanaan Allah terlihat dalam bagaimana Ia menggenapi janji keselamatan-Nya dengan cara yang tidak terpahami oleh manusia: melalui salib Kristus (lih. Rm. 11:33-36).

2. Yesus Kristus sebagai Sentralitas Injil

Yesus Kristus adalah pusat dari rencana keselamatan Allah:

  • Jalan pendamaian: Yesus adalah jalan satu-satunya yang mendamaikan manusia dengan Allah (Rm. 3:25).
  • Pemberi damai: Melalui Yesus, kita menerima damai sejahtera dengan Allah (Rm. 5:1).
  • Hidup baru dan kemenangan: Dalam Yesus, kita menerima hidup baru (Rm. 6:4), kelepasan dari maut (Rm. 7:24-25), dan janji kebangkitan (Rm. 8:11).

Melalui Kristus, Allah telah membuka jalan keselamatan bagi semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi (Rm. 9:24-26).

3. Respon Kita: Memuliakan Allah dalam Hidup

Paulus mengajak jemaat Roma untuk bersama-sama memuliakan Allah yang bijaksana. Respon itu juga berlaku bagi kita hari ini:

  • Mengakui karya Allah: Allah menggunakan berbagai cara untuk menuntun kita kepada Kristus, baik melalui Alkitab, pengalaman hidup, maupun orang-orang di sekitar kita.
  • Mengenang transformasi hidup: Jika kita melihat perubahan hidup kita dari masa lalu hingga kini, kita akan mendapati bahwa itu adalah karya Kristus semata.

Doksologi adalah ungkapan syukur dan pengakuan atas kebesaran Allah. Kita menyanyikannya dengan kesadaran penuh bahwa segala kemuliaan hanya layak bagi Allah melalui Yesus Kristus.

4. Refleksi: "Segala Kemuliaan Bagi Allah"
Mari kita renungkan:

  • Bagaimana Allah telah menyatakan diri-Nya dalam hidup kita?
  • Sejauh mana kita memuliakan Allah dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan?

Doa:
"Bagi-Mu, ya Allah yang bijaksana, segala kemuliaan sampai selama-lamanya melalui Yesus Kristus. Amin."

Share:

Pujian Ibadah Minggu 1 Desember 2024

Share:

Dewasa Secara Rohani

Roma 16:17-20

1. Waspada terhadap Pengajaran Palsu

Paulus memberikan peringatan tegas kepada jemaat di Roma untuk mewaspadai orang-orang yang membawa ajaran yang menimbulkan perpecahan dan kejatuhan. Mereka yang seperti ini, menurut Paulus, tidak melayani Kristus tetapi melayani kepentingan diri sendiri (ayat 18).

Pengajaran palsu seringkali:

  • Memecah belah jemaat.
  • Membuat orang tersandung dalam iman.
  • Memanfaatkan jemaat demi keuntungan pribadi.

Paulus menasihati agar jemaat tetap bijaksana untuk membedakan mana yang baik dan benar, serta menjaga integritas iman (ayat 19).

2. Tanda Kedewasaan Rohani

Kedewasaan rohani adalah kemampuan untuk tetap teguh dalam iman meskipun dihadapkan dengan berbagai pengaruh negatif. Jemaat yang dewasa secara rohani tidak terombang-ambing oleh:

  • Figur yang populer tetapi menyimpang dari kebenaran.
  • Aksi spektakuler yang bertujuan memanipulasi emosi.
  • Kata-kata hebat yang bertujuan menonjolkan diri.

Sebaliknya, jemaat yang dewasa akan:

  • Memusatkan hidup pada Firman Tuhan.
  • Mengamati perilaku pengajar untuk melihat kerendahan hati dan ketaatan kepada Allah.
  • Berani meninggalkan dan menentang ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran.

3. Membangun Kedewasaan Rohani

a. Pengenalan akan Kristus sebagai Dasar:
Kedewasaan rohani tumbuh melalui pengenalan yang mendalam akan Kristus. Jemaat yang bersatu dalam iman kepada Kristus tidak mudah terombang-ambing oleh pengajaran palsu (lih. Ef. 4:13-15).

b. Bijaksana dan Waspada:
Menjadi bijaksana berarti memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat (ayat 19). Ini hanya mungkin terjadi jika kita memiliki pemahaman yang kuat tentang Firman Allah.

c. Mempraktikkan Kebenaran:
Orang yang dewasa rohani tidak hanya tahu, tetapi juga hidup menurut kebenaran Firman Tuhan. Ia membangun hidupnya berdasarkan kasih, kerendahan hati, dan ketaatan kepada Allah.

4. Refleksi: Sudahkah Kita Dewasa Secara Rohani?

  • Apakah kita mampu mengenali pengajaran palsu?
  • Apakah kita fokus pada kebenaran Firman Tuhan, atau justru terbuai oleh kepopuleran figur tertentu?
  • Apakah kita berani menolak ajaran yang bertentangan dengan Alkitab, meskipun itu tidak populer?

Kedewasaan rohani adalah perjalanan, bukan tujuan akhir. Mari terus bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus, hidup dalam kebenaran-Nya, dan menjaga keutuhan tubuh Kristus dari ajaran yang memecah belah.

Doa:
Tuhan, berikan kami hikmat dan pengertian untuk membedakan ajaran yang benar dari yang salah. Tuntun kami untuk hidup setia pada Firman-Mu dan menjadi jemaat yang dewasa secara rohani. Teguhkan hati kami untuk melawan arus ketika diperlukan, dan pakailah kami untuk memuliakan nama-Mu. Amin.

Share:

Harmoni dalam Bakti

Roma 16:1-16

1. Relasi yang Didasari oleh Kristus

Dalam salam penutup Surat Roma, Paulus menunjukkan perhatian dan penghargaan kepada setidaknya 24 orang yang disebutkan namanya. Setiap nama disertai sebutan atau pujian yang mencerminkan hubungan mereka dengan Paulus dan pelayanan mereka bagi Kristus.

a. Keterhubungan dalam Pelayanan:
Paulus menggambarkan relasi mereka sebagai lebih dari sekadar rekan kerja. Ia menyebut mereka sebagai:

  • "Pelayan jemaat" (ayat 1) seperti Febe yang melayani jemaat di Kengkrea.
  • "Teman sekerja" (ayat 3), seperti Priskila dan Akwila yang mempertaruhkan nyawa mereka demi Paulus.
  • "Buah pertama" (ayat 5), seperti Epenetus, orang pertama di wilayah Asia yang bertobat.
  • "Orang-orang yang terpandang di antara para rasul" (ayat 7), seperti Andronikus dan Yunias, yang memiliki pengaruh besar.

b. Penghargaan terhadap Perjuangan:
Paulus menyampaikan pujian tulus, seperti:

  • "Memberi banyak bantuan" (ayat 2).
  • "Bekerja sangat keras" (ayat 6).
  • "Yang pernah dipenjarakan" (ayat 7).

Paulus menghormati pengorbanan mereka. Mereka dihargai bukan karena status, tetapi karena kesetiaan mereka kepada Injil Kristus.

2. Harmoni yang Berakar pada Kasih Kristus

Harmoni dalam pelayanan tercipta ketika hubungan didasarkan pada apa yang Kristus telah lakukan bagi kita di atas salib-Nya. Kasih Kristus mempersatukan mereka yang berbeda latar belakang, status, dan budaya menjadi satu tubuh yang bekerja bersama bagi Injil.

Pelajaran bagi Kita:

  • Relasi yang Berpusat pada Kristus: Saat melayani, ingatlah bahwa kita adalah teman sekerja di ladang Tuhan, dipersatukan untuk tujuan yang lebih besar.
  • Memuliakan Tuhan dalam Relasi: Harmoni akan melahirkan pelayanan yang lebih kuat dan menjadi kesaksian bagi dunia.

3. Menumbuhkan Harmoni dalam Pelayanan

a. Tidak Mementingkan Diri Sendiri:

  • Jangan menganggap diri sebagai yang paling penting atau senior.
  • Tumbuhkan kerendahan hati untuk menghormati sesama pelayan Kristus.

b. Menjaga Tutur Kata dan Sikap:

  • Ucapkan kata-kata yang menguatkan dan membangkitkan semangat.
  • Hindari komentar yang merendahkan atau memecah belah.

c. Menghargai dan Mendukung Sesama Pelayan:

  • Teguhkan orang lain dengan doa dan kata-kata pujian.
  • Pedulikan perjuangan mereka, seperti Paulus yang menghargai risiko dan pengorbanan teman-teman sekerjanya.

4. Refleksi dan Aplikasi

  • Apakah relasi kita dalam pelayanan mencerminkan kasih Kristus?
  • Apakah kita mendukung dan menghargai teman sekerja, atau justru menonjolkan diri sendiri?

Mari kita membangun harmoni dalam pelayanan dengan kerendahan hati, saling menghargai, dan menumbuhkan kasih Kristus. Harmoni ini bukan hanya membawa sukacita, tetapi juga menjadi kesaksian yang nyata bagi dunia tentang kekuatan kasih Kristus.

Doa:
Tuhan, ajar kami untuk melayani dalam harmoni dan kasih. Berikan kami hati yang rendah hati dan penuh syukur agar kami dapat menghargai dan mendukung sesama pelayan-Mu. Jadikan pelayanan kami kesaksian yang memuliakan nama-Mu. Amin.

Share:

Jangan Berpangku Tangan

Roma 15:23-33

1. Keterlibatan Aktif dalam Misi Allah

Paulus memberi tahu jemaat di Roma bahwa ia belum bisa mengunjungi mereka karena sedang menjalankan tugas membawa persembahan sukarela dari jemaat di Makedonia dan Akhaya untuk jemaat miskin di Yerusalem (ayat 25-28). Tindakan ini menunjukkan kepedulian terhadap jemaat yang membutuhkan dan semangat melayani lintas komunitas.

Namun, Paulus tidak sekadar memberi laporan perjalanan. Ia menulis dengan tujuan mengajak jemaat Roma untuk terlibat dalam misi Allah. Keterlibatan ini adalah panggilan bagi setiap orang percaya, bukan hanya bagi para pemimpin atau penginjil.

2. Dua Bentuk Keterlibatan yang Ditawarkan Paulus

a. Menyediakan Dukungan Logistik: Paulus meminta jemaat Roma menyediakan tempat singgah untuk mendukung perjalanannya ke Spanyol demi mengabarkan Injil (ayat 24). Ini menunjukkan pentingnya keterlibatan jemaat lokal dalam mendukung misi global.

b. Berdoa: Paulus memohon agar jemaat Roma mendoakannya dengan sungguh-sungguh (ayat 30-32). Ia meminta perlindungan dalam pelayanannya, penerimaan oleh jemaat Yerusalem, dan pertemuan yang penuh sukacita dengan jemaat Roma. Doa adalah salah satu cara paling penting bagi jemaat untuk mendukung pekerjaan Allah, karena melalui doa mereka turut bekerja bersama Allah.

3. Menghindari Sikap Pasif dalam Pelayanan

Paulus mengingatkan jemaat Roma bahwa mereka tidak boleh hanya fokus pada komunitas sendiri, melainkan harus giat melibatkan diri dalam misi Allah. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang peduli terhadap orang lain, baik secara lokal maupun global.

Begitu pula dengan kita saat ini:

  • Jangan hanya menjadi penonton. Kita dipanggil untuk terlibat aktif dalam pekerjaan Allah.
  • Perluas visi pelayanan. Tidak cukup hanya melayani di dalam gereja lokal; kita juga dipanggil untuk mendukung misi di luar lingkungan kita.
  • Bersedia memberi: doa, dana, dan daya.

4. Tindakan Nyata yang Bisa Kita Lakukan

a. Melalui Doa:
Thomas Chalmers pernah berkata, "Doa adalah pekerjaan besar bagi Allah." Kita dapat:

  • Mendoakan para penginjil agar tetap setia dan diberi hikmat.
  • Mendoakan jemaat yang menghadapi kesulitan atau penganiayaan.
  • Memohon perlindungan dan berkat bagi mereka yang melayani di tempat-tempat berbahaya.

b. Melalui Dana:
Kita dapat membantu kebutuhan dana misi, baik untuk kebutuhan fisik jemaat maupun untuk mendukung perjalanan dan pelayanan para penginjil.

c. Melalui Daya:

  • Menyediakan tempat atau waktu untuk persekutuan doa.
  • Mendukung pelayanan dengan keahlian atau tenaga yang kita miliki.
  • Mengunjungi dan menguatkan mereka yang sedang melayani dalam tekanan berat.

5. Damai Sejahtera Allah sebagai Dasar Pelayanan

Paulus menutup pesannya dengan berkat damai sejahtera Allah bagi jemaat Roma (ayat 33). Damai sejahtera Allah menjadi dasar bagi segala upaya pelayanan. Keterlibatan kita dalam misi Allah dilakukan bukan dengan tekanan atau paksaan, melainkan dengan semangat melayani dan kasih yang tulus.

Refleksi dan Aplikasi

  • Apakah kita sudah terlibat aktif dalam mendukung pelayanan Allah?
  • Bagaimana kita dapat menggunakan doa, dana, dan daya kita untuk memperluas kerajaan Allah?
  • Marilah kita mulai dari tindakan kecil, seperti mendoakan mereka yang melayani di tempat-tempat yang sulit atau memberi dukungan kepada jemaat yang membutuhkan.

Doa:
Tuhan, ajar kami untuk tidak berpangku tangan, tetapi giat mendukung pekerjaan-Mu di dunia. Berikan kami hati yang rela memberi, tangan yang siap bekerja, dan mulut yang tekun berdoa. Pakailah hidup kami untuk membawa damai sejahtera dan kabar baik kepada dunia. Amin.

Share:

Membangun di Tempat Lain

Roma 15:14-21

1. Fokus Paulus: Menjangkau yang Belum Terjangkau

Paulus menulis kepada jemaat di Roma, yang ia yakini sudah memiliki kebaikan, pengetahuan, dan kemampuan untuk saling menasihati (ayat 14). Namun, ia tetap mengingatkan mereka untuk menjadi pelayan Kristus Yesus dengan setia, berfokus pada pelayanan yang memuliakan Allah (ayat 15-16).

Paulus menunjukkan sikap rendah hati dalam pelayanannya. Ia tidak bermegah dalam pengetahuan atau pencapaiannya, melainkan hanya dalam karya Allah yang dilakukan melalui dirinya (ayat 17). Dengan perkataan, perbuatan, dan kuasa Roh Kudus, ia melayani sebagai alat Allah untuk membawa banyak orang dari bangsa-bangsa lain kepada ketaatan iman (ayat 18-19).

Namun, Paulus memiliki prinsip penting dalam misinya: ia tidak melayani di atas dasar yang sudah diletakkan oleh orang lain (ayat 20). Ia memilih untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum pernah mendengar tentang Kristus, agar firman Tuhan mencapai lebih banyak orang yang belum mengenal-Nya.

2. Pelajaran bagi Gereja Masa Kini

Ada kalanya gereja modern lebih memilih untuk mengembangkan pelayanan di tempat-tempat yang sudah memiliki jemaat atau bahkan menduplikasi pelayanan yang sudah ada. Akibatnya, bukan petobat baru yang dijangkau, melainkan jemaat dari gereja lain yang berpindah tempat.

Ini bisa menjadi pengingat bagi kita bahwa pelayanan Injil sejati harus berfokus pada menjangkau mereka yang belum percaya dan belum pernah mendengar Injil. Seperti Paulus, kita dipanggil untuk menjangkau mereka yang berada di "pinggiran," baik secara geografis maupun rohani.

Panggilan ini berlaku tidak hanya bagi gereja secara institusi, tetapi juga bagi kita secara pribadi:

  • Di lingkungan keluarga: Berdoa dan menjadi teladan kasih bagi anggota keluarga yang belum percaya.
  • Di tempat kerja: Memberikan kesaksian hidup melalui integritas, kejujuran, dan kasih kepada rekan kerja.
  • Di lingkungan sosial: Menjalin hubungan dengan tetangga atau teman yang belum mengenal Kristus.

3. Tantangan dan Solusi

Pelayanan di tempat baru atau kepada orang yang belum percaya mungkin terasa sulit dan penuh tantangan. Ada rasa takut ditolak, kekhawatiran dianggap fanatik, atau keengganan keluar dari zona nyaman. Namun, Roh Kudus memampukan kita untuk memberitakan Injil dengan keberanian dan hikmat, seperti yang terjadi dalam pelayanan Paulus.

Gereja juga harus mengedepankan pelatihan misi, doa syafaat, dan pembekalan jemaat agar setiap orang percaya dapat melaksanakan Amanat Agung.

4. Panggilan untuk Bertindak

Membangun pelayanan di tempat lain adalah panggilan yang mulia dan sangat relevan dengan misi Allah. Mari kita:

  • Berdoa bagi mereka yang belum mendengar berita Injil.
  • Menjangkau orang-orang di sekitar kita dengan kasih Kristus.
  • Menyokong misi dan pelayanan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau, baik melalui doa, dana, atau tenaga.

Doa

Tuhan, mampukan kami untuk menjadi alat-Mu dalam menjangkau mereka yang belum mengenal Engkau. Berikan kami keberanian, kasih, dan hikmat dalam memberitakan Injil. Pimpin gereja-Mu untuk melayani di tempat-tempat yang membutuhkan terang kasih-Mu, agar banyak jiwa diselamatkan. Amin.

Share:

Yang Kuat Menerima yang Lemah

Roma 15:1-13

1. Perbedaan Sebagai Keniscayaan

Dalam kehidupan jemaat, perbedaan adalah hal yang tak terhindarkan. Perbedaan pemahaman, kebiasaan, atau latar belakang tidak boleh menjadi alasan untuk menolak atau merendahkan sesama. Paulus mengingatkan jemaat di Roma bahwa mereka yang "kuat" dalam iman wajib menanggung kelemahan mereka yang "tidak kuat" (ayat 1).

Menanggung di sini bukan berarti menyetujui segala hal yang salah, tetapi memikul tanggung jawab untuk menguatkan dan membangun mereka yang masih lemah dalam pengertian iman. Sebagaimana Kristus datang untuk melayani dan menanggung kelemahan manusia, demikian pula kita dipanggil untuk tidak hanya mencari kesenangan diri sendiri, tetapi mendahulukan kesejahteraan sesama (ayat 2-3).

2. Firman dan Pengharapan yang Menyatukan

Melalui Firman Allah, jemaat diajar untuk memiliki pengharapan yang teguh dan hidup dalam keharmonisan (ayat 4). Kehidupan yang sehati dan sepikir tidak datang secara alami, tetapi membutuhkan kesediaan untuk menerima dan menghormati satu sama lain. Paulus menegaskan, sebagaimana Kristus telah menerima kita tanpa syarat, demikian pula kita dipanggil untuk menerima sesama (ayat 7).

3. Kristus Sebagai Teladan Pelayanan

Kristus datang sebagai pelayan bagi bangsa Yahudi untuk menggenapi janji Allah, tetapi tujuan-Nya meluas hingga ke segala bangsa, agar semua orang dapat memuliakan Allah (ayat 8-12). Kesatuan di dalam Kristus tidak didasarkan pada kebiasaan atau tradisi, melainkan pada kasih karunia Allah yang mengundang semua orang ke dalam pengharapan yang berlimpah.

4. Sikap yang Memperkuat Persekutuan

Dalam konteks jemaat Roma, "kuat" merujuk pada mereka yang memahami kebebasan dalam Kristus, seperti makan makanan apa saja tanpa rasa bersalah. Sedangkan "lemah" adalah mereka yang masih terikat pada hukum atau tradisi lama. Paulus menasihatkan agar mereka yang kuat bersikap sabar dan lemah lembut, tidak menyindir atau menyakiti hati saudara-saudara yang belum memahami kebebasan ini.

Sebaliknya, mereka yang lemah dalam iman juga diajak untuk terbuka terhadap pengajaran dan tidak cepat menghakimi mereka yang berbeda. Sikap saling mendukung ini akan memampukan gereja untuk hidup dalam kesatuan, sehingga menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia.

5. Berkat Kehidupan Bersama

Gereja yang bersatu dan saling menerima mencerminkan kasih Allah yang mempersatukan. Oleh sebab itu, mari kita berdoa dan bertindak untuk memupuk sikap saling mendukung, menerima, dan membangun satu sama lain. Kesatuan jemaat akan membawa kemuliaan bagi Tuhan dan menjadi berkat bagi dunia.


---

Doa Berkat
Pagi ini, saya memohonkan berkat dari Tuhan untuk seluruh jemaat:

Kiranya Tuhan mencurahkan kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Tuhan memberkati rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah, ladang, perusahaan, toko, kantor, serta semua usaha kita.

Tuhan menyertai pelayanan, gereja, dan hubungan kita, termasuk calon pendamping hidup.


Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah dalam kehidupan kita. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.
l
Share:

Jangan Merusak Pekerjaan Allah

Roma 14:13-23

1. Perbedaan yang Memicu Perselisihan

Dalam jemaat Roma, keberagaman antara orang Yahudi dan non-Yahudi menimbulkan perselisihan, terutama soal makanan dan tradisi. Paulus mengingatkan bahwa perbedaan ini tidak boleh menjadi alasan untuk saling menghakimi (ayat 13). Sebaliknya, setiap orang percaya dipanggil untuk tidak menjadi batu sandungan bagi sesama.

Hal yang tampaknya sepele, seperti makanan, bisa merusak pekerjaan Allah jika tidak ditangani dengan kasih dan kebijaksanaan. Paulus menegaskan bahwa Kerajaan Allah bukanlah soal makanan atau minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dalam Roh Kudus (ayat 17). Oleh sebab itu, umat Kristen harus menjaga sikap agar tidak memicu keretakan dalam persekutuan.

2. Dampak Batu Sandungan

Tindakan yang tampaknya kecil, seperti memaksakan pendapat soal makanan, bisa menjadi batu sandungan yang menghancurkan iman orang lain. Paulus mengingatkan bahwa tindakan yang menyakiti hati saudara seiman adalah tindakan yang merusak pekerjaan Allah (ayat 20). Ini bukan hanya soal kebiasaan makan, tetapi mencakup semua sikap dan perilaku yang dapat melukai sesama.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk lebih mengutamakan kasih daripada kepentingan pribadi. Paulus memberikan teladan: "Baiklah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun" (ayat 19).

3. Panggilan untuk Mengendalikan Diri

Paulus menekankan pentingnya pengendalian diri demi menjaga persekutuan. Ia mengajak umat untuk:

Menahan ego dan tidak memaksakan kehendak pribadi.

Mengutamakan kepentingan bersama demi damai sejahtera.

Melayani sesama dengan kasih yang tulus ikhlas.


Mengendalikan diri berarti siap untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kebaikan orang lain. Ini mencerminkan kasih Kristus yang rela berkorban demi keselamatan umat-Nya.

4. Membangun Persekutuan yang Harmonis

Persekutuan yang harmonis membutuhkan komitmen untuk saling menghormati dan membangun. Sebagai anggota tubuh Kristus, setiap orang percaya dipanggil untuk menjaga pikiran, kata-kata, dan tindakan agar tidak melukai sesama. Firman Tuhan mengingatkan bahwa sikap kita yang benar dapat mempererat persekutuan dan memuliakan Allah.

Mari kita berhati-hati dalam setiap tutur kata dan tindakan, serta memohon agar Allah memperlengkapi kita dengan hati yang penuh kasih. Dengan demikian, kita dapat menjadi alat yang membangun, bukan merusak pekerjaan Allah.

Doa Berkat

Di pagi yang penuh kasih ini, saya memohonkan berkat dari Tuhan bagi Bapak, Ibu, dan saudara-saudari sekalian:

Kiranya Tuhan mencurahkan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kita.

Tuhan memberkati rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah, ladang, usaha, toko, kantor, dan semua yang dikerjakan tangan kita.

Tuhan menyertai pelayanan, gereja, dan semua hubungan, termasuk calon pendamping hidup.


Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Nya mengalir melimpah. Yang percaya katakan, Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Saling Menerima

Roma 14:1-12

Dalam perjalanan iman, setiap orang memiliki tingkat pertumbuhan dan pemahaman yang berbeda. Sebagian bertumbuh dengan cepat, sementara yang lain butuh waktu lebih lama. Dalam konteks ini, Paulus mengingatkan pentingnya sikap saling menerima, khususnya dalam jemaat yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti di Roma.

Menghormati Perbedaan

Paulus menasihati jemaat untuk menerima orang yang lemah imannya tanpa berdebat soal hal-hal yang tidak esensial (Roma 14:1). Contohnya adalah perbedaan pandangan mengenai makanan atau hari tertentu (Roma 14:2-5). Baginya, perbedaan ini bukan alasan untuk saling menghakimi. Sebaliknya, setiap orang dipanggil untuk bertanggung jawab langsung kepada Tuhan (Roma 14:10-12).

Kuncinya adalah melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. Baik makan, tidak makan, menghormati hari tertentu, atau tidak, semuanya harus dilakukan dengan motivasi yang berpusat pada Allah (Roma 14:6-9).

Belajar Menerima

Sikap saling menerima adalah dasar dari persekutuan yang harmonis. Alih-alih menilai orang lain berdasarkan standar kita sendiri, kita dipanggil untuk memahami mereka dalam terang kasih Kristus. Setiap perbedaan, baik dalam budaya, kebiasaan, atau pandangan, adalah kesempatan untuk saling melengkapi, bukan memecah-belah.

Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk saling menerima:

  1. Hindari Penghakiman: Jangan mengukur orang lain berdasarkan ukuran diri kita. Tuhanlah yang menjadi Hakim.
  2. Fokus pada Tuhan: Ingat bahwa semua tindakan kita, baik pribadi maupun dalam komunitas, harus ditujukan untuk memuliakan Allah.
  3. Hargai Keberagaman: Lihatlah perbedaan sebagai anugerah yang memperkaya persekutuan.
  4. Belajar Empati: Berusahalah memahami latar belakang, kebutuhan, dan pergumulan orang lain sebelum memberi tanggapan.

Membangun Persekutuan yang Kokoh

Dalam hidup berjemaat, tantangan berupa perbedaan pendapat tidak dapat dihindari. Namun, dengan kasih dan pengertian, kita dapat menjadikan perbedaan ini sebagai sarana pertumbuhan bersama.

Marilah kita berkomitmen untuk saling menerima, sebagaimana Kristus telah menerima kita (Roma 15:7). Dengan sikap ini, kita tidak hanya menjaga harmoni di dalam jemaat, tetapi juga memuliakan Tuhan melalui persatuan dan kasih yang nyata di antara sesama saudara seiman.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.